Anda di halaman 1dari 50

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman yang banyak
tumbuh di Indonesia. Tanaman ini berasal dari pulau Banda yang dapat tumbuh
baik di daerah tropis, tidak hanya di Indonesia tanaman ini juga tumbuh di Amerika,
Asia dan Afrika (Nurdjannah, 2007). Tanaman ini termasuk dalam kelas
Angiospermae, subkelas Dicotyledoneae, ordo Ranales, famili Myristiceae dan
Myristica, terdiri atas 15 genus dan 250 spesies (Agoes, 2010).
Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan
multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai
industri. Menurut Bustaman (2007), satu pohon pala yang berumur sekitar 25 50
tahun akan menghasilkan 160 kg buah pala yang terdiri dari daging buah, 22,5 kg
biji pala dan 3 kg fuli. Produk utama dari tanaman pala yaitu biji dan fuli yang
dimanfaatkan sebagai rempah. Minyak hasil penyulingan biji pala muda dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri obat-obatan, pembuatan sabun, parfum
dan kosmetik di dalam negeri.
Komoditas pala Indonesia sebagaian besar dihasilkan oleh perkebunan

rakyat yaitu sekitar 98.84%, dengan pola budidaya ektensif jarang dipelihara. Luas

areal pertanaman pala di Indonesia pada tahun 1996 mencapai 60.735 ha menurun

menjadi 43.873 ha tahun 2000. Produksi tahun 2000 sekitar 7.587 ton, produktivitas

tahun 1999 mencapai 482.8 kg/ha dengan total produksi sekitar 19.163 ton ( BPS,

2000).

1.2 Rumusan Masalah

1.
2.1 Tanaman Pala
Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang
berasal dari pulau Banda. Tanaman ini merupakan tanaman yang dapat berumur
panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala merupakan tumbuhan
berbatang sedang dengan tinggi mencapai 18 m, memiliki daun berbentuk bulat
telur atau lonjong yang selalu hijau sepanjang tahun. Pohon pala dapat tumbuh di
daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim
lembab dan panas, curah hujan 2.000 - 3.500 mm tanpa mengalami periode kering
secara nyata (Nurdjannah, 2007).
Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5 6 tahun. Setelah mencapai
umur 10 tahun produksi buahnya mulai meningkat hingga mencapai optimum
pada umur rata-rata 25 tahun. Produksi umum ini bertahan hingga tanaman pala
berumur 60 -70 tahun. Tanaman pala dapat berbunga berumah dua (dioecus) yang
berarti ada pohon pala yang berbunga betina saja dan ada yang berbunga jantan
saja. Malai bunga jantan terdiri atas 1 - 10 bunga dan malai bunga betina 1 - 3
bunga. Jangka waktu pertumbuhan buah dari mulai persarian hingga tua tidak
lebih dari 9 bulan (Rismunandar, 1992).
Panen pala pertama kali dilakukan 7 - 9 tahun setelah pohonnya ditanam dan
mencapai kemampuan produksi 25 tahun dan dapat bertahan sampai 60 tahun.
Bagian pala yang dipanen adalah bijinya, salut bijinya (arillus), dan daging
buahnya. Dalam dunia perdagangan, salut biji pala dinamakan fuli, atau dalam
bahasa inggris disebut mace, dalam istilah farmasi disebut myristicae arillus atau
macis sedangkan daging buahnya dinamakan myristicae fructus cortex. Bagian
buah pala yang paling tinggi nilai ekonominya adalah biji dan fuli. Biji umumnya
digunakan pada makanan manis dan kaya rempah, seperti produk roti dan juga
sebagai bumbu dalam masakan daging serta produk minuman dan makanan
penutup (dessert). Sementara itu, fuli digunakan sebagai bahan penambah rasa
pada produk roti, seperti cake, cookies, pie, dan topping, juga sebagai bumbu pada
masakan laut, pikel dan minuman (Agoes, 2010).
Berdasarkan data areal pengembangan, produksi, ekspor dan impor pala
Indonesia, walaupun terjadi fluktuasi, masih memiliki kecenderungan meningkat.
Hal ini berarti bahwa permintaan terhadap pala Indonesia untuk pasar dalam
negeri dan luar negeri masih cukup tinggi. Peningkatan ekspor Indonesia pada
nilai impor Uni Eropa pada tahun 2013 senilai US$ 32,15 juta, dan meningkat
pada April 2015 sebesar 20,7 % menjadi US$ 86,096 juta (Kemendag, 2015).
Pengembangan areal pertanaman pala sampai tahun 2010 telah mencapai 118.345
ha dengan produksi 15.793 ton biji kering. Sentra produksi pala Indonesia sampai
tahun 2010 tersebar di 10 provinsi seperti tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Sentra areal dan produksi pala Indonesia
Areal *) (Ha) Produksi Petani
No . Provinsi TBM TM TTR J umlah ( Ton ) pemilik
( KK )
23.274
1 Maluku Utara 16.606 14.439 1.374 35.419
4.436
2 Maluku 11.949 7.346 3.841 23.136 2.104 20.199
3 Aceh 10.532 7.815 2.165 20.512 2.692 27.238
4 Sulawesi Utara 5.659 9.332 1.026 16.016 3.024 24.911
5 Papua Barat 2.305 4.567 676 7.548 1.373 5.316
6 Jawa Barat 2.338 2.135 376 4.849 556 27.184
7 Sumatra Barat 531 2.428 181 3.140 842 2.989
8 Sulawesi Selatan 939 1.208 129 2.276 390 4.279
9 Sulawesi Tengah 1.331 352 30 1.713 80 1.691
10 NTT 804 3.004 12 1.120 71 1.809
4.551 943 121 2.616 7.441
Jumlah 57.545 50.869 9.931 118.345 15.793 46.331
11 Daerah lain 225
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011
*) TBM: Tanaman Belum Menghasilkan; TM: Tanaman
Menghasilkan; TTR: Tanaman Tua dan Rusak

2.2 Klasifikasi dan Jenis-jenis Tanaman Pala


Tanaman pala termasuk dalam kelas Angiospermae, subkelas
Dicotyledonae, ordo
Ranales, famili Myrstceae dan Myristica, terdiri atas 15 genus dan 250
spesies. Dari 15 genus tersebut 5 di antaranya terdapat di daerah

6
tropis Amerika, 6 di daerah tropis Afrika, dan 4 genus di daerah tropis
Asia, termasuk Indonesia (Agoes, 2010).
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub kelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans houtt
Di Indonesia dikenal beberapa jenis (spesies) pala (Rismunandar,
1992) yaitu:
1. Myristica fragrans, merupakan pala jenis utama dan
mendominasi jenis lain dalam segi mutu maupun
produktivitas. Tanaman ini merupakan tanaman asli pulau
Banda. Buah jenis ini seluruh bagian buahnya (daging, fuli
dan biji) dapat diolah. Fuli dan biji buah ini yang paling
dikenal di pasar internasional. Buah jenis ini juga banyak
tersebar di daerah
Tanggamus.
2. M. Argentea Warb, merupakan jenis pala khas Irian Jaya.
Buah pala jenis ini berbentuk lonjong, di daerah aslinya
dikenal sebagai pala petani dan sering disebut sebagai pala
hutan.

