Anda di halaman 1dari 8

A.

Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam

Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah


dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan
pendalaman (tadabbur) terhadap Alquranul Karim. Faktor inilah yang
sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah,
sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau
faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada
setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali
Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya
Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan
sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan
Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat
Alquran, yang didalammya tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa,
nafas, semangat Muhammadiyah dalam pengabdiyannya kepada Allah
SWT.

Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa


sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami,
dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Quran karena itupula
seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk
merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan
Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak
dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran
Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk
menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang
dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan
lilalamin.

B. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam

Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah


Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap
melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana
telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong
berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA
Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran,
Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah
meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah
(menyeru, mengajak) Islam, amar maruf nahi munkar dengan masyarakat
sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-
tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam
amal usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti
berbagai ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti-panti
asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak
lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha
diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan
wahana dakwah Islamiyah.

C. Muhammadiyah sebagi Gerakan Tajdid

Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah


sebagai Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak
semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat
menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam
Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang
terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik,
maupun bidah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu
mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu
Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara
total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bidah
dan tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah
dan ibadah seseorang.

Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah


sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam
dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga
termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-
cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam
memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan
terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan
zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan
pelaksanaan kurba dan sebagainya.

Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian


pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam
pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan
dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka
Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan
Reformasi.

Menu Terkait
Tajdid Dakwah Muhammadiyah awal abad 20
Persyarikatan yang didirikan oleh K.H.A Dahlan pada tanggal 8 Dzu al-Hijjah
1330 H., bertepatan dengan tanggal 18 Nopember 1912 M. di Yogyakarta ini
menurut Kuntowijoyo, mendatangkan perubahan terutama pada dua bidang;
pemikiran Islam dan kelembagaan. Dalam bidang pemikiran Islam,
Muhammadiyah memudahkan pemahaman pemikiran Islam dari sumber
utamanya; al-Quran dan al-Sunnah serta berupaya membersihkan Islam dari
segala unsur bidah, khurafat dan tahayul. Di bidang kelembagaan,
Muhammadiyah memperkenalkan pengorganisasian suatu aktivitas secara
permanen seumpama rumah sakit, kegiatan dakwah secara umum dan Majlis
Tarjih; sebuah lembaga yang meghimpun ulama-ulama dan para ilmuan dari
berbagai disiplin ilmu untuk bermusyawarah bersama, meneliti, membanding dan
memilih pendapat yang dianggap lebih benar dan lebih dekat dengan al-Quran
dan al-Sunnah dan kelembagaan kegiatan (Kuntowijoyo, Perlu Mengembangkan
Masyarakat, dalam Salam, no. 20, tahun IV, edisi 20-26 Jumadi al-Awal 1410
Hijriah, h. 4. Lihat Sahlan Rosyidi, Kemuhammadiyahan Untuk Perguruan Tinggi
Muhammadiyah II, Solo, Mutiara, 1984, h. 34).
Pelembagaan kegiatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah, apalagi mempunyai
cakupan bertaraf nasional, tergolong baru di jamannya. Waktu itu, semua kegiatan
yang dilakukan oleh umat Islam Indonesia bersifat lokal dan tidak terlembagakan
dan cenderung terpusat pada figur tertentu. Ketika figur itu mengalami uzur tetap
karena usia tua atau wafat, kegiatan yang telah dirintisnya tidak jarang mengalami
kemunduran dan kemandekan. Pasang surut kegiatan umat Islam, dengan
demikian, tergantung pada keberadaan individu. Bila penerusnya telah tersiapkan
dengan baik, maka aktivitas dakwah yang telah dirintis itu akan mengalami
peningkatan dan kemajuan. Sebaliknya, bila generasi penerus tidak tersiapkan,
rintisan tersebut akan teggelam bersama dengan tenggelamnya sang figur pendiri.
Sejak kelahiran Muhammadiyah, konsep dakwah mengalamai perluasan makna
dan cakupan. Dakwah tidak lagi sebatas dan identik dengan berceramah. Aktivitas
yang terkait dengan penyelenggaraan rumah sakit, pendidikan, panti sosial dan
tentu saja aktivitas penyelenggaraan pengajian dan pengkajian serta berceramah
adalah dakwah. Semua aktivitas yang dilakukan oleh Muhammadiyah untuk
mewujudkan masyarakat Islam yag sebenar-benarnya, adalah dakwah. Aktivitas
dakwah kemudian dilembagakan dan diorganisir secara permanen oleh
Muhammadiyah.
Setelah berjalan satu abad, pelembagaan dakwah yang dirintis dan diperkenalkan
oleh Muhammadiyah sudah menjadi milik umat Islam secara umum. Semua
kegiatan dan aktivitas dakwah umat Islam telah terlembagakan dengan baik.
Pelembagaan kegiatan dakwah yang di masa lalu masih terasa asing, sekarang
sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas dakwah umat Islam.

