EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO tahun 1999 kira-kira 170 juta orang terinfeksi hepatitis C atau
3% dari populasi dunia dan akan berkembang menjadi sirosis hepar dan kanker hati. .
Secara keseluruhan ada 130 negara dimana yang melaporkan terinfeksi HCV. Data di
Indonesia, pravelensi HCV Berkisar antara 0,5 – 3,4% menunjukkan sekitar 1 – 7 juta
penduduk Indonesia mengidap infeksi virus C. Di Asia,infeksi HCV diperkirakan
bervariasi dari 0,3 % di Selandia Baru sampai 4% di Kamboja. Data didaerah Pasifik
diperkirakan sekitar 4,9%.Di Timur Tengah angka yang pernah dilaporkan adalah
12% pada beberapa pusat penelitian. ( Hernomo K, 2003, hal 21) Transmisi HCV
terjadi terutama melalui paparan darah yang tercemar. Paparan ini biasanya terjadi
pada pengguna narkoba suntik, transfusi darah (sebelum 1992), pencangkokan organ
dari donor yang terinfeksi, praktek medis yang tak aman, paparan okupasional
terhadap darah yang tercemar, kelahiran dari ibu yang terinfeksi, hubungan seksual
dengan orang yang terinfeksi, perilaku seksual resiko tinggi dan kemungkinan
penggunaan kokain intranasal, di Amerika lebih dari 60% dari penderita hepatitis C
yang baru disebabkan oleh pemakaian obat obatan intravena. (Bals M, 2006, p. 250)
Virus ini baru-baru ini ditemukan sebagai penyebab utama hepatitis non A, non B
yang diperoleh secara parenteral terutama melalui transfusi darah. (Sacher RA, Mc
Pherson RA, 2000, p. 381)
GEJALA KLINIK
Sering kali orang yang menderita hepatitis C tidak menunjukkan gejala walaupun
infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Gejala-gejala di bawah ini mungkin
samar, misalnya lelah, perasaan tidak enak pada perut kanan atas, hilang selera
makan, sakit perut, mual, muntah ,pemeriksaan fisik seperti normal atau menunjukan
pembesaran hepar sedikit. Beberapa pasien didapatkan spidernevi, atau eritema
Palmaris. (Bell B, 2009) Hasil laboratorium yang menyolok adalah peninggian SGOT
dan SGPT yang terjadi pada kurun waktu 2 sampai 26 minggu setelah tertular. Masa
inkubasinya diantara hepatitis akut A dan hepatitis B, dengan puncaknya diantara 7
sampai 8 minggu setelah terkena infeksi. (Sulaiman HA, Julitasari,
2004, hal 17) Penderita infeksi HCV biasanya berjalan sublinik, hanya 10% penderita
yang dilaporkan mengalami kondisi akut dengan ikterus. Infeksi HCV jarang
menimbulkan hepatitis fulminan, namun infeksi HCV akut yang berat pernah
dilaporkan pada penderita resipien transplantasi hati, penderita dengan dasar penyakit
hati menahun dan penderita dengan koinfeksi HBV (Hernomo K, 2003, hal. 22)
Meskipun kondisi akutnya ringan sebagian besar akan berkembang menjadi penyakit
hati menahun (Harrison’s, 1998, p.149). Infeksi HCV dinyatakan kronik kalau deteksi
RNA HCV dalam darah menetap sekurang-kurangnya 6 bulan. Secara klinik hepatitis
C mirip dengan infeksi hepatitis B. Gejala awal tidak spesifik dengan gejala
gastrointestinal diikuti dengan ikterus dan kemudian diikuti perbaikan pada
kebanyakan kasus. ( PPHI, 2003, hal 21) Infeksi kronik hepatitis C menunjukan
dampak klinik yang jauh lebih berat disbanding infeksi hepatitis B. Kedua infeksi
virus ini dapat menimbulkan gangguan kualitas hidup, meskipun masih dalam
stadium presirotik dan sering mengakibatkan komplikasi ekstra hepatik. (Hernomo K,
2003, hal 20) Pasien dengan hepatitis C kronik dengan manifestasi gejala
ekstrahepatik yang biasanya disebabkan respon imun seperti gejala rematoid,
keratoconjungtivitis sicca, lichen planus, glomerulonefritis, limfoma dan
krioglobulinemia esensial campuran. Krioglobulin telah dideteksi pada serum sekitar
separuh pasien dengan hepatitis C kronik (Mauss S, et al ,2009, p.45)
CARA PEMERIKSAAN
A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus.
2. Persiapan sampel : sampel yang digunakan adalah serum atau plasma
(EDTA, Heparin dan citrat). Sampel sebaiknya disimpan dalam kulkas pada
suhu 2-8ºC, jika tertunda sampai 48 jam. Cara lain sampel dibekukan, namun
hindari proses pembekuan dan pencairan yang berulang-ulang. Setelah
pencairan campur sampel dengan seksama. Sampel yang keruh/terkontaminasi
partikel, harus di sentrifuse sebelum diperiksa.
3. Prinsip : Enzym immunoassay yang berdasarkan prinsip Sandwich untuk
mendeteksi antibody virus hepatitis C didalam serum/plasma.
4. Alat dan Bahan :
a. Alat :
1. Cara manual / Semi automatik
- Rak dan tabung reaksi yang dilengkapi adhesive foil.
- Instrument cobas eia : incubator, washer, fotometer (λ 450 nm)
- Pipet volumetric
- Dispenser manik-manik
2. Cara automatik
- Instrument Cobas Core ®
- Rak dan tabung mikro
- Pipet volumetric
b. Bahan
1. Sampel : serum/plasma 500 ul
2. Reagen
- Kit Enzymatik TMB :
- Larutan TMB Substrat (Tetra Metil Benzidin)
- Manik-manik antigen HCV
- Konjugat - Larutan TMB Buffer
- Kontrol negative
- Kontrol positif
- Larutan pengencer
- Asam pengencer
- Asam sulfat 5%
- Aquades (air suling)
B. Analitik
1. Cara kerja
a. Cara Manual / semi automatic.
Pipetlah ke dalam tabung reaksi sesuai skema di bawah ini (volume
dalam ul)
Tabung Reaksi
PC
RB NC PI
(1) (2-4) (5-6) (7)
Reaksi Imunologis
Sampel - - - 25
Control Negatif - 25 - -
Control Positif - - 25 -
Pengenceran - 250 250 250
Manik-manik - 1 1 1
Tutuplah tabung dengan