Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu keluhan yang paling umum dan paling tidak nyaman yang
dihadapi dalam praktek klinis adalah mual dan muntah. Muntah adalah reflex
reaksi kompleks terhadap berbagai rangsangan. Dalam beberapa kasus
overdosis atau keracunan, mungkin diinginkan untuk dimuntahkan cepat
guna membersihkan tubuh dari racun. Ini dapat dicapai dengan rangsangan
fisik, sering kebelakang tenggorokan. Dalam beberapa kasus, lavage
lambung digunakan untuk membersihkan isi perut. Muntah, atau obat-obatan
yang menyebabkan muntah, tidak lagi direkomendasikan untuk dirumah
untuk racun kontrol.
Dalam berbagai kondisi klinis, reaksi refleks muntah tidak bermanfaat
dalam membersihkan tubuh dari racun tetapi tidak nyaman dan bahkan klinis
berbahaya bagi kondisi pasien.Dalam kasus tersebut, sebuah antiemetik
dapat digunakan untuk mengurangi atau mencegah mual dan muntah. Agen
antiemetik dapat bekerja sentral atau bertindak lokal, dan mereka memiliki
berbagai tingkat efektivitas.

1.1. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Defenisi mual muntah
2. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Agens Antiemetik
3. Mahasiswa mampu mengetahui Cara Kerja Obat dan indikasi teraupetik
Antiemetik
4. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi Obat Antiemetik berdasarkan
mekanisme kerja
5. Mahasiswa mampu mengetahui Antiemetik untuk bayi dan anak-anak
6. Mahasiswa mampu mengetahui Antiemetik untuk kehamilan
7. Mahasiswa mampu mengetahui Kontraindikasi Antiemetik
8. Mahasiswa mampu mengetahui Efek merugikan Antiemetik

1
1.2. Manfaat
Makalah ini di harapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
tentang Konsep Antiemetik dan manfaatnya dalam Ilmu Kebidanan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Defenisi Mual Muntah


Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala
yang dirasakan ditenggerokan dan di daerah sekitar lambung, yang
menandakan kepada seseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah di
artikan sebagai pengeluaran isi lambung melalui mulut, yang seringkali
membutuhkan dorongan yang sangat kuat (Sukandar, 2008: 378).

Macam-macam Muntah (Tan. 2008. 282-283)

1. Mabuk darat
Penyebabnya diperkirakan bahwa gesekan dalam kendaraan
merangsang secara berlebihan. Labirin dibagian dalam telinga dan
kemudian juga pusat muntah melalui CTZ atau dengan kata lain terjadi
khususnya menyangkut pertentangan antara mata dengan indera
perasa yang sebenarnya harus bekerja sama dengan organ
keseimbangan (labirin) yang pada mabuk darat (jalan) memegang
peranan esensial
2. Muntah kehamilan
Jenis muntah ini biasanya terjadi antara minggu ke-6 dan ke-14 dari
masa kehamilan akibat kenaikan pesat dari HCG (Human Chorion
Gonadtropin). Gejalanya pada umumnya tidak hebat dan hilang dengan
sendirinya maka sedapat mungkin jangan diobati, agar tidak
mengganggu perkembangan janin.
3. Muntah akibat sitostatika
Disebabakan oleh ransangan langsung dari CTZ stimulant dan
retroperistaltik dan pelepasan sitokronik disaluran lambung-usus.
4. Muntah akibat radioterapi dan Pasca-bedah
Muntah post-operetif terjadi untuk sebagian besar tergantung dari
anestetika yang digunakan dan jenis pembedahan. Yang digunakan
terutama adalah zat-zat antagonis DA dan antagonis serotonin.