3. Tantangan dan Peluang Dakwah


Ada beberapa tangtangan dan sekaligus peluang dalam aktivitas dakwah ke depan.
Pertama, problema kehidupan masyarakat semakin komplek. Kompleksitas
kehidupan itu terkait dengan perubahan sosial politik, terutama pasca reformasi.
Perubahan alam pikiran yang cenderung pragmatis, materialistik, hedonis dan
individualistik. Priblema lain terkait dengan penetrasi budaya asing,
multikulturalisme dan globalisasi informasi.
Kehidupan umat Islam yang semula lebih berorientasi pada idealisme bergeser
menjadi cenderung berorientasi pada nilai guna dan manfaat individual semata.
Idealitas sering terabaikan, digantikan dengan kecenderungan pragmatisme
kehidupan yang berorientasi pada pemuasan dan perolehan serta kesenangan
terhadap hal-hal yang bersifat materi.
Muncul pula kecenderungan pemikiran dan gerakan yang semakin radikal baik
yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Yang
berasal dari dalam negeri misalnya NII (palsu) yang gentayangan di sekolah dan
kampus untuk melakukan rekrutmen anggota. Para anggota itu didoktrin
mengenai pentingnya menebus dosa bila ingin masuk sorga dengan memebrikan
uang sebanyak-banyaknya kepada organisasi NII, betapapun dengan cara menipu
atau mencuri baik harta orang tua maupun milik orang lain.
Pemikiran dan gerakan radikal yang berasal dari luar negeri dan berkembang di
Indonesia sekurang-kurangnya ada 7 kelompok. Mereka itu adalah; Pertama,
gerakan salafi yang mengusung faham neo-wahabi yang mendapatkan dukungan
dari Saudi Arabia untuk dikembangkan kepada umat Islam di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Kedua, gerakan jihadi. Gerakan ini dimotori terutama oleh
mantan pejuang Afghanistan ketika melawan Uni Sovyet. Ketiga, al-Ikhwan al-
Muslimun. Gerakan yang didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir ini meski
berusaha mewujudkan sistem khilafah, tapi mentoleransi kehadiran nation-state
asalkan bentuknya negara Islam. Dalam bentuk partai, kelompok ini terwadahi
dalam Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Keempat, Hizbut Tahrir. Gerakan yang
didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani ini ingin membangkitkan kembali sistem
khilafah dan berusaha menerapkan seluruh sistem Islam secara kffah tanpa ada
kompromi dengan sistem-sistem di luar Islam. Karena itu, gerakan ini menolak
kerhadiran nation-state. Kelima, Syiah. Gerakan yang kurang memulyakan Abu
Bakar, Umar, Ustman, Abu Hurairah ini mempunyai basis di Iran, Irak, Bahrain
dan Libanon. Di Indonesia, penyebaran Syiah dilakukan oleh dua jalur negara
dan swasta. Jalur resmi negara dilakukan di antaranya dengan mendidirikan Iran
Corner di kampus-kampus. Jalur swasta dilakukan melalui organisasi swasta yang
