Anda di halaman 1dari 22

2.1.

Bakteri Patogen Pada Makanan


Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun
mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.
Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan makanan), terutama yang
disebabkan oleh bakteri patogen masih menjadi masalah yang serius di berbagai negara termasuk
Indonesia.Seringkali diberitakan terjadinya keracunan pangan akibat mengkonsumsi hidangan
pesta,makanan jajanan, makanan catering, bahkan pangan segar. Terdapat beberapa faktor yang
umumnya menimbulkan keracunan pangan akibat bakteri, yaitu:
Kontaminasi
bakteri patogen harus ada dalam pangan, dalam hal pertumbuhan beberapa bakteri patogen harus
memiliki kesempatan untuk berkembang biak dalam pangan untuk menghasilkan toksin atau
dosis infeksi yang cukup untuk menimbulkan penyakit , dalam hal daya hidup (survival) jika
berada pada kadar yang membahayakan, bakteri patogen harus dapat bertahan hidup dalam
pangan selama penyimpanan dan pengolahannya.
Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan melalui dua mekanisme, yaitu intoksikasi
daninfeksi.
Intoksikasi
Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (baik itu toksin maupun
metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri tumbuh pada pangan dan memproduksi toksin Jika
pangan ditelan, maka toksin tersebut yang akan menyebabkan gejala, bukan bakterinya.
Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan pangan melalui intoksikasi
adalah:
Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-
positif,bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang
menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin
di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare
dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala
yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual,nyeri perut
seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah,gejala
yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan
bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar.
Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan
panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan
botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin
botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800oC selama 30 menit cukup
untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan
dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
Gejala keracunan:
Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda, tenggorokan
dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat
menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin tertelan. Masa sakit dapat
berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.
Staphilococcus aureus
Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus aureus merupakan bakteri yang paling
banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk
kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak
membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah
rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin
dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit. Pangan yang dapat
tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein, misalnya daging, ikan, susu, dan
daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti
salad, puding, dan sandwich; produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa
jam; pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang
rendah; serta pangan yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Gejala keracunan:
Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam, berupa mual, muntah (lebih dari 24
jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan. Pada
beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan tekanan darah.

Infeksi
Bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini,
penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui
konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk menyebabkan penyakit, jumlah bakteri
yang tertelan harus memadai. Hal itu dinamakan dosis infeksi.
Beberapa bakteri patogen yang dapat menginfeksi tubuh melalui pangan sehingga menimbulkan
sakit adalah:
1. Salmonella
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak
menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur dan
daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan tidak sempurna. Sakit yang
diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis.Cara penularan yang utama adalah
dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan
juga dapat terkontaminasi oleh penjamah yanng terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau
melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain
juga dapat terjadi selama infeksi.
Gejala keracunan:
Pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare, kram perut,
dan demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala lainnya
adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat berlangsung selama lebih dari 7
hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat
membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami
gangguan sistem kekebalan tubuh.