3
2.2. Agens antimetik
Obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual dan muntah
disebut antimetik. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi
hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua cara : secara
lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke
medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk
menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah.
Antiemetik yang bekerja secara lokal dapat berupa antasid, anestesi lokal
adsorben, obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang
mencegah distensi dan menstimulasi peregangan saluran GI. Agens ini
sering kali digunakan untuk mengatasi mual yang ringan.
Antiemetik yang bekerja secara sentral terbagi atas beberapa
kelompok: fenotiazin,nonfenotiazin, penyekat reseptor serotonin (5-HT3),
antikolinergik/antihistamin, dan kelompok yang bermacam-macam.
Dua jenis fenotiazin yang umum digunakan adalah proklorperazin
(compazine) dan prometazin (Phenergan), keduanya memiliki awitan yang
cepat dan efek merugikan yang terbatas. Obat lain dalam kelompok ini
mencakup klorpromazin (Thorazine), perfenazin (Trilafon), tietilperazin
(Torecan), dan triflupromazin (Vesprin).
Nonfenotiazin yang tersedia adalah metokloporamid (Reglan), yang
bekerja untuk mengurangi responsif sel sraf dalam CTZ terhadap zat kimia
yang bersirkulasi yang menyebabkan muntah.
Antikolinergik/antihistamin termasuk buklizin, siklizin dan meklizin.
Obat-obat ini merupakan antikolinergik yang bekerja sebagai antihistamin
dan menghambat transmisi impuls ke CTZ.
Penyekat reseptor 5-HT3, merupakan penyekat dari reseptor yang
terkait dengan mual dan muntah dalam CTZ dan secara lokal. Penyekat ini
mencakup dolasetron (Anzemet), ganisetron (Kytril), dan ondansetron
(Zonfran). Obat-obatan ini cepat diabsorpsi, dimetabolisme dalam hati, dan
diekskresi melalui urin dan feses. Karena obat ini dapat menembus
plasenta dan masuk ke ASI, obat ini selama kehamilan dan laktasi hanya
digunakan jika manfaatnya pada ibu lebih besar daripada risiko potensial
pada janin atau neonatus.

4
Agens lainnya adalah dronabinol (Marinol), yang mengandung bahan
aktif kanabis: hidroksizin (generik), yang dapat menekan area kortikal pada
SSP; dan trimetobinzamid (Tigan), yang serupa dengan antihistamin tetapi
bukan merupakan antihistamin dan tidak menimbulkan sedasi.
Trimetobenzamid seringkali merupakan obat pilihan dalam kelompok ini
karena tidak dikaitkan dengan sedasi yang berlebihan dan supresi SSP.
Obat ini tersedia dalam bentuk oral, parenteral, dan supositoria. Obat ini
diabsorpsi dengan cepat, dimetabolisme dalam hati, dan diekskresi melalui
urin. Obat inimenembus plasenta dan masuk ke ASI, dan hanya digunakan
jika manfaatnya pada ibu lebih besar daripada risiko potensial pada janin
atau neonatus.
Hidrokzin digunakan untuk mual dan muntah sebelum atau sesudah
pelahiran atau pembedahan obstetrik. Obat ini diabsorpsi dengan cepat,
dimetabolisme dalam hati, dan diekskresi melalui urin. Obat ini tidak
dikaitkan dengan masalah pada janin selama kehamilan dan diperkirakan
tidak masuk ke ASI. Sama halnya dengan semua jenis obat, kewspadaan
perlu digunakan selama kehamilan dan laktasi.
Dronabinol disetujui untuk penatalaksanaan mual dan muntah yang
terkait dengan kemoterapi kanker jika pasien tidak berespons terhadap
pengobatan lain. Mekanisme kerja obat ini masih belum diketahu dengan
tepat. Obat ini merupakan zat yang dikendalikan kategori C-III, dan harus
digunakan dibawah pengawasan ketat karena adanya kemungkinan
perubahan status mental. Obat ini diabsorpsi dengan mudah dan
dimetabolisme dalam hati, dengan ekskresi melalui empedu dan urine.
(Amy M. Karch, 2011)

2.3. Cara kerja obat dan indikasi terapeutik


Antimetik yang bekerja secara lokal digunakan untuk mengatasi mual
ringan. Antiemetik yang bekerja secara sentral mengubah responsif atau
stimulasi CTZ di medula. Fenotiazin dianjurkan untuk mengatasi mual dan
muntah, termasuk mual dan muntah, termasuk mual dan muntah yang
secara spesifik terkait dengan anestesia; muntah hebat; cegukan yang
membandel, yang terjadi pada stimulasi diafragma secara berulang dan
menyebabkan spasme diafragma persisten; dan mual serta muntah.