terhimpun dalam wadah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Keenam,
Jamaah Tabligh. Gerakan yang para elitnya memusuhi tokoh-tokoh dawah
seumpama Muhammad ibn Abd Wahhab di Najd, Abu Ala al-Maududi di
Pakistan dan Sayyid Quthb (tokoh al-Ikhwan al-Muslimun) di Mesir ini, didirikan
di India oleh Maulana Ilyas Khan Dhalvi. Ketujuh, Ahmadiyah. Gerakan yang
didirikan Ahmad Mirza Ghulam Ahmad di India ini, berpusat di Inggris dan dapat
sokongan penuh dari Inggris dan Amerika.
Tantangan lain adalah semakin berperan para juru dawah kontemporer dan
cenderung menggeser peran dawah NU, Muhammadiyah, Persis dan ormas lain
serta semakin berperannya media elektronik dan teknologi informasi lainnya
dalam membentuk pola pikir dan prilaku masyarakat. Kedahsyatan pengaruh
media elektronik dan teknologi informasi lain seumpama facebook, bolgger dan
lainnya, dapat dilihat dari keberhasilan facebookers melawan apa yang disebut
kriminalisasi KPK. Bukti lain dari kedahsyatan tersebut akibat pemberitaan
media asing seumpama majalah The Economist (London), koran The Asian wall
Street Journal, The New York Time dan Asia Times tentang skandal-skandal di
Indonesia sepanjang Nopember 2009, relatif efektif dalam menghasilkan
delegitimasi terhadap Presiden SBY (Azyumardi Azra, Republika, 3 Desember
2009).
Dalam kehidupan aqidah umat juga ditemukan semakin hidup suburnya takhayyul
dan khurafat. Fenomena dukun cilik mbah Ponari yang dikunjungi oleh puluhan
ribu manusia untuk dimintai berkah, menunjukkan masih (atau malah bertambah)
kuatnya takhayyul dan khurafat itu. Iklan reg mama Loren, Jiko Bodo dan lain-
lain yang secara bebas di media elektronik juga memberikan petunjuk masih
kuatnya takhayyul dan khurafat tersebut.
Pola kehidupan ibadah umat Islam juga masih belum sepenuhnya sejalan dengan
tuntunan Nabi saw. Penyalahgunakan aktivitas doa umpamanya baik untuk
kepentingan poliitis maupun bisnis dengan mudah dapat dijumpai. Aktivitas
politik yang melakukan doa bersama dari penganut berbagai agama merupakan
hal yang biasa dijumpai di negeri ini. Doa secara bergiliran dipimpin oleh
berbagai tokoh agama. Tidak disadari, bahwa ketika mengaminkan doa, yang
bersangkutan sesungguhnya sedang meminta sesuatu kepada tuhan orang yang
meminmin doa tersebut. Kalau yang diaminkan doa non muslim, maka yang
mengaminkan itu sesungguhnya tengah meminta kepada tuhan dia.
Dalam berbagai aktivitas training spiritual, juga dijumpai penyalahgunaan
tersebut. Salah satu contoh ada suatu lembaga yang bergerak secara khusus
menangani training spiritual, melakukan aktivitas sebagai layaknya ibadah haji
lengkap dengan berbagai tahapan haji. Di tempat itu ada kabah, jamarat dan
sebagainya.