Contoh gambar koloni Salmonella


2. Clostridium perfringens merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk endospora
serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging mentah,
unggas, dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin
yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam
usus.
Gejala keracunan:
Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar
bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akan
menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul
berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjut selama 12-48
jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu (terutama pada
anak-anak dan orang lanjut usia).
3. Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarah
panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora,
kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul,
dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak
bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti
Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli merupakan tipe EHEC yang
terpenting dan berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat. E. coli dapat masuk ke dalam
tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah,
daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan.
Gejala keracunan:
Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa kasus
dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari,
sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.
Gejala keracunan pangan yang sering dijumpai secara umum:
Gejala keracunan bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang tertelan. Gejala keracunan
pangan yang tercemar bakteri patogen biasanya dimulai 2-6 jam setelah mengkonsumsi pangan
yang tercemar. Namun, waktunya bisa lebih panjang (setelah beberapa hari) atau lebih pendek,
tergantung pada cemaran pada pangan. Gejala yang mungkin timbul antara lain mual dan
muntah;kram perut; diare (dapat disertai darah); demam dan menggigil; rasa lemah dan lelah;
serta sakit kepala.
Pencegahan Keracunan Pangan:
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan akibat bakteri
patogen adalah:
Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan
setelah digunakan.
Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya.
Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah
untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang
kalengnya telah rusak atau menggembung.
Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk mencegah
terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum
Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh.
Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman
(>700oC) selama minimal 20 menit.
Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya
suhu penyimpanan di bawah 50oC).
Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba
dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 600oC sebelum disajikan. Dengan
menjaga suhu di bawah 50oC atau di atas 600oC, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau
terhenti.
Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi, keju,
sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung
beku,dan lain-lain dalam freezer.
Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama
yang dikonsumsi mentah.
2.2. Bakteri Patogen Pada Obat-Obatan
Bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada obat-obatan adalah sebagai berikut:
1. Helicobacterpylori
Infeksi Helicobacter pylori pada saluran cerna bagian atas mempunyai variasi klinis yang luas,
dimulai daripada kelompok asimtomatik sampai tukak peptik, bahkan di hubungkan dengan
keganasan di lambung seperti adenokarsinoma tipe intestinal atau mucosal associated lymphoid
tissue atau ( MALT ) Limfoma(1-3).
Data epidemiologis dari berbagai bagian dunia menunjukkan adanya perbedaan geografis dan
juga korelasi yang tidak sesuai antara prevalensi infeksi dengan prevalensi spektrum klinis
seperti tukak peptik ataupun Helicobacter pylori berdasarkan studi seroepidemiologi cukup
tinggi, tetapi sebaliknya prevalensi berbagai kelainan klinis seperti tukak peptik maupun kanker
lambung sangat rendah. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan peran faktor pejamu termasuk
faktor genetik maupun faktor lingkungan yang selain mempengaruhi kuman Helicobacter pylori
agaknya juga mungkin dapat mempengaruhi fisiologi maupun imunologi pejamu1-5.
2. Patogenesa Helicobacter Pylori
Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, namun H. Pylori memiliki
kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap lingkungan ekologi lambung, dengan
serangkaian langkah unik masuk kedalam mukus, berenang dan orientasi spasial didalam mukus,
melekat pada sel epitel lambung, menghindar dari respon imun, dan sebagai akibatnya terjadi
kolonisasi dan transmisi persisten. Setelah memasuki saluran cerna, bakteri H.pylori, harus
menghindari Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, namun H. Pylori
memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap lingkungan ekologi lambung, dengan
serangkaian langkah unik masuk kedalam mukus, berenang dan orientasi spasial didalam mukus,
melekat pada sel epitel lambung, menghindar dari respon imun, dan sebagai akibatnya terjadi
kolonisasi dan transmisi persisten1,2,5-6,8,33. Setelah memasuki saluran cerna, bakteri H.pylori,
harus menghindari dalam lapisan mukus. Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan
pada langkah awal infeksi ini. Urease menghidrolisis urea menjadi karbondioksida dan ammonia,
sehingga H. Pylori mampu bertahan dalam lingkungan yang asam. Motilitas bakteri sangat
penting pada kolonisasi, dan flagel H. Pylori sangat baik beradaptasi pada lambung.

Gambar Patogenesa Helicobacter pylori

2.3. Standar Mikrobiologi Bahan Pangan dan Obat-Obatan


1. Bahan baku
Bahan baku farmasi untuk produk farmasi dapat berupa bahan kimia atau bahan yang
berasal dari alam.
Bahan yang berasal dari alam cenderung terkontaminasi mikroorganisme lebih berat
dibandingkan bahan sintetik kimia.
Kategori bahan baku alam (Grigo, 1976)
Bahan baku sintesis atau ekstrak bahan alam yang sudah dimurnikan (rata-rata 10 cfu/g
atau mL)
Bahan baku hasil sintesis dan dari bahan alam (rata-rata 102 cfu/g atau Ml)
Ekstrak tanaman (rata-rata 103 cfu/g atau Ml)
Produk hewan atau tanaman yang sedikit mengalami proses (rata-rata 104 cfu/g atau Ml)
Produk hewan atau tanaman yang tidak mengalami proses (rata-rata 105 cfu/g atau Ml)
Contoh mikroorganisme kontaminan yang sering dijumpai dalam bahan baku alam:
Bacillus
Enterobacteriaceae
Staphylococcus
Aspergillus
Penicillium
Mucor
Rhizopus
2. Air murni
Untuk air minum tidak boleh ada Coliform bacilli per 100Ml
Untuk air injeksi
< 0,25 endotoksin unit (EU) per Ml
Batas mikroba < 10 cfu per 100 Ml
Tidak ada Pseudomonas
Untuk air sediaan non steril
Kisaran dari < 10 sampai < 100 cfu per 100 Ml
Tidak ada Pseudomonas
3. Produk farmasi steril
Untuk produk parenteral, sediaan obat mata, termasuk larutan lensa kontakl, dan produk-
produk yang diberikan pada luka terbuka atau proses irigasi rongga tubuh.
Uji sterilitas perlu dilakukan
Syarat steril: sterility Assurance Level dengan probabilitas sama atau
4. Produk farmasi non steril
Tidak ada aturan tunggal yang mengatur , tergantung pada farmakope negara masing-
masing.
Tidak mengandung mikroba yang dapat menyebabkan infeksi akibat penggunaan obat
tersebut(medication-borne infection)
TVC(Total Viable Count) dalam jumlah tertentudan tidak adanya patogen enterik dalam
bahan bakunya.