5
Antikolinergik yang bekerja sebagai antihistamin dianjurkan untuk
mengatasi mual dan muntah akibat motion sickness atau masalah
vestibular (telinga bagian dalam). Beberapa agen ini tersedia bebas
dipasaran dengan dosis yang dikurangi untuk tindakan pencegahan atau
pengobatan mandiri Motion Sickness. Penyekat reseptor 5-HT3 digunakan
khusus untuk pengobatan mual dan muntah akibat kemoterapi emetogenik.
Obat ini merupakan obat yang relative baru, dan obat pilihan bergantung
pada preverensi dan pengalaman pribadi.

2.4. Klasifikasi Antimetik berdasarkan mekanisme kerja (Tan Hoan Tjay,


2015)
Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibedakan dalam 4 kelompok
besar dan beberapa obat tambahan, sebagai berikut :
1. Antikolinergika: skopolamin, dan antihistaminika tertentu (siklizin,
meklizin, sinarizin, prometazin dan dimenhidrinat). Obat-obat ini ampuh
pada mabuk darat, penyakit meniere dan mual kehamilan
(antihistaminika). Efeknya berdasarkan sifat antikolinergis dan mungkin
juga karena blokade reseptor-HI di CTZ. Semua obat golongan ini
memberikan efek samping sedasi.
2. Antagonis reseptor Dopamin. Terdapat sejumlah obat yang
menyebabkan mual dan muntah sebagai efek samping akibat
rangsangan langsung CTZ atau rangsangan mukosa lambung. Zat-zat
ini berkhasiat menentang perasaan mual berdasarkan blokade
neurotransmisi dari CTZ ke pusat muntah dengan jalan merintangi
reseptor dopamin. Yang terpenting adalah:
a. Propulsiva (prokinetika): metoklopramida dan domperidon.
Karena DA juga bersifat mengurangi motilitas lambung usus,
maka zat-zat antagonis ini juga bekerja menstimulasi motilitas
dan dengan demikian memperkuat efek antiemetiknya. Obat ini
banyak digunakan pada segala jenis muntah.
b. Derivat butirofenon: haloperidol dan droperidol terutama
digunakan pada muntah-muntah sebagai efek samping zat-zat
opioid atau setelah pembedahan.

6
c. Derivat fenotiazin: proklorperazin dan Torecan. Efek sampingnya
(sedasi, efek ekstrapiramidal) membatasi penggunaanya.
3. Antagonis serotonin (5-HT3): granisetron, ondansetron dan tropisetron.
Mekanisme kerja kelompok zat ini belum begitu jelas, tetapi mungkin
karena blokade serotonin yang memicu refleks muntah dari usus halus
dan rangsangan terhadap CTZ. Terutama efektif pada hari-hari pertama
terapi dengan sitostatika yang bersifat emetogen kuat, juga pada
radioterapi.
4. Antagonis NKI (neurokinin) : Obat ini bekerja dengan menghambat
substansi P, yang diperkirakan merupakan jalur khusus di otak yang
menyebabkan mual dan muntah dan efektif untuk pencegahan mual dan
muntah akibat kemoterapi. Aprepitan merupakan obat yang digunakan
untuk pencegahan mual muntah akut maupun tertunda akibat
kemoterapi sitoksik yang mengandung sisplatin: obat ini diberikan
bersama dengan deksametason dan antagonis dan antagonis 5HT3
5. Lainnya :
Kortikosteroida. a.l.deksametason, metilprednisolon ternyata
efektif terhadap muntah-muntah yang diakibatkan oleh sitostatika
dan radioterapi. Maka sering kali digunakan sebagai obat
tambahan pada antiemetika. Mekanisme kerjanya tidak
diketahui. Penggunaannya seringkali bersamaan dengan suatu
antagonis serotonin.
Dronabinol (marihuana, THC= Tetrahidrocanabinol). Efektif
dalam dosis tinggipada muntah akibat sitostatika (MTX),
kombinasi siklofosfamida, adriamisin dan fluorurasi). Juga
digunakan untuk menstimulasi nafsu makan pada pasien AIDS.
Di banyak negara zat ini termasuk di dalam daftar narkotika.
Dosis tinggi menimbulkan a.l halusinasi dan gejala paranoida.
Alizaprida (Litican) digunakan setelah pembedahan, radioterapi
dan kemoterapi. Khasiatnya berdasarkan penghambatan refleks
muntah secara sentral. Juga bersifat anksiolitis.
Benzodiazepine memengaruhi system kortikal/limbis dari otak
dan tidak mengurangi frekuensi dan hebatnya emesis, tetapi

7
memperbaiki sikap pasien terhadap peristiwa muntah. Terutama
lorazepam ternyata efektif sebagai pencegah muntah.