4. Orientasi Dakwah Ke Depan


Ke depan, aktivitas dakwah diorientasikan kepada; pertama. kemandirian umat.
Umat dibebaskan dari ketergantungan kepada selain Allah. Umat dibebaskan dari
berbagai kepercayaan selain Allah seumpama percaya kepada dukun, tukan ramal,
berhala politik dan tuhan-tuhan palsu lain yang secara potensial dapat
menyesatkan dan memperdayai umat. Orientasi kemadirian yang merupakan misi
profetik para Rasul, bermodal utama tauhidullah (pengesaan Allah). Misi
kenabiah Nabi Ibrahim As. dan Nabi Muhammad Saw., umpamanya, adalah
merupakan upaya membebaskan masyarakatnya dari ketergantungan hidup
kepada selain Allah. Dengan tauhidullah pula, masyarakat diserukan untuk tidak
percaya kepada para dukun, tukang ramal, berhala politik, dan tuhan-tuhan palsu
lainnya yang menyesatkan dan memperdayai. Jadi, tauhidullah harus
ditindaklanjuti dengan tauhid al-ibadah (unifikasi ibadah) dan tauhid al-ummah
(penyatuan umat) menuju pembentukan khaira ummah (umat terbaik) yang selalu
tampil membela dan melayani kepentingan umat manusia
Kedua, aktivitas dakwah diorientasikan kepada terwujudnya visi Muhammadiyah;
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya adalah suatu komunitas atau masyarakat yang hidup teratur,
mempunyai tujuan dan aturan main berkelompok untuk mewujudkan suatu tujuan
dan memiliki berbagai keutamaan dan keunggulan.
Karakteristik keutamaan dan keunggulannya itu terdapat pada sifat-sifat dan
aktivitas yang dimiliki. Yakni, umat yang melakukan aktivitas mengajak kepada
kebaikan dengan cara melakukan amar maruf dan nahi munkar. Selama umat
Islam melakukan aktivitas tersebut, predikat sebagai umat terbaik dan unggulan
masih akan melekat padanya. Karena itu, umat Islam harus selalu melakukan dan
mengembangkan aktivitas tersebut.
Secara garis besar, masyarakat Islam yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah
mempunyai beberapa karekteristik sebagai berikut:
Pertama, saling mengingatkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan keseharian umat. Kedua, peduli dan saling memberdayakan (jasad dan
bunyn). Ketiga, mempunyai sikap welas asih, tidak keras kepala, pemaaf,
mempunyai dan mengembangkan tradisi syura dalam menyelesaikan berbagai
masalah dan melibatkan Allah dalam segala aktivitas dengan keyakinan Allah
akan memberikan yang terbaik dan termaslahat QS. 3:159 dan 191). Keempat,
berjiwa izzah (pede) terhadap siapaun, termasuk yang tidak seaqidah dan
mengaitkan segala aktivitasnya dalam kerangka perwujudan mencari ridha dan
ekepresi cinta kepada Allah dan rasul-Nya (QS. 5: 54). Kelima, berpaham
keagamaan moderat dan dapat memberikan teladan; tidak ke kiri dan tidak pula ke
kanan; tidak kaku dan tidak pula permisif dalam menjalankan syariah (QS. 2: 143
dan QS.1: 6-7). Semangat keberagmaannya adalah kepasrahan dan siap diatur
oleh Islam (2: 128). Keenam, dalam memahami agama juga mencerminkan
pandangan tengah; ada integrasi antara tekstualitas, kontekstualitas dan
historisitas. Dan ketujuh, pandangannya terhadap kehidupan dunia mencerminkan
sikap tengahan. Kehidupn dunia sebagaimana dalam QS. 27: 77, dipahami bersifat
integratif; Kebahagiaan hidup di akhirat hanya dapat diwujudkan dengan fasilitas
yang ditawarkan oleh kehidupan di dunia. Dunia tempat menanam dan akhirat
tempat segala yang ditanam di dunia dipanen. Tidak ada sikap tenggelam dalam
kenikmatan materi dengan mengabaikan kehidupan spiritual. Sebaliknya, tidak
ada sikap hanya tenggelam dalam kehidupan spiritual dengan mengabaikan
kehidupan dunia.

