Anda di halaman 1dari 29

Bab 1

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman yang banyak
tumbuh di Indonesia. Tanaman ini berasal dari pulau Banda yang dapat tumbuh
baik di daerah tropis, tidak hanya di Indonesia tanaman ini juga tumbuh di Amerika,
Asia dan Afrika (Nurdjannah, 2007). Tanaman ini termasuk dalam kelas
Angiospermae, subkelas Dicotyledoneae, ordo Ranales, famili Myristiceae dan
Myristica, terdiri atas 15 genus dan 250 spesies (Agoes, 2010).
Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan
multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai
industri. Menurut Bustaman (2007), satu pohon pala yang berumur sekitar 25 50
tahun akan menghasilkan 160 kg buah pala yang terdiri dari daging buah, 22,5 kg
biji pala dan 3 kg fuli. Produk utama dari tanaman pala yaitu biji dan fuli yang
dimanfaatkan sebagai rempah. Minyak hasil penyulingan biji pala muda dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri obat-obatan, pembuatan sabun, parfum
dan kosmetik di dalam negeri.
Komoditas pala Indonesia sebagaian besar dihasilkan oleh perkebunan
rakyat yaitu sekitar 98.84%, dengan pola budidaya ektensif jarang dipelihara. Luas
areal pertanaman pala di Indonesia pada tahun 1996 mencapai 60.735 ha menurun
menjadi 43.873 ha tahun 2000. Produksi tahun 2000 sekitar 7.587 ton, produktivitas
tahun 1999 mencapai 482.8 kg/ha dengan total produksi sekitar 19.163 ton ( BPS,
2000).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tanaman pala
2. Untuk mengetahui klasifikasi dan jenis-jenis tanaman pala
3. Untuk mengetahui standar mutu pala
4. Untuk mengetahui komposisi kimia dan manfaat pala
5. Untuk mengetahui syarat tumbuh dan teknik budidaya
6. Untuk mengetahui proses panen hingga pengolahan pala
Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Tanaman Pala
Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman asli Indonesia
yang berasal dari pulau Banda. Tanaman ini merupakan tanaman yang dapat
berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala merupakan tumbuhan
berbatang sedang dengan tinggi mencapai 18 m, memiliki daun berbentuk bulat
telur atau lonjong yang selalu hijau sepanjang tahun. Pohon pala dapat tumbuh di
daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim lembab
dan panas, curah hujan 2.000 - 3.500 mm tanpa mengalami periode kering secara
nyata (Nurdjannah, 2007).
Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5 6 tahun. Setelah
mencapai umur 10 tahun produksi buahnya mulai meningkat hingga mencapai
optimum pada umur rata-rata 25 tahun. Produksi umum ini bertahan hingga
tanaman pala berumur 60 -70 tahun. Tanaman pala dapat berbunga berumah dua
(dioecus) yang berarti ada pohon pala yang berbunga betina saja dan ada yang
berbunga jantan saja. Malai bunga jantan terdiri atas 1 - 10 bunga dan malai bunga
betina 1 - 3 bunga. Jangka waktu pertumbuhan buah dari mulai persarian hingga
tua tidak lebih dari 9 bulan (Rismunandar, 1992).
Panen pala pertama kali dilakukan 7 - 9 tahun setelah pohonnya ditanam
dan mencapai kemampuan produksi 25 tahun dan dapat bertahan sampai 60 tahun.
Bagian pala yang dipanen adalah bijinya, salut bijinya (arillus), dan daging
buahnya. Dalam dunia perdagangan, salut biji pala dinamakan fuli, atau dalam
bahasa inggris disebut mace, dalam istilah farmasi disebut myristicae arillus atau
macis sedangkan daging buahnya dinamakan myristicae fructus cortex. Bagian
buah pala yang paling tinggi nilai ekonominya adalah biji dan fuli. Biji umumnya
digunakan pada makanan manis dan kaya rempah, seperti produk roti dan juga
sebagai bumbu dalam masakan daging serta produk minuman dan makanan
penutup (dessert). Sementara itu, fuli digunakan sebagai bahan penambah rasa
pada produk roti, seperti cake, cookies, pie, dan topping, juga sebagai bumbu pada
masakan laut, pikel dan minuman (Agoes, 2010).
Berdasarkan data areal pengembangan, produksi, ekspor dan impor pala
Indonesia, walaupun terjadi fluktuasi, masih memiliki kecenderungan meningkat.
Hal ini berarti bahwa permintaan terhadap pala Indonesia untuk pasar dalam negeri
dan luar negeri masih cukup tinggi. Peningkatan ekspor Indonesia pada nilai impor
Uni Eropa pada tahun 2013 senilai US$ 32,15 juta, dan meningkat pada April 2015
sebesar 20,7 % menjadi US$ 86,096 juta (Kemendag, 2015).
Pengembangan areal pertanaman pala sampai tahun 2010 telah mencapai
118.345 ha dengan produksi 15.793 ton biji kering. Sentra produksi pala Indonesia
sampai tahun 2010 tersebar di 10 provinsi seperti tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Sentra areal dan produksi pala Indonesia
Areal *) (Ha) Produksi Petani
No . Provinsi TBM TM TTR J umlah ( Ton ) pemilik
( KK )
23.274
1 Maluku Utara 16.606 14.439 1.374 35.419
4.436
2 Maluku 11.949 7.346 3.841 23.136 2.104 20.199
3 Aceh 10.532 7.815 2.165 20.512 2.692 27.238
4 Sulawesi Utara 5.659 9.332 1.026 16.016 3.024 24.911
5 Papua Barat 2.305 4.567 676 7.548 1.373 5.316
6 Jawa Barat 2.338 2.135 376 4.849 556 27.184
7 Sumatra Barat 531 2.428 181 3.140 842 2.989
8 Sulawesi Selatan 939 1.208 129 2.276 390 4.279
9 Sulawesi Tengah 1.331 352 30 1.713 80 1.691
10 NTT 804 3.004 12 1.120 71 1.809
11. Daerah lain 4.551 943 121 2.616 7.441
Jumlah 57.545 50.869 9.931 118.345 15.793 46.331
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011
*) TBM: Tanaman Belum Menghasilkan; TM: Tanaman
Menghasilkan; TTR: Tanaman Tua dan Rusak

