Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan merupakan Wajib Pajak Badan (selanjutnya

disebut dengan WP Badan) yang memiliki kewajiban setiap tahun untuk

membayar Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut dengan PPh) kepada

Pemerintah (pihak fiskus) atas Penghasilan Kena Pajak (selanjutnya

disebut dengan PKP). Antara WP dan Pemerintah mempunyai perbedaan

kepentingan dalam hal pembayaran pajak. Bagi WP Badan, membayar pajak

berarti akan mengurangi kemampuan ekonomis WP, oleh karena itu WP

Badan akan berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin, sedangkan

Pemerintah memerlukan dana dari penerimaan pajak untuk

menyelenggarakan pemerintahan.

Bagi suatu perusahaan, pajak yang ditanggung merupakan suatu

elemen biaya yang mengurangi laba perusahaan, karena semakin tinggi pajak

yang ditanggung oleh suatu perusahaan berarti semakin kecil pula laba yang

akan didapatkan perusahaan tersebut, sehingga timbul suatu kecenderungan

untuk meminimalkan pembayaran pajak. Upaya meminimalkan pajak sering

disebut dengan perencanaan pajak (tax planning), (Suandy, 2008).

Banyak manajer yang memanfaatkan peluang untuk merekayasa angka laba

(earnings management). Manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tidak

hanya dengan cara menaikkan angka laba tetapi juga dengan menurunkan angka

1
laba pada perusahaanya dengan rekayasa akrual untuk mempengaruhi hasil akhir

dari berbagai keputusan antara lain adanya motivasi bonus, dianggap kinerjanya

lebih baik atau meminimalkan beban pajak penghasilan yang harus di bayar oleh

perusahaan (Suranggane,2007:526). Perusahaan di Indonesia dalam menyusun

laporan keuangan berpedoman pada PSAK dan peraturan perpajakan. Dalam

menyiapkan laporan keuangan manajemen membutuhkan penilaian dan perkiraan.

Hal ini memberikan manajemen fleksibilitas dalam menyusun laporan

keuangannya. Fleksibilitas penyusunan laporan keuangan diatur dalam pedoman

standar Akuntansi keuangan (PSAK) no.1 tentang penyajian laporan keuangan

dengan pendekatan akrual (accrual basic). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada

tahun 1997 menerbitkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) NO.46

yang mengatur tentang akuntansi pajak penghasilan (PPh) yang mulai diterapkan

pada tahun 2001.Sebelumnya diberlakukannya PSAK NO.46 tersebut, perusahaan

hanya menghitung dan mengakui besarnya beban pajak penghasilan untuk tahun

berjalan saja tanpa menghitung dan mengakui pajak tangguhan.

Pajak tangguhan (deferred tax) adalah efek pajak yang diakui pada saat

diadakan penyesuaian dengan beban pajak penghasilan periode yang akan datang

(Murhaban, 2003:66). Pengakuan pajak tangguhan ( deferred tax) dalam laporan

keuangan perusahaan adalah suatu hal yang relatif baru dalam dunia akuntansi

indonesia. Walaupun opsi penerapaan pajak tangguhan dalam akuntansi pajak

penghasilan telah diperkenankan, akan tetapi masiih banyak yang kurang

memahami tentang pajak tangguhan tersebut baik dari segi pengertian atau

pemahaman konseptual maupun aplikasinya kedalam laporan keuangan

2
perusahaan indonesia. Pemahaman masyarakat mengenai pajak tangguhan

(defereed tax) secara umum terkesan menimbulkan keraguan, masyaratkat

mengartikan bahwa telah terdapat pajak yang di tangguhkan untuk dibayarkan

kembali. Pemahaman masyarakat tersebut bertolak belakang dengan konsep pajak

tangguhan (defereed tax) setelah di aplikasikan yaitu pada waktu dikenakan pajak

tangguhan ternyata sama sekali tidak berkaitan dengan pembayaran pajak.

Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) adalah jumlah pajak

penghasilan yang terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya

perbedaan temporer kena pajak ( Purba, 2009:35), sedangkan aktiva pajak

tangguhan adalah aktiva yang terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan

koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial lebih

kecil dibanding beban pajak menurut undang-undang pajak (Waluyo, 2008:217).

Beban pajak tangguhan dan aktiva pajak tangguhan memungkinkan perusahaan

untuk memanfaatkan celah dalam merekayasa laporan keuangan.

Laporan keuangan merupakan media komunikatif yang digunakan untuk

menghubungkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan sehingga

seharusnya informasi yang terdapat dalam laporan keuangan dapat memberikan

gambaran kinerja ekonomi dan keuangan perusahaan yang sebenarnya Sofia

(2008:2)

Penyusunan laporan keuangan oleh manajemen bertujuan untuk

menyampaikan informasi mengenai kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan

pada periode tertentu. Informasi tentang laba (earning) mempunyai peran sangat

3
penting bagi pihak yang berkepentingan terhadap suatu perusahaan Taufik

(2009):1).

Terdapat dua versi laporan keuangan yang dihitung oleh perusahaan

setiap tahunnya, yaitu laporan keuangan berdasarkanprinsip akuntansi berterima

umum dan laporan keuangan yang dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan

yang berlaku. Mills (dalam Ettredge et al., 2008) menyatakan bahwa beda antara

laba menurut akuntansi (book income) dan laba atau penghasilan menurut

pajak (taxable income) dapat menunjukkan beda yang besar. Hal ini dikarenakan

prinsip akuntansi yang berterima umum menyediakan manajer keleluasaan dalam

pemilihan estimasi dan metode akuntansi dibandingkan dengan ketentuan

perpajakan yang hanya memberikan lebih sedikit keleluasaan.

Laporan keuangan merupakan suatu bentuk pertanggung jawaban mana

jemen untuk memenuhi kepentingan investor, kerdittor dan pemerintah (Fitriyani,

2015:2). Pada sisi lain, tingkat hutang jika ditinjau dari sisi perpajakan juga dapat

menjadi indikasi terjadinya manajemen laba. Sofia (2008:3) menyebutkan bahwa

tingkat hutang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

Halim, dkk (2005:3), Tarjo (2008:3) dalam Sofia (2008:3) menyebutkan bahwa

bahwa tingkat hutang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen

laba.

Hutang yang dipergunakan secara efektif dan efisien akan meningkatkan

nilai perusahaan tetapi hutang juga dapat dijadikan alasan untuk memicu

manajemen melakukan laba Sofia (2008 :8). Kebijakan hutang merupakan salah

satu alternative pendanaan perusahaan selain menjual saham di pasar modal,

4
akan tetapi keberaaanj hutang justru bias menjadi cerminan bahwa kinerja

perusahaan kurang bagus. Banyak para ahli berpendapat apabila kinerja

perusahaan baik, maka saham perusahaan akan dinikmati oleh investor di pasar

saham yang ditunjukkan oleh peningkatan yang signifikan volume perdagangan

dan harga saham. Keadaaan seperti ini seharusnya membuat perusahaan tidak

perlu lagi mencari pendanaan melalui hutang Tarjo (2008) dalam Sofia (2008:8).

Pada umumnya perusahaan selalu berusaha untuk melakukan sebuah

rekayasa untuk meminimalkan beban pajak dalam rangka meningkatkan nilai

laba. Akibat adanya upaya untuk meminumalkan beban 2 pajak mendorong

meningkatnya beban pajak tangguhan Menurut Mowen dan Minor (2008)

mengungkapkan rekayasa pajak dapat dilaksanakan dengan cara membuat cabang

perusahaan pada wilayah dengan nilai pajak yang rendah, cabang utama yang

berdiri pada daerah dengan nilai pajak yang tinggi, akan dijadikan sebagai tempat

berproduksi, sedangkan tempat yang rendah nilai pajaknya dijadikan sebagai

daerah pemasaran untuk mendapatkan nilai keuntungan yang sebesar besarnya.

Tingginya rersiko perusahaan yang diukur dengan rasio hutang yang

tinggi, dapat membuat manajemen bermain dengan nilai rasio tersebut untuk

melakukan manajemen laba. Menurut Widyaningdyah (2001) perusahaan yang

mempunyai rasioa leverage tinggi akibat besarnya jumlah hutang disbanding

asset yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba karena

perusahaan terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran

hutang pada waktunya.

5
Scott (1997) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut Given that

managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is

natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility

and/or the market value of the firm. Dari definisi tersebut manajemen laba

merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi

yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau

nilai pasar perusahaan. Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen

laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer

untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi,

kontak utang, dan political costs (Opportunistic Earnings Management). Kedua,

dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting

(Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer

suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam

mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak

yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi

nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan

membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang

waktu.

Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses

pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

sendiri. Menurut Sugiri (1998) dalam Sofia (2008:5) definisi manajemen laba

dibagi menjadi dua yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti

sempit, manajemen laba hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi.

6
Dalam hal ini manajemen laba didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk

bermain dengan komponen discreational accrual dalam menentukan besarnya

earnings. Dalam arti luas, manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk

meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit

dimana manajer bertanggung jawab tanpamengakibatkan peningkatan atau

penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.

Menurut Sofia (2008:5) tindakan manajemen laba tidak terlepas dari

konsep teori agensi (agency theory). Teori agensi mengatakan bahwa manajemen

laba disebabkan adanya konflik kepentingan antara pemegang saham (principal)

dengan pihak manajemen (agent).

Dalam teori keagenan menjelaskan tentang dua pelaku ekonomi yang

saling bertentangan yaitu prinsipal dan agen. Hubungan keagenan merupakan

suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain

(agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang

kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal (Ichsan, 2013). Jika

prinsipal dan agen memiliki tujuan yang sama maka agen akan mendukung dan

melaksanakan semua yang diperintahkan oleh prinsipal. Pertentangan terjadi

apabila agen tidak menjalankan perintah prinsipal untuk kepentingannya sendiri.

Dalam penelitian ini, pemerintah adalah prinsipal sedangkan perusahaan adalah

agen. Pemerintah yang bertindak sebagai prinsipal memerintahkan kepada

perusahaan untuk membayar pajak sesuai dengan perundang-undangan pajak.

Hal yang terjadi adalah perusahaan sebagai agen lebih mengutamakan

kepentingannya dalam mengoptimalkan laba perusahaan sehingga meminimalisir


7
beban, termasuk beban pajak dengan melakukan penghindaran pajak. Manajer

perusahaan yang berkuasa dalam perusahaan untuk pengambilan keputusan

sebagai agen memiliki kepentingan untuk memaksimalkan labanya dengan

kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Karakter manajer perusahaan tentunya

mempengaruhi keputusan manajer untuk memutuskan kebijakannya untuk

meminimalkan beban termasuk beban pajak dengan mempertimbangkan berbagai

macam hal seperti sales growth atau leverage. Sales growth yang semakin

meningkat tentunya menggambarkan laba yang semakin meningkat pula sehingga

manajer akan berfikir untuk memaksimalkan labanya dengan cara apapun. Begitu

juga dengan leverage, kebijakan leverage yang digunakan oleh para manajer

untuk memperoleh pendanaan dari eksternal demi kelangsungan operasional akan

meningkatkan bunga namun memperkecil beban pajak karena semakin besar

perlindungan pajak. Kedua hal tersebut menjadi pertimbangan manajer dalam

memutuskan kebijakan untuk memaksimalkan labanya. Hal inilah yang

menjadikan adanya konflik keagenan. Konflik keagenan yang terjadi antara agen

dan prinsipal dapat diminimalkan dengan berbagai macam cara, salah satunya

dengan pengungkapan corporate governance (Evianisa, 2014).