MONOGRAFI

1. Skopolamin : hyoscine, Scopoderm TTS ( transdermal)


Alkaloid Belladona ini digunakan sebagai spasmolitikum pada kejang-
kejang-kejang saluran cerna dan urogenital, juga untuk premedikasi
pada narkosa. Zat ini dianggap sebagai obat yang paling efektif untuk
profilaksis dan penanganan mabuk darat. Efek samping tersering
adalah gejala antikolinergik umum: mulut kering, lebih jarang rasa
kantuk, gangguan penglihatan, obstipasi dan iritasi kulit. Sampai 3
hari setelah penggunaan juga timbul mual muntah, nyeri kepala dan
gangguan keseimbangan. Dosis: 6-15 jam sebelum berangkat plester
dilekatkan di belakang telinga (pada kulit tanpa rambut).
2. Antihistaminika
Obat ini terutama digunakan untuk mencegah dan mengobati mual
dan muntah akibat mabuk darat, vertigo, dan pada kehamilan. Untuk
jenis-jenis lain kurang efektif. Pengunaan kombinasi dari beberapa
antihistaminika tidak diperlukan karena tidak memberikan nilai
tambah. Siklizin dan Dimenhidrinat diresorbsi baik, kerjanya cepat dan
dapat bertahan 4-5 jam. Meklizin baru mulai bekerja setelah 1-2 jam,
tetapi efeknya lebih lama, antara 12 dan 24 jam. Efek sampingnya
berupa perasaan mengantu dan antikolinergik yang agak sering
dilaporkan pada dimenhidrinat. Dosis masing-masing obat adalah
sebagai berikut:
a. Siklizin (marezine) : profilaksis 1-2 jam sebelum berangkat 50
mg, bila perlu diulang 5 jam kemudian. Pediatrik (6-12 thn) : 25
mg PO sampai 3 kali per hari
b. Meklizin (Suprimal) : profilaksis 1-2 jam sebelum berangkat
25-50 mg, bila perlu diulang setelah 12 jam
c. Dimenhidrinat (difenhidramin, Dramamine, Antimo): profilaksis
1 jam sebelum berangkat 50-100 mg, bila perlu diulang 8 jam
kemudian.

8
d. Prometazin (Phenergan): dewasa dan anak-anak > 8 thn: 25
mg 0,5-1 jam sebelum perjalanan, bila perlu diulang setelah 6-
8 jam. Anak-anak 1-3 tahun 2,5 mg dan anak-anak 3-5 tahun
15 mg. Harus waspada terhadap prometazin yang bersifat
sedasi kuat.
e. Mediamer-B6: pirathiazin theoklat + vit.B6
3. Antipsikotika (Antagonis Reseptor Dopamin)
Di samping kerja antipsikotiknya, sejumlah neuroleptika juga berdaya
anti-emetika, khususnya derivate fenotiazin, seperti perfenazin,
proklorperazin dan tietilperazin, begitu puls derivate butirofenon
(haloperidol). Pada proklorperazin dan terlebih pada tietilperazin, efek
anti-emetisnya yang menonjol, sehingga digunakan khusus sebagai
antiemetika pada kemo dan radio terapi. Pada mabuk darat tidak
efektif. Efek samping yang terpenting adalah gejala ekstrapiramidal,
efek antikolinergik dan sedasi, paling ringan pada tietilperazin. Dosis
masing-masing adalah sebagai berikut:
Haloperidol (Haldol): 2-3 xsehari 0,5-1 mg
Perfenazin (Trilafon): 3x sehari 4-8 mg i.m. 5 mg
Proklorperazin (Stemetil): 2-4x sehari 5-10 mg, rectal 1-2x
sehari 25 mg. Pediatrik : 9,1-13,3 kg- 2,5 mg PO/PR, jangan
melebihi 7,5 mg/hari. 13,6-17,7 kg-2,5 mg PO/PR, jangan
melebihi 10 mg/hari. 18,2-38,6 k-2,5 mg PO/PR, jangan
melebihi 15 mg/hari
Tietilperazin (Torecan): oral dan rectal 2-4xsehari 6,5 mg,
s.c.i/m.satu kali 6,5 mg.
4. Metoklopramida : Primperan, Opram, Vomitrol
Derivataminoklorbenzamida ini (1964) berkhasiat anti-emetik kuat
berdasarkan blockade reseptor dopamine di CTZ. Disamping itu, zat
ini juga memperkuat gerakan dan pengosongan lambung
(propulsivum). Efektif pada semua jenis muntah, termasuk akibat
tadio kemoterapi dan migraine; pada mabuk darat obat ini tidak
ampuh. Resorpsi dari usus cepat, mulai bekerja dalam 20 menit, PP
20%, dan plasma t1/24 jam. Ekskresi berlangsung 80% dalam
keadaan utuh melalui urin. Efek samping yang terpenting adalah