2.2 Klasifikasi dan Jenis-jenis Tanaman Pala


Tanaman pala termasuk dalam kelas Angiospermae, subkelas
Dicotyledonae, ordo Ranales, famili Myrstceae dan Myristica, terdiri atas
15 genus dan 250 spesies. Dari 15 genus tersebut 5 di antaranya terdapat
di daerah tropis Amerika, 6 di daerah tropis Afrika, dan 4 genus di daerah
tropis Asia, termasuk Indonesia (Agoes, 2010).
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub kelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans houtt

Di Indonesia dikenal beberapa jenis (spesies) pala (Rismunandar, 1992)


yaitu:
1. Myristica fragrans, merupakan pala jenis utama dan mendominasi
jenis lain dalam segi mutu maupun produktivitas. Tanaman ini
merupakan tanaman asli pulau Banda. Buah jenis ini seluruh
bagian buahnya (daging, fuli dan biji) dapat diolah. Fuli dan biji
buah ini yang paling dikenal di pasar internasional. Buah jenis ini
juga banyak tersebar di daerah
Tanggamus.
2. M. Argentea Warb, merupakan jenis pala khas Irian Jaya. Buah
pala jenis ini berbentuk lonjong, di daerah aslinya dikenal sebagai
pala petani dan sering disebut sebagai pala hutan.
3. M. Schelfferi Warb, merupakan jenis pala yang berasal dari Irian
Barat, namun tidak terlalu dikenal. Tanaman ini tumbuh di hutan.
Bijinya memiliki kualitas yang rendah.
4. M. Teysmannii, merupakan tanaman yang termasuk langka. Pala
jenis ini tidak memiliki nilai ekonomis.
5. M. Succeanea, terdapat di pulau Halmahera. Jenis ini tidak
mempunyai nilai ekonomi.
2.3 Buah Pala (Myristica fragrans Houtt)
Buah pala terdiri dari empat bagian yaitu daging buah, fuli,
tempurung dan biji. Buah pala terdiri dari 83,3% daging buah, 3,22% fuli,
3,94% tempurung biji, dan 9,54% daging biji (Permentan, 2011).
Perbandingan bobot pala banda (Myristica ragrans Houtt) dari ke-empat
bagian tersebut sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase bobot dari ke-empat bagian buah pala


Bagian Buah Basah % Kering (diangin-anginkan) %
Daging buah 77,8 9,93
Fuli 4,0 2,09
Tempurung 15,1
Biji 13,1 8,40

Sumber: Rismunandar, 1992


Menurut Rismunandar (1992), buah pala yang digunakan untuk
keperluan rempah biasa dipetik tidak lebih dari umur 9 bulan sejak mulai
persarian bunga. Buahnya berbentuk peer, lebar, ujungnya meruncing,
kulitnya licin, berdaging dan cukup banyak mengandung air. Jika sudah
tua warnanya kuning pucat dan membelah dua, kemudian jatuh. Bentuk
biji bulat telur hingga lonjong, mempunyai
Fuli

Tempurung
Biji

Gambar 1. Bagian-bagian buah pala

tempurung berwarna coklat tua dan licin permukaannya bila sudah cukup
tua. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian tentang
Pedoman Penanganan Pasca Panen Pala (2012), buah pala yang sudah tua
umumnya sudah berumur 9 bulan setelah pembungaan.
Hal ini ditandai oleh warna buah yang berwarna kuning kecoklatan, dimana
beberapa buah sudah mulai merekah (membelah) melalui alur belahnya
kulit biji (tempurung) berwarna coklat tua sampai hitam dan mengkilat,
serta warna fuli yang memerah.