7
3. M. Schelfferi Warb, merupakan jenis pala yang berasal dari
Irian Barat, namun tidak terlalu dikenal. Tanaman ini tumbuh
di hutan. Bijinya memiliki kualitas yang rendah.
4. M. Teysmannii, merupakan tanaman yang termasuk langka.
Pala jenis ini tidak memiliki nilai ekonomis.
5. M. Succeanea, terdapat di pulau Halmahera. Jenis ini tidak
mempunyai nilai ekonomi.
2.3 Buah Pala (Myristica fragrans Houtt)
Buah pala terdiri dari empat bagian yaitu daging buah, fuli, tempurung
dan biji.
Buah pala terdiri dari 83,3% daging buah, 3,22% fuli, 3,94%
tempurung biji, dan 9,54% daging biji (Permentan, 2011).
Perbandingan bobot pala banda (Myristica ragrans Houtt) dari ke-
empat bagian tersebut sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
5.
Tabel 5. Persentase bobot dari ke-empat bagian buah pala
Bagian Buah Basah % Kering (diangin-anginkan) %
Daging buah 77,8 9,93
Fuli 4,0 2,09
Tempurung 15,1 - Biji 13,1 8,40

Sumber: Rismunandar, 1992


Menurut Rismunandar (1992), buah pala yang digunakan untuk
keperluan rempah biasa dipetik tidak lebih dari umur 9 bulan sejak
mulai persarian bunga. Buahnya berbentuk peer, lebar, ujungnya
meruncing, kulitnya licin, berdaging dan cukup banyak mengandung

8
air. Jika sudah tua
warnanya kuning pucat
dan membelah dua,
kemudian jatuh. Bentuk
biji bulat telur hingga lonjong,
mempunyai tempurung
berwarna coklat tua dan licin permukaannya bila sudah cukup tua.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman
Penanganan Pasca Panen Pala (2012), buah pala yang sudah tua
umumnya sudah berumur 9 bulan setelah pembungaan. Hal ini
ditandai oleh warna buah yang berwarna kuning kecoklatan, dimana
beberapa buah sudah mulai merekah (membelah) melalui alur
belahnya kulit biji (tempurung) berwarna coklat tua sampai hitam dan
mengkilat, serta warna fuli yang memerah.

Fuli
Daging buah
Tempurung yang di dalamnya terdapat
biji pala
Gambar 1. Bagian bagian buah pala

Biji pala
Tempurung biji

Gambar 2. Tempurung dan biji pala

9
Biji dan fuli yang berasal dari buah muda dimanfaatkan sebagai bahan
baku minyak pala karena kandungan minyak atsirinya yang jauh lebih
tinggi daripada biji yang berasal dari buah yang tua. Pada buah muda
(umur 4 5 bulan) kadar minyak atsiri berkisar 8 - 17% atau rata-rata
12%.
Tempurung biji diselubungi oleh selubung biji berbentuk jala
berwarna merah yang disebut fuli atau bunga pala. Fuli dari buah
yang belum tua warnanya kuning pucat, bila dikeringkan akan menjadi
coklat muda. Fuli bila dikeringkan akan berwarna merah kecoklatan,
namun dapat berubah menjadi kuning tua apabila penyimpanannya
terlalu lama (Nurdjannah, 2010).
Menurut Rismunandar (1992), sifat-sifat biji pala dan fuli sebagai
berikut:
- Biji pala yang belum tua, bila dikeringkan akan menghasilkan
daging biji yang agak rapuh, dan mudah menjadi sasaran serangga
gudang. Biji pala yang sudah cukup tua (buahnya membelah) bila
dikeringkan menghasilkan biji yang cukup keras.
- Fuli yang masih muda, kuning pucat warnanya. Bila dikeringkan
mengalami perubahan warna menjadi coklat muda. Fuli yang
sudah tua merah api warnanya, bila dikeringkan akan menjadi
merah kecoklatan.

Buah pala memiliki waktu panen yang dikenal dengan panen besar
dan panen susulan. Tanaman pala biasanya berbunga pada saat musim
kemarau, maka dapat dinyatakan bahwa persarian yang terbesar akan

10
terjadi pada pertengahan dan akhir musim kemarau (Rismunandar,
1992).

2.4 Standar Mutu Pala dan Fuli


2.4.1 Standar Mutu Biji Pala
Standar mutu diperlukan untuk meningkatkan mutu biji dan fuli pala
dalam dunia perdagangan (Permentan, 2012). Standar mutu biji pala
menurut SNI 01-00061993 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6 dan
7.
Tabel 6. Spesifikasi persyaratan umum mutu biji pala
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Kadar Air % (b/b) maks. 10
2 Biji berkapang % maks. 8
3 Serangga utuh mati ekor maks. 4
4 Kotoran mamalia mg/lbs maks. 0
5 Kotoran binatang lain mg/lbs maks. 0
6 Benda asing % (b/b) maks. 0
Sumber: Peraturan Menteri Pertanian Nomor
53/Permentan/OT.140/9/2012
Tabel 7. Spesifikasi persyaratan khusus mutu biji pala
Persyaratan
Jenis Uji Biji rusak Biji Biji Keseragaman
Jumlah biji
Jenis Mutu akibat pecahan keriput
maksimum
per kg
serangga (%) (%)

11
1. Calibrated Nutmeg (CN)
a. CN 60-65 60-72 maks 2 maks 2 Seragam
maks 2
b. CN 70-75 77-83 maks 2 maks 2 Seragam
maks 2
c. CN 80-85 88-94 maks 2 maks 2 Seragam
maks 2
d. CN 90-95 99-105 maks 2 maks 2 Seragam
maks 2
e. CN 100-105 110-116 maks 2 maks 2 Seragam
maks 2
f. CN 110-115 121-127 maks 2 maks 2 Seragam
maks 2
g. CN > 120 >132 maks 2 maks 2 Seragam
maks 2
2. ABCD Average Maks 121 maks 2 maks 2 Biji tidak
maks 2 bersyarat
3. Rimpel Biji tidak Biji tidak tidak maks 2 Biji tidak
bersyarat bersyarat bersyarat bersyarat
4. BWP Biji tidak Biji tidak tidak maks 25 Biji tidak
bersyarat bersyarat bersyarat bersyarat

Sumber: Peraturan Menteri Pertanian Nomor


53/Permentan/OT.140/9/2012

12
2.4.2 Standar Mutu Fuli
Kriteria untuk menentukan standar kualitas fuli yaitu berdasarkan SNI
01-00071993. Persyaratan umum mutu fuli sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 9.
Tabel 8. Persyaratan mutu fuli
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Kadar air % (b/b) maks. 10
2 Kotoran mamalia mg/lbs maks. 3
3 Kotoran binatang lain mg/lbs maks. 1
4 Benda asing % (b/b) maks. 0,5
5 Serangga utuh mati ekor maks. 4
6 Fuli berkapang % (b/b) maks. 2
7 Cemaran serangga % (b/b) maks. 1
Sumber: Peraturan Menteri Pertanian Nomor
53/Permentan/OT.140/9/2012 Sedangkan untuk persyaratan khusus,
fuli digolongkan ke dalam 5 golongan mutu, yaitu:
a. Mutu Whole I (mutu utuh I): utuh dan pecahan besar, sampai
sekitar 1/3 dari utuh, warna kuning dan atau kuning kemerahan
sampai merah.
b. Mutu whole II (mutu utuh II): utuh dan pecahan besar, sampai
kira-kira 1/3 dari utuh, berwarna gelap/ buram.
c. Mutu Gruis/Broken I (mutu pecah I): pecah-pecah dengan
ukuran sampai minimum dari yang utuh, berwarna kuning
atau kuning kemerahmerahan sampai merah.

13
d. Mutu Gruis/Broken II (mutu pecah II): pecah-pecah dengan
ukuran sampai minimum 1/12 dari yang utuh, berwarna buram
atau kuning dan atau kemerah-merahan.
Black mace (fuli hitam): yang tidak termasuk whole (utuh), gruis
(pecah) yang berwarna gelap hampir hitam

Komposisi Kimia dan Manfaat Pala


Dari seluruh bagian tanaman pala yang mepunyai nilai
ekonomis adalah buahnya yang terdiri dari empat bagian yaitu daging
buah, fuli, tempurung dan biji. Perbandingan dari keempat bagian
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2. Daging buah pala
cukup tebal dan beratnya lebih dari 70% dari berat buah, berwarna
putih kekuning-kuningan, berisi cairan bergetah yang encer, rasanya
sepet dan mempunyai sifat astringensia. Oleh karena itu jika buah
masih mentah, daging buah pala tidak bisa dikonsumsi langsung tetapi
dapat diolah menjadi berbagai produk pangan.
Tabel 1. Persentase berat dari bagian-bagian buah pala

Bagian buah Persentase basah Persentase kering


(%) angin
(%)
Daging 77,8 9 , 93
Fuli 4 2 , 09
Tempurung 15,1 -
Biji 13,1 8,4
Sumber: Rismunandar (1990)