Penelitian sebelumnya banyak yang mendeteksi manajemen laba dengan

menggunakan berbagai ukuran akrual sebagai proksi untuk diskresi manajemen.

Guay et.al (1996) menunjukkan bahwa akrual diturunkan dari lima

model alternatif mencerminkan impresisi yang baik. Secara khusus hanya

model Jones (1991) dan modified Jones (Dechow et.al, 1995) yang

memberikan akrual tidak normal yang berbeda secara signifikan dari

8
pemisahan dari total akrual ke dalam komponen akrual normal dan akrual tidak

normal, dan selanjutnya memiliki karakteristik yang konsisten dengan akrual

yang mencerminkan oportunistik manajerial. Bernard dan Skinner (1996)

berargumen bahwa akrual tidak normalyang diestimasi dengan model Jones

mencerminkan kesalahan pengukuran padabagian kesalahan sistematis dari

akrual normal sebagai akrual tidak normal(Phillips et al., 2002).

Penelitian Phillips et.al (2003) menemukan bahwa beban pajak tangguhan

dapat digunakan untuk memprediksi paraktek manajemen laba oleh manajemen

dengan dua tujuan yaitu untuk menghindari penurunan laba dan menghindari

kerugian.

Penelitian mengenai beban pajak tangguhan di Indonesia dilakukan oleh

beberapa peneliti antara lain penelitian yang dilakukan oleh Subagyo, Oktavia,

Mariana (2011) menunjukkan beban pajak tangguhan tahun 2007 berpengaruh

negatif terhadap manajemen laba, discretionary accrual pada tahun 2008

berpengaruh posisitf dan signifikan terhadap manajemen laba, beban pajak

tangguhan dan discretionary accrual pada tahun 2009 tidak berpengaruh signifikan

terhadap manajemen laba.

Yulianti (2004) yang menunjukkan bahwa akrual dan beban pajak

tangguhan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan

terhadapprobabilitas perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari

kerugian.

9
Penelitian yang dilakukan oleh Ulfa (2013) menunjukkan bahwa beban

pajak tanggungan berpengaruh positif terhadap manajemen laba, perencanaan

pajak berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

Penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2013) menunjukkan bahwa

beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap adanya indikasi praktik

manejemen laba, akrual berpengaruh terhadap adanya indikasi praktik

manajemen laba. Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas maka penulis

tertarik untuk meneliti kembali dan mengambil judul penelitian tentang

Pengaruh Beban Pajak Tangguhan dan Tingkat Hutang Terhadap

Manajemen Laba ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia ).

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan kepada latar belakang masalah peneliti mengajukan beberapa

permasalahan yang akan dibahas didalam model penelitian saat ini yaitu :
1. Apakah beban pajak tangguhan berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba?
2. Apakah tingkat hutang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba?

1.3 Tujuan penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, secara umum tujuan dilaksanakannya

penelitian ini adalah membuktikan secara empiris :

1.3.1 Untuk menguji dan menganalisis pengaruh beban pajak tangguhan

terhadap manajemen laba


1.3.2 Untuk menguji dan menganalisis pengaruh tingkat hutang terhadap

manajemen laba
1.4 Manfaat Penelitian

10
Pemecahan masalah dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis

Menjadi masukan bagi penulis untuk mengembangkan pengetahuan

dalam bidang yang diteliti, dan mengkombinasi pengembangan yang

selama ini telah diperoleh dalam perkuliahan.

b. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa

umumnya sebagai tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam

penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama yaitu pengaruh beban

pajak tangguhan dan tingkat hutang terhadap manajemen laba pada

perusahaan manufaktur di BEI.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Perusahaan

Bagi perusahaan penelitian diharapkan dapat memberi petunjuk bagi

perusahan untuk dapat memiliki pendanaan yang baik dan

mempertimbangkan keuntungan dalam hal perpajakan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia. Peneliti mengambil judul

Pengaruh Beban Pajak Tangguhan dan Tingkat Hutang Terhadap Manajemen

11
Laba. Pada penelitian ini terdapat dua variabel independen yaitu Beban Pajak

Tangguhan dan Tingkat Hutang dan variabel dependen yaitu Manajemen Laba.

Adapun pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan SPSS.

Metode penelitian ini menggunakan metode analisis data kuantitatif. Sifat data

yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah dengan

dokumentasi, studi pustaka.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan

gambaran mengenai isi skripsi secara singkat, sehingga pembaca lebih mudah

memahaminya. Penulis membuat outline dan sistematika penulisan dengan

membagi dalam lima bab dan setiap bab terbagi atas sub bab, ada pun susunanya

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan di uraikan tentang latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori baik yang

berasal dari buku, jurnal maupun literatur lainnya serta konsep

secara tertulis yang berkaitan dengan permasalahan yang

dikemukakan dalam penelitian, penelitian terdahulu, kerangka

berfikir dan hipotesis.

12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan menjelaskan tentang bagaimana metode-

metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yang

meliputi : jenis penelitian, model penelitian, populasi dan sampel,

model pengumpulan, metode analisis dan operasional variabel.

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas inti sari skripsi ini yaitu mengenai

penelitian tentang gambaran umum perusahaan, deskripsi hasil-

hasil penelitian dan pembahasan penelitian.

BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir ini akan disajikan penarikan kesimpulan yang

didasarkan dari pembahasan dan uraian pada bab-bab sebelumnya,

kemudian diberikan saransaran dari hasil penelitian yang telah di

lakukan.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Pengertian Bank Syariah

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Veithzal

Rivai, dkk (2013:1)

Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai lembaga perantara

keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan

dana (surplus spending unit) dengan mereka yang membutuhkan dana (deficit

spending unit), serta fungsi untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral.

Kegiatan tersebut dilakukan atas dasar falsafah kepercayaan. Taswan (2012:32)

Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai

perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana

untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Zainuddin

Ali (2010:32)

Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun

1992 tentang perbankan disebutkan bahwa bank Islam adalah bank umum yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam

menjalankan kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran,

10
14
sedangkan pengertian bank konvensional adalah bank yang dalam aktivitasnya,

baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan

dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase

tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Persentase tertentu ini biasanya

ditetapkan pertahun.

Di Indonesia ada dua jenis bank yang ditinjau dari segi imbalan atau jasa

atas penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman bank. Perbedaan Bank

Konvensional dan Bank Syariah sebagai berikut : Veithzal Rival, dkk (2011:32)

Tabel 2.1
Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Parameter Bank Konvensional Bank Syariah

Landasan hukum UU Perbankan UU Perbankan dan


Landasan Syariah

Return Bunga, komisi / fee Bagi hasil, margin


pendapatan sewa,
komisi / fee
Hubungan dengan Debitur-kreditur Kemitraan, investor-
nasabah investor, investor-
pengusaha
Fungsi dan kegiatan Intermediasi, jasa Intermediasi, manager
Bank Keuangan investasi, investor, sosial,
jasa keuangan
Prinsip dasar operasi Tidak anti riba dan anti Anti riba dan anti
Maysir Maysir
Prioritas pelayanan Bebas nilai (prinsip Tidak bebas nilai (prinsip
materialis), uang sebagaisyariah), uang sebagai alat
komoditi, bunga tukar bukan komoditi,
bagi hasil, jual beli, sewa

Orientasi Kepentingan pribadi Kepentingan public

Bentuk usaha Keuntungan Tujuan sosial-ekonomi


islam, keuntungan

15
Evaluasi nasabah Bank komersial Bank komersial, bank
pembangunan, bank
universal atau multi-
purpose
Hubungan nasabah Kepastian Lebih hati-hati karena
pengembalian pokok danpartsipasi dalam resiko
bunga
Sumber likuiditas Terbatas debitur-kreditur Erat sebagai mitra usaha
jangka pendek
Pinjaman yang Pasar Uang, Bank Terbatas
diberikan Sentral
Prinsip usaha Komersial dan non Komersial dan non
komersial, berorientasikomersial, berorientasi
pada laba pada nirlaba
Pengelolaan dana Aktiva ke Pasiva Pasiva ke Aktiva

Lembaga PenyelesaiPengadilan, Arbitrase Pengadilan, Badan


Sengketa Arbitrase Syariah
Nasional
Resiko Investasi Resiko bank tidak terkaitDihadapi bersama antara
langsung dengan debitur,bank dan nasabah dengan
resiko debitur tidakprinsip keadilan dan
terkait dengan bank,kejujuran, tidak mungkin
kemungkinan terjaditerjadi negative spread
negative spread

Monitoring Terbatas pada Memungkinkan bank


Pembiayaan administrasi ikut dalam manejemn
nasabah

Struktur organisasi Dewan Komisaris Dewan Komisaris,


pengawas Dewan Pengawas Syariah,
Dewan Syariah Nasional
Kriteria pembiayaan Bankable, halal atau Bankable, halal
haram

Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran. BUS merupakan badan usaha yang setara dengan

bank umum konvensional dengan bentuk hukum Perseroan Terbatas, Perusahaan

Daerah, atau koperasi. Seperti halnya bank umum konvensional, BUS dapat

16
berusaha sebagai bank devisa atau bank non devisa. Veithzal Rival, dkk (2011:33)

Dalam menjalankan aktivitasnya, bank Islam menganut prinsip- prinsip:

a) Prinsip keadilan, prinsip tercermin dari penerapan imbalan atas dasar

bagi hasil dan pengembalian margin keuntungan yang disepakati

bersama antara bank dengan nasabah.

b) prinsip kemitraan, bank Islam menempatkan nasabah penyimpan dana,

nasabah pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama

antara nasabah pemyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun

bank yang sederajat sebagai mitra usaha. Hal ini tercermin dalam hak,

kewajiban, risiko, dan keuntungan yang berimbang antara nasabah

penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank. Dalam hal ini

berfungsi sebagai intermediary institution melalui skim pembiayaan

yang dimilikinya.

c) Prinsip ketentraman, produk-produk bank Islam telah sesuai dengan

prinsip dan kaidah muamalah Islam, antara lain tidak adanya unsur

riba serta penerapan zakat harta. Dengan demikian, nasabah akan

merasakan ketentraman lahir maupun batin.

d) Prinsip transparansi/keterbukaan, melalui laporan keuangan bank yang

terbuka secara berkesinambungan, nasabah dapat mengetahui tingkat

keamanan dana dan kualitas manajemen bank.

e) Prinsip universalitas, bank dalam mendukung operasionalnya tidak

membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan agama dalam

masyarakat dengan prinsip Islam sebagai rakhmatan lilaalamin,

17
f) Tidak ada riba (non-usurious)

g) Laba yang wajar (legitimate profit). Veithzal Rival, dkk (2011:36)

Berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi ke

dalam enam kelompok pola, yaitu:

a) Pola titipan, seperti wadiah yad amanah dan wadiah yad dhamanah;

b) Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan;

c) Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musharakah;

d) Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna;

e) Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan

f) Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.

Ascarya (2008:65)

Sebagai alternatif sistem bunga dalam ekonomi konvensional ekonomi

Islam menawarkan sistem bagi hasil deposito Mudharabah (profit and loss

sharing). Sistem bagi hasil deposito Mudharabah menjamin adanya keadilan dan

tidak ada pihak yang tereksploitasi (didzalimi). Sistem bagi hasil deposito

Mudharabah dapat berbentuk musyarakah atau mudharabah dengan berbagai

variasinya. Berikut ini adalah perbedaan antara bunga dan bagi hasil:

18
Tabel 2.2
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil


1). Penentuan bunga dibuat pada 1). Penentuan besarnya rasio/
waktu akad dengan asumsi usaha nisbah bagi hasil disepakati pada
akan selalu menghasilkan waktu akad dengan berpedoman
keuntungan. pada kemungkinan untung rugi.