2.4. Metode TPC(Total Plate Count) atau Angka Lempeng Total (ALT)
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel,
umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan
lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil
akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam koloni(cfu) per ml/g
atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar.
Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis Mikrobiologi yaitu
pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng
agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujan Angka Lempeng
Total digunakan PDF (Pepton Dilution Fluid) sebagai pengencer sampel dan menggunakan PCA
(Plate Count Agar) sebagai media padatnya. Digunakan juga pereaksi khusus Tri Phenyl
tetrazalim Chlotide 0,5 % .

Prosedur pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis Mikrobiologi yaitu dengan
cara aseptik ditimbang 25 gram atau dipipet 25 ml sampel ke dalam kantong stomacher steril.
Setelah itu ditambahkan 225 ml PDF, dan dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik
sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Disiapkan 5 tabung atau lebih yang
masing-masing telah diisi dengan 9 ml PDF. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel
yang merupakan pengenceran 10-1dipipet sebanyak 1 ml kedalam tabung PDF pertama, dikocok
homogeny hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau
sesuai dengan pengenceran yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1ml kedalam
cawan petri dan dibuat duplo, ke dalam setiap cawan dituangkan 15-20 ml media PDA yang
sudah ditambahkan 1%TTC suhu 45C. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian
rupa hingga suspense tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat
uji kontrol (blangko). Pada satu cawan diisi 1 ml pengencer dan media agar, pada cawan yang
lain diisi media. Setelah media memadat, cawan diinkubasi suhu 35-37C selama 24-46 jam
dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.
Keuntungan Dan Kelemahan dari Angka Lempeng Total sebagai berikut:
Keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji Angka Lempeng Total adalah dapat
mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba
jenis lain yang terdapat dalam contoh.
Adapun kelemahan dari metode ini adalah :
Kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti pada
mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.
Kemungkinan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya. Kemungkinan
adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena penggunaan jenis media agar, suhu, pH,
atau kandungan oksigen selama masa inkubasi.
Kemungkinan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh permukaan
media agar sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini akan mengakibatkan mikroba lain
tersebut tidak terhitung.
Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara 30
300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang
kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama
karena terjadi persaingan diantara koloni.
Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang umumnya
membutuhkan waktu 24 jam atau lebih.

Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk


pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit
menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc, mudah tersebar melalui
bahan makanan.
Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gagguan perut akibat makanan disebabkan,
antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-
bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri; mengkomsumsi
pangan yan mengandung parasitparasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini
sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering
tertukar dalam penentuan penyebabnya.
Secara umum, istilah keracuan makanan yang sering digunakan untuk
menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup gangguangangguan yang
diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organismeorganisme tertentu dan gangguan-
gangguan akibat terinfeksiorganisme penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara
alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan
suatu metabolisme.
Makanan yang terkontaminasi dapat disebabkan oleh hygiene sanitasi makanan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan. Untuk mendapatkan makanan dan minuman yang memenuhi
syarat kesehatan maka perlu diadakan pengawasan terhadap hygiene sanitasi makanan dan
minuman yang diutamakan pada usaha yang bersifat umum seperti restoran, rumah makan,
ataupun pedagang kaki lima mengingat bahwa makanan dan minuman merupakan media yang
potensial dalam penyebaran penyakit (Depkes RI, 2004).
BAB II
ISI
A. Pengertian Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi
dalam Ali, 2008). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk
melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan,
menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya.

Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme


ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi
yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan
tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang
telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam
bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan
akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada. Mikroorganisme ini juga tidak
memerlukan tembat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat
pembiakannya relative cepat (Darkuni dalam Ali, 2008). Oleh karena aktivitasnya tersebut, maka
setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik yang merugikan maupun yang
menguntungkan.