14
Gambar 2. Perbandingan bagian-bagian buah pala (www.pcrf.org)
Pada prinsipnya komponen dalam biji pala dan fuli terdiri dari
minyak atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin
dan mineral-mineral. Persentase dari komponen-komponen bervariasi
dipengaruhi oleh klon, mutu dan lama penyimpanan serta tempat
tumbuh. Kandungan minyak lemak dari biji pala utuh bervariasi dari
25 sampai 40%, sedangkan pada fuli antara 20 sampai 30%. Biji pala
yang dimakan ulat mempunyai presentase minyak atsiri lebih tinggi
daripada biji utuh
karena pati dan minyak lemaknya sebagian dimakan oleh serangga
(Marcelle, 1975). Menurut Leung dalam Rismunandar (1990) biji pala
mengandung minyak atsiri sekitar 2-16% dengan rata-rata pada 10%
dan fixed oil (minyak lemak) sekitar 25-40%., karbohidrat sekitar 30%
dan protein sekitar 6%.
Tabel 2. Komposisi kimia buah pala dari Banda (%)

Komponen Daging Buah Fuli Biji


Basah Kering Basah Kering
Basah kering

15
Air 89 17,4 54 17,6 41 12 ,
9

Lemak - - 10,4 18,6 23,3 34 ,


4

Minyak atsiri 1,1 8,5 2,9 5,2 1,7 2,5

Gula - - 1,1 1,9 1,0 1,5


Komponen - - 3,0 5,2 4,1 5,1
mengandung
N

Komponen bebas - - 27,7 49,5 27,3 40 ,


N 4

Abu 0,7 5,7 0,9 1,6 1,5 2,2


Sumber : Jense dalam Rismunandar (1990).
Setiap 100 g daging buah pala mengandung air sekitar 10 g,
protein 7 g, lemak 33 g, minyak yang menguap (minyak atsiri) dengan
komponen utama monoterpen hidrokarbon (61 - 88% seperti alpha
pinene, beta pinene, sabinene), asam monoterpenes (5 - 15%),
aromatik eter (2-18% seperti myristicin, elemicin, safrole). Komposisi
kimia buah
pala dari Banda dapat dilihat pada Tabel 2.
Minyak pala dan fuli digunakan sebagai penambah flavor
pada produk-produk berbasis daging, pikel, saus, dan sup, serta untuk
menetralkan bau yang tidak menyenangkan dari rebusan kubis (Lewis
dalam Librianto, 2004). Pada industri parfum, minyak pala digunakan
sebagai bahan pencampur minyak wangi dan penyegar ruangan.

16
Sebagai obat, biji pala bersifat karminatif (peluruh angin), stomakik,
stimulan, spasmolitik dan antiemetik (anti mual) ( Weil, 1966).
Minyak pala juga digunakan dalam industri obat-obatan sebagai obat
sakit perut, diare dan bronchitis. Sedangkan menurut Chevallier,
(2001) pala berguna untuk mengurangi flatulensi, meningkatkan daya
cerna, mengobati diare dan mual. Selain itu juga untuk desentri, maag,
menghentikan muntah, mulas, perut kembung serta obat rematik.
Senyawa aromatik myristicin, elimicin, dan safrole sebesar 2-18%
yang terdapat pada biji dan bunga pala bersifat merangsang halusinasi.
Memakan maksimum 5 gram bubuk atau minyak pala mengakibatkan
keracunan yang ditandai dengan muntah, kepala pusing dan mulut
kering (Weiss,1997; Rudglev, 1998; Fras dan Binghamton, 1969;
Samiran, 2006), menurut Jukic et al. (2006), komponen myristisin dan
elimisin mempunyai efek intoksikasi. Di beberapa negara Eropa, biji
pala digunakan dalam dosis kecil sebagai bumbu masakan daging dan
sup. Fulinya lebih disukai digunakan dalam penyedap masakan, acar,
dan kecap. Menurut Rismunandar (1990), minyak atsiri dalam daging
buah pala mengandung komponen myristicin dan monoterpen.
Komponen myristicin dalam daging buah pala dapat
menimbulkan rasa kantuk.
Minyak pala sebagai bahan penyedap pada produk makanan
dianjurkan memakai dosis sekitar 0,08%, karena dalam dosis yang
lebih tinggi dapat menyebabkan keracunan. Minyak ini memiliki
kemampuan
lain, yaitu dapat mematikan serangga (insektisidal), antijamur
(fungisidal), dan antibakteri. Selain itu evalusi terhadap karakteristik

17
antioksidan dari biji pala telah diteliti oleh Jukic et al (2006) dengan
pembanding BHT, asam askorbat dan -tokoferol. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa minyak atsiri biji pala mempunyai sifat
antioksidan yang kuat. Aktivitas
antioksidan tersebut disebabkan sinergisme di antara komponen-
komponen minyak atsiri tersebut.
Akhir-akhir ini ada perkembangan baru pemanfaatan minyak
atsiri pala, yaitu sebagai bahan baku dalam aromaterapi. Dilaporkan
bahwa komponen utama pala dan fuli yaitu myristicin, elemicin dan
isoelemicin dalam aromaterapi bersifat menghilangkan stress. Di
Jepang, beberapa perusahaan menyemprotkan aroma minyak pala
melalui sistem sirkulasi udara untuk meningkatkan kualitas udara dan
lingkungan. Untuk tujuan yang sama akhir-akhir ini banyak dijumpai
penggunaannya dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk potpourri, lilin
beraroma, atomizer dan produk-produk pewangi lainnya. Di Amerika
Serikat pemasaran produkproduk pewangi dari pala tersebut mencapai
nilai 500 juta USD .
D. Standar Mutu Pala
Biji pala mutu baik mengandung minimum 25% ekstrak eter
tidak mudah menguap, maksimum 10% serat kasar dan maksimum
5% kadar abu. Sedangkan untuk fuli disyaratkan maksimum 0,5%
kadar abu tidak larut dalam asam dan kandungan eter tidak mudah
menguap berkisar
antara 20 30% (Lewis dalam Librianto, 2004).

18
Standar mutu diperlukan untuk meningkatkan mutu biji dan
fuli pala dalam dunia perdagangan. Standar fuli menurut SNI 01-
0007-1993
terdiri atas lima jenis yaitu:
- Mutu whole I (mutu utuh I): utuh dan pecahan besar, sampai sekitar
1/3 dari utuh, warna kuning atau kuning kemerahan sampai merah.
Kontaminasi jamur maksimum 5% (bobot/bobot)
- Mutu whole II (mutu utuh II): utuh dan pecahan besar, sampai kira-
kira 1/3 dari utuh, berwarna gelap/buram. Kontaminasi jamur
maksimum
5%
- Mutu gruis/broken I (mutu pecah I): pecah-pecah dengan ukuran
sampai minimum 1/12 dari yang utuh, berwarna kuning, kuning atau
kuning kemerah-merahan sampai merah, kontaminasi maksimum 5
%.

19
- Mutu gruis/broken II(mutu pecah II): pecah-pecah dengan ukuran sampai
minimum 1/12 dari yang utuh, berwarna buram atau kuning dan atau
kemerah-merahan.
- Black mace (fuli hitam): yang tidak termasuk whole (utuh), gruis (pecah)
yang berwarna gelap hampir hitam
Untuk biji pala syarat mutunya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar mutu biji pala Indonesia menurut SNI-0006-1993
Jumlah Biji Pecah Syarat Visual Biji Keseragaman
Kontaminasi

Pala/kg rapuh Keriput Berlubang maksimum jamur


% % maks maks
maks
Mutu
Calibrated
Nutmeg (CN)
a. CN 60-65 66 71 0 2 3 Seragam 10
b. CN 70-75 77 82 0 2 3 Seragam 10
c. CN 80-85 88 93 0 2 3 Seragam 10
d. CN 90-95 99 0 2 3 Seragam 10
104
e. CN 100-105 110 0 2 3 Seragam 10
115
f. CN 110-115 121 0 2 3 Seragam 10
126
g. CN 120 ke 132 0 2 3 Seragam 10
atas lebih

Teknologi Pengolahan Pala


2. ABCD maks. 0 2 3 Tidak 10
121 seragam
3.Rimpel/shrivel - 0 - 3 Tdk 10
(keriput) dipersyaratkan
4. B.W.P - - - - Tdk -
dipersyaratkan
Keterangan: CN = Calibrated nutmeg
ABCD = rata-rata dari biji pala berukuran tidak seragam
B.W.P = Broken, Wormy, Punky
SYARAT TUMBUH
1. Tanah
Tanah berstruktur remah (Vulkanis) / gembur dan kaya akan bahan
organik.
Derajat keasaman (PH) tanah antara 5,5 7
Tanah tidak becek/ ada genangan air.