Biji pala
Tempurung biji

Gambar 2. Tempurung dan biji pala


Biji dan fuli yang berasal dari buah muda dimanfaatkan sebagai
bahan baku minyak pala karena kandungan minyak atsirinya yang jauh
lebih tinggi daripada biji yang berasal dari buah yang tua. Pada buah muda
(umur 4 5 bulan) kadar minyak atsiri berkisar 8 - 17% atau rata-rata 12%.
Tempurung biji diselubungi oleh selubung biji berbentuk jala berwarna
merah yang disebut fuli atau bunga pala. Fuli dari buah yang belum tua
warnanya kuning pucat, bila dikeringkan akan menjadi coklat muda. Fuli
bila dikeringkan akan berwarna merah kecoklatan, namun dapat berubah
menjadi kuning tua apabila penyimpanannya terlalu lama (Nurdjannah,
2010).
Menurut Rismunandar (1992), sifat-sifat biji pala dan fuli sebagai berikut:
- Biji pala yang belum tua, bila dikeringkan akan menghasilkan daging
biji yang agak rapuh, dan mudah menjadi sasaran serangga gudang.
Biji pala yang sudah cukup tua (buahnya membelah) bila dikeringkan
menghasilkan biji yang cukup keras.
- Fuli yang masih muda, kuning pucat warnanya. Bila dikeringkan
mengalami perubahan warna menjadi coklat muda. Fuli yang sudah
tua merah api warnanya, bila dikeringkan akan menjadi merah
kecoklatan.

Buah pala memiliki waktu panen yang dikenal dengan panen besar dan
panen susulan. Tanaman pala biasanya berbunga pada saat musim
kemarau, maka dapat dinyatakan bahwa persarian yang terbesar akan
terjadi pada pertengahan dan akhir musim kemarau (Rismunandar, 1992).
2.4 Standar Mutu Pala dan Fuli
2.4.1 Standar Mutu Biji Pala
Standar mutu diperlukan untuk meningkatkan mutu biji dan fuli
pala dalam dunia perdagangan (Permentan, 2012). Standar mutu biji pala
menurut SNI 01-00061993 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3
Tabel 3. Spesifikasi persyaratan umum mutu biji pala
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Kadar Air % (b/b) maks. 10
2 Biji berkapang % maks. 8
3 Serangga utuh mati ekor maks. 4
4 Kotoran mamalia mg/lbs maks. 0
5 Kotoran binatang lain mg/lbs maks. 0
6 Benda asing % (b/b) maks. 0
Sumber: Peraturan Menteri Pertanian Nomor
53/Permentan/OT.140/9/2012
2.4.2 Standar Mutu Fuli
Kriteria untuk menentukan standar kualitas fuli yaitu berdasarkan SNI
01-00071993. Persyaratan umum mutu fuli sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 4
Tabel 4. Persyaratan mutu fuli
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Kadar air % (b/b) maks. 10
2 Kotoran mamalia mg/lbs maks. 3
3 Kotoran binatang lain mg/lbs maks. 1
4 Benda asing % (b/b) maks. 0,5
5 Serangga utuh mati ekor maks. 4
6 Fuli berkapang % (b/b) maks. 2
7 Cemaran serangga % (b/b) maks. 1
Sumber: Peraturan Menteri Pertanian Nomor
53/Permentan/OT.140/9/2012
Sedangkan untuk persyaratan khusus, fuli digolongkan ke dalam 5
golongan mutu, yaitu:
a. Mutu Whole I (mutu utuh I): utuh dan pecahan besar, sampai sekitar
1/3 dari utuh, warna kuning dan atau kuning kemerahan sampai
merah.
b. Mutu whole II (mutu utuh II): utuh dan pecahan besar, sampai kira-
kira 1/3 dari utuh, berwarna gelap/ buram.
c. Mutu Gruis/Broken I (mutu pecah I): pecah-pecah dengan ukuran
sampai minimum dari yang utuh, berwarna kuning atau kuning
kemerahmerahan sampai merah.
d. Mutu Gruis/Broken II (mutu pecah II): pecah-pecah dengan ukuran
sampai minimum 1/12 dari yang utuh, berwarna buram atau kuning
dan atau kemerah-merahan.
Black mace (fuli hitam): yang tidak termasuk whole (utuh), gruis (pecah)
yang berwarna gelap hampir hitam

2.5 Komposisi Kimia dan Manfaat Pala


Dari seluruh bagian tanaman pala yang mepunyai nilai ekonomis
adalah buahnya yang terdiri dari empat bagian yaitu daging buah, fuli,
tempurung dan biji. Daging buah pala cukup tebal dan beratnya lebih dari
70% dari berat buah, berwarna putih kekuning-kuningan, berisi cairan
bergetah yang encer, rasanya sepet dan mempunyai sifat astringensia. Oleh
karena itu jika buah masih mentah, daging buah pala tidak bisa dikonsumsi
langsung tetapi dapat diolah menjadi berbagai produk pangan.
2.5.1 Komposisi Kimia Pala
Tabel 5. Persentase berat dari bagian-bagian buah pala