Sekilas, makna praktis dari mikroorganisme disadari tertutama karena kerugian yang
ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Misalnya dalam bidang
mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan mikroorganisme yang pathogen
yang menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas. Walaupun di bidang
lain mikroorganisme tampil merugikan, tetapi perannya yang menguntungkan jauh lebih
menonjol (Ali, 2008)

B. Peran Menguntungkan Bakteri dalam Bidang Pangan / Makanan


Menurut Schlegel (1994) beberapa bukti mengenai peranan mikrobiologi dapat
dikemukakan sebagai proses klasik menggunakan bakteri. Di Jepang dan Indonesia sudah sejak
zaman dahulu kacang kedelai diolah dengan menggunakan bantuan fungi, ragi, dan bakteri asam
laktat. Bahkan sudah sejak zaman perang dunia pertama fermentasi terarah dengan ragi
digunakan untuk membuat gliserin. Asam laktat dan asam sitrat dalam jumlah besar yang
diperlukan oleh industri makanan, masing-masing dibuat dengan pertolongan bakteri asam laktat
dan cendawan Aspergillus niger.
Pengawetan makanan dengan mikroorganisme, misalnya pada :
1. Sayuran yang terfermentasi
Hampir semua sayuran dapat mengalami fermentasi bertipe asam laktat, yang biasanya
dilakukan oleh berbagai jenis Sterpcococcus, Lactobacillus leuconostoc, dan Pediococcus.
Organisme-organisme ini mengubah gula yang terdapat dalam sayuran terutama menjadi asam
laktat yang mengatasi pertumbuhan organisme lain dan menberi rasa unik pada sayuran yang
terfermentasi. Setelah fermentasi, sayuran semacam itu sering disebut teracarkan dan tidak
jarang terlihat botol-botol acar bit, acar kacang hijau, atau acar wortel.
2. Saurkraut (kubis asin)
Saurkraut ialah produk fermentasi asam laktat kubis yang diparut. Kubis segar selalu
mengandung sejumlah jenis Leuconostoc dan Lactobacillus, sehingga tidak perlu ditambahkan
bakteri untuk memulai fermentasi.
3. Acar
Organisme yang bertanggungjawab terhadap acar terfermentasi pada dasarnya adalah semua
jenis marga Lactobacillus dan produk akhirnya mempunyai sekitar keasaman yang sama dengan
saurkraut.
4. Zaitun
Zaitun hijau semula diperlakukan dengan 1 sampai 2 persen larutan alkalis selama 24 jam
untuk menghilangkan sebagian dari rasa pahit. Setelah dicuci dengan sempurna untuk
mehilangkan air alkalis, zaitun diletakkan dalam tong dan direndam dengan larutan garam 6
sampai 9 persen. Fermentasi asam laktat yang kemudian berlanjut berlangsung selama 6 hingga
10 bulan, yang setelah itu zaitun hijau dipilah dan dikemas.
5. Daging terfermentasi
Sosis adalah satu-satunya produk daging terfermentasi. Sosis yang telah diolah kemudian
disimpan pada suhu 8oC selama 40 hari atau lebih, yang selama waktu itu terjadi fermentasi asam
laktat disertai dehidrasi daging yang cukup. Tentu saja hal ini meningkatkan kadar garam yang
bersama dengan asam laktat mencegah pertumbuhan organisme yang merusak.
6. Makanan terfermentasi dari timur
Kecap dibuat dari kedelai yang dimasak kemudian difermentasi. Enzim disekresikan oleh
jamur Aspergillus yang menghidrolisiskarbohidrat dan protein kedelai dan tak diragukan lagi
menyebabkan cita rasa kecap yang khas. Lactobacillus delbrueckii memfermentasi karbohidrat,
yang membentuk cukup asam kojat untuk mencegah perusakan. Bakteri asam laktat yang lain
maupun beberapa marga khamir memberikan sumbangan kepada citarasa akhir kecap.
7. Protein sel tunggal
Single cell protein (SCP) mengacu pada mikroorganisme yang digunakan sebagai makanan
baik untuk manusia maupun hewan. Protein ini terdiri atas khamir, ganggang atau bakteri,
walaupun kebanyakan prosesor SCP pada akhir-akhir ini menggunakan khamir. Produksi SCP
memberikan metode pengubahan sumber karbohidrat yang murah menjadi makanan yang dapat
dimakan yang mengandung sampai sebanyak 70 persen protein dan bobot kering maupun
kebanyakan vitamin B (Volk, 1990). Sebagai sumber protein, organisme penghasil PST
mempunyai beberapa keunggulan, keunggulan tersebut terletak pada kemampuan
perkembangbiakan yang cepat dan relatif mudah, serta mempunyai konversi protein yang tinggi
dibanding sumber protein yang lain. PST mempunyai kadar protein yang lebih tinggi
dibandingkan kadar protein kedelai. Keunggulan lainnya yaitu substrat yang digunakan sebagai
media tumbuh mikrobia penghasil PST ini dapat memanfaatkan limbah.
Beberapa contoh mikrobia yang dapat digunakan sebagai PST yaitu Saccharomyces
cerevisiae dan Candida utilis. Mikroba ini dapat dibiakkan dalam skala besar ( industri). Protein
yang dihasilkan oleh mikrobia ini mengandung asam nukleat tinggi, namun tubuh manusia
kurang memiliki enzim untuk memetabolismenya. Hal ini cenderung menimbulkan reaksi yang
merugikan pada saluran penceranaan manusia. PST dari mikrobia ini (Saccharomyces cerevisiae
dan Candida utilis) sering digunakan sebagai suplemen makanan ternak.
Mikroba lain yang digunakan sebagai sumber PST yaitu Spirulina. Spirulina termasuk
Cyanobacteria ( ganggang biru ) yang dapat berfotosintesis sehingga sangat menguntungkan
sebagai sumber makanan. Spirulina telah digunakan selama berabad-abad dalam bentuk kering
oleh bangsa Aztec, di Meksiko.