2). Besarnya persentase didasarkan 2). Besarnya rasio bagi hasil


pada jumlah dana/modal yang didasarkan pada jumlah
dipinjamkan. keuntungan yang diperoleh.

3).Bunga dapat mengambang/ 3). Rasio bagi hasil tetap tidak


variabel dan besarnya naik turun berubah selama akad masih
sesuai dengan naik turunnya bunga berlaku, kecuali diubah atas
patokan atau kondisi ekonomi. kesepakatan bersama.

4). Pembayaran bunga tetap seperti 4). Bagi hasil bergantung pada
yang dijanjikan tanpa pertimbangan keuntungan usaha yang dijalankan.
apakah usaha yang dijalankan Bila usaha merugi, kerugian akan
peminjam untung atau rugi. ditanggung bersama.

5). Jumlah pembayaran bunga tidak 5). Jumlah pembagian laba


meningkat sekalipun keuntungan meningkat sesuai dengan
naik berlipat ganda. peningkatan keuntungan.
6). Eksistensi bunga diragukan 6). Tidak ada yang meragukan
(kalau tidak dikecam) oleh semua keabsahan bagi hasil
agama.
Sumber: M. Syafii Antonio, 2011; 34

2.1.2 Bagi Hasil Deposito Mudharabah

2.1.2.1 Teori Bagi Hasil Mudharabah

Profit Sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net

dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan

untuk memperoleh pendapatan tersebut. Samsul Maarif (2011:47)

Bagi keuntungan atau bagi hasil merupakan ciri utama bagi lembaga

keuangan tanpa bunga atau bank Islam. Dinamakan lembaga keuangan karena

19
lembaga ini memperoleh keuntungan dari apa yang dihasilkan dari upayanya

mengelola dana pihak ketiga. Seperti pada Al-Quran surat al-Muzzammil ayat 20

yang menganjurkan untuk melakukan kegiatan usaha. Al-Mudharabah adalah

perjanjian usaha antara pemilik modal (Bank Syariah) dan pengusaha, di mana

pemilik modal, menyediakan seluruh dana yang diperlukan dan pihak pengusaha

melakukan pengelolaan atas usaha. Martono (2009:32)

Akad mudharabah ada dua jenis, yaitu mudharabah mutlaqoh dan

mudharabah muqayyadah. Pada mudharabah mutlaqoh pemodal tidak

mensyaratkan kepada pengelola untuk melakukan jenis usaha yang akan

dijalankan oleh Mudharib yang dirasa sesuai sehingga disebut mudharabah tidak

terikat atau tidak terbatas. Hal yang tidak boleh dilakukan oleh pengelola tanpa

seizin pemodal antara lain meminjam modal, meminjamkan modal dan me-

mudharabah-kan lagi dengan orang lain.

Pada mudharabah muqoyyadah pemodal mensyaratkan kepada pengelola

untuk melakukan jenis usaha tertentu pada tempat dan waktu tertentu sehingga

disebut mudharabah terikat atau terbatas.

Bentuk pembiayaan bank Islam yang utama dan paling penting yang

disepakati oleh para ulama adalah pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dalam

bentuk mudharabah dan musyarakah. Ciri utama pembiayaan bagi hasil adalah

bahwa keuntungan dan kerugian ditanggung bersama oleh pemilik dana maupun

pengusaha. Veithzal Rivai, dkk (2009:41)

Bank syariah menerapkan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk

pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC), yakni akad

20
bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi

jumlah (amount) maupun waktu (timing), seperti mudharabah dan musyarakah.

Penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan ditentukan dengan

mempertimbangkan sebagai berikut:

1) Referensi tingkat (marjin) keuntungan

Yang dimaksud referensi tingkat (marjin) keuntungan adalah referensi tingkat

(marjin) keuntungan yang ditetapkan oleh rapat Asset Liability Committee

(ALCO)

2) Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai.

Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai dihitung dengan

mempertimbangkan sebagai berikut:

a) Perkiraan penjualan:

i. Volume penjualan setiap transaksi atau volume penjualan setiap bulan.

ii. Sales Turn-Over atau frekuensi penjualan setiap bulan.

iii. Fluktuasi harga penjualan.

iv. Rentang harga penjualan yang dapat dinegosiasikan.

v. Marjin keuntungan setiap transaksi.

b) Lama Cash to cash cycle :lama proses barang, lama persediaan, dan lama

piutang.

c) Perkiraan biaya-biaya langsung

Yang dimaskud biaya-biaya langsung adalah biaya yang langsung berkaitan

dengan kegiatan penjualan seperti biaya pengangkutan, biaya pengemasan,

dan biaya-biaya lain yang lazim dikategorikan dalam Cost Of Good Sold

21
(COGS)

d) Perkiraan biaya-biaya tidak langsung

Yang dimaksud biaya-biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak langsung

berkaitan dengan kegiatan penjualan, seperti biaya sewa kantor, biaya gaji

karyawan, dan biaya-biaya lain yang lazim dikategorikan dalam OverHead

(OHC).

e) Delayed Factor

Delayed Factor adalah tambahan waktu yang ditambahkan pada cash to cash

untuk mengantisipasi timbulnya keterlambatan pembayaran nasabah kepada

bank. Adiwarman A. Karim (2011:25)

2.1.2.2 Pengertian Deposito Mudharabah

Berdasarkan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan

deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan

pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank

yang bersangkutan. Adiwarman A. Karim (2011:25)

Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang

dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional

Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan

bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip

mudharabah. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000

22
a. Rukun Mudharabah

1. Pemilik modal (shahibul maal)

2. Pemilik usaha (mudharib)

3. Proyek/usaha (amal)

4. Modal (rasul maal)

5. Ijab kabul (sighat)

6. Nisbah bagi hasil

b. Jenis-jenis Mudharabah

Disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau diisyaratkan

digunakan dengan akad tertentu atau diisyaratkan digunakan untuk

nasabah tertentu.

Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan

khusus.

2) untuk deposito Mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat

atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.

c. Mudharabah muqayyadah off balance sheet;

Jenis mudharabah ini merupakan penyaluaran dana mudharabah langsung

kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara

(arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana

usaha.

Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi

oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).

23
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai tanda simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus.

2) Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak

yang diamanatkan oleh pemilik dana.

3) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak.

Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah

bagi hasil dan prinsip lainnya. Mahendra Dicky (2006:7)

Dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian perlu adanya

sumber untuk menyediakan dana guna membiayai kegiatan usaha. Dalam hal ini

bank syariah mempunyai kedudukan yang penting untuk menghimpun dana maka

dengan demikian deposito Mudharabah akan mempunyai kedudukan yang sangat

istimewa. Deposito berdasarkan prinsip mudharabah adalah:

1) Dalam transaksinya nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau

pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola

dana.

2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai

macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan

mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak

lain.

3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai dan

bukan piutang.

4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan

dituangkan dalam akad pembukaan rekening.

24
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan

menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.

6) Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan

nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

Untuk jenis-jenis deposito Mudharabah yang ada di bank syariah adalah:

Deposito Perorangan, Deposito Lembaga Usaha, Deposito Lembaga Pendidikan,

Deposito Lembaga Dakwah, Deposito BPR/Bank/LKBB. Deposito Mudharabah

bagi bank berfungsi sebagai sumber dana yang cukup besar yang dapat dipakai

untuk membiayai kegiatan bank, bagi pihak nasabah untuk mencari keuntungan

atau nisbah dari bagi hasil deposito Mudharabah yang cukup tinggi dan bagi

pemerintah dapat membantu menekan laju inflasi dengan mengurangi jumlah

uang beredar di masyarakat dan sebagai pembiayaan bagi pembangunan nasional.

Indikator tingkat bagi hasil adalah persentase bagi hasil deposito

Mudharabah yang diterima nasabah terhadap volume deposito Mudharabah.

Kunti Sunaryo (2012:32)

Sifat-sifat deposito Mudharabah sebagai berikut:

1) Deposito Mudharabah merupakan simpanan pihak ketiga (perorangan

atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam

jangka waktu tertentu (sesuai jatuh tempo) dengan mendapatkan

imbalan bagi hasil.

2) Imbalan dibagi dalam bentuk pembagian pendapatan atas penggunaan

dana.

3) Jangka waktu deposito Mudharabah misalnya 1 bulan, 3 bulan, 6

25
bulan dan 12 bulan. Martono (2010:41)

2.1.3 Pendapatan

Bank syariah dalam aktivitas operasionalnya melakukan kegiatan

penghimpunan dana dan penyaluran dana. Kegiatan penghimpunan dana akan

menjadi kewajiban bagi bank untuk memberikan insentif bagi hasil kepada

deposan, sedangkan kegiatan penyaluran dana akan memperoleh pendapatan bank.

Pendapatan bank adalah kenaikan kotor dalam asset atau penurunan dalam

liabilitas atau gabungan antara keduanya selama periode tertentu. Mohammad

Syafii Antonio (2011:41)

Dari pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil atau

laba sesuai kesepakatan awal (nisbah bagi hasil) dengan masing-masing nasabah

(mudharib atau mitra usaha); dari pembiayaan dengan prinsip jual beli diperoleh

margin keuntungan; sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh

pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini kemudian

dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan,

menabungkan, atau menginvestasikan uangnya sesuai dengan kesepakatan awal.

Bagian nasabah atau hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah,

sedangkan bagian bank akan dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai

pendapatan operasi utama. Sementara itu, pendapatan lain, seperti dari

mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan ke

dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi lainnya. Ascarya (2012:14

Dana yang telah diperoleh bank syariah akan dialokasikan untuk

memperoleh pendapatan. Dari pendapatan tersebut, kemudian didistribusikan

26
kepada para nasabah penyimpan dana.

Sesuai dengan akad-akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka

hasil penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan bagi bank syariah.

Hal ini dapat dikatakan sebagai sumber-sumber pendapatan bank syariah. Dengan

demikian, sumber pendapatan bank syariah dapat diperoleh dari:

1. Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah;

2. Keuntungan atas kontrak jual-beli (buyu)

3. Hasil sewa atas kontrak ijarah (ijarah wa iqtina/ijarah muntahiyyah

bit tamlik);

4. Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.

Pendapatan yang diperoleh bank syariah dalam laporan rugi laba

dikelompokkan dalam beberapa kelompok. Hal ini dikemukakan oleh Wiroso

(2010:32) Penghimpunan dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah

dijelaskan kelompok pendapatan bank Syariah adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Operasional Utama

a. Pendapatan dari jual beli

1) Pendapatan marjin murabahah,

2) Pendapatan bersih salam paralel, dan

3) Pendapatan bersih istishna paralel.

b. Pendapatan dari sewa

Pendapatan bersih ijarah.

c. Pendapatan dari bagi hasil

1) Pendapatan bagi hasil mudharabah, dan

27
2) Pendapatan bagi hasil musyarakah.

d. Pendapatan operasional utama lainnya.

2. Pendapatan operasional lainnya

Pendapatan administrasi penyaluran, pendapatan fee atas kegiatan bank

yang berbasis imbalan, seperti fee transfer, fee inkaso, fee kliring, dan

fee mudharabah muqayyadah bank bertindak sebagai agen.

2.1.4 Inflasi

Inflasi adalah suatu kondisi, ketika tingkat harga (agregat) meningkat

secara terus-menerus, dan mempengaruhi individu, dunia usaha dan pemerintah.

Sawaldjo Puspopranoto (2004:21) Pada pengertian lain dijelaskan bahwa inflasi

adalah penambahan banyak uang yang diperedarkan (terutama uang kertas)

hingga melampaui dari jaminan logam (emas), akibatnya ialah menyebabkan

harga barang-barang menjadi naik. Kebalikan dari inflasi adalah deflasi. Tetapi

keadaan yang umum terjadi pada perekonomian sekarang ini adalah inflasi.

Kenaikan harga karena inflasi bukan karena faktor teknologi, sifat-sifat barang,

dan pengaruh musim misalnya saat hari raya. Harga yang dimaksud dalam

pengertian inflasi ini juga bukan harga yang ditetapkan oleh pemerintah, tetapi

harga yang terjadi di pasar antara pihak-pihak bebas.

Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga

barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama waktu tertentu. Definisi

lain Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan secara umum

dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Kenaikan harga dari satu atau

dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada

28
(atau mengakibatkan kenaikkan) sebagian besar dari harga barang- barang lain.

Hal ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik

dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikkan tersebut tidaklah

bersamaan. Yang terpenting adalah terdapat kenaikan harga umum barang secara

terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikkan yang terjadi hanya sekali

saja meskipun dengan persentase yang cukup besar bukanlah merupakan inflasi.

Macam-Macam Inflasi:

1. Berdasarkan Ukuran Inflasi

Macam-macam inflasi berdasarkan ukuran adalah sebagai berikut:

a) Inflasi ringan adalah tingkat inflasi yang berada dibawah 10% dalam

setahun.

b) Inflasi sedang adalah tingkat inflasi yang berada diantara 10-30% dalam

setahun.

c) Inflasi berat adalah tingkat inflasi yang berkisar antara 30-100% dalam

setahun.

d) Inflasi tinggi (Hyperinflation) adalah tingkat inflasi yang berkisar lebih

dari 100 % dalam setahun.

2. Berdasarkan Sumber atau Penyebab Inflasi

Berdasarkan kepada sumber penyebabnya, umumnya inflasi dibedakan

menjadi tiga bentuk, yaitu:

a) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-pull Inflation)

Inflasi yang diakibatkan oleh perkembangan yang tidak seimbang di antara

permintaan dan penawaran barang dalam perekonomian. Inflasi ini

29
biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang pesat. Kesempatan

kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan

selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan

ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini

yang akan menimbulkan inflasi.

b) Inflasi Desakan Biaya (Cost-push Inflation)

Inflasi seperti ini biasanya berlaku ketika kegiatan ekonomi telah

mencapai kesempatan kerja penuh, inflasi ini terjadi bila biaya produksi

mengalami kenaikan secara terus menerus. Kenaikan biaya produksi dapat

berawal dari kenaikan harga input seperti kenaikan upah minimum,

kenaikan BBM, kenaikan bahan baku dan kenaikan input yang lainnya.

c) Inflasi Diimpor

Inflasi ini terjadi apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan

harga yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan pengeluaran di

perusahaan-perusahaan. Contohnya, kenaikkan harga minyak. Ainun

Naim (2004:28)

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah

Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu

menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi

masyarakat. Disamping pengelompokan berdasarkan Classification of individual

consumption by purpose (COICOP) tersebut, Biro Pusat Statistik (BPS) saat ini

juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang

dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk

30
menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari

faktor yang bersifat fundamental.

Di Indonesia, inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:

a. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten

(persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh

faktor fundamental, seperti:

1) Interaksi permintaan-penawaran.

2) Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi

mitra dagang.

3) Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen.

b. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi

volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental.

Komponen inflasi non inti terdiri dari:

1) Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food):

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam

kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor

perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun

perkembangan harga komoditas pangan internasional.

2) Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered

Prices):

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa

kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik,

tarif angkutan, dll.

31
Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan biaya terus-menerus naik

dan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Pemilik modal akan lebih

suka menimbun kekayaan dan menggunakan uang untuk tujuan spekulasi,

akibatnya pengangguran akan menjadi lebih banyak. Kenaikkan harga-harga

menimbulkan efek buruk bagi perdagangan, barang ekspor tidak dapat bersaing di

pasaran internasional sedangkan barang impor relatif murah. Azmy M. Showwam

(2007:25)

Menurut prinsip netralitas moneter, peningkatan pertumbuhan kuantitas

uang tidak mempengaruhi variabel riil. Salah satu implikasi penting dari prinsip

ini terkait dengan dampak uang terhadap suku bunga. Suku bunga adalah variabel-

variabel yang harus dipahami oleh para pakar makroekonomi karena langsung

menghubungkan perekonomian masa kini dengan masa depan melalui dampak-

dampak mereka terhadap simpanan dan investasi.

Suku bunga nominal (nominal interest rate) adalah angka-angka tarif suku

bunga dari bank. Jika nasabah mempunyai sejumlah deposito di sebuah bank,

suku bunga nominal adalah angka yang menjelaskan persentase dari pertambahan

uang di dalam tabungan nasabah selama beberapa waktu tertentu. Suku bunga riil

(real interest rate) menyesuaikan suku bunga nominal terhadap dampak inflasi

untuk memberitahu nasabah seberapa cepat daya beli dari tabungan nasabah akan

meningkat dari waktu ke waktu. Dengan demikian, suku bunga riil adalah suku

bunga nominal dikurangi angka inflasi.

Suku bunga riil = Suku bunga nominal Tingkat inflasi. Mankiw N Gregory

(2000:41)

32
2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang pengaruh Pendapatan Bank dan CAR terhadap

tingkat bagi hasil deposito Mudharabah sebagai berikut:

Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu

No Pengarang/Tahun Judul Hasil Penelitian


1 Ulfah Pengaruh Pendapatan hasilnya bahwa pendapatan
Khasanah(2010) Bank, DPK, Dan bank dan DPK berpengaruh
ROA terhadap profit signifikan terhadap profit
sharing deposito sharing deposito
Mudharabah pada PT Mudharabah, sedangkan
Bank Syariah Mandiri ROA berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap
profit sharing deposito
Mudharabah
2 M. Showwam Analisis faktor- faktor hasilnya bahwa faktor
Azmy (2012) yang mempengaruhi internal dan faktor eksternal
tingkat bagi hasil yang dipilih yaitu FDR, NPF
simpanan CAR, inflasi, suku bunga, dan
mudharabah pada pertumbuhan ekonomi
Bank Umum Syariah berpengaruh simultan atau
di Indonesia tahun signifikan terhadap tingkat
2005-2008 bagi hasil simpanan
Mudharabah bank umum
syariah
3 Sinta Aisiyah Faktor-faktor yang FDR berpengaruh positif
(2010:23) mempengaruhi bagi terhadap bagi hasil Bank
hasil pada PT Bank Syariah Mandiri dan tidak
Syariah Mandiri signifikan, CAR berpengaruh
periode Juni 2005- negatif terhadap bagi hasil
Mei 2009 Bank Syariah Mandiri dan
berpengaruh tidak signifikan,
BOPO berpengaruh positif
terhadap bagi hasil dan
signifikan, Suku bunga
pinjaman berpengaruh positif
dan pengaruhnya tidak
signifikan, dan inflasi
berpengaruh negatif terhadap
bagi hasil
4 Andryani Isna K Analisis pengaruh Dengan hasilnya bahwa
dan Kunti Sunaryo ROA, BOPO, dan berdasarkan uji t,

33
(2012) suku bunga terhadap menunjukkan bahwa secara
tingkat bagi hasil parsial variabel Return on
deposito Asset (ROA) dan suku bunga
Mudharabah pada berpengaruh signifikan
Bank Umum Syariah terhadap tingkat bagi hasil
deposito Mudharabah, serta
BOPO tidak berpengaruh
signifikan terhadap bagi hasil
deposito Mudharabah
5 Mubasyiroh(2011) Pengaruh tingkat Dengan hasilnya berdasarkan
suku bunga dan uji t, menunjukkan bahwa
inflasi terhadap total suku bunga dan inflasi
simpanan berpengaruh negatif terhadap
mudharabah studi total simpanan yang ada di
pada Bank Muamalat Bank Muamalat Indonesia
Indonesia
6 Nur Anisah, Faktor-faktor yang Dengan hasilnya berdasarkan
Akhmad Riduwan, mempengaruhi uji t, menunjukkan bahwa
dan Lailatul pertumbuhan deposito suku bunga, tingkat bagi
Amanah(2013) Mudharabah Bank hasil, dan ukuran perusahaan
Syariah berpengaruh positif signifikan
terhadap pertumbuhan
deposito Mudharabah,
sedangkan inflasi dan
likuiditas tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan
deposito Mudharabah
7 Friska Analisis pengaruh Dengan hasil berdasarkan uji
Julianti(2013) inflasi, nilai tukar dan t, menunjukkan bahwa
Bank Indonesia (BI) variabel inflasi berpengaruh
rate terhadap positif dan signifikan
tabungan terhadap tabungan
mudharabah pada mudharabah, sedangkan
perbankan syariah variabel kurs dan Bank
Indonesia (BI) rate
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap tabungan
mudharabah

2.3 Kerangka Pemikiran

Model konseptual yang didasarkan pada tinjauan pustaka, maka

kerangka pemikiran konseptual penelitian dijelaskan pada gambar 2.4

34
Fenomena
- Pencatatan.
- Pengakuan pendapatan.
- Laporan laba rugi

F
A
Grand Theory Middle Theory
Zainul (2008) Dasar- K
UU No. 21 Tahun 2008
PSAK 101 Dasar Manajemen Bank T
Syariah
A

Tempat Penelitian
PT Bank Syariah Mandiri Tbk

Judul
Pengaruh Inflasi Dan Pendapatan Operasional Terhadap Sistem

Pengaruh Inflasi Dan Pendapatan Operasional Terhadap


Pengaruh Inflasi Dan Pendapatan Operasional Terhadap Sistem

Sistem Bagi Hasil Deposito Mudharabah

I
Bagi Hasil Deposito Mudharabah Syariah
Bagi Hasil Deposito Mudharabah Syariah
(Windy

N
(WindyTri

Variabel X Variabel Y D
Inflasi (X1)
TriWahyuni

Sistem Bagi Hasil U


Pendapatan operasional Deposito
Wahyuni :2008 )

(X2) Mudharabah (Y) K


:2008 )

I
Metode Analisa
Kuantitatif
F

Hasil

Gambar 2.4

Kerangka Berfikir

35
2.4 Hipotesis

Hipotesis dapat didefinisikan sebagai jawaban sementara yang kebenarannya

masih harus diuji, atau rangkuman dari kesimpulan teoritis yang diperoleh

dari tinjauan pustaka. Nanang Martono (2010:25)

Sesuai dengan latar belakang penelitian, perumusan masalah dan kerangka

pemikiran dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini, yang selanjutnya

akan diuji:

1. Pengaruh inflasi terhadap sistem bagi hasil deposito Mudharabah


Penelitian yang dilakukan oleh Ani dan Wasilah (2010) disimpulkan

bahwa tingkat inflasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan deposito mudharabah berjangka 1 bulan. Hal ini

mengindikasikan apabila tingkat inflasi naik maka nilai deposito

mudharabah berjangka 1 bulan akan mengalami kenaikan juga. Hal ini

disebabkan karena pada saat terjadi inflasi masyarakat mampu

mempertahankan tingkat konsumsinya dan melindunginya dari

ketidakpastian atau fluktuasi di masa depan sehingga justru akan

meningkatkan jumlah simpanannya di bank syariah


Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1= Terdapat pengaruh antara inflasi terhadap sistem bagi hasil deposito

Mudharabah
2. Pengaruh pendapatan operasional terhadap sistem bagi hasil deposito

Mudharabah
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pramilu (2012) menunjukkan bahwa

BOPO berpengaruh negatif terhadap tingkat bagi hasil deposito

mudharabah, sedangkan penelitian Anggrainy (2010) dan Juwariyah

(2008) menunjukkan bahwa BOPO berpengaruh positif signifikan

36
terhadap tingkat bagi hasil deposito mudharabah. Penelitian ini dilakukan

pada Bank Umum Syariah yang kelengkapan data laporan keuangan

triwulan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini

digunakan tahun 2009-2012, pemilihan tahun tersebut karena peneliti ingin

mengetahui keadaan keuangan bank setelah terjadinya krisis global tahun

2008, dimana saat itu banyak perusahaan perbankan dan swasta yang

terlikuidasi, namun pada perbankan syariah tidak mengalami dampak yang

signifikan.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H2= Terdapat pengaruh antara pendapatan operasional terhadap sistem

bagi hasil deposito Mudharabah


3. Pengaruh inflasi dan pendapatan operasional terhadap sistem bagi hasil

deposito Mudharabah
Penelitian yang dilakukan oleh Ani dan Wasilah (2010), Raditiya (2007),

Andika (2010), dan Erwin (2010) menyimpulkan bagi hasil deposito

mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap deposito

mudharabah dikarenakan para nasabah dalam menempatkan dananya di

bank syariah masih dipengaruhi oleh motif untuk mencari profit

sehingga jika tingkat bagi hasil bank semakin besar maka akan semakin

besar pula dana pihak ketiga khususnya deposito yang disimpan bank.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H3= Terdapat pengaruh antara inflasi dan pendapatan operasional terhadap

sistem bagi hasil deposito Mudharabah

37
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai dengan Oktober

2016 yang bertempat di PT Bank Syariah Mandiri Tbk.

Agar pembahasan lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang

dimaksud, maka permasalahan dibatasi pada pengaruh inflasi dan pendapatan

operasional terhadap sistem bagi hasil deposito Mudharabah. Data yang dianalisa

yaitu data sekunder berupa laporan bulanan laporan keuangan Publikasi Bank

Umum Syariah selama 5 tahun yaitu sejak tahun 2011 sampai dengan 2015.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keselurahan subjek penelitian sedangkan sampel adalah

sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Bambang Prasetyo (2005:119) Populasi

dari penelitian ini ada 11 Bank Umum Syariah, sedangkan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu menentukan

sampel penelitian dengan lebih mengutamakan tujuan penelitian dari pada sifat

populasi. Burhan Bungin (2006:115)

Kriteria pengambilan sampel adalah jenis bank devisa, dikarenakan bank

dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. Kemudian

diambil periode 2011-2015 dikarenakan pada tahun tersebut tidak ada perubahan

jumlah Bank Umum Syariah (sudah tidak ada bank yang melakukan spint off).

Hasil dari purposive sampling yaitu Bank Syariah Mandiri.

38
3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

dokumentasi (documentation) yaitu mengumpulkan beberapa informasi tentang

data dan fakta yang berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian, baik dari

sumber dokumen yang dipublikasikan atau tidak dipublikasikan, buku- buku,

jurnal ilmiah, website dan lain-lain.

Mengumpulkan data sekunder dari website resmi Bank Indonesia untuk

mengetahui variabel yang akan diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data laporan keuangan statistik perbankan syariah periode 2011-2015.

Pengumpulan data juga dilakukan melalui studi pustaka dengan mengkaji buku-

buku literatur dan jurnal ilmiah untuk memperoleh landasan teoritis yang kuat dan

menyeluruh tentang perbankan syariah.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang tidak

didapatkan secara langsung oleh peneliti tetapi dari orang lain atau pihak lain,

misalnya berupa laporan-laporan, buku-buku, jurnal penelitian yang berkaitan

dengan masalah penelitian.

3.4 Metode Analisis Data


1. Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik ini dilakukan sebagai parameter untuk mengukur apakah

data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat BLUE atau tidak. Beberapa

asumsi yang seharusnya dipenuhi sebelum melakukan analisis dengan teknik

statistik berupa analisis regresi data panel adalah sebagai berikut:


a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model

39
regresi panel variabel-variabelnya berdistribusi normal atau tidak. Model

regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati

normal. Tidak terpenuhinya normalitas pada umumnya disebabkan karena

distribusi data yang dianalisis tidak normal, karena terdapat nilai ekstrem

pada data yang diambil. Nilai ekstrem ini dapat terjadi karena adanya

kesalahan dalam pengambilan sampel, bahkan karena kesalahan dalam

melakukan input data atau memang karena karakteristik data tersebut

sangat jauh dari rata-rata. (Suliyanto, 2011:69)


Dalam software eviews yang peneliti gunakan dalam penelitian ini,

normalitas data dapat diketahui dengan membandingkan statistik Jarque-

Bera (JB) dengan x2 tabel. Jika nilai Jarque-Bera (JB) x2 tabel maka

nilai residual terstandarisasi dinyatakan berdistribusi normal. (Suliyanto,

2011:75).
b. Uji Multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi panel

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen atau tidak. Metode

untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinearitas dalam suatu

model regresi juga dapat dilihat dari korelasi parsial antar variabel

independen. Sebagai aturan yang kasar (rule of thumb), jika koefesien

korelasi cukup tinggi diatas 0,85 maka kita duga ada multikoliniearitas

dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi kurang dari 0,85 maka

kita duga model tidak mengandung unsur multikolinearitas (Widarjono,

2009:106)
c. Uji Autokorelasi
Menurut Suliyanto (2011:125) Autokorelasi adalah adanya korelasi

antara variabel itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu atau

40
individu. Umumnya kasus autokorelasi banyak terjadi pada data time

series.
d. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas berarti ada varian variabel pada model regresi

yang tidak sama (konstan). Sebaliknya jika varian variabel pada model

regresi memiliki nilai yang sama (konstan) maka disebut dengan

homokedastisitas. Masalah heteroskedastisitas sering terjadi pada

penelitian yang menggunakan data cross section.


Adapun beberapa contoh penyebab perubahan nilai varian yang

berpengaruh pada homoskedastisitas residualnya adalah sebagai berikut:


1) Adanya pengaruh dari kurva pengalaman (learning curve)
Dengan semakin maningkatnya pengalaman maka semakin menurun

tingkat kesalahannya. Akibatnya, nilai varian makin lama semakin

menurun.

2) Adanya peningkatan perekonomian


Dengan semakin meningkatnya perekonomian maka semakin beragam

tingkat pendapatan sehingga alternatif pengeluaran juga akan semakin

besar. Hal ini akan meningkatkan varian.


3) Adanya peningkatan teknik pengambilan data

Jika teknik pengambilan data semakin membaik, nilai varian

cenderung mengecil. Misalnya bank yang menggunakan peralatan

Electronic Data Processing (EDP) akan membuat kesalahan yang relatif

kecil dalam laporan, dibandingkan dengan bank yang tidak mempunyai

peralatan tersebut.

2. Pengujian Regresi Linear Berganda

41
Terdapat tiga metode analisa data panel Menurut Widarjono

(2009:238) yaitu:

Disini Y 1 X 1 2 X 2

Pada model ini, konstanta tidak mempunyai subscript karena

konstan untuk semua bank dan semua triwulan. Metode pooled least

square (PLS) ini mengganggap hasil estimasi regresi berlaku untuk semua

bank, atau berlaku untuk semua triwulan. Dengan kata lain angka konstan

(intercept) dan koefisien dari independent variable adalah sama untuk

setiap perusahaan dan untuk setiap waktu.

3. Pengujian Statistik

Uji Hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah

koefisien regresi yang didapat signifikan (berbeda nyata). Maksud dari

signifikan ini adalah suatu nilai koefisien regresi yang secara statistik tidak

sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk

menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

Untuk itu maka koefisien regeresi harus diuji. Ada tiga jenis uji hipotesis

terhadap koefisien regresi yang dapat dilakukan, yang disebut dengan uji-t,

uji-F, dan uji R2.

a. Uji-t (Uji Parsial)

Uji t ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-

masing variabel independent secara individual (parsial) terhadap variabel

dependent. Menurut Priyatno (2012:58-59), pengujian dengan

berdasarkan probabilitas:Tingkat signifikansi yang digunakan sebesar

42
5%, hal ini berarti tingkat kepercayaan adalah 95% (100%-5%), dengan

cara pengambilan keputusan adalah:

Jika nilai probabilitas > 0.05 maka H0 diterima

Jika nilai probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak

Atau dengan cara melihat tabel t:

Jika - t tabel < t hitung < t tabel, maka H0 diterima

Jika - t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak

Untuk menghitung t-tabel digunakan ketentuan n-k-1 pada level

significant () sebesar 5% (tingkat kesalahan 5% atau 0.05) atau taraf

keyakinan 95% atau 0.95.

b. Uji-F (Uji Simultan atau bersama)

Menurut Priyatno (2012:55-56), Uji F digunakan untuk menguji

pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel

dependen.

Dengan demikian, secara umum hipotesisnya dituliskan sebagai berikut:

Ho : Tidak ada pengaruh variable independent terhadap variable

dependent secara bersama-sama.

Ha : Ada pengaruh variable independent terhadap variable

dependent secara bersama-sama.

Tingkat signifikansi adalah 5%, hal ini berarti tingkat kepercayaan adalah

95% (100%-5%), menurut Priyatno (2012:57), dengan cara pengambilan

keputusan adalah:

Jika nilai probabilitas > 0.05 maka H0 diterima

43
Jika nilai probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak

Atau dengan cara melihat F hitung dengan F Tabel:

Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima

Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak

c. Koefisien Determinasiji R2)

Uji R2 atau uji determinasi merupakan suatu ukuran yang penting

dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model

regresi yang terestimasi, atau dengan kata lain angka tersebut dapat

mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan data

sesungguhnya. Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan

seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh

variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0 (R2 =

0), artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali.

Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y secara keseluruhan dapat

diterangkan oleh X. Dengan kata lain bila R 2 = 1, maka semua titik

pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian baik atau

buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R2 nya yang

mempunyai nilai antara nol dan satu.

Menurut Santoso dalam buku Priyatno (2008:81), Adjusted R square

adalah R square yang telah disesuaikan nilai ini selalu lebih kecil dari R

square dari angka ini bisa memiliki harga negatif, bahwa untuk regresi

dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R2 sebagai

koefisien determinasi.

44
3.5 Definisi Operasional

Pada dasarnya penentuan variabel penelitian merupakan operasional konstrak

supaya dapat diukur. Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang

menjadi titik penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Variabel dependen berupa tingkat bagi hasil deposito mudharabah.

Variabel dependen berupa Bagi hasil deposito mudharabah yaitu

Pendapatan bank yang utama, Rata-rata tingkat imbalan atas pembiayaan

mudharabah, simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat

dilakukan dalam jangka waktu tertentu dengan mendapat imbalan bagi

hasil. Jumlah bagi hasil disini adalah total perolehan bagi hasil untuk

nasabah pemilik deposito mudharabah yang menitipkan dananya pada

bank tersebut. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini

diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Syariah Mandiri (BSM)

pusat berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari tahun 2011-2015 yang

dinyatakan dalam bentuk milyar rupiah.

2. Variabel independen berupa Inflasi dan Pendapatan bank.

Variabel independen berupa Pendapatan Bank yaitu kenaikan kotor dalam

asset atau penurunan dalam leabilitas atau gabungan antara keduanya

selama periode tertentu, dan Inflasi yaitu suatu kondisi, ketika tingkat

harga (agregat) meningkat secara terus-menerus, dan mempengaruhi

individu, dunia usaha dan pemerintah.

45
Inflasi adalah peningkatan tingkat harga secara keseluruhan. Terjadi

ketika banyak harga meningkat secara serentak. Data inflasi diperoleh

dari Badan Pusat Statitik (BPS), periode Tahun 2011 sampai dengan

Desember 2015 berupa persentase (%).

46
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah PT Bank Syariah Mandiri

Krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997, yang disusul

dengan krisis politik nasional telah membawa dampak besar dalam

perekonomian nasional. Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan

Indonesia yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami

kesulitan yang sangat parah. Keadaan tersebut menyebabkan pemerintah

Indonesia terpaksa mengambil tindakan untuk merestrukturisasi dan

merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.

Lahirnya Undang-Undang No. 10 tahun 1998, tentang perubahan

atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, pada bulan

November 1998 telah memberi peluang yang sangat baik bagi tumbuhnya

bank-bank syariah di Indonesia. Undang-Undang tersebut memungkinkan

bank beroperasi sepenuhnya secara syariah atau dengan membuka cabang

khusus syariah.

PT. Bank Susila Bakti (PT Bank Susila Bakti) yang dimiliki oleh

Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT

Mahkota Prestasi berupaya keluar dari krisis 1997-1999 dengan berbagai

cara. Mulai dari langkah-langkah menuju merger sampai pada akhirnya

memilih konversi menjadi bank syariah dengan suntikan modal dari

47
pemilik.

Dengan terjadinya merger empat bank (Bank Dagang Negara,

Bank Bumi Daya, Bank Exim dan Bapindo) ke dalam PT Bank Mandiri

(Persero) pada tanggal 31 Juli 1999, rencana perubahan PT Bank Susila

Bakti menjadi bank syariah (dengan nama Bank Syariah Sakinah) diambil

alih oleh PT Bank Syariah Mandiri (Persero).

PT Bank Mandiri (Persero) selaku pemilik baru mendukung

sepenuhnya dan melanjutkan rencana perubahan PT Bank Susila Bakti

menjadi bank syariah.langkah awal dengan merubah Anggaran Dasar

tentang nama PT Bank Susila Bakti menjadi PT Bank Syariah

Sakinah berdasarkan Akta Notaris: Ny. Machrani M.S. SH, No. 29 pada

tanggal 19 Mei 1999. Kemudian melalui Akta No. 23 tanggal 8 September

1999 Notaris: Sutjipto, SH nama PT Bank Syariah Sakinah Mandiri

diubah menjadi PT Bank Syariah Mandiri.

Pada tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia melalui Surat

Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 1/24/KEP. BI/1999 telah

memberikan ijin perubahan kegiatan usaha konvensional menjadi kegiatan

usaha berdasarkan prinsip syariah kepada PT Bank Susila Bakti.

Selanjutnya dengan Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank

Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/1999 tanggal 25 Oktober, Bank Indonesia

telah menyetujui perubahan nama PT Bank Susila Bakti menjadi PT Bank

Syariah Mandiri.

Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999

48
merupakan hari pertama beroperasinya PT Bank Syariah Mandiri.

Kelahiran Bank Syariah Mandiri merupakan buah usaha bersama dari

para perintis bank syariah di PT Bank Susila Bakti dan Manajemen PT

Bank Mandiri yang memandang pentingnya kehadiran bank syariah

dilingkungan PT Bank Mandiri (Persero).

PT Bank Syariah Mandiri hadir sebagai bank yang

mengkombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang

melandasi operasinya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai

rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan PT Bank Syariah

Mandiri sebagai alternatif jasa perbankan di Indonesia.

2. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri

Bank Syariah Mandiri mempunyai visi yaitu menjadi bank syariah

tepercaya pilihan mitra usaha. Sedangkan misi Bank Syariah Mandiri

antara lain:

b. Menciptakan suasana pasar perbankan syariah agar dapat berkembang

dengan mendorong terciptanya syarikat dagang yang terkoordinasi

dengan baik.

c. Mencapai pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan

melalui sinergi dengan mitra strategis agar menjadi bank syariah

terkemuka di Indonesia yang mampu meningkatkan nilai bagi para

pemegang saham dan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat

luas.

49
d. Mempekerjakan pegawai yang profesional dan sepenuhnya mengerti

operasional perbankan syariah.

e. Menunjukkan komitmen terhadap standar kinerja operasional

perbankan dengan pemanfaatan teknologi mutakhir, serta memegang

teguh prinsip keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian.

f. Mengutamakan mobilisasi pendanaan dari golongan masyarakat

menengah dan ritel, memperbesar portofolio pembiayaan untuk skala

menengah dan kecil, serta mendorong terwujudnya manajemen zakat,

infak dan shadaqah yang lebih efe ktif sebagai cerminan kepedulian

sosial.

g. Meningkatkan permodalan sendiri dengan mengundang perbankan

lain, segenap lapisan masyarakat dan investor asing.

1. Produk-Produk Bank Syariah Mandiri

Produk-produk pada Bank Syariah Mandiri terdiri dari produk,

pembiayaan, pendanaan dan jasa.

a. Produk-produk Pembiayaan

Bank Syariah Mandiri memiliki banyak produk-produk pembiayaan

antara lain:

1) BSM customer network financing

BSM customer network financing selanjutnya disebut BSM- CNF

adalah fasilitas pembiayaan modal kerja yang diberikan kepada

Nasabah (agen, dealer, dan sebagainya) untuk pembelian

persediaan/inventory barang dari rekanan (ATPM,

50
produsen/distributor, dan sebagainya) yang menjalin kerjasama

dengan bank.

2) Pembiayaan Resi Gudang

Pembiayaan Resi Gudang adalah pembiayaan transaksi komersial

dari suatu komoditas/produk yang diperdagangkan secara luas

dengan jaminan utama berupa komoditas/produk yang dibiayai dan

berada dalam suatu gudang atau tempat yang terkontrol secara

independen (independently controlled warehouse).

3) Pembiayaan Edukasi BSM

Pembiayaan Edukasi BSM adalah pembiayaan jangka pendek

dan menengah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan uang

masuk sekolah/perguruan tinggi/lembaga pendidikan lainnya atau

uang pendidikan pada saat pendaftaran tahun ajaran/semester baru

berikutnya dengan akad ijarah.

4) BSM Impian

BSM Impian adalah pembiayaan konsumer dalam valuta rupiah

yang diberikan oleh bank kepada karyawan tetap perusahaan yang

pengajuannya dilakukan secara massal (kelompok). BSM Impian

dapat mengakomodir kebutuhan pembiayaan bagi para karyawan

perusahaan, di mana perusahaan berada dalam kondisi tertentu

misalnya perusahaan tersebut tidak memiliki koperasi karyawan,

koperasi karyawan belum berpengalaman dalam kegiatan simpan

pinjam, atau perusahaan dengan jumlah karyawan terbatas.

51
5) Pembiayaan Dana Berputar

Pembiayaan Dana Berputar adalah fasilitas pembiayaan modal

kerja dengan prinsip musyarakah yang penarikan danannya

dapat dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan riil

nasabah.

6) Pembiayaan Umrah

Pembiayaan Umrah adalah pembiayaan jangka pendek yang

digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan biaya perjalanan umrah

namun tidak terbatas untuk tiket, akomodasi dan persiapan biaya

umrah lainnya dengan akad ijarah.

7) Pembiayaan Griya BSM DP 0%

Pembiayaan Griya BSM DP 0% adalah pembiayaan untuk

pembelian rumah tinggal (konsumer), baik baru maupun bekas di

lingkungan developer maupun non developer tanpa dipersyaratan

adanya uang muka bagi nasabah (nilai pembiayaan 100% dari nilai

taksasi). Akad yang digunakan adalah akad murabahah.

8) Pembiayaan Griya BSM bersubsidi

Pembiayaan Griya BSM Bersubsidi adalah pembiayaan untuk

pemilikan atau pembelian rumah sederhana sehat (RS Sehat/RSH)

yang dibangun oleh pengembangan dengan dukungan fasilitas

subsidi uang muka dari pemerintah. Akad yang digunakan adalah

akad murabahah.

52
9) Pembiayaan Mudharabah BSM

Pembiayaan Mudharabah BSM adalah pembiayaan dimana

seluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah ditanggung oleh

bank. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan nisbah

yang disepakati.

10) Pembiayaan musyarakah BSM

Pembiayaan khusus untuk modal kerja, dimana dana dari bank

merupakan bagian dari modal usaha nasabah dan keuntungan

dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati.

11) Pembiayaan Murabahah BSM

Pembiayaan Murabahah BSM adalah pembiayaan berdasarkan

akad jual beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang

yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga

pokok ditambah dengan keuntungan margin yang disepakati.

b. Produk-produk Dana

1) Tabungan

a) Tabungan Berencana BSM

Tabungan Berencana BSM adalah simpanan berjangka yang

memberikan nisbah bagi hasil berjenjang serta kepastian

pencapaian target dana yang telah ditetapkan.

b) Tabungan simpatik BSM

Tabungan Simpatik BSM adalah simpanan dalam mata uang

rupiah berdasarkan prinsip wadiah yang penarikannya dapat

53
dilakukan setiap saat berdasarkan syarat-syarat tertentu yang

disepakati.

c) Tabungan BSM

Tabungan BSM adalah simpanan dalam mata uang rupiah yang

penarikan dan setorannya dapat dilakukan setiap saat selama

jam kas dibuka di counter BSM atau melalui ATM.

d) Tabungan Dollar BSM

Tabungan BSM Dollar adalah simpanan dalam mata uang

dollar yang penarikan dan setorannya dapat dilakukan setiap

saat atau sesuai ketentuan BSM dengan menggunakan slip

penarikan.

e) Tabungan Mabrur

Tabungan Mabrur BSM adalah simpanan dalam mata uang

rupiah yang bertujuan membantu masyarakat muslim dalam

merencanakan ibadah haji dan umrah, tabungan ini dikelola

berdasarkan prinsip Mudharabah Muthlaqah.

f) Tabungan Qurban BSM

Tabungan Kurban BSM adalah simpanan dalam mata uang

rupiah yang bertujuan membantu nasabah dalam

perencanaan dan pelaksanaan ibadah kurban dan aqiqah.

Dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan Badan Amil

Qurban.

g) Tabungan BSM Investa Cendikia

54
Tabungan BSM Investa Cendikia adalah tabungan berjangka

dalam valuta rupiah dengan jumlah setoran bulanan tetap

(installment) yang dilengkapi perlindungan asuransi.

2) Deposito

a) Deposito BSM

Deposito BSM adalah produk investasi berjangka waktu

tertentu dalam mata uang rupiah yang dikelola berdasarkan

prinsip Mudharabah Mutlaqah.

b) Deposito Valas

Deposito Valas adalah produk investasi berjangka waktu

tertentu dalam mata uang dollar yang dikelola berdasarkan

prinsip Mudharabah Mutlaqah.

3) Giro

a) Giro BSM Vallas

Giro BSM Valas adalah sarana penyimpanan dana dalam mata

uang US Dollar yang disediakan bagi nasabah perusahaan/

badan hukum dengan pengelolaan berdasarkan prinsip wadiah

yaddhamanah.

b) Giro BSM Singapore Dollar

Giro BSM Singapore Dollar adalah sarana penyimpanan dana

dalam mata uang Singapore Dollar yang disediakan bagi

nasabah perorangan atau perusahaan/badan hukum dengan

pengelolaan berdasarkan prinsip wadiah yaddhamanah.

55
c. Produk-produk Jasa

1) BSM Card

BSM Card merupakan sarana untuk melakukan transaksi

penarikan, pembayaran, dan pemindahbukuan dana pada ATM

BSM, ATM Mandiri, jaringan ATM Prima-BCA dan ATM

Bersama, serta ATM Bankcard. BSM Card juga berfungsi sebagai

kartu Debit yang dapat digunakan untuk transaksi belanja

diseluruh merchant yang menggunakan EDC Prima BCA.

2) Sentra Bayar BSM

Sentra Bayar BSM merupakan layanan bank dalam menerima

pembayaran tagihan pelanggan.

3) Jual Beli Valas BSM

Pertukaran mata uang rupiah dengan mata uang asing atau mata

uang asing dengan mata uang asing lainnya yang dilakukan

oleh Bank Syariah Mandiri dengan nasabah.

4) BSM SMS Banking

BSM SMS Banking merupakan produk layanan perbankan

berbasis teknologi seluler yang memberikan kemudahan

melakukan berbagai transaksi perbankan.

5) BSM Electronic Payrol

Pembayaran gaji karyawan institusi melalui teknologi terkini Bank

Syariah Mandiri secara mudah, aman dan fleksibel.

56
6) BSM Mobile Banking GPRS

BSM Mobile Banking GPRS (MBG) memudahkan Anda dalam

melakukan transaksi perbankan dengan teknologi GPRS di ponsel

Anda. Kini, dilengkapi fitur untuk melakukan transfer real time

antar bank dengan biaya pulsa paling murah.

7) SKBDN (Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri)

Janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis nasabah (applicant)

yang mengikat Bank Syariah Mandiri sebagai bank pembuka untuk

membayar kepada penerima atau order-nya atau menerima dan

membayar wesel pada saat jatuh tempo yang ditarik penerima, atau

memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran

kepada penerima, atau untuk menegosiasikan wesel-wesel yang

ditarik oleh penerima atas penyerahan dokumen (untuk saat ini

khusus BSM dengan BSM).

8) BSM Net Banking

BSM Net Banking merupakan produk layanan perbankan berbasis

teknologi internet yang memberikan kemudahan melakukan

berbagai transaksi perbankan.

9) BSM Letter of Credit

Janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis nasabah (applicant)

yang mengikat Bank Syariah Mandiri sebagai bank pembuka untuk

membayar kepada penerima atau order-nya atau menerima dan

57
membayar wesel pada saat jatuh tempo yang ditarik penerima, atau

memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran

kepada penerima, atau untuk menegosiasikan wesel-wesel yang

ditarik oleh penerima atas penyerahan dokumen.

4.2 Hasil Penelitian

1. Analisis Deskriptif
Statistik Deskriptif memberikan gambaran suatu data yang dapat dilihat

dari nilai rata-rata (mean), ukuran penyebaran data dari rata-ratanya

(standar deviasi), nilai maksimum dan minimum. Berikut adalah hasil

statistik deskriptif penelitian yang dapat dilihat pada tabel 4.1:

Tabel 4.1
Hasil Statistik Deskriptif

Workfile Statistics
Date: 10/21/16 Time: 15:19
Name: UNTITLED
Number of pages: 1

Page: Untitled
Workfile structure: Monthly
Range: 2011M01 2016M01 -- 61 obs
Object Count Data Points
series 5 305
alpha 1 61
coef 1 750
Total 7 1116

Sumber: Data diolah

Dari tabel 4.1 di atas, dapat dilihat nilai N=60 merupakan

banyaknya data sampel (data bulanan selama 5 tahun dari 1 perusahaan).

Data deposito yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bagi Hasil

Deposito Mudharabah yang dihimpun PT Bank Syariah Mandiri pada


58
periode 2011-2015 yang tercatat dalam statistik Bank Umum Syariah

(PT Bank Syariah Mandiri) yang dipublikasi dalam situs www.bi.go.id.

Kemudian dari tabel tersebut menunjukkan bahwa variabel terikat

(dependent) Bagi Hasil Deposito Mudharabah memiliki nilai minimum

20992 sedangkan untuk nilai maksimumnya sebesar 1367853. Nilai rata-

rata Bagi Hasil Deposito Mudharabah sebesar 372698.15 dan standar

deviasinya sebesar 302748.56.

Variabel bebas inflasi memiliki nilai minimum -0,033 atau

-0,33% sedangkan untuk nilai maksimumnya sebesar 0,0246 atau

2,46%. Nilai rata-rata (mean) sebesar 0,005028 atau 0,50% dan ukuran

penyebaran data dari rata-ratanya (standar deviasi) sebesar 0,0054609

atau 0,55 %. Variabel bebas pendapatan operasional memiliki nilai

minimum 343046 sedangkan untuk nilai maksimumnya sebesar 7894164.

Nilai rata-rata (mean) pendapatan operasional sebesar 3396009.57 dan

ukuran penyebaran data dari rata-ratanya (standar deviasi) sebesar

1989468.97.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang

telah terstandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak.

Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual

terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya

(Suliyanto, 2011: 69).

59
Hipotesis yang digunakan:

H0 : residual dari model berdistribusi normal

H1 : residual dari model tidak berdistribusi normal

Uji ini dilakukan dengan membandingkan statistik Jarque- Bera (JB)

dengan x2 tabel. Jika nilai Jarque-Bera (JB) x2 tabel maka dengan

random effect method diketahui bahwa nilai residual terstandarisasi

dinyatakan berdistribusi normal. (Suliyanto,2011:75)

Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas
14
Series: Standardized Residuals
12 Sample 2010 2014
Observations 50
10
Mean -1.22e-16
Median -0.056798
8
Maximum 1.976762
Minimum -1.552616
6
Std. Dev. 0.676568
Skewness 0.275800
4
Kurtosis 4.125023

2 Jarque-Bera 3.270705
Probability 0.194884
0
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Pada hasil grafik histogram Sistem Bagi Hasil Deposito Mudharabah

diatas menunjukan nilai Jarque-Bera sebesar 3.270705 sedangkan nilai

X2 tabel dengan df:0,05, 3 adalah 7,814. karena nilai statistik Jarque-

Bera (JB) (3.270705) <nilai x2 tabel (7,814), nilai residual

terstandarisasi berdistribusi normal.

b. Uji Multikoliniearitas

Multikoliniearitas adalah kondisi adanya hubungan erat

60
antara variabel-variabel independen di dalam suatu model regresi.

Adanya multikoliniearitas masih menghasilkan estimator BLUE, tetapi

menyebabkan suatu model mempunyai varian yang besar (Widarjono,

2011:104).

Dalam penelitian ini metode yang dipakai untuk mendeteksi

ada tidaknya masalah multikolinearitas dalam suatu model regresi

adalah dengan melihat dari korelasi parsial antar variabel independen.

Sebagai aturan yang kasar (rule of thumb), jika koefesien korelasi

cukup tinggi diatas 0,85 maka kita duga ada multikoliniearitas dalam

model. Sebaliknya jika koefisien korelasi kurang dari 0,85 maka kita

duga model tidak mengandung unsur multikolinearitas (Widarjono,

2011:106).

Tabel 4.3
Uji Multikolinearitas
INFLASI__X1_ BAGI_HASIL_DEPOSITO_MUDH
0.320000 0.682624
0.682624 0.320000

Sumber: Data diolah

Dari matrik korelasi diatas terlihat bahwa hubungan antara

variabel independennya semuanya dibawah 0,85 sehingga disimpulkan

bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari masalah

multikolinieritas.

c. Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi

antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut

61
waktu (time series) atau ruang (cross section) atau ruang (time series)

(Suliyanto, 2001: 125)

Tabel 4.4
Uji Autokorelasi
R-squared 0.608882 Mean dependent var 2.423196
Adjusted R-squared 0.564437 S.D. dependent var 1.079970
S.E. of regression 0.712750 Sum squared resid 22.35258
F-statistic 13.69959 Durbin-Watson stat 0.847846
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data diolah

Dari output tabel uji autokorelasi terlihat bahwa R2 sebesar 0.6089. Dan

jumlah pengamatan sebanyak 9. Maka x2 -hitung = (n-1) x X2 sehingga

x2-hitung sebesar= (9x0,6089)= 5.4801. Sedangkan nilai x2 tabel

dengan df: (4;0,05) sebesar 7,81473. Karena nilai x2 hitung (5.4801) <

x2 tabel (7,81473), maka model persamaan regresi tidak mengandung

masalah autokorelasi.

d. Uji heteroskedastisitas

Tabel 4.5
Uji Heteroskedastisitas
10,000,000

8,000,000

6,000,000

4,000,000

3,000,000 2,000,000

2,000,000 0

1,000,000

-1,000,000

-2,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015

Residual Actual Fitted

62
Dengan hasil di atas kita menduga tidak terjadi heteroskedastisitas, karena

residualnya tidak membentuk pola tertentu, dengan kata lainnya

residualnya cenderung konstan.

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 2.836536 Prob. F(5,54) 0.0240


Obs*R-squared 12.48060 Prob. Chi-Square(5) 0.0288
Scaled explained SS 6.508074 Prob. Chi-Square(5) 0.2599

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 10/21/16 Time: 15:43
Sample: 2011M01 2015M12
Included observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8.75E+10 3.59E+11 0.243875 0.8083


INFLASI__X1_ 6.37E+11 6.10E+11 1.043317 0.3014
INFLASI__X1_^2 -8.94E+10 2.60E+11 -0.344345 0.7319
INFLASI__X1_*BAGI_HASIL_DEPOSITO_M
UDH -2598490. 1035518. -2.509362 0.0151
BAGI_HASIL_DEPOSITO_MUDH 3274746. 1320857. 2.479258 0.0163
BAGI_HASIL_DEPOSITO_MUDH^2 -1.134001 0.973883 -1.164412 0.2494

R-squared 0.208010 Mean dependent var 8.83E+11


Adjusted R-squared 0.134678 S.D. dependent var 9.57E+11
S.E. of regression 8.90E+11 Akaike info criterion 57.96247
Sum squared resid 4.28E+25 Schwarz criterion 58.17190
Log likelihood -1732.874 Hannan-Quinn criter. 58.04439
F-statistic 2.836536 Durbin-Watson stat 0.704961
Prob(F-statistic) 0.024020

Ho : tidak ada heteroskedastisitas

H1 : ada heteroskedastisitas

Jika p-value obs*-square < , maka Ho ditolak

Karena p value -obs*-square = 0.5244 > 0,01, maka H0 diterim

Kesimpulannya adalah dengan tingkat keyakinan 90%, dapat dikatakan

bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi

63
3. Uji Hipotesis

a. Uji F (simultan)

Dilakukan untuk menguji apakah setiap variabel bebas (independent

variabel) secara keseluruhan atau bersama-sama memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap variabel terikat (dependent variabel). Dalam

melakukan pengujian koefisien regresi secara bersama-sama

digunakan uji yang dikenal dengan sebutan uji F (Nahcrowi, 2006:17)

Tabel 4.6
Uji F (simultan)
R-squared 0.608882 Mean dependent var 2.423196
Adjusted R-squared 0.564437 S.D. dependent var 1.079970
S.E. of regression 0.712750 Sum squared resid 22.35258
F-statistic 13.69959 Durbin-Watson stat 0.847846
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data diolah

Hasil yang diperoleh dari model regresi diatas, didapat F- hitung

sebesar 13.699 sementara nilai F-tabel dengan nomerator (5) dan

denominator (50) pada = 5% adalah 2,74 yang berarti F-hitung

lebih besar dari F-tabel. Dengan nilai probabilitas F-statistik

0,0000001 yang lebih kecil dari tingkat signifikan (5%) maka H0

ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

variabel independen (Inflasi Dan Bopo) secara bersama-sama

berpengaruh terhadap Sistem Bagi Hasil Deposito Mudharabah pada

mandiri syariah dengan Sistem Bagi Hasil Deposito Mudharabah

terbesar di Indonesia selama periode 2011-2015.

b. Uji t (Parsial)

Menurut Ghozali (2011:98) uji statistik t pada dasarnya menunjukkan

64
seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau variabel independen

secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Uji t dilakukan dengan menggunakan uji satu sisi (one tail test),

dengan = 5% , maka diperoleh t-tabel sebagai berikut:

t-tabel = { ; df = (n-k) }

= 5% ; df = (60-3)

= 0,05 ; = 57

= 1,66724

Tabel 4.7
Uji t (Parsial)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.434781 2.557109 0.170028 0.8658


Inflasi 0.001342 0.000677 2.981967 0.0138
Bopo 0.014663 0.013281 3.104055 0.0056
Sumber: Data diolah

Dengan melihat nilai estimasi pada t-tabel sebesar 1,66724 maka

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Uji pengaruh inflasi terhadap Sistem Bagi Hasil Deposito

Mudharabah dengan melihat nilai t-hitung (t-statistik) Sistem Bagi

Hasil Deposito Mudharabah sebesar 2.98197 yang berarti lebih

besar dari nilai t-tabel 1,66724. Nilai probabilitas t-hitung sebesar

0,0138 adalah nilai probabilitas untuk uji dua sisi, sedangkan untuk

uji hipotesis satu sisi dilakukan dengan membagi dua nilai

probabilitas tersebut (Widarjono, 2011:47). Sehingga didapat nilai

probabilitas sebesar 0,0138 yang berarti lebih kecil dari 0,05 maka

H01 ditolak dan Ha1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

65
variabel inflasi berpengaruh positif terhadap Sistem Bagi Hasil

Deposito Mudharabah. Hasil penelitian ini mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Hasmanto (2009), yang

menemukan bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap Sistem

Bagi Hasil Deposito Mudharabah. Sehingga apabila inflasi

meningkat maka Sistem Bagi Hasil Deposito Mudharabah akan

meningkat.

2) Uji pengaruh Bopo terhadap Sistem Bagi Hasil Deposito

Mudharabah Dengan melihat nilai t-hitung (t-statistik) NPL

sebesar 3.104055 yang berarti lebih besar dari nilai t-tabel 1,66724

dan nilai probabilitas t- hitung sebesar 0,0056 yang lebih kecil dari

0,05 maka H02 ditolak dan Ha2 diterima. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel NIM berpengaruh positif terhadap

Sistem Bagi Hasil Deposito Mudharabah. Hal ini sesuai dengan

penelitian Dewi Adriani (2012), yang menemukan bahwa NIM

berpengaruh positif terhadap Sistem Bagi Hasil Deposito

Mudharabah. Sehingga apabila terjadi kenaikan NIM maka Sistem

Bagi Hasil Deposito Mudharabah semakin meningkat.

3) Nilai Adjusted R2

Adjusted R2 dapat didefinisikan sebagai proporsi atau presentase dari

total variasi variabel dependen Y yang dijelaskan oleh garis regresi

(variabel independen X). Dengan demikian nilai koefisien determinasi

ini terlatak antara 0 dan 1 (0 R2 1). Semakin mendekati angka 1

66
maka semakin baik garis regresi karena mampu menjelaskan data

aktualnya. Semakin mendekati angka nol maka garis regresi kurang

baik. Namun demikian, kita harus memahami bahwa rendahnya nilai

R2 dapat terjadi karena beberapa alasan. (Widarjono, 2011: 26-27).

Tabel 4.8
Uji Adjusted R2

R-squared 0.608882 Mean dependent var 2.423196


Adjusted R-squared 0.564437 S.D. dependent var 1.079970
S.E. of regression 0.712750 Sum squared resid 22.35258
F-statistic 13.69959 Durbin-Watson stat 0.847846
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data diolah

Nilai Adjusted R-square dari model didapat sebesar 0,608882 yang

menunjukan bahwa kemampuan variabel independen (Inflasi Dan Bopo)

dalam menjelaskan variabel dependen (Sistem Bagi Hasil Deposito

Mudharabah) adalah sebesar 60.88%, sisanya sebesar 39.12% dijelaskan

oleh variabel lain diluar model seperti DPK, infasi, capital adequacy ratio,

BI rate dan lain-lain.

67
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh inflasi dan

pendapatan operasional terhadap Bagi Hasil Deposito Mudharabah,

menggunakan data time series oleh PT. Bank Syariah Mandiri pada tahun

2011-2015. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear

berganda, dari pembahasan yang telah diuraikan di atas berdasarkan data yang

penulis peroleh dari penelitian sebagaimana yang telah dibahas dalam

skripsi ini maka, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis regresi berganda dengan menggunakan uji-F (secara

simultan) dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi dan pendapatan

operasional berpengaruh signifikan terhadap Bagi Hasil Deposito

Mudharabah dengan probabilitas sebesar 0,000 dan F-hitung sebesar

98.264.

2. Berdasarkan analisis regresi berganda dengan menggunakan uji-t

(secara parsial) dapat disimpulkan bahwa:

a. variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap bagi hasil

deposito mudharabah. Dengan nilai signifikan (0,378 > 0,05) dan -t

hitung < -t tabel (-0.888 < -1,671).

b. variabel pendapatan operasional berpengaruh signifikan terhadap bagi

hasil deposito mudharabah. Dengan nilai signifikan (0,000 < 0,05)

dan t hitung > t tabel (13.889 > 1,671).

68
3. Nilai R Square atau nilai koefisien determinasi adalah sebesar 76.7% dari

variabel dependen yaitu bagi hasil deposito mudharabah dapat dijelaskan

oleh variabel independen yaitu inflasi dan pendapatan operasional

sedangkan sisanya yaitu sebesar 23.3% dijelaskan oleh faktor lain diluar

variabel yang diteliti seperti Capital Adequacy Ratio, Financing to Deposit

Ratio, Return On Asset, PDB, tingkat pengangguran, BI rate, kurs, ukuran

bank dan lainnya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka terdapat beberapa saran

yang perlu memperoleh penekanan. Hasil penelitian ini merupakan informasi

yang perlu dipertimbangkan oleh bank syariah, akademis dan nasabah.

Peneliti menyarankan untuk diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Bank Syariah

Dengan adanya temuan bahwa inflasi dan pendapatan operasional

berpengaruh terhadap Bagi Hasil Deposito Mudharabah dengan tingkat

kontribusi yang berbeda-beda. Di kalangan praktisi perbankan syariah,

masih sedikit kalangan yang memperhatikan instrumen internal yang

justru mereka anggap kurang diperhatikan oleh para nasabah dalam

menentukan pilihannya terhadap perbankan syariah. Tingkat imbalan SBIS

memang tidak ditampilkan secara langsung ke muka masyarakat, akan

tetapi laporan yang disediakan oleh Bank Indonesia dalam publikasinya

sedikit banyak membawa pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan

69
pilihannya terhadap perbankan syariah.

2. Bagi Nasabah

Dengan adanya temuan bahwa inflasi dan pendapatan operasional

berpengaruh terhadap bagi hasil deposito mudharabah dengan tingkat

kontribusi yang berbeda-beda. Variabel inflasi merupakan ukuran minat

menabung nasabah, dengan menabung tentunya inflasi dapat ditekan

secara bersama-sama. Akan tetapi dalam memilih jenis perbankan

tentunya banyak faktor yang dipertimbangkan. Dalam perbankan syariah

misalnya, nasabah melihat besarnya bagi hasil yang diberikan bank

syariah tersebut selain itu nasabah juga masih terpengaruh oleh besarnya

suku bunga yang diberikan bank konvensional sebagai pemicu mereka

menyimpan uangnya dibank tersebut.

3. Bagi Akademisi

Penelitian ini akan menambah kepustakaan di bidang manajemen

perbankan dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah

wawasan pengetahuan, khususnya tentang Bagi Hasil Deposito

Mudharabah. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya memperbanyak

jumlah variabel dari faktor internal maupun eksternal bank, misalnya:

Capital Adequacy Ratio, Financing to Deposit Ratio, Return On Asset,

PDB, tingkat pengangguran, BI rate, kurs, ukuran bank dan lainnya.

Selain itu juga bisa dengan menambah instrumen pembiayaan bank

syariah seperti pembiayaan bagi hasil, pembiayaan jual beli, pembiayaan

sewa.

DAFTAR PUSTAKA

70
Agustianto, Penentuan Bagi Hasil Deposito Mudharabah di Bank Syariah, Dalam
www.iaei-pusat.net.

Al Arif, Nurianto. Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah. Cet. 1. CV. Al


Fabeta, Bandung, 2010

Andriyanti, Ani dan Wasilah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah


Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (Deposito Mudharabah 1 Bulan)
Bank Muamalat Indonesia (BMI). Jurnal, Simposium Nasional
Akuntansi XIII Purwokerto 2010, Universitas Jendral Soedirman
Purwokerto, 2010.

Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi


Keuangan. Cetakan pertama. Bank Indonesia, Tazkia, 1999.

Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Azkia Publisher.


Jakarta,2009.

Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2008.

Boediono.Ekonomi Moneter: Seri Sinopsis, Pengantar Ilmu Ekonomi No.5.


BPFE, Yogyakarta, 1985

Burhanuddin S. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Graha Ilmu.


Yogyakarta, 2010.

Edwin, Mustafa. dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Kencana,


Jakarta, 2007.

Ghazali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 19


Edisi 5. UNDIP, Semarang, 2011.

Haron, Sudin dan Norafifah Ahmad. The Effects of Conventional Interest Rates
and Rate of Profit on Funds Deposited with Islamic Banking System in
Malaysia. Jurnal, International Journal of Islamic Financial Services
Vol.1 104, 2000.

Haryanto, Eko Agus. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Deposito


Mudharabah pada Bank Umum Syariah. Skripsi, Fakultas Ekonomi
Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2010.

Hermawan Darmawi. Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial.


PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2006.

71
Hulwati. Ekonomi Islam, Ciputat Press Indonesia Jakarta, Jakarta, 2009.

Husny, Azhari. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penghimpunan Dana


Pihak Ketiga pada Perbankan Syariah di Indonesia periode:
Januari 2006 Desember 2007. 2009.

Judisseno, Rimsky. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. 2nd edition,


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.

Mishkin Frederic. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets,


Eighth Edition, Colombia University. 2007.

Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. 5th edition, Lembaga


Penerbit FEUI, Jakarta, 2005.

Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (deskripsi dan


ilustrasi). Ekonisia, Yogyakarta, 2003.

Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan


Ilustrasi, Ekonisia, Yogyakarta, 2008

Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung, 2009.

Suliyanto. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS. Andi,


Yogyakarta, 2011.

Winarno, Wahyu. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi


Kedua. UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2009.

Yaya, Rizal. dkk. Akuntansi Perbankan Syariah. Salemba Empat, Jakarta,


2009.

72

Anda mungkin juga menyukai