Bagian buah Persentase basah Persentase kering


(%) angin
(%)
Daging 77,8 9 , 93
Fuli 4 2 , 09
Tempurung 15,1 -
Biji 13,1 8,4
Sumber: Rismunandar (1990)

Gambar 3. Perbandingan bagian-bagian buah pala


Pada prinsipnya komponen dalam biji pala dan fuli terdiri dari
minyak atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan
mineral-mineral. Persentase dari komponen-komponen bervariasi
dipengaruhi oleh klon, mutu dan lama penyimpanan serta tempat tumbuh.
Kandungan minyak lemak dari biji pala utuh bervariasi dari 25 sampai
40%, sedangkan pada fuli antara 20 sampai 30%. Biji pala yang dimakan
ulat mempunyai presentase minyak atsiri lebih tinggi daripada biji utuh
karena pati dan minyak lemaknya sebagian dimakan oleh serangga
(Marcelle, 1975). Menurut Leung dalam Rismunandar (1990) biji pala
mengandung minyak atsiri sekitar 2-16% dengan rata-rata pada 10% dan
fixed oil (minyak lemak) sekitar 25-40%., karbohidrat sekitar 30% dan
protein sekitar 6%.
Setiap 100 g daging buah pala mengandung air sekitar 10 g, protein
7 g, lemak 33 g, minyak yang menguap (minyak atsiri) dengan komponen
utama monoterpen hidrokarbon (61 - 88% seperti alpha
pinene, beta pinene, sabinene), asam monoterpenes (5 - 15%), aromatik
eter (2-18% seperti myristicin, elemicin, safrole). Komposisi kimia buah
pala dari Banda
2.5.2 Manfaat Pala
Selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman
penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri
pengalengan, minuman dan kosmetik.
1) Kulit batang dan daun
Batang/kayu pohon pala yang disebut dengan kino hanya
dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Kulit batang dan daun tanaman pala
menghasilkan minyak atsiri.
2) Fuli
Fuli adalah benda untuk menyelimuti biji buah pala yang berbentuk
seperti anyaman pala, disebut bunga pala. Bunga pala ini dalam bentuk
kering banyak dijual didalam negeri.
3) Biji pala
Biji pala tidak pernah dimanfaatkan oleh orang-orang pribumi sebagai
rempahrempah. Buah pala sesungguhnya dapat meringankan semua rasa
sakit dan rasa nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin
dalam lambung dan usus. Biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang
terganggu, obat muntahmuntah dan lain-lainya.
4) Daging buah pala
Daging buah pala sangat baik dan sangat digemari oleh masyarakat jika
telah diproses menjadi makanan ringan, misalnya: asinan pala, manisan
pala, marmelade, selai pala, kKristal daging buah pala.
2.6 SYARAT TUMBUH
1. Tanah
Tanah berstruktur remah (Vulkanis) / gembur dan kaya akan bahan
organik.
Derajat keasaman (PH) tanah antara 5,5 7
Tanah tidak becek/ ada genangan air.
2. Iklim
Curah hujan 2.656 mm/th dengan distribusi merata.
Suhu udara 18 34 C
2.7 TEKNIK BUDIDAYA
1. Persemaian
Biji- biji pala yang akan digunakan sebagai benih harus memenuhi
beberapa syarat, antara lain :
- Harus berasal dari pohon induk terpilih,
- Biji segar matang, panen berwarna coklat muda dan tertutup penuh
dengan seludang fuli yang berwarna merah,
- Biji yang kering berwarna coklat tua sampai hitam mengkilap dengan
bobot minimal 50 gram/biji, serta tidak terserang hama dan penyakit.
Setelah pemetikan haruslah disemaikan dengan selambat
lambatnya + 24 jam penyimpanan. Untuk mendapatkan benih dengan
daya kecambah yang tinggi, sebaiknya biji diambil dari pohon induk yang
letaknya berdekatan dengan pohon yang berbunga jantan. Pengecambahan,
perlu dilakukan sebab biji pala termasuk benih rekalsitran yang cepat
menurun daya kecambahnya. Perkecambahan dapat dilakukan dengan
beberapa cara sbb :
-Sesaat setelah panen segera lakukan seleksi benih dengan memilih benih
yang tua ditandai dengan tempurung mengkilat berwarna hitam
kecoklatan, bebas dari hama dan penyakit, tidak keriput dengan fuli tebal
dan biji besar
-Selanjutnya tutup dengan karung goni atau daun rumbia atau kertas koran.
Kelembaban harus selalu dijaga
-Untuk mempercepat pengecambahan dapat diberi perlakuan pemecahan
kulit/batok pangkal biji, sehingga retak atau belah atau mengelupas
dengan tidak merusak daging bijinya. Dapat dilakukan
pengikiran/hampelas batok pangkal biji sehingga tipis
-Setelah biji berkecambah, kemudian dilakukan pesemaian pada polibeg
yang telah disediakan (diisi dengan media campuran kompos/pupuk
kandang dan tanah. 1:1). Pesemaian sangat diperlukan di dalam
pengadaan bibit untuk perkebunan pala.
Pembibitan ini merupakan langkah awal dari penentuan
terlaksananya usaha perkebunan tanaman tersebut. Pesemaian dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mengecambahkan biji dengan
menggunakan kotak yang telah diisi pasir halus, serbuk
sabut kelapa, serbuk gergaji yang sudah steril. Biji diatur sedemikian rupa
dan bersentuhan dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama.
Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti
keluarnya kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag.
Pesemaian dapat pula dilakukan pada bedengan yang sudah
disiapkan sebelum buah dipetik. Pesemaian ini sekaligus berfungsi sebagai
persemaian pemeliharaan dan diperlukan pengolahan tanah yang
sempurna. Jarak tanam pada pesemaian ini perlu diatur yaitu 15 x 15 cm
atau 15 x 20 cm agar nanti pada saat pemindahan mudah diputar pada umur
+ 1 tahun dengan ketinggian + 1 meter. Pesemaian dapat juga dilakukan
langsung pada polibag ukuran 20 x 30 cm. Media yang digunakan berupa
campuran tanah dan pupuk kandang 2 : 1, polibag
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan
panjangnya tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag
akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan.