C. Peran Negatif Bakteri dalam Bidang Pangan


Berbagai penyakit atau infeksi yang berbeda-beda mungkin terjadi karena memakan
makanan yang terkontaminasi dengan organisme patogen. Infeksi makanan terjadi karena
memakan makanan yang mengandung organisme hidup yang mampu sembuh atau bersporulasi
dalam usus yang menimbulkan penyakit.
Penyakit yang paling mendapat perhatian adalah penyakit-penyakit makanan yang
disebabkan oleh organisme yang biasanya dianggap ada.
1. Infeksi Makanan
Infeksi makanan terjadi karena memakan makanan yang mengandung organisme hidup yang
mampu sembuh atau bersporulasi di dalam usus yang menimbulkan penyakit. Organisme
penting yang menimbulkan infeksi makanan meliputi C. Perfringens, Vibrio parahaemolyticus,
dan sejumlah jenisSalmonela yang berlainan.
a. Salmonella
Reservoir utama bagi Salmonella ialah saluran pencernaan banyak hewan, meliputi burung,
hewan ternak, reptilia, dan manusia. Orang menjadi terinfeksi karena kemasukan makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Sudah barang tentu air menjadi tercemar karena masuknya
kotoran dari hewan apa saja yang mengekskresi Salmonella. Infeksi melalui makanan terjadi
karena masuknya daging yang terkontaminasi atau melewati tangan sebagai perantara dalam
pemindahan Salmonella dari sumber yang terinfeksi.

b. Clostridium perfringens
Organisme ini memproduksi berbagai ragam eksotoksin. Membentuk spora apabila berada di
dalam usus, dan hanya pada waktu pembentukan endospora dalam usus itulah toksin peracunan
makanan diproduksi. Sumber yang paling sering ialah daging atau produk-produk daging.
Masuknya masakan daging semacam itu mengakibatkan rasa sakit perut dan diare yang akut
sesudah masa inkubasi 8 sampai 24 jam.
c. Vibrio parahaemolyticus
Kerang-kerangan merupakan sumber infeksi saluran pencernaan jika dimasak mentah atau
sedikit dimasak. Belum diketahui dengan tepat bagaimana diare yang dihubungkan dengan
organisme ini dapat terjadi, tetapi kegawatan infeksi ini dapat dirasakan dengan memikirkan
kenyataan bahwa laju kematian karena infeksi V. Parahaemolytikus dapat mendekati 7 atau 8
persen.

2. Peracunan Makanan
Peracunan makanan tidak disebabkan oleh menelan organisme hidup melainkan dengan
kemasukan toksin atau substansi beracun yang beracun yang disekresikan ke dalam makanan.
Dalam hali yang terakhir, organisme ini mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam
makanan, tetapi apabila toksin itu sendiri dimusnahkan, peracunan makanan yang hebat dapat
terjadi dari memakanan makanan itu. Organisme yang menyebabkan peracunan makanan
mencakup S. aureus, C. botulium, dan B. cereus.