2. Iklim
Curah hujan 2.656 mm/th dengan distribusi merata.
Suhu udara 18 34 C

B. TEKNIK BUDIDAYA
1. Persemaian
Biji- biji pala yang akan digunakan sebagai benih harus memenuhi
beberapa syarat, antara lain :
- Harus berasal dari pohon induk terpilih,

Teknologi Pengolahan Pala


- Biji segar matang, panen berwarna coklat muda dan tertutup penuh
dengan seludang fuli yang berwarna merah,
- Biji yang kering berwarna coklat tua sampai hitam mengkilap dengan
bobot minimal 50 gram/biji, serta tidak terserang hama dan
penyakit.
Setelah pemetikan haruslah disemaikan dengan selambat
lambatnya + 24 jam penyimpanan. Untuk mendapatkan benih dengan
daya kecambah yang tinggi, sebaiknya biji diambil dari pohon induk yang
letaknya berdekatan dengan pohon yang berbunga jantan. Pengecambahan,
perlu dilakukan sebab biji pala termasuk benih rekalsitran yang cepat
menurun daya kecambahnya. Perkecambahan dapat dilakukan dengan
beberapa cara sbb :
- Sesaat setelah panen segera lakukan seleksi benih dengan
memilih benih yang tua ditandai dengan tempurung mengkilat
berwarna hitam kecoklatan, bebas dari hama dan penyakit, tidak
keriput dengan fuli tebal dan biji besar
- Selanjutnya tutup dengan karung goni atau daun rumbia
atau kertas koran. Kelembaban harus selalu dijaga
- Untuk mempercepat pengecambahan dapat diberi
perlakuan pemecahan kulit/batok pangkal biji, sehingga retak atau
belah atau mengelupas dengan tidak merusak daging bijinya. Dapat
dilakukan pengikiran/hampelas batok pangkal biji sehingga tipis
- Setelah biji berkecambah, kemudian dilakukan pesemaian
pada polibeg yang telah disediakan (diisi dengan media
campuran kompos/pupuk kandang dan tanah. 1:1). Pesemaian sangat
diperlukan di dalam pengadaan bibit untuk perkebunan pala.

Teknologi Pengolahan Pala


Pembibitan ini merupakan langkah awal dari penentuan
terlaksananya usaha perkebunan tanaman tersebut. Pesemaian dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mengecambahkan biji dengan
menggunakan kotak yang telah diisi pasir halus, serbuk
sabut kelapa, serbuk gergaji yang sudah steril. Biji diatur sedemikian rupa
dan bersentuhan dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama.
Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti
keluarnya kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag.
Pesemaian dapat pula dilakukan pada bedengan yang sudah
disiapkan sebelum buah dipetik. Pesemaian ini sekaligus berfungsi sebagai
persemaian pemeliharaan dan diperlukan pengolahan tanah yang
sempurna. Jarak tanam pada pesemaian ini perlu diatur yaitu 15 x 15 cm
atau 15 x 20 cm agar nanti pada saat pemindahan mudah diputar pada umur
+ 1 tahun dengan ketinggian + 1 meter. Pesemaian dapat juga dilakukan
langsung pada polibag ukuran 20 x 30 cm. Media yang digunakan berupa
campuran tanah dan pupuk kandang 2 : 1, polibag
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan
panjangnya tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag
akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan.

2. Persiapan Lahan
Sebelum bibit ditanam, kebun harus sudah dipersiapkan. Pada garis
besarnya, persiapan lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
Pemangkasan semak belukar dan penebangan pohon-pohon (kebun yang
baru dibuka). Sebaiknya pembukaan areal ini dilakukan pada musim
kemarau, sehingga semak belukar tersebut tidak cepat tumbuh
kembali.

Teknologi Pengolahan Pala


Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk menggemburkan
tanah, menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal
yang serasi. Pengolahan tanah pada areal miring harus dilakukan
menurut arah melintang lereng (contour). Efek utama pengolahan tanah
menurut cara ini adalah terbentuknya alur yang dapat menghambat aliran
permukaan dan menghindari terjadinya penghanyutan tanah bagian atas
(erosi). Pada
tanah dengan tingkat kemiringan 20 % perlu dibuat teras dengan ukuran +
2 m (disesuaikan dengan keadaan solum tanah, makin dalam solum
makin lebar ukuran teras) atau dapat pula dibuat teras terusan dengan
penanaman sistem contour.
Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam, ditentukan
dahulu jarak tanam yang akan digunakan. Pada umumnya jarak tanam
untuk tanaman pala ialah 9 x 10 m dengan sistem bujur sangkar atau
10 x 10 m. Dengan jarak tanam tersebut dahan-dahannya tidak akan
bersilangan dan dengan keadaan ini kapasitas untuk berproduksi
adalah maksimal pada umur dewasa (Flach, 1966). Pembuatan lubang
tanam biasanya berukuran 60 x 60 x 60 cm. Pada tanah yang berliat
tinggi, sebaiknya ukuran lubang tanam lebih besar 100 x 100 x 100
cm. Tanah lapisan atas dan lapisan bawah dipisah, karena kedua lapisan
tersebut mengandung unsur yang berbeda. Setelah pembuatan lubang
tanam berumur lebih satu bulan, tanah dikembalikan, lapisan bawah
kembali ke lapisan bawah dan lapisan atas setelah dicampur dengan
pupuk kandang matang, baru dimasukkan kembali ke dalam lubang
bagian atas. Dua atau tiga minggu kemudian penanaman dapat
dilakukan.

Teknologi Pengolahan Pala


3. Penanaman
Bibit yang akan ditanam biasanya yang telah berumur lebih satu tahun
dan tidak lebih dari dua tahun. Kalau bibit lebih dari ketentuan tersebut,
akibat lama dipembibitan, pertumbuhannya akan terlambat, sebab akar
sudah berlipat-lipat. Sebaiknya penanaman dilaksanakan pada awal
musim penghujan agar ketersediaan air terjamin.
Cara penanaman adalah dengan membuat lubang tanam kecil
ditengah lubang tanam awal, setinggi dan selebar keranjang atau polibag
bibit, lalu polibag disayat dari atas ke bawah dengan pisau secara hati-hati
agar akar dan tanah dalam polibag tersebut tidak rusak, kemudian
dilakukan penanaman sampai leher batang terkubur tanah, lalu tanah
dirapihkan kembali. Uintuk menjaga tanaman muda dari sengatan matahari
langsung perlu dibuatkan naungan dari tiang bambu atau kayu dengan atap
daun kelapa atau alang-alang, sampai tanaman betul-betul tahan dari sinar
matahari.
Pola Tanam
Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani, salah satu upaya
adalah dengan memanfaatkan lahan seoptimal mungkin, dengan menanam
berbagai jenis tanaman dengan memperhatikan syarat tumbuh dari setiap
tanaman itu sendiri. Peluang tanaman pala sebagai tanaman pokok atau pun
sebagai tanaman sela sangat memungkinkan karena banyak lahan
diantaranya belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk menentukan/
mendapatkan jenis tanaman apa yang tepat bergandengan dengan tanaman
pala, beberapa hal yang perlu di perhatian adalah sebagai berikut :
- Kesesuaian lingkungan yang diartikan sebagai kecocokkan
lahan untuk tanaman tersebut.