2. Persiapan Lahan
Sebelum bibit ditanam, kebun harus sudah dipersiapkan. Pada garis
besarnya, persiapan lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
Pemangkasan semak belukar dan penebangan pohon-pohon (kebun yang
baru dibuka). Sebaiknya pembukaan areal ini dilakukan pada musim
kemarau, sehingga semak belukar tersebut tidak cepat tumbuh
kembali.
Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk menggemburkan
tanah, menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal
yang serasi. Pengolahan tanah pada areal miring harus dilakukan
menurut arah melintang lereng (contour). Efek utama pengolahan tanah
menurut cara ini adalah terbentuknya alur yang dapat menghambat aliran
permukaan dan menghindari terjadinya penghanyutan tanah bagian atas
(erosi).Padatanah dengan tingkat kemiringan 20 % perlu dibuat teras
dengan ukuran + 2 m (disesuaikan dengan keadaan solum tanah, makin
dalam solum makin lebar ukuran teras) atau dapat pula dibuat teras
terusan dengan penanaman sistem contour.
Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam, ditentukan
dahulu jarak tanam yang akan digunakan. Pada umumnya jarak tanam
untuk tanaman pala ialah 9 x 10 m dengan sistem bujur sangkar atau 10 x
10 m. Dengan jarak tanam tersebut dahan-dahannya tidak akan
bersilangan dan dengan keadaan ini kapasitas untuk berproduksi adalah
maksimal pada umur dewasa (Flach, 1966). Pembuatan lubang tanam
biasanya berukuran 60 x 60 x 60 cm. Pada tanah yang berliat tinggi,
sebaiknya ukuran lubang tanam lebih besar 100 x 100 x 100 cm. Tanah
lapisan atas dan lapisan bawah dipisah, karena kedua lapisan tersebut
mengandung unsur yang berbeda. Setelah pembuatan lubang tanam
berumur lebih satu bulan, tanah dikembalikan, lapisan bawah kembali ke
lapisan bawah dan lapisan atas setelah dicampur dengan pupuk
kandang matang, baru dimasukkan kembali ke dalam lubang bagian
atas. Dua atau tiga minggu kemudian penanaman dapat dilakukan.
3. Penanaman
Bibit yang akan ditanam biasanya yang telah berumur lebih satu tahun
dan tidak lebih dari dua tahun. Kalau bibit lebih dari ketentuan tersebut,
akibat lama dipembibitan, pertumbuhannya akan terlambat, sebab akar
sudah berlipat-lipat. Sebaiknya penanaman dilaksanakan pada awal
musim penghujan agar ketersediaan air terjamin.
Cara penanaman adalah dengan membuat lubang tanam kecil
ditengah lubang tanam awal, setinggi dan selebar keranjang atau polibag
bibit, lalu polibag disayat dari atas ke bawah dengan pisau secara hati-hati
agar akar dan tanah dalam polibag tersebut tidak rusak, kemudian
dilakukan penanaman sampai leher batang terkubur tanah, lalu tanah
dirapihkan kembali. Uintuk menjaga tanaman muda dari sengatan matahari
langsung perlu dibuatkan naungan dari tiang bambu atau kayu dengan atap
daun kelapa atau alang-alang, sampai tanaman betul-betul tahan dari sinar
matahari.
Pola Tanam
Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani, salah satu upaya
adalah dengan memanfaatkan lahan seoptimal mungkin, dengan menanam
berbagai jenis tanaman dengan memperhatikan syarat tumbuh dari setiap
tanaman itu sendiri. Peluang tanaman pala sebagai tanaman pokok atau pun
sebagai tanaman sela sangat memungkinkan karena banyak lahan
diantaranya belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk menentukan/
mendapatkan jenis tanaman apa yang tepat bergandengan dengan tanaman
pala, beberapa hal yang perlu di perhatian adalah sebagai berikut :
-Kesesuaian lingkungan yang diartikan sebagai kecocokkan lahan untuk
tanaman tersebut.
-Tidak bersifat saling merugikan baik terhadap tanaman sela atau tanaman
pokok.
-Tidak menimbulkan persaingan, terutama dalam
pengambilan zat makanan.
-Tidak memiliki kesamaan sebagai inang timbulnya hama atau penyakit.
-Memiliki kemampuan saling menguntungkan.
-Tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis.
-Berwawasan lingkungan, artinya berkemampuan mengawetkan alam.
Sehingga kelestariannya tetap terjamin sesuai konsep ekologi yang
diinginkan bersama. Sebagai contoh upaya menekan sekecil mungkin
tingkat erosi tanah yang kelak dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah.
Peluang tanaman pala sebagai tanaman sela jumlahnya tergantung umur
tanaman pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun, tanaman pala
dapat tumbuh dan berproduksi cukup baik sebagai tanaman sela diantara
tanaman kelapa. Sedangkan sebagai tanaman pokok, tanaman pala dapat
dipola tanamkan dengan berbagai jenis tanaman palawija, tanaman temu-
temuan serta berbagai tanaman obat. Jarak tanam pala yang biasa
dipergunakan adalah 10 x 10 m, dengan jarak tanam tersebut banyak lahan
yang kosong terutama pada saat tanaman pala berumur dibawah 4-5 tahun,
lahan ini dapat dimanfaatkan untuk ditanami berbagai jenis tanaman
semusim misalnya tanaman palawija.
4.Pemupukan
Untuk menjamin ketersediaan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman
pala terutama unsur makro (N, P dan K ) di dalam tanah, bagi pertumbuhan
dan produksi tanaman, maka diperlukan pemupukan. Dosis pemupukan
yang dianjurkan berdasarkan tingkat umur untuk tanaman pala.
5.Pemeliharaan
Lakukan penyulaman bila ada tanaman yang mati.
Siangi pertanaman sebelum dilakukan pemupukan bila terdapat gulma.
6.Pengendalian Hama dan Penyakit
Disamping perbaikan teknik bercocok tanam, perlu pula diupayakan
penanggulangan serangan hama dan penyakit sehingga kelangsungan
pertanaman serta kualitas dan kuantitas produksi dapat terus dipertahankan
malah dapat ditingkatkan.
- Hama-hama yang sering dijumpai menyerang biji pala adalah
Oryzaephilus Mercator (Faufel) dan Areacerus fasciculatus.
Kedua hama ini bersifat kosmopolitan dan menyebabkan kerugian
besar terutama pada produk-produk dalam simpanan. Hama lain adalah
yang menyerang batang yaitu Batocera hercules. Hama ini banyak
ditemukan di Sulawesi Utara dengan tingkat serangan yang cukup tinggi.
Usaha pengendalian terhadap hama yang menyerang biji yang sudah
berada digudang-gudang adalah dengan melakukan fumigasi Methyl
Bromida. Sedangkan penyemprotan insektisida kontak dapat pula
dilakukan untuk serangan di lapang dengan menggunakan insektisida
Malathion. Pengendalian terhadap hama penggerek batang adalah dengan
memberikan insektisida pada kapas kemudian dimasukkan pada semua
lobang gerekan dan kemudian ditutup dengan sepotong kayu.
- Penyakit
Penyakit utama yang paling merugikan pada pertanaman pala di
Indonesia adalah penyakit busuk kering dan busuk basah yang disebabkan
oleh jamur serta penyakit layu yang diduga disebabkan oleh
mikroorganisme.
Penyakit busuk kering
Penyakit busuk basah
Penyakit Layu