a. Staphylococcus
Peracunan ini disebabkan oleh kokus gram positif kecil, stafilokokus yang sama bertanggung
jawab atas banyak masalah infeksi di rumah sakit. Organisme itu mudah tumbuh pada media
hara biasa dan walaupun banyak galur memerlukan beberapa asam amino dan satu vitamin B
atau lebih, galur-galur ini tidak dapat dipandang sebagai bakteri yang sukar dipelihara. Ciri
peracunan makanan stafilokokus yang sangat menonjol adalah diare yang hebat, muntah-muntah
dan sakit perut, sedangkan bantuan yang menonjol adalah masa inkubasinya yang pendek sekitar
2 sampai 4 jam.
b. Bacillus cereus
Organisme ini adalah batang besar gram positif yang membentuk spora dan merupakan salah
satu anggota suku Bacillaceae saprofit yang paling sering terdapat dimana-mana. Apabila
makanan yang di dalamnya terdapat organisme ini, selama 24 jam terjadi rasa sakit perut yang
hebat dan diare beberapa jam setelah termakan. Ditemukan di dalam tanah dan pada makanan
mentah dan kering, mencakup beras yang belum dimasak.

c. Clostridium botulinum
Batang gram positif yang besar dalam suku Bacillaceae, adalah jasad etiologi peracunan
makanan yang sangat fatal dan biasanya terjadi setelah menelan eksotoksin yang terbentuk
sebelumnya yang dihasilkan oleh organisme ini sewaktu tumbuh dalam makanan.
3. Keracunan
Keracunan makanan terjadi karena memakan makanan yang mengandung organisme hidup
yangmampu sembuh atau bersporulasi dalam usus, yang menimbulkan penyakit. Organisme
yangmenimbulkan keracunan makanan meliputi C.perfringens, vibrio parahaemolyticus dan
sejumlah jenis Salmonella yang berlainan.

D. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba pada Makanan


1. Faktor intrinsik meliputi :
a. pH
pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan, dan setiap mikroba masing-
masing mempunyai pH optimum, pH minimum dan pH maksimum untuk pertumbuhannya.
Bakteri paling baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam atau basa.
Berdasarkan pH minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhannya, mikroba
digolongkan ke dalam:
1. Mikroba asidofilik: pH antara 2,0 - 5,0
2. Mikroba mesofilik: pH antara 5,5 - 8,0
3. Mikroba alkalifilik: pH antara 8,4 - 9,5
Mikroorganisme fermentatif memperlihatkan rentang nilai pHi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mikroorganisme yang menggunakan jalur respirasi. Pada mikroorganisme
fermentatif , produksi produk fermentatif yang bersifat asam dan akumulasinya mengakibatkan
gangguan keseimbangan pH dan pembatasan pertumbuhan.Sejumlah mikroorganisme
meningkatkan mekanisme kompensasi untuk mencegah efek toksik dari akumulasi produk yang
bersifat asam dan berkonsentrasi tinggi tersebut. Contoh mekanisme tersebut, dengan
menginduksi jalur metabolik baru untuk tujuan produksi produk netral butanol dari butirat oleh
Clostridium acetobutylicum dan butanediol dari asetat oleh Klebsiella aerogenes.
b. aktivitas air (activity of water, aw),
Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Air dalam substrat yang dapat
digunakan untuk pertumbuhan mikroba biasanya dinyatakan dengan water activity (aw). aw
dibedakan dengan RH, aw digunakan untuk larutan atau bahan makanan, dan RH untuk udara
atau ruangan.
Bakteri perlu air lebih banyak dari kapang dan khamir, serta tumbuh baik pada aw mendekati
satu yaitu pada konsentrasi gula atau garam yang rendah. aw optimum dan batas terendah untuk
tumbuh tergantung dari macam bakteri, makanan, suhu, pH, adanya oksigen, CO2 dan senyawa-
senyawa penghambat. Pada umumnya kapang membutuhkan aw lebih sedikit daripada khamir
dan bakteri. Setiap kapang mempunyai aw minimum untuk tumbuh, dan untuk mencegah
pertumbuhan kapang sebaiknya aw diturunkan hingga dibawah 0,62. Khamir membutuhkan air
yang lebih sedikit dibandingkan bakteri, tetapi lebih banyak daripada kapang. Umumnya batas
aw terendah untuk khamir sekitar 0,88 0,94
c. Kandungan nutrien
Bakteri Autotrofik (litotrof), untuk pertumbuhannya hanya membutuhkan air, garam anorganik
dan karbon dioksida. Kelompok ini mensintesis karbon dioksida menjadi sebagian besar
metabolit organik esensial. Bakteri heterotrofik (organotrof) membutuhkan karbon organik untuk
pertumbuhannya

d. Bahan antimikroba dan struktur bahan makanan.