9
sedasi dan gelisah karena metoklopramida dapat melintasi barrier
darah-otak. Efek samping lainnya berupa gangguan lambung usus
serta gangguan ekstrapiramidal, terutama pada anak-anak kecil.
Interaksi, obat-obat seperti digoksin, yang terutama diserap lambung,
dikurangi reabsorpsinya bila diberikan bersamaan dengan
metoklorpramida. Resorpsi dari obat yang diserap usus halus justru
daoat dipercepat, a.l alcohol,asetosal, diazepam dan levodopa. Dosis:
3-4x sehari. Rectal 2-3x sehari 20 mg.
5. Domperidon: Motilium
Senyawa benzimidazolinon ini (1979) adalah propulsivum yang
berkhasiat menstimulasi peristaltic dan pengosongan lambung.
Disamping itu juga berdaya antimetik. Digunakan pada refluks
esofagitis dan mual muntah akibat kemoterapi dan pada migraine.
Dosis: 3-4xsehari 10-20 mg a.c.; anak-anak sampai 2 tahun 2-
4xsehari 10 mg; i.m./i.v. 1 mg/kg berat badan sehari.
6. Ondansentron
Senyawa carbazol ini (1990) adalah antagonis reseptor serotonin-3
selektif (dari reseptor 5-HT3). bekerja anti-emetik kuat dengan
menentang reflex muntah dari usus halus dan stimulasi CTZ, yang
keduanya diakibatkan oleh serotonin. Efeknya dapat diperkuat
dengan pemberian dosis tunggal deksametason( 20 mg per infuse)
sebelum kemoterapi dimulai. Selain pada kemoterapi juga sering
diberikan untuk profilaksis setelah pembedahan ginekologi. Resorpsi
dari usus agak baik dengan BA rata-rata 75%, PP 73% dan plasma-
t1/2 3-5 jam. Sebagian besar zat ini dimetabolisasi di dalam hati dan
metabolitnya diekskresi lewat feses dan urin. Efek samping berupa
nyeri kepala , obstipasi, rasa panas di muka (flushes) dan perut
bagian atas, jarang sekali gangguan ekstrapiramidal dan reaksi
hipersensitivitas. Kehamilan dan laktasi, menurut laporan terakhir
ondansetron tidak berisiko terhadap abortus, kelainan congenital,
kelahiran premature atau penyimpangan pertumbuhan anak. Selama
menyusui tidak dianjurkan karena zat ini masuk ke dalam air susu ibu.
Dosis : 1-2 jam sebelum menjalani kemoterapi 8 mg (garam
HCL.2.aq), lalu tiap 12 jam 8 mg selama 5 hari. I.v.4-8 mg (perlahan).