5. Model dan Strategi Dakwah


Untuk kepentingan dakwah ke depan, di samping secara terus menerus
mengoptimalkan aktivitas yang sudah ada, beberapa pilihan dapat dilakukan
Muhammadiyah untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah. Pertama, melakukan
revitalisasi keluarga. Al-Quran surat al-Hasyr (66) ayat 7 menegaskan keharusan
memelihara dan menjaga diri dan keluarga. Artinya, perintah untuk melakukan
revitalisasi dakwah secara terus menerus dan berkelanjutan dari diri dan keluarga.
Keluarga, sebagimana dipandukan dalam Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah,
difungsikan sebagai a. media sosialisasi nilai-nilai ajaran Islam b. kaderisasi;
sebagai pelansung dan penyempurna gerakan dawah, c. sebagai media pemberian
keteladanan dan pembiasaan amal Islami, dan d. media penciptaan suasa dan
kehidupan islami dalam bentuk membangun pergaulan yang saling mengasihi,
menyayangi, saling menghargai danmenghormati, memelihara persamaan hak dan
kewajiban.
Kedua, optimalisasi mesin persyarikatan dalam bentuk pemberdayaan ranting dan
amal usaha secara maksimal sebagai media dakwah. Pimpinan persyarikatan dan
pimpinan amal usaha baik bidang pendidikan, kesehatan dan sosial secara aktif
dan sungguh-sungguh berkerja sama mengefektifkan gerakan dakwah di ranting
dan amal usaha. Diprogramkan secara sistemik, amal usaha, terutama yang
bergerak di bidang pendidikan dan sosial untuk menjadikan peserta didiknya
sebagai kader-kader Islam yang dipersiapkan untuk mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.
Ketiga, sebagai telah diungkapkan di atas tentang kedahsyatan pengaruh media
elektronik dan teknologi informasi dalam membentuk pola pikir dan prilaku
masyarakat, merupakan keniscayaan dakwah Muhammadiyah memanfaatkan
media elektronik dan teknologi informasi. Saatnya Muhammadiyah mulai
berdakwah melalui dunia maya sumpama lewat facebook, bolgger dan
sebangsanya. Dalam pemanfaatan media elektronik, mungkin Muhammadiyah
dapat mengambil bagian dalam mengisi acara tertentu di televisi lokal yang pada
masa mendatang akan banyak dikembangkan.
Keempat, menjadikan maal sebagai obyek dakwah. Munculnya maal baru
sesungguhnya memberikan peluang untuk berdakwah, sekurang-kurangnya untuk
membantu pengunjung maal melaksanakan shalat jumat. Bagi Muhammadiyah,
ini merupakan lahan dakwah yang relatif strategis. Di antara jamaah, ada
berasalah dari kalangan menengah atas. Dari mereka dapat dikembangkan
jaringan di kalangan masyarakat menengah atas yang belakangan banyak dikuasai
oleh kelompok lain.
Keenam, melakukan sinergi dengan berbagai majlis dan lembaga di lingkungan
Muhammadiyah. Sebenarnya Muhammadiyah mempunyai obyek dakwah yang
tidak pernah kering. Mereka datang ke Muhammadiyah, baik ketika sakit yang
ditampung oleh balai pengobatan Muhammadiyah, atau sekolah dan perguruan
tinggi Muhammadiyah. Selama ini, mereka belum secara maksimal dijadikan
sebagai obyek dakwah betapapun Muhammadiyah telah menegaskan semua amal
usaha yang dimiliki adalah media dakwah Muhammadiyah. Sinergi dengan
berbagai majlis dan lembaga dapat membantu terselenggaranya aktivitas dakwah
secara maksimal. Wallhu Alam bi al-Shawb

*
Kiageng AF. Wibisono, adalah warga BANGLADES (Bangsa Lamongan Desa)
Jawa Timur, lahir di Lamongan, 12 Januari 1958, hidup dengan 1 Istri dan 3 anak;
1 laki-laki dan 2 perempuan, alumni Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
(MIM), pasantren dan IAIN/UIN Jakarta
Di antara jabatan sekarang:
a. Wakil Sekretaris Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
b. Wakil Rektor III UHAMKA
c. Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat
d. Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN)
e. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syahid Jkarta
f. Pengawas Syariah di berbagai Asuransi Syariah
h. Anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta
Hp/tlp. 08158783945 021-7411413, 021-68880598

Anda mungkin juga menyukai