Teknologi Pengolahan Pala


- Tidak bersifat saling merugikan baik terhadap tanaman sela
atau tanaman pokok.
- Tidak menimbulkan persaingan, terutama dalam
pengambilan zat makanan.
- Tidak memiliki kesamaan sebagai inang timbulnya hama
atau penyakit.
- Memiliki kemampuan saling menguntungkan.
- Tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis.
- Berwawasan lingkungan, artinya berkemampuan
mengawetkan alam.
Sehingga kelestariannya tetap terjamin sesuai konsep ekologi yang
diinginkan bersama. Sebagai contoh upaya menekan sekecil mungkin
tingkat erosi tanah yang kelak dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah.
Peluang tanaman pala sebagai tanaman sela jumlahnya tergantung umur
tanaman pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun, tanaman pala
dapat tumbuh dan berproduksi cukup baik sebagai tanaman sela diantara
tanaman kelapa. Sedangkan sebagai tanaman pokok, tanaman pala dapat
dipola tanamkan dengan berbagai jenis tanaman palawija, tanaman temu-
temuan serta berbagai tanaman obat. Jarak tanam pala yang biasa
dipergunakan adalah 10 x 10 m, dengan jarak tanam tersebut banyak lahan
yang kosong terutama pada saat tanaman pala berumur dibawah 4-5 tahun,
lahan ini dapat dimanfaatkan untuk ditanami berbagai jenis tanaman
semusim misalnya tanaman palawija.
4. Pemupukan
Untuk menjamin ketersediaan unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman pala terutama unsur makro (N, P dan K ) di dalam tanah, bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman, maka diperlukan pemupukan. Dosis

Teknologi Pengolahan Pala


pemupukan yang dianjurkan berdasarkan tingkat umur untuk tanaman
pala.
5. Pemeliharaan
Lakukan penyulaman bila ada tanaman yang mati.
Siangi pertanaman sebelum dilakukan pemupukan bila terdapat gulma.
6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Disamping perbaikan teknik bercocok tanam, perlu pula diupayakan
penanggulangan serangan hama dan penyakit sehingga kelangsungan
pertanaman serta kualitas dan kuantitas produksi dapat terus
dipertahankan malah dapat ditingkatkan.
- Hama-hama yang sering dijumpai menyerang biji pala adalah
Oryzaephilus Mercator (Faufel) dan Areacerus fasciculatus.
Kedua hama ini bersifat kosmopolitan dan menyebabkan kerugian
besar terutama pada produk-produk dalam simpanan. Hama lain adalah
yang menyerang batang yaitu Batocera hercules. Hama ini banyak
ditemukan di Sulawesi Utara dengan tingkat serangan yang cukup tinggi.
Usaha pengendalian terhadap hama yang menyerang biji yang sudah
berada digudang-gudang adalah dengan melakukan fumigasi Methyl
Bromida. Sedangkan penyemprotan insektisida kontak dapat pula
dilakukan untuk serangan di lapang dengan menggunakan insektisida
Malathion. Pengendalian terhadap hama penggerek batang adalah dengan
memberikan insektisida pada kapas kemudian dimasukkan pada semua
lobang gerekan dan kemudian ditutup dengan sepotong kayu.
- Penyakit
Penyakit utama yang paling merugikan pada pertanaman pala di
Indonesia adalah penyakit busuk kering dan busuk basah yang disebabkan

Teknologi Pengolahan Pala


oleh jamur serta penyakit layu yang diduga disebabkan oleh
mikroorganisme.
Penyakit busuk kering
Penyakit busuk basah
Penyakit Layu
TEKNOLOGI PASCAPANEN
A. Pala sebagai Rempah
1 . Panen Buah
Buah pala dapat dipetik langsung dari pohon bila sudah matang
petik dan dapat pula dipungut dari buah yang sudah berjatuhan. Buah
pala yang sudah jatuh hendaknya diambil sedini mungkin karena dapat
dicemari hama bubuk biji Poecilips myristiceae dan cendawan yang
dapat menyebabkan busuknya biji pala.
Buah yang sudah tua, fulinya berwarna merah, namun adapula
yang berwarna putih, misalnya yang berasal dari Tidore. Tempurung
bijinya mengkilat dan berwarna coklat tua. Buah yang sudah mulai
membelah sebaiknya segera dipanen karena kalau kena hujan akan
membusuk.

Teknologi Pengolahan Pala


Gambar 5. Panen buah pala

Teknologi Pengolahan Pala


Cara panen buah pala yang letaknya tinggi adalah dengan
menggunakan galah yang ujungnya dilengkapi keranjang penampung
buah, atau dapat pula dimanfaatkan galah yang ujungnya berbentuk
topang (Gambar 5). Untuk keperluan penyulingan biji pala dipanen
waktu buahnya masih muda yaitu umur sekitar 5 bulan karena kadar
minyak atsirinya masih tinggi. Sedangkan biji pala yang dipanen tua
digunakan sebagai rempah-rempah. Alur proses pascapanen dari buah
pala dapat
dilihat pada gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Skema pengolahan buah pala (Sumber : Rismunandar,


1990)

Teknologi Pengolahan Pala


0

Gambar 7. Skema hasil olahan bagian-bagian buah pala (Sumber :


Ditjen Perkebunan dalam Rismunandar, 1990)
2 . Pengeringan Fuli
Fuli dilepas dari bijinya kemudian dihamparkan pada alas yang
bersih lalu dijemur. Setelah setengah kering fuli dipipihkan bentuknya
dengan menggunakan alat mirip penggilingan, kemudian dijemur
kembali sampai kadar airnya tinggal 10-12%. Sebaiknya pengeringan
dilakukan di atas rak yang diangkat sehingga jaraknya sekitar 1 meter
di atas tanah
untuk menghindarkan cemaran dari kotoran hewan maupun debu.
Penjemuran membutuhkan waktu sekitar 23 hari kalau cuaca
cerah. Pada keadaan cuaca yang kurang baik, pengeringan akan

Teknologi Pengolahan Pala


tertunda dan akan menghasilkan fuli dengan mutu yang kurang baik
karena berjamur dan warnanya kusam. Untuk menghindarkan hal
seperti di atas, pada waktu musim hujan pengeringan dapat dilakukan
dengan memakai alat pengering dengan suhu rendah tidak lebih dari
60oC untuk menghindarkan proses pengeringan yang terlalu cepat
yang akan
menyebabkan rapuhnya fuli dan hilangnya sebagian minyak atsiri.
Setelah kering fuli disimpan dalam gudang yang gelap selama
sekitar 3 bulan. Warna fuli yang semula merah api berubah menjadi
merah tua dan akhirnya menjadi kuning tua hingga oranye. Gambar
fuli kering disajikan pada gambar 8b. Banyaknya fuli kering rata-rata
10% dari berat biji pala. Untuk meningkatkan mutu dilakukan
dilakukan proses sortasi untuk memisahkan fuli yang utuh dari yang
tidak utuh, kemudian dikemas dengan kemasan yang bersih dan
kering.
3 . Pengolahan Biji Pala
Di unit pengolahan, biji pala basah dihamparkan di atas para-
para disusun setebal 5 cm, kemudian diangin-anginkan selama 6
minggu. Dengan proses tersebut biji pala yang dihasilkan akan mulus
tidak keriput. Pengeringan biasanya berlangsung selama 29 hari atau
lebih, dengan kadar air sekitar 8%. Pengeringan juga bisa dilakukan di
bawah sinar matahari, namun tidak dianjurkan pada saat cuaca sangat
panas. Cara lain adalah dengan pengasapan atau kombinasi
pengasapan dengan penjemuran. Pengasapan dilakukan di rumah
pengasapan, dengan cara dihamparkan pada para-para dari anyaman
bambu yang diletakkan 23 meter di atas perapian, selama sekitar 3
minggu. Pada proses pengasapan suhu dijaga agar tidak melebihi 35-

Teknologi Pengolahan Pala


37C. Biji pala dalam tempurung dinyatakan kering bila biji
didalamnya terdengar saat digoyang-goyang, walaupun hal itu tidak
mutlak. Biji pala kering dalam tempurung dapat dilhat pada Gambar
8a. Sebagai patokan untuk biji pala kering kualitas
ekspor adalah lamanya pengeringan (Rismunandar, 1990).
Untuk biji pala, setelah kering dilakukan pengupasan
tempurung dengan cara dipukul secara hati-hati dengan posisi tegak di
atas matanya agar biji tidak rusak. Cara lain adalah dengan
menggunakan mesin pemecah (cracker). Dari 100 kg biji utuh rata-
rata dihasilkan 30 kg tempurung dan 70 kg biji bersih. Biji pala kupas
selanjutnya disortir berdasarkan mutunya. Gambar biji dan fuli pala
kering terlihat pada
gambar 8, 9 dan 10.