Beberapa unsur dalam bahan makanan mempunyai sifat antimikroba. Susu sapi mengandung
laktoferin, konglutinin, lisozim, laktenin dan sistem laktoperoksidase. Bahan antimikroba dalam
telur adalah lisozim, konalbumin, ovomukoid, avidin. Sistem laktoperoksidase terdiri dari
laktoperoksidase, tiosianat dan peroksidase. Ketiga komponen ini diperlukan untuk efek
antimikroba. Susu kambing mengandung lebih banyak lisozim dibandingkan susu sapi.
Meskipun demikian kandungan lisozim susu lebih rendah bila dibandingkan dengan putih telur.
Laktoferin adalah protein penangkap Fe dalam susu dan dapat disamakan dengan konalbumin
putih telur. Lisozim yang terdapat dalam telur menyebabkan lisis lapisan peptidoglikan dinding
sel bakteri. Kandung lisozim dalam telur adalah 3,5 %.
Struktur bahan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme misalnya
lemak karkas dan kulit pada karkas unggas dan karkas babi dapat melindungi daging dari
kontaminasi mikroorganisme. Kerabang telur yang mempunyai pori-pori sebesar 25-40 m dapat
mempersulit masuknya mikroorganisne ke dalam telur walau tidak dapat mencegah tetap
masuknya mikroorganisme. Mikroorganisme akan ditahan oleh lapisan membran dalam yang
mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen. Daging giling atau daging yang sudah
dipotong menjadi bagian lebih kecil akan lebih memberi kemudahan bagi mikroorganisme untuk
berkembang biak dibandingkan dengan pada daging karkas.
2. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu
penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya berhubungan dengan pengaruh
atmosferik seperti :
a. Kelembaban,
Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi bahan makanan dan pertumbuhan
mikroorganisme pada permukaan bahan makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH
rendah akan menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami kekeringan pada
permukaannya dan dengan demikian mengubah nilai aktivitas airnya.Produk bahan makanan
yang kering ini bila dibawa ke lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap kelembaban
sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama akan terjadi bila bahan makanan
yang telah didinginkan dibawa ke lingkungan yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan
kondensasi air di bagian permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan pada pengepakan
produk yang dapat membusuk, karena biasanya ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan
dengan ruang pendingin, sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme.
b. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan dan
kehidupan mikroorganisme.
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya :
Psikrotropik: 14-20 C, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigerator (4 C).
Contoh pada makanan kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik
tipe B dan F.
Mesofilik: 30-37 C
Merupakan suhu normal gudang
Contoh : Clostridium botulinum
Termofilik: 45-60 C.
Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan.
Contoh bakteri : Bacillus stearothermophilus
c. Cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.
Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan
kerusakan toxin yang dihasilkannya, misalnya pada Aspergillus ochraceus.
Pada umumnya mikroorganisme rusak akibat cahaya, terutama pada mikroba yang tidak
mempunyai pigmen fotosintetik. Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin,
vitamin A, vitamin C, warna bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya
oksidasi lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif terhadap sinar
dapat dilindungi dengan cara pengepakan menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.

d. Udara
Ketika makanan terbuka dan terkena udara maka diperkirakan akan terjadi kontaminasi bakteri
yang ada di udara sehingga jumlah bakteri akan bertambah.