10
7. Granisetron (Kytril) adalah derivate indazol (1991) dan juga antagonis
reseptor 5-HT3 dengan khasiat anti-emetik kuat long-acting.
Efektivitas, penggunaan dan efek samping sama dengan
ondansetron. Antara kadar darah dan efek antiemetic tidak ada
korelasi jelas. Dosis: profilaksis 1 mg (garam HCL) dalam 1 jam
sebelum kemoterapi dimulai, 12 jam kemudian 1 mg lagi.
8. Tropisetron (Navoban) adalah juga derivate (1992) long-acting (t1/2 8-
45 jam) dengan khasiat dan penggunaan sama. Obat ini ternyata
lebih efektif daripada kombinasi metoklorpramida dengan
deksametason. Dosis: i.v 5 mg (garam HCL) sebelum kemoterapi,
disusul dengan oral 5 mg 1 jam sebelum makan pagi selama 5 hari.
9. Dronabinol, untuk penatalaksanaan mual dan muntah akibat
2
kemoterapi kanker pada orang dewasa. Dosis : 5 mg/m PO 1-3 jam
sebelum kemoterapi, diulang setiap 2-4 jam sesuai kebutuhan untuk
dosis total 4-6 per hari.

2.5. Antiemetik Untuk Bayi Dan Anak-Anak

Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai


berikut :

a. Antagonis dopamine
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi
gastrointestinal karena biasanya merupakan self limited. Obat-
obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca
operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-
obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal.
Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1
mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB
per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi
0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang
digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi
distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik. Domperidon
adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karena
dapat dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate

11
benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis
dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus
berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian
bawah.
b. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk
dalam golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek
antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua
obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion
sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-
1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5
mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
c. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau
mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ.
Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk
mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan
gastroenteritis.Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun
dengan dosis0.40.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis,
dosis maksimal berat badan <20>
d. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah
karena faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik.
Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi
dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
e. 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme
kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi
reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak
dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.
Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness.
Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 418 tahun: 0.15
mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4
dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan kemudian setiap 8jam

12
untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 212 yr <40>40
kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa 8 mg PO/kali.
2.6. Antiemetic Untuk Kehamilan
Antiemetic selama kehamilan, Pada kasus ringan sebaiknya
dihindari agar tidak berakibat buruk pada janin, sedangkan pada
kasus berat dapat dipakai golongan antihistamin atau fenotiazin
(prometazin) yang kadang dikombinasikan dengan vitamin B6,
penggunaannya sebaiknya dibawah pengawasan dokter. Obat yang
umum digunakan adalah fenotiazin (prokloperazin 2x sehari 25 mg
rektal, prometazin, siklizin 3x sehari 50 mg), antihistamin-
antikolinergik (dimenhidrinat, dipenhidramin, meklizin 1x sehari 12,5-
25 mg, skopolamin), metoklopramid dan piridoksin 3x sehari 25 mg.
Penggunaan harus disesuaikan dengan situasi di mana bermanfaat
bagi ibu yang melebihi potensi risiko pada janin. Obat-obatan dapat
masuk ASI dan juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan
yang bisa mengganggu produksi ASI. Disarankan berhati-hati ketika
digunakan, jika salah satu dari obat ini diresepkan selama menyusui.
Kategori obat-obatan menurut U.S. Food and Drug Administration
(FDA-USA) maupun Australia Drug Evaluation Commitee:

a. Kategori A:
Yang termasuk dalam kategori ini adalah obat-obat yang telah
banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan
frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya. Obat-obat
antimetik yang termasuk dalam kategori A antara lain Vitamin B6
(kategori FDA : A) Vitamin B6 tunggal atau dikombinasi dengan
antihistamin merupakan terapi lini pertama mual dan muntah pada
kehamilan. Doksilamin (kategori FDA : A).
b. Kategori B:
Obat kategori B meliputi obat-obat yang pengalaman pemakainya
pada wanita hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti
meningkatkan frekuensi malformasi atau pengaruh buruk lainnya
pada janin. Mengingat terbatasnya pengalaman pemakaian pada