Gambar 8a. Biji pala kering dalam Gambar 8b Fuli kering


tempurung

Gambar 9. Biji pala tanpa tempurung asal Srilangka

Teknologi Pengolahan Pala


Gambar 10. Biji pala, fuli dan bubuk kering
B. Minyak Biji dan Fuli Pala
Biji pala terdiri dari dua bagian utama yaitu 3045% minyak
dan 4560% bahan padat termasuk selulosa. Minyak terdiri atas dua
jenis yaitu minyak atsiri (essential oil) sebanyak 515% dari berat biji
keseluruhan, dan lemak (fixed oil) yang disebut nutmeg butter
sebanyak 24-40% dari berat biji. Perbedaan komponen tersebut
bervariasi tergantung pada letak geografis dan tempat tumbuhnya
maupun jenis (varietas) dari tanaman tersebut. Walaupun kandungan
minyak atsiri dalam biji lebih rendah dari fixed oil tetapi komponen
minyak atsiri lebih berperanan penting sebagai perisa (flavouring
agent) dalam industri makanan dan minuman, dan dalam industri
farmasi.
Pala sebagai Bahan Makanan dan Minuman
Daging buah pala merupakan bagian terbesar dari buah pala
segar yaitu sekitar 80% (Gambar 15), namun baru sebagian kecil saja
yang sudah dimanfaatkan, sebagian besar hanya dibuang sebagai

Teknologi Pengolahan Pala


limbah pertanian. Daging buah pala berpotensi untuk diolah menjadi
menjadi berbagai produk pangan. Berbagai produk yang sudah dikenal
antara lain manisan pala, sirup pala, selai, dodol dan sebagainya.
Pengolahan daging
buah pala menjadi produk pangan akan meningkatkan nilai ekonomi
daging buah pala yang selama ini hanya merupakan limbah.
Buah pala yang akan diolah menjadi produk olahan pala dapat
dengan mudah diperoleh oleh para pengrajin/pengusaha. Karena buah
pala tidak mengenal musiman, maka relatif mudah diperoleh. Para
penjual buah pala biasanya langsung datang ke pasar terdekat di
daerah pengrajin, bahkan penjualan ada yang diantar sampai ke depan
rumah pengrajin/ pengusaha. Dilihat dari ketersediaannya, bahan
penolong juga mudah diperoleh oleh para pengrajin/pengusaha di
pasar-pasar tradisional.

Gambar 15. Buah pala dan fuli


Tabel 12. Komposisi kimia daging buah pala segar dalam
100 gram
Komponen Jumlah

Air (%) 89
Protein (%) 0,3
Lemak (%) 0 , 3
Minyak atsiri (%) 1 , 1

Teknologi Pengolahan Pala


Pati (%) 10 , 9
Serat kasar (%) tad
Abu (%) 0,7
Vitamin A (IU) 29 , 5
Vitamin C (mg) 22 , 0
Vitamin B1 sedikit
Ca (mg) 32 , 2
P (mg) 24 , 0
Fe (mg) 1,5

Sumber : Rismunandar (1990)


Keterangan: tad = tidak ada atau kecil sekali
1 . Manisan Pala
Bahan baku untuk pembuatan manisan pala adalah buah pala
yang segar, oleh karena itu buah pala yang hendak dipanen sebaiknya
berumur (6-7) bulan sejak berbunga. Buah pala untuk manisan pala
kering dipilih yang berukuran sedang sampai besar agar mudah
dibentuk. Buah pala yang berukuran kecil tidak baik untuk pembuatan
pala kering, namun masih dapat digunakan untuk diolah menjadi pala
basah. Bahan penolong yang digunakan antara lain gula pasir, garam,
bahan pengawet (Natrium bisulfit) dan bahan pewarna.
Manisan pala dapat dibuat dalam bentuk manisan pala kering
dan manisan pala basah. Manisan pala kering umumnya lebih tahan
lama dibandingkan manisan pala basah. Umumnya pengrajin pala
lebih banyak membuat pala kering dan sebagian pengrajin juga
membuat pala basah dengan memanfaatkan sisa gula dari proses
pembuatan pala kering. Buah pala yang hendak diolah dipilih yang

Teknologi Pengolahan Pala


masih segar dan utuh. Lalu dilakukan pemilahan berdasarkan besar
kecilnya buah pala. Buah pala berukuran sedang sampai besar
digunakan untuk pembuatan manisan pala kering dan yang berukuran
kecil untuk bahan baku pembuatan manisan pala basah. Mula-mula
pala direndam dalam larutan garam. Larutan garam dibuat dalam
sebuah drum plastik. Jumlah larutan
separuh dari berat bahan yang akan diolah, jadi apabila pala yang akan
direndam sebanyak 300 kg maka diperlukan larutan perendam
sebanyak 150 liter dengan kandungan garam 1,5%. Buah pala yang
telah disortir dan dibersihkan selanjutnya direndam larutan garam
selama 1-2 malam. Perendaman pada suhu kamar dilakukan selama 1-
2 malam, selanjutnya disaring dan ditiriskan. Perendaman dengan
larutan garam dimaksudkan
agar buah pala tidak mengalami pencoklatan saat dikupas.
Untuk membuang kulit luar sebaiknya menggunakan pisau yang
tahan karat dan tajam agar buah pala yang dihasilkan tidak rusak.
Setelah dikupas buah pala dibelah dan dibentuk seperti bunga. Biji
yang masih terbungkus fuli dan masih berada di dalam daging buah
dikeluarkan dan dikumpulkan. Daging buah pala yang telah dibuang
kulitnya lalu dicuci dengan air bersih, selanjutnya direndam dalam
larutan pengawet (Nametabisulfit) selama satu malam. Jumlah
maksimum yang diperbolehkan sebesar 2000 - 3000 ppm atau 0,2 -
0,3%. Selanjutnya daging buah pala direndam dalam larutan gula
encer dalam drum plastik selama satu malam. Larutan gula yang
digunakan dapat berasal dari gula hasil penirisan proses pembuatan
manisan pala sebelumnya yang ditambahkan
air secukupnya sampai seluruh daging buah terendam.

Teknologi Pengolahan Pala


Pala yang telah direndam satu malam dalam larutan gula encer
selanjutnya dicuci dan ditiriskan. Setelah ditiriskan daging buah pala
dimasukkan dalam nampan plastik dan ditaburi gula sambil diaduk
dengan merata. Pada tahapan ini untuk memperindah penampakan
buah pala dapat diberi warna. Selanjutnya buah pala didiamkan
beberapa saat agar gula menyerap kedalam daging buah. Daging pala
yang telah diaduk dengan larutan gula tersebut dipindahkan dalam
anyaman bambu (tempayan) dan di bawahnya disiapkan ember plastik
untuk menampung air gula yang menetes. Daging pala yang sudah
menyerap air gula (daging buah sudah terlihat bening) selanjutnya
ditaburi dengan gula pasir sambil membuka bunga yang telah
dibentuk. Manisan pala yang telah ditaburi gula selanjutnya disusun di
atas anyaman bambu (Sunda:ebeg) yang
dilapisi kertas semen untuk selanjutnya dikeringkan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari pada siang
hari, dan pada malam hari pengeringan manisan pala dilakukan
dengan pengering/oven sederhana yang dipanasi dengan kompor.
Proses
pengeringan sangat tergantung pada panasnya sinar matahari.
Biasanya pengeringan berlangsung selama 24-48 jam. Manisan pala
yang sudah kering (daging buah sudah terasa keras) selanjutnya
ditimbang dan dikemas ke dalam kantung-kantung plastik, kaleng dan
drum. Kemasan plastik dipakai untuk volume 0,25 kg, 1 kg dan 10 kg.