E. Pengendalian mikroorganisme pada makanan


Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya bertujuan untuk
membuat bahan makanan menjadi tahan lama, atau dengan perkataan lain bertujuan untuk
pengawetan bahan makanan. Pengendalian mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat berarti membunuh atau menghambat pertumbuhan itu sendiri.
Biasanya tindakan ini dilakukan dengan perlakuan fisik atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik
dapat dilakukan dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan perlakuan penyinaran
(iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari suhu rendah, yaitu pendinginan dan pembekuan, dan suhu
tinggi/pemanasan yang dapat berupa pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan pengeringan dapat
dilakukan dengan cara pengeringan atau cara pengeringan beku. Perlakuan penyinaran dapat
dilakukan dengan sinar ultraviolet dan ionisasi (sinar rntgen, sinar gamma, sinar elektron).
Perlakuan kimia dapat dilakukan dengan cara penggaraman, curing, pengasaman, pengasapan
dan pemberian bahan pengawet.
1. Perlakuan termal
Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Dibandingkan dengan mahluk tingkat tinggi, mikroorganisme memiliki rentang
pertumbuhan yang sangat lebar (kira-kira 15 s/d 90 C). Pada suhu rendah, pertumbuhannya
akan berhenti, sedangkan pada suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada kedua situasi di atas,
terkait proses terjadinya metabolisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan makanan.
Karena proses enzimatik juga bergantung pada suhu, maka perlakuan dengan suhu ekstrim akan
menyebabkan pengawetan hampir seluruh bahan makanan.
a. Suhu rendah
Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat perkembangbiakannya.
Dengan demikian pertumbuhan mikroorganisme semakin berkurang seiring dengan semakin
rendahnya suhu, dan akhirnya di bawah suhu pertumbuhan minimum perkembangbiakannya
akan berhenti.
b. Suhu tinggi
Pengendalian mikroorganisme melalui perlakuan suhu tinggi pada umumnya dilakukan dengan
pasteurisasi atau sterilisasi. Pasteurisasi adalah pemanasan dengan suhu di bawah 100 C dan
tidak akan menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim secara sempurna. Dengan demikian
produk yang dipasteurisasi tidak akan bertahan lama bila tidak disertai perlakuan pendinginan
atau faktor proses lainnya seperti perubahan aw dan pH. Sterilisasi adalah pemanasan yang dapat
menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim sehingga produk dapat tahan lama.
2. Perlakuan pengeringan
Pengeringan adalah identik dengan pengurangan aktivitas air. Pada aw kurang dari 0,70
pertumbuhan agen penyebab infeksi dan intoksikasi tidak perlu dikuatirkan lagi. Pada produk
yang dikeringkan, mikroorganisme berada dalam keadaan tidur atau dengan perkataan lain
berada dalam fase lag yang diperpanjang. Bila terjadi rekonstruksi (penyerapan air kembali)
maka flora yang ada dalam bahan makanan dapat kembali beraktivitas. Secara umum
pengeringan dibedakan menjadi pengeringan di bawah tekanan udara dan pengeringan vakum.
Proses yang khusus adalah kombinasi antara pembekuan dan penghilangan air dengan atau tanpa
vakum. Pengeringan dengan udara dilakukan dalam udara yang bergerak, dalam ruang
pengeringan yang dipanaskan, dll.
3. Perlakuan penyinaran
Dosis penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah bila dosisnya adalah
kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan tinggi bila lebih dari 10 kGy. Lingkup proses
penyinaran (iradiasi) adalah untuk desinfeksi, pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan
perbaikan kualitas produk. Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan seminimal mungkin
bahan makanan yang hilang akibat proses pengawetan, dan penghematan energi serta
keuntungan lainnya. Daging sapi yang mendapat perlakuan iradiasi akan menyebabkan
pertumbuhan Psedomonas dan Enterobacteriaceae sangat terhambat tanpa menyebabkan
perubahan organoleptik. Shelf life daging mentah yang dikemas vakum dapat diperpanjang. Pada
daging babi, iradiasi dengan dosis antara 0,3 1,0 kGy dapat membuat inaktivasi Trichinella
spiralis.
4. Perlakuan kimia
Perlakuan yang biasa dilakukan antara lain dengan pemberian garam. Penggaraman ini
bertujuan untuk menurunkan aktivitas air dan garam sendiri tidak memiliki pengaruh
antimikroba secara langsung. Perlakuan yang lain adalah dengan curing, yaitu perlakuan dengan
menggunakan garam dapur dan garam nitrit (natrium nitrit atau kalium nitrit). Perlakuan ini
dapat menghambat pertumbuhan dan produksi toxin oleh Clostridium botulinum. Efek utamanya
adalah menentukan panjangnya fase lag. Faktor yang mempengaruhi efektivitas nitrit antara lain
pH, oksigen, komponen pangan lainnya (konsentrasi garam), pemanasan dan iradiasi.
Pengasapan juga merupakan salah satu cara pengendalian mikroorganisme dalam bahan
makanan dengan menggunakan metode pengasapan dingin, pengasapan hangat dan pengasapan
panas. Pengasaman dan penggunaan bahan pengawet juga lazim dilakukan dengan menggunakan
bahan-bahan yang tidak merugikan kesehatan selama diberikan dengan dosis yang tepat untuk
tujuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar pustaka
S,Susiwi.2009.Kerusakan Pangan.Universitas Pendidikan Indonesia
Siagian,Albiner.2002. MIKROBA PATOGEN PADA MAKANAN DAN SUMBER
PENCEMARANNYA. Universitas Sumatera Utara
Aryulina, Diah dkk. 2001. Biologi Jilid 1.
Sembiring,Langkah dkk.2009.Biologi.Semarang.Aneka Ilmu

Anda mungkin juga menyukai