2.8 Panen Buah


Buah pala dapat dipetik langsung dari pohon bila sudah matang
petik dan dapat pula dipungut dari buah yang sudah berjatuhan. Buah
pala yang sudah jatuh hendaknya diambil sedini mungkin karena dapat
dicemari hama bubuk biji Poecilips myristiceae dan cendawan yang
dapat menyebabkan busuknya biji pala.
Buah yang sudah tua, fulinya berwarna merah, namun adapula
yang berwarna putih, misalnya yang berasal dari Tidore. Tempurung
bijinya mengkilat dan berwarna coklat tua. Buah yang sudah mulai
membelah sebaiknya segera dipanen karena kalau kena hujan akan
membusuk.
Gambar 4. Panen buah pala
Cara panen buah pala yang letaknya tinggi adalah dengan menggunakan galah yang
ujungnya dilengkapi keranjang penampung buah, atau dapat pula dimanfaatkan galah yang
ujungnya berbentuk topang (Gambar 5). Untuk keperluan penyulingan biji pala dipanen waktu
buahnya masih muda yaitu umur sekitar 5 bulan karena kadar minyak atsirinya masih tinggi.
Sedangkan biji pala yang dipanen tua digunakan sebagai rempah-rempah. Alur proses
pascapanen dari buah pala dapat
dilihat pada gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Skema pengolahan buah pala (Sumber : Rismunandar, 1990)


0
Gambar 6. Skema hasil olahan bagian-bagian buah pala (Sumber : Ditjen Perkebunan dalam
Rismunandar, 1990)
2.9 Pengeringan Fuli
Fuli dilepas dari bijinya kemudian dihamparkan pada alas yang bersih lalu dijemur. Setelah
setengah kering fuli dipipihkan bentuknya dengan menggunakan alat mirip penggilingan,
kemudian dijemur kembali sampai kadar airnya tinggal 10-12%. Sebaiknya pengeringan
dilakukan di atas rak yang diangkat sehingga jaraknya sekitar 1 meter di atas tanah
untuk menghindarkan cemaran dari kotoran hewan maupun debu.
Penjemuran membutuhkan waktu sekitar 23 hari kalau cuaca cerah. Pada keadaan cuaca
yang kurang baik, pengeringan akan tertunda dan akan menghasilkan fuli dengan mutu yang
kurang baik karena berjamur dan warnanya kusam. Untuk menghindarkan hal seperti di atas, pada
waktu musim hujan pengeringan dapat dilakukan dengan memakai alat pengering dengan suhu
rendah tidak lebih dari 60oC untuk menghindarkan proses pengeringan yang terlalu cepat yang
akan
menyebabkan rapuhnya fuli dan hilangnya sebagian minyak atsiri.
Setelah kering fuli disimpan dalam gudang yang gelap selama sekitar 3 bulan. Warna fuli
yang semula merah api berubah menjadi merah tua dan akhirnya menjadi kuning tua hingga
oranye. Gambar fuli kering disajikan pada gambar 8b. Banyaknya fuli kering rata-rata 10% dari
berat biji pala. Untuk meningkatkan mutu dilakukan dilakukan proses sortasi untuk memisahkan
fuli yang utuh dari yang tidak utuh, kemudian dikemas dengan kemasan yang bersih dan kering.
2.10 Pengolahan Biji Pala
Di unit pengolahan, biji pala basah dihamparkan di atas para-para disusun setebal 5 cm,
kemudian diangin-anginkan selama 6 minggu. Dengan proses tersebut biji pala yang dihasilkan
akan mulus tidak keriput. Pengeringan biasanya berlangsung selama 29 hari atau lebih, dengan
kadar air sekitar 8%. Pengeringan juga bisa dilakukan di bawah sinar matahari, namun tidak
dianjurkan pada saat cuaca sangat panas. Cara lain adalah dengan pengasapan atau kombinasi
pengasapan dengan penjemuran. Pengasapan dilakukan di rumah pengasapan, dengan cara
dihamparkan pada para-para dari anyaman bambu yang diletakkan 23 meter di atas perapian,
selama sekitar 3 minggu. Pada proses pengasapan suhu dijaga agar tidak melebihi 35-37C. Biji
pala dalam tempurung dinyatakan kering bila biji didalamnya terdengar saat digoyang-goyang,
walaupun hal itu tidak mutlak. Biji pala kering dalam tempurung dapat dilhat pada Gambar 8a.
Sebagai patokan untuk biji pala kering kualitas
ekspor adalah lamanya pengeringan (Rismunandar, 1990).
Untuk biji pala, setelah kering dilakukan pengupasan tempurung dengan cara dipukul
secara hati-hati dengan posisi tegak di atas matanya agar biji tidak rusak. Cara lain adalah dengan
menggunakan mesin pemecah (cracker). Dari 100 kg biji utuh rata-rata dihasilkan 30 kg
tempurung dan 70 kg biji bersih. Biji pala kupas selanjutnya disortir berdasarkan mutunya.
Gambar biji dan fuli pala kering terlihat pada
gambar 7, 8 dan 9.
Gambar 7a. Biji pala kering dalam Gambar 7b Fuli kering
tempurung

Gambar 8. Biji pala tanpa tempurung asal Srilangka

Gambar 9. Biji pala, fuli dan bubuk kering


2.11 Minyak Biji dan Fuli Pala
Biji pala terdiri dari dua bagian utama yaitu 3045% minyak dan 4560% bahan padat
termasuk selulosa. Minyak terdiri atas dua jenis yaitu minyak atsiri (essential oil) sebanyak 5
15% dari berat biji keseluruhan, dan lemak (fixed oil) yang disebut nutmeg butter sebanyak 24-
40% dari berat biji. Perbedaan komponen tersebut bervariasi tergantung pada letak geografis dan
tempat tumbuhnya
maupun jenis (varietas) dari tanaman tersebut. Walaupun kandungan minyak atsiri dalam biji lebih
rendah dari fixed oil tetapi komponen minyak atsiri lebih berperanan penting sebagai perisa
(flavouring agent) dalam industri makanan dan minuman, dan dalam industri farmasi.
DAFTAR PUSTAKA
Amos dan W. Purwanto. 2002. Hard candy dengan flavor dari minyak pala. Jurnal sains dan
teknologi Indonesia Vol 4(5):1-6
Bank Indonesia. 2004. Sipuk Bank sentral Republik Indonesia. Aspek keuangan manisan pala.
http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/pala/ keuangan.asp
Djubaedah, E., E. Suriadi, A. Mustafa dan A.B. Eni. 1986. Pengaruh lama penyulingan biji pala
muda (Myristica fragrans, HOUTT) terhadap hasil dan sifat fisiko-kimia minyak atsiri
yang dihasilkan. Warta IHP. Vol 3(2):43-46.
Djubaedah, E., Tiara dan P. Astuti. 1995. Pengaruh perlakuan daging buah pala tua (Myristica
fragrans, HOUTT) terhadap mutu sirup yang dihasilkannya. Warta IHP. Vol. 12 No. 1-
2:25-29)
Dorman, H.J, Damien, D. Stanley G. 2004. Chemical composition, antimicrobial and in vitro
antioxidant properties of Monarda citriodora var. Citriodora, Myristica fragrans,
Oreganum vulgare ssp. Hirtum, Pelargonium sp. and Thymus Zygis Oils. Journal of
Essential Oil Research : Mar/Apr
Farrel, K.T. 1985. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Publ. Co. Westport Connecticut.
413p.
Fras, I. and M.D. Binghamton 1969. Hallucinogenic Effects of Nutmeg in Adolescent. New York
State Journal of Medicine, 69; 468-465.
Hadad, E.A., S. Suhirman dan Lince. 2005. Pengaruh jenis bahan penghilang tannin dan
pemilihan jenis pala terhadap sari buah pala. Buletin Tanaman rempah dan Obat Vol
XVII. No. 1 (39 52)
Jukic, M., O. Politeo and M. Milos. 2006. Chemical composition and antioxidant effect of free
volatile aglycones from nutmeg (Myristica fragrans Houtt.) compared to its essential oil.
Croatia Chemica Acta CCACAA 79(2):209-214.
Lancashire R. J. 2002. Natural Products in Carribean Folk medicine. Essential Oil Research, 14,
6-9. C.E. Seafort, UWI Press, revised 1991.
Librianto, B.Y. 2004. Ekstraksi oleoresin pala (Myristica fragrans Houtt) dari ampas
penyulingan minyak pala menggunakan pelarut organic. Skripsi Fateta. IPB.
Marcelle, G.B. 1975. Production, handling and processing of nutmeg and mace and their utility
uses. Corporate Document Repository. FAO of UN. http://www.fao.org/docrep/x5047E/
x5047E03.htm
Nurdjannah, N. dan T. HIdayat. 2005. Perbaikan desain ala penyulingan pala di cikereteg.
Laporan. Unpublished.
Nurdjannah, N., Risfaheri, T. Hidayat dan S. Yuliani. 2000.
Peningkatan mutu lada dan diversifikasi produk pala. Laporan
Kerjasama antara Balitro dan BPPT
Oryzanti, P. 2003. Sistem penunjang keputusan kelayakan investasi agroindustri minyak pala
(Myristica fragrans) di Bogor, Jawa Barat. Skripsi fateta. IPB.
Purseglove, J.W., E.G. Brown., C.L. Green and S.R.J. 1981. Spices: Nutmeg and Mace. Vol. I.
Longman Inc. New York. P. 174228.
Rismunandar, 1990. Budidaya dan Tataniaga pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Cetakan
kedua.
Rudglev, R. (1998). Nutmeg. The Encyclopedia of Psychoactive
Substances. http://www.moodfoods.com/nutmeg/index.html
Samiran, 2006. Cara alami mengundang kantuk. Majalah Intisari.
Edisi No.517 ; XLIII. http://www.intisari-online.com
Somaatmadja, D. 1984. Penelitian dan Pengembangan Pala dan Fuli. Komunikasi No. 215.
BBIHP. Bogor. 12 hal.
Sulaiman, M.I., A. Anhar dan Mustafa. 1998. Daging buah pala (Myristica fragrans Houtt)
sebagai alternative baru bahan baku pembuatan asam cuka secara fermentasi. Fak.
Pertanian Universitas Syah Kuala. NAD.
Suryaningsih, I. 1989. mempelajari proses pembuatan cider pala
(Myristica fragrance Hout) . Skripsi. Fateta. IPB
Susanti, L. 2004. Pembuatan minuman instan pala (Myristica fragrans Houtt) dengan
menggunakan alat pengering semprot. skripsi. Fateta IPB. 89p.
Susanto, E. 1989. Perkembangan ekstraksi oleoresin jahe. Warta IHP. Vol. 6 (1):28-32.
Weil, A.T., 1966. The use of Nutmeg as a Psychotropic Agent. Buletin on Narcotica, Issue 4-
002.
Weiss, E.A. 1997. Essential Oil Crops Chapter 7: Myristicaceae.

Anda mungkin juga menyukai