Teknologi Pengolahan Pala


Produk manisan pala kering jika disimpan pada tempat yang
baik mampu bertahan sampai dengan 6 bulan, sedangkan produk
manisan pala basah bertahan selama 2 minggu tanpa mengalami
perubahan rasa dan warna. Produk manisan pala kering yang
dihasilkan dalam satu periode produksi adalah sebanyak 300 kg dan
produk manisan pala
basah sebanyak 150 kg. Produk pala basah dihasilkan dari sisa buah
pala yang tidak dapat dijadikan pala kering bentuk bunga karena
ukuran buah terlalu kecil. Buah pala yang terlalu kecil sulit untuk
dibentuk dan akan memerlukan gula lebih banyak. Buah pala yang
dijadikan manisan pala basah biasanya berkisar 25% dari produksi
manisan pala kering. Produk manisan pala kering dapat dilihat pada
Gambar 16.

Gambar 16. Manisan Pala kering (Sumber, Bank Indonesia, 2004)


2 . Sari Buah Pala
Aroma buah pala yang khas membuat daging buah pala sering
diolah menjadi sari buah. Namun rasa sepat dan getir yang disebabkan
kadar tannin yang terdapat pada daging buah mengurangi tingkat
penerimaan konsumen. Untuk mengurangi rasa sepat dapat dilakukan
dengan perendaman dalam larutan garam sebanyak 5% atau kapur 2%
0
selama 12 jam (Djubaedah et al. 1995) . Selain itu bisa juga dilakukan
penambahan albumin telur (putih telur) sebanyak 1% (Hadad et al.

Teknologi Pengolahan Pala


2005). Sirup yang diperoleh dari daging buah pala dapat disimpan
sampai 6 minggu tanpa terjadi pertumbuhan kapang dan penurunan
kadar gula. Diagram alir pembuatan sirup pala dapat dilihat pada
gambar 17 dan 18.

Gambar 17. Diagram alir proses pembuatan sirup pala dengan


perendaman dalam larutan garam (Djubaedah et al., 1995)

Teknologi Pengolahan Pala


Gambar 18. Diagram alir proses pembuatan sirup pala dengan
penambahan albumin telur (Djubaedah et al., 1995)

Gambar 19. Sari Buah Pala


3. Minuman Instan Pala
Pembuatan minuman instan pala melalui dua tahapan proses
yaitu proses pembuatan sari buah dan proses pengeringan. Proses
pembuatan minuman dimulai dengan sortasi bahan baku yang akan

Teknologi Pengolahan Pala


diambil sari buahnya. Selanjutnya dilakukan pengupasan, yang
bertujuan untuk mengurangi rasa sepat sari buah pala karena senyawa
tannin banyak terdapat pada kulit buah. Selanjutnya dilakukan
pemisahan kulit, biji dan fuli untuk kemudian diambil daging pala.
Proses selanjutnya adalah perendaman daging buah dalam larutan
garam selama 1 jam dan dilakukan blansir dengan cara direndam
dalam air mendidih selama 5 menit. Setelah blansir dilakukan
penghancuran daging buah pala dengan blender dengan menambahkan
air, kemudian disaring dengan kain saring. Dalam pembuatan
minuman instan pala ditambahkan pula bahan tambahan lainnya
diantaranya sirup glukosa dan bahan pengisi dekstrin dan CMC.
Diagram alir proses pembuatan minuman instan pala dapat dilihat
pada gambar 20.
4. Jeli Pala
Jeli atau selai adalah produk olahan semi padat yang dibuat
dari sari buah-buahan. Bahan penting dalam pembuatan jeli adalah
pektin, asam dan gula dengan perbandingan yang tepat untuk
menghasilkan jeli dengan karakteristik yang baik. Buah pala
mengandung pectin yang cukup tinggi sehingga baik diolah menjadi
jeli, terutama pada buah yang cukup tua tetapi belum terlalu matang.
Buah pala yang masih muda kurang bagus untuk dipergunakan dalam
pembuatan jeli karena masih banyak mengandung pati dan kadar
pektinnya rendah. Ampas
dari penyaringan sari pala dapat diolah menjadi dodol atau wajik pala.
Diagram alir pembuatan jeli pala dapat dilihat pada gambar 21.

Teknologi Pengolahan Pala


Gambar 20. Diagram alir proses pembuatan minuman instan pala
( Mulia dalam Susanti, L, 2004 )

Teknologi Pengolahan Pala


Gambar 21. Diagram alir proses pembuatan jeli pala
5. Dodol Pala

Teknologi Pengolahan Pala


Dodol merupakan makanan semi padat yang dibuat dari
campuran beras ketan. Dodol dapat dibuat dari bubur buah pala segar
atau dari ampas sisa penyaringan dalam pembuatan sirup atau jeli
pala. Dalam pembuatan dodol pala, selain daging buah pala, bahan
baku yang penting adalah santan kelapa dan beras ketan (Gambar 22).
Persiapan buah pala adalah sebagai berikut : buah pala segar dengan
tingkat kematangan optimum, yaitu umur 6-7 bulan dikupas, dibelah
dan dicuci. Daging buah yang sudah dipisahkan dari fuli dan biji,
kemudian direndam dalam air kapur selama 10 jam. Setelah
perendaman dicuci dengan air bersih dan diblanching selama 10 15
menit, selanjutnya diblender dengan menambahkan air dengan
perbandingan 1:1 sampai menjadi bubur
buah.
Cara pembuatan dodol pala dari buah pala segar adalah
sebegai berikut: santan dimasak sampai mendidih kemudian
ditambahkan gula pasir dan gula merah masing-masing sebanyak 300
g sambil terus diadukaduk (Gambar 23). Setelah cukup kental
selanjutnya dimasukkan bubur buah sebanyak 500 g dan tepung ketan
sebanyak 300 g sambil terus diaduk. Sebagai penyedap bisa
ditambahkan vanili. Dalam pembuatan dodol pala, bisa juga
ditambahkan susu yang dimasak bersama santan.

Gambar 22. Bahan-bahan pembuatan Gambar 23. Pembuatan


dodol dodol pala pala

Teknologi Pengolahan Pala


6. Cider/Anggur Pala
Cider biasanya merupakan minuman yang dibuat dari sari buah
apel yang difermentasi. Akan tetapi cider bisa juga dibuat dari
buahbuahan lain seperti daging buah pala. Daging buah pala dapat
diolah menjadi cider karena mengandung karbohidrat cukup sebesar
10,9 %.
Diagram alir pembuatan cider pala dapat dilihat pada gambar 24.

Teknologi Pengolahan Pala


Gambar 24. Diagram alir proses pembuatan cider pala (Suryaningsih,
1989)
7. Asam cuka
Daging buah pala dapat digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan asam cuka (asam asetat) melalui teknik fermentasi karena
mengandung karbohidrat sekitar 11%. Pembuatan asam cuka
dilakukan dalam dua tahap yaitu: tahap pertama fermentasi alkohol,
tahap kedua fermentasi asam asetat, dilanjutkan dengan filtrasi dan
pasteurisasi (Sulaiman et al. 1998).
Pada tahap fermentasi alkohol, sebanyak 11 kg daging buah
pala dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan air
(perbandingan air : pala = 2 : 1), kemudian ditambahkan gula pasir
10% dan disterilisasi dengan cara perebusan pada suhu 100C selama
30 menit. Campuran kemudian diinokulasi dengan ragi tape yaitu
dengan cara menambahkan ragi tape (Saccharomyces cereviseae) ke
dalam cairan sebanyak 10%. Selain dengan ragi tape, fermentasi bisa
juga dilakukan dengan penambahan ragi instan seperti saf instan untuk
pembuatan roti, dengan cara melarutkan terlebih dahulu saf instan
sebanyak 150 gram dalam air hangat yang sudah ditambah gula pasir
sekitar 25 gram. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
fermentor yaitu suatu
wadah yang tertutup dan disimpan selama 12 hari.
Pada tahap selanjutnya yaitu fermentasi asam asetat, dilakukan
dengan cara menambahkan biang cuka 10% pada larutan dari
fermentasi alkohol di atas. Selanjutnya difermentasi selama 14 hari.
Fermentasi dilakukan dengan metode Orleans yang dimodifikasi
dengan memberikan aerator sebagai sumber oksigen. Setelah 14 hari

Teknologi Pengolahan Pala


dilakukan filtrasi yaitu penyaringan menggunakan kertas saring. Asam
cuka yang didapatkan kemudian dipasteurisasi pada suhu 60C selama
30 menit.
8 . Permen gelatin
Permen gelatin merupakan permen yang terbuat dari
komponenkomponen air atau sari buah, flavor, gula dan gelatin.
Bahan-bahan untuk pembuatan permen gelatin dapat dilihat pada
Gambar 23. Daging buah pala dapat diolah menjadi permen gelatin
karena kadar airnya tinggi dan mempunyai rasa khas. Diagram alir
pembuatan permen gelatin dapat dilihat pada gambar 27.

Gambar 25. Bahan pembuatan Gambar 26. Pencetakan


permen gelatin permen gelatin
pala

Teknologi Pengolahan Pala


Gambar 27. Diagram alir pembuatan permen gelatin pala
(Nurdjannah et al., 2000)

Teknologi Pengolahan Pala


9. Hard Candy
Hard candy merupakan salah satu jenis permen non kristalin yang memiliki tekstur keras,
penampakan mengkilat dan bening. Bahan utama permen jenis ini adalah sukrosa, air dan sirup
glukosa, sedangkan bahan tambahannya berupa flavor, pengisi, pewarna dan perasa asam. Sirup
glukosa bisa juga diganti dengan gula invert untuk penghematan. Gula invert dapat dibuat dari
glukosa yang dihidrolisis menggunakan asam. Gula invert berfungsi untuk mencegah terjadinya
kristalisasi pada permen. Komponen flavor merupakan bahan yang cukup penting sebagai bahan
tambahan dalam produk pangan termasuk permen, daging buah pala maupun minyak pala dapat
ditambahkan sebagai bahan untuk menambah citarasa (flavor) permen karena mempunyai aroma
dan
citarasa khas. (Amos dan Purwanto, 2002).
Gula invert dibuat dengan cara memanaskan campuran sukrosa dan air dengan
perbandingan 100 : 45 sampai 80 C, kemudian ditambahkan asam tartarat sebanyak 1% dari
berat sukrosa. Pemanasan dilanjutkan hingga 100C selama 30 menit. Setelah didinginkan,
campuran tersebut
dinetralkan dengan NaOH 33,33% sampai pH mencapai 5.
Pembuatan permen dilakukan dengan cara memanaskan campuran sukrosa dan air
dengan perbandingan 100 : 45 hingga suhu 100C, lalu ditambahkan gula invert dan dipanaskan
sampai suhu sekitar 100C. Selanjutnya suhu diturunkan sampai sekitar 87C dan ditambahkan
daging buah pala yang sudah diiris halus atau minyak pala sebanyak 1,5%. Campuran tersebut
kemudian dituangkan ke dalam cetakan, didinginkan dan dikemas.
DAFTAR PUSTAKA
Amos dan W. Purwanto. 2002. Hard candy dengan flavor dari minyak pala. Jurnal sains dan
teknologi Indonesia Vol 4(5):1-6
Bank Indonesia. 2004. Sipuk Bank sentral Republik Indonesia. Aspek keuangan manisan pala.
http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/pala/ keuangan.asp
Djubaedah, E., E. Suriadi, A. Mustafa dan A.B. Eni. 1986. Pengaruh lama penyulingan biji pala
muda (Myristica fragrans, HOUTT) terhadap hasil dan sifat fisiko-kimia minyak atsiri
yang dihasilkan. Warta IHP. Vol 3(2):43-46.

Teknologi Pengolahan Pala


Djubaedah, E., Tiara dan P. Astuti. 1995. Pengaruh perlakuan daging buah pala tua (Myristica
fragrans, HOUTT) terhadap mutu sirup yang dihasilkannya. Warta IHP. Vol. 12 No. 1-
2:25-29)
Dorman, H.J, Damien, D. Stanley G. 2004. Chemical composition, antimicrobial and in vitro
antioxidant properties of Monarda citriodora var. Citriodora, Myristica fragrans,
Oreganum vulgare ssp. Hirtum, Pelargonium sp. and Thymus Zygis Oils. Journal of
Essential Oil Research : Mar/Apr
Farrel, K.T. 1985. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Publ. Co. Westport Connecticut.
413p.
Fras, I. and M.D. Binghamton 1969. Hallucinogenic Effects of Nutmeg in Adolescent. New York
State Journal of Medicine, 69; 468-465.
Hadad, E.A., S. Suhirman dan Lince. 2005. Pengaruh jenis bahan penghilang tannin dan
pemilihan jenis pala terhadap sari buah pala. Buletin Tanaman rempah dan Obat Vol
XVII. No. 1 (39 52)
Jukic, M., O. Politeo and M. Milos. 2006. Chemical composition and antioxidant effect of free
volatile aglycones from nutmeg (Myristica fragrans Houtt.) compared to its essential oil.
Croatia Chemica Acta CCACAA 79(2):209-214.
Lancashire R. J. 2002. Natural Products in Carribean Folk medicine. Essential Oil Research, 14,
6-9. C.E. Seafort, UWI Press, revised 1991.
Librianto, B.Y. 2004. Ekstraksi oleoresin pala (Myristica fragrans Houtt) dari ampas
penyulingan minyak pala menggunakan pelarut organic. Skripsi Fateta. IPB.
Marcelle, G.B. 1975. Production, handling and processing of nutmeg and mace and their utility
uses. Corporate Document Repository. FAO of UN. http://www.fao.org/docrep/x5047E/
x5047E03.htm
Nurdjannah, N. dan T. HIdayat. 2005. Perbaikan desain ala penyulingan pala di cikereteg.
Laporan. Unpublished.
Nurdjannah, N., Risfaheri, T. Hidayat dan S. Yuliani. 2000.
Peningkatan mutu lada dan diversifikasi produk pala. Laporan
Kerjasama antara Balitro dan BPPT
Oryzanti, P. 2003. Sistem penunjang keputusan kelayakan investasi agroindustri minyak pala
(Myristica fragrans) di Bogor, Jawa Barat. Skripsi fateta. IPB.

Teknologi Pengolahan Pala


Purseglove, J.W., E.G. Brown., C.L. Green and S.R.J. 1981. Spices: Nutmeg and Mace. Vol. I.
Longman Inc. New York. P. 174228.
Rismunandar, 1990. Budidaya dan Tataniaga pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Cetakan
kedua.
Rudglev, R. (1998). Nutmeg. The Encyclopedia of Psychoactive
Substances. http://www.moodfoods.com/nutmeg/index.html
Samiran, 2006. Cara alami mengundang kantuk. Majalah Intisari.
Edisi No.517 ; XLIII. http://www.intisari-online.com
Somaatmadja, D. 1984. Penelitian dan Pengembangan Pala dan Fuli. Komunikasi No. 215.
BBIHP. Bogor. 12 hal.
Sulaiman, M.I., A. Anhar dan Mustafa. 1998. Daging buah pala (Myristica fragrans Houtt)
sebagai alternative baru bahan baku pembuatan asam cuka secara fermentasi. Fak.
Pertanian Universitas Syah Kuala. NAD.
Suryaningsih, I. 1989. mempelajari proses pembuatan cider pala
(Myristica fragrance Hout) . Skripsi. Fateta. IPB
Susanti, L. 2004. Pembuatan minuman instan pala (Myristica fragrans Houtt) dengan
menggunakan alat pengering semprot. skripsi. Fateta IPB. 89p.
Susanto, E. 1989. Perkembangan ekstraksi oleoresin jahe. Warta IHP. Vol. 6 (1):28-32.
Weil, A.T., 1966. The use of Nutmeg as a Psychotropic Agent. Buletin on Narcotica, Issue 4-
002.
Weiss, E.A. 1997. Essential Oil Crops Chapter 7: Myristicaceae.

Teknologi Pengolahan Pala

Anda mungkin juga menyukai