13
wanita hamil, maka obat-obat kategori B dibagi lagi berdasarkan
temuan-temuan pada studi toksikologi pada hewan, yaitu:
B1: Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya
kejadian kerusakan janin (fetal damage). Contohnya simetidin,
dipiridamol, dan spektinomisin.
B2: Data dari penilitian pada hewan belum memadai, tetapi ada
petunjuk tidak meningkatnya kejadian kerusakan janin,contohnya
tikarsilin, amfoterisin, dopamin, asetilkistein, dan alkaloid
belladona.
B3: Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan kejadian
kerusakan janin, tetapi belum tentu bermakna pada manusia.
Sebagai contoh adalah karbamazepin, pirimetamin, griseofulvin,
trimetoprim, dan mebendazol.
Obat-obat antimetik yang masuk dalam kategori B adalah
Difenhidramin (kategori FDA : B), Meklizin (kategori FDA : B),
Dimenhidrinat (kategori FDA : B), Metoklopramid (kategori FDA :
B), Ondansetron (kategori FDA : B)
c. Kategori C:
Merupakan obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada
janin tanpa disertai malformasi anatomik semata-mata karena efek
farmakologiknya. Umumnya bersifat reversibel (membaik kembali).
Sebagai contoh adalah analgetika-narkotik, fenotiazin, rifampisin,
aspirin, antiinflamasi non-steroid dan diuretika.Obat-obat antimetik
yang masuk dalam kategori adalah Hidroksizin (kategori FDA : C),
Prometazin (kategori FDA : C), Proklorperazin (kategori FDA : C),
Trimetobenzamid (kategori FDA : C), Droperidol (Kategori FDA :
C)
2.7. Kontra Indikasi dan Peringatan
Pada umumnya, antiemetic tidak boleh digunakan pada pasien koma
atau yang mengalami depresi SSP lebih lanjut. Kontra indikasi lain adalah
hipotensi atau hipertensi berat dan disfungsi hati yang berat, yang dapat
mengganggu metabolisme obat. Tindakan kewaspadaan harus digunakan
pada pasien yang mengalami disfungsi ginja, ulkus peptikum aktif, atau
kehamilan serta laktasi.

14
2.8. Efek Merugikan
Efek merugikan dari penggunaan antimetik berhubungan dengan
gangguan yang ditimbulkan pada stimulasi atau respon SSP normal. Rasa
mengantuk, pusing, kelemahan, tremor, dan sakit kepala merupakan efek
merugikan yang umum terjadi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
beberapa antiemetic diperkirakan memiliki efek merugikan yang lebih
sedikit pada SSP. Efek merugikan lainnya yang jarang terjadi adalah
hipotensi, hipertensi, dan aritmia jantung. Ketika fenotiazin dan antihistamin
digunakan sebagai obat anti emetic, efek autonom seperti mulut kering,
kongesti hidung, anoreksia, pucat, berkeringat, dan retensi urin sering
terjadi. Fotosensitivitas (meningkatnya sensitivitas terhadap matahari atau
sinar ultraviolet) merupakan reaksi merugikan yang biasa terjadi pada
penggunaan banyak antimetik. Pasien harus disarankan untuk
menggunakan tabir surya dan pakaian pelindung apabila tidak dapat
menghindari pajanan matahari.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Antiemetik adalah Obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan
mual dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi
hiperaktivitas dari reflex muntah, menggunakan salah satu dari dua cara,
yaitu: secara lokal, atau melalui perubahan tindakan SSP. Pilihan antiemetic
tergantung pada penyebab mual dan muntah serta tindakan yang diharapkan
dari obat.
Antiemetik yang bekerja secara sentral/pusat dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kelompok, yaitu: fenotiazin, nonfenotiazin,
antikolinergik/antihistamin, serotonin (5-HT3) receptor blockers, substansi
P/neurokinin1 antagonis reseptor, dan kelompok lain-lain. Obat lain yang
digunakan sebagai antiemetic termasuk cannabinoids, hydroxyzine, dan
trimethobenzamide.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharap pembaca dapat memahami
penjelasan di dalamnya sehingga dapat diterapkan guna
pemaksimalan pemahaman mengenai Konsep Antiemetik.
Penulis juga menyadari banyak terdapat kekeliruan dalam penulisan
makalah ini, maka penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang
membangun, dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Atas
masukan kritikan dan sarannya, penulis ucapkan terimakasih.

16
17

Anda mungkin juga menyukai