PENDAHULUAN
Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar
saliva mayor serta beberapa kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri
dari kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Kelenjar parotis
merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak bilateral di depan telinga antara ramus
mandibularis dan processus mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di
bawah lengkung zigomatik. Kelenjar submandbularis merupakan kelenjar saliva
terbesar kedua yang terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula.
Salurannya bermuara melalui lubang yang terdapat di samping frenulum lingualis.
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling
dalam, pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing
kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk massa
kelenjar di sekitar frenulum lingualis. Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar
lingualis, bukalis, labialis, palatinal, dan glossopalatinal. Kelenjar-kelenjar ini
berada di bawah mukosa dari bibir, lidah, pipi, serta palatum (Soejoto, dkk, 2010
dan Snell, 2000).
Saliva disekresi sekitar 1 sampai 1,5 liter setiap hari tergantung pada
tingkat perangsangan, baik dirangsang secara langsung oleh ujung-ujung saraf
yang ada di mukosa mulut maupun secara tidak langsung oleh rangsangan
mekanis (rangsang mekanik merupakan rangsang utama untuk meningkatkan
sekresi saliva), termis, kimiawi, psikis atau olfaktori. Kecepatan aliran saliva
bervariasi dari 0,1-4,0 ml/menit. Pada kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva
disekresi oleh kelenjar parotis dan kelenjar submandibularis, sisanya disekresi
oleh kelenjar sublingual dan kelenjar saliva minor (Despopoulus, 2000 dan
Soejoto, 2010).
Volume sebenarnya dari saliva per hari tidak diketahui karena terdapat
banyak variasi pada laju aliran saliva antara individu-individu. Laju aliran saliva
mengalami perubahan karena beberapa faktor berikut (Ganong, 1999):
1. Derajat hidrasi
Derajat hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang paling penting karena
apabila cairan tubuh berkurang 8% maka kecepatan aliran saliva berkurang hingga
mencapai nol. Sebaliknya hiperhidrasi akan meningkatkan kecepatan aliran saliva.
Pada keadaan dehidrasi, saliva menurun hingga mencapai nol.
2. Posisi tubuh
Posisi tubuh dalam keadaan berdiri merupakan posisi dengan kecepatan aliran
saliva tertinggi bila dibandingkan dengan posisi duduk dan berbaring. Pada posisi
berdiri, laju aliran saliva mencapai 100%, pada posisi duduk 69% dan pada posisi
berbaring 25%.
3. Paparan cahaya
Paparan cahaya mempengaruhi laju aliran saliva. Dalam keadaan gelap, laju aliran
saliva mengalami penurunan sebanyak 30-40%.
5. Obat
6. Usia
Laju aliran saliva pada usia lebih tua mengalami penurunan, sedangkan pada anak
dan dewasa laju aliran saliva meningkat.
7. Efek psikis
Efek psikis seperti berbicara tentang makanan dan melihat makanan dapat
meningkatkan laju aliran saliva. Sebaliknya, berfikir makanan yang tidak disukai
dapat menurunkan sekresi saliva.
8. Jenis Kelamin
Laju aliran saliva pada pria lebih tinggi daripada wanita. Perbedaan ini disebabkan
oleh karena ukuran kelenjar saliva pria lebih besar daripada kelenjar saliva wanita.
Saliva terdiri dari campuran kompleks dari zat anorganik dan organik yng
dapat secara luas dibagi menjadi elektrolit, enxim, protein lain, senyawa
meolekular dengan berat yang rendah dan vitamin-vitamin. Dalam saliva manusia
diperkirakan terdapat 200 protein yang berbeda. Sel-sel plasma dalam kelenjar
saliva menghasilkan antibodi, terutama dari kelas Immunoglobulin A (IgA) yang
ditransportasikan ke dalam saliva. Selain antibodi, saliva juga mengandung
beberapa jenis enzim antimikrobial seperti lisozim, laktoferin dan peroksidase
serta beberapa komponen seperti growth factor, yang berguna untuk menjaga
kesehatan dari jaringan luka mulut dan dapat membantu proses pencernaan,
khususnya karbohidrat (Soejoto, 2010 dan Arnold, 2010).
2.2 Sorbitol
Sorbitol pertama kali ditemukan oleh ahli kimia dari Perancis yaitu Joseph
Boosingault pada tahun 1872 dari biji tanaman bunga ros. Proses hidrogenasi gula
menjadi sorbitol mulai berkembang pada tahun 1930. Pada tahun 1975 produsen
utama sorbitol adalah Roguette Freres dari Perancis. Sorbitol dinyatakan GRAS
(Generally Recognized As Safe) atau secara umum dikenal sebagai produk yang
aman oleh U.S. Food and Drug Administration dan disetujui penggunaannya oleh
Uni Eropa serta banyak negara di seluruh dunia. Mencakup Australia, Austria,
Kanada dan Jepang.
Nama kimia lain dari sorbitol adalah hexitol atau glusitol dengan rumus
kimia C6H14O6. Struktur molekulnya mirip dengan struktur molekul glukosa
hanya yang berbeda gugus aldehid pada glukosa diganti menjadi gugus alkohol.
Sorbitol pertama kali ditemukan dari juice Ash berry (Sorbus auncuparia L) di
tahun 1872. Setelah itu, sorbitol banyak ditemukan pada buah-buahan seperti apel,
plums, pears, cherris, kurma, peaches, dan apricots. Zat ini berupa bubuk kristal
berwarna putih yang higroskopis, tidak berbau dan berasa manis, sorbitol larut
dalam air, gliserol, propylene glycol, serta sedikit larut dalam metanol, etanol,
asam asetat, phenol dan acetamida. Namun tidak larut hampir dalam semua
pelarut organik.
2.3 Sukrosa
Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air.
Semakin tinggi suhu, kelarutannya semakin besar. Menurut Tranggono (1990)
satu gram sukrosa dapat larut dalam 0,5 ml air pada suhu kamar/ 0,2 ml dalam air
mendidih, dalam 170 ml alcohol/ 100 ml methanol. Kristal sukrosa bersifat stabil
di udara terbuka dan dalam keadaan yang langsung berhubungan dengan udara
dapat menyerap air sebanyak 1% dari total berat dan akan dilepaskan kembali
apabila dipanaskan pada suhu 90C (Sudarmaji, 1982). Higroskopisitas dikenal
sebagai kemampuan untuk menyerap dan menahan air. Sukrosa memiliki sifat
sedikit lebih higroskopis daripada dekstrosa monohidrat. Pada RH 90% dan suhu
25C, sukrosa mampu menyerap 50 60% air sedangkan dekstrosa hanya
menyerap 17 18% air (Mc Wiloiams, 2001). Hal ini dapat terjadi karena sukrosa
memiliki keseimbangan kelembaban (ERH) yang lebih rendah daripada dekstrosa
monohidrat (Achdiyan dan Abudaeri, 1999). Jika produk memiliki ERH lebih
rendah daripada RH lingkungannya maka produk tersebut akan cenderung
menjadi basah/ lengket (Schenck and Hebeda, 1992).
Alat:
1. Baker glass
2.KasadanKapas
3. PH meter
4.GelasUkur
5.Permen (xylitol &sukrosa)
6.Stopwatch
Bahan :
1. Saliva
2. Air
3.2 Cara Kerja
PEMBAHASAN
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Saliva merupakan suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna
terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada
mukosa oral. Derajat keasaman (pH) pada saliva dipengaruhi oleh beberapa
faktor, namun umumnya saliva memiliki pH yang berkisar antara 7,0.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung sukrosa dapat menurunkan pH saliva
menjadi lebih asam sehingga menyebabkan resiko terjadinya karies. Sedangkan
apabila mengkonsumsi xylitol dapat menstimulasi meningkatnya sekresi saliva
dan membuat pH mulut menjadi lebih tinggi sehingga menurunkan resiko
terjadinya karies.
5.2 SARAN
Ganong, W F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17 ed. Jakarta : EGC; 1999. 477
Hui, Y.H., 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Jhon Wiley and
Sons Inc. New York
Mc. William. 2001. Food Experimental Prespectives. 4th edition. Prentice Hall,
Inc. New Jersey
Roland S.M. 2005. Gigi penasihat kesehatan oral aksi, gigi umum praktisi st. john
wood.London.
Roletta H.E. 2002. Pengaruh stimulus pengunyahan dan pengecapan terhadap
kecepatan aliran dan pH saliva. J Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia;;1(9):29-34.
Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6 ed. Jakarta: EGC;
2000. 736-40.
Soejoto, Soetedjo, Faradz SMH, Witjahyo RB, Susilaningsih N, Purwati RD, et al.
Thorpe. 1974. Thorpes Dictionary of Applied Chemistry. Vol XI. Fourt Ed.
Longmans Green and Company. London
Tranggono, S., Sutardi, Haryadi, Suparno, A., Murdiyati, S., Sudarmadji, K.,
Rahayu, S., Naruki, M., dan Astuti. 1990. Bahan Tambahan Makanan (Food
Additive). Pusat Antar Universitas Pangan Dan gizi. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.