Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim. Tumor ini berbatas tegas dan terdiri dari otot polos dan jaringan fibrosa. Mioma uteri juga dikenal dengan sebutan fibromioma uteri, uterin fibroid, atau leiomioma uteri. Angka kejadian mioma uteri paling sering terjadi pada perempuan usia reproduktif, yaitu sekitar 20%-25% dengan faktor yang tidak diketahui secara pasti. Kejadian lebih tinggi pada usia 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Insiden mioma uteri 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna. Sebuah penelitian di AS dari perempuan yang dipilih secara acak usia 35-49 tahun, kejadian mioma uteri pada ras Afrika-Amerika sebanyak 60% pada usia 35 tahun dan >80% pada usia 50 tahun. Pada ras kaukasia angka kejadian menunjukkan 40% pada usia 35 tahun dan hampir 70% pada usia 50 tahun. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua pasien ginekologi yang dirawat. Pasien dengan mioma uteri seringkali asimtomatik, namun gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi seperti metroragia, nyeri, menoragia, hingga fertilitas. Penyulit yang ditimbulkan dari asimtomatik mioma uteri adalah seringkali menyebabkan gejala yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba,ovarium, dan usus) menjadi terabaikan. Masalah lain terkait dengan asimtomatik mioma uteri, yaitu mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari spesimen hasil enukleasi atau histerektomi, sehingga miosarkoma menjadi tidak dikenali. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma uteri merupakan indikasi utama Histerektomi di Amerika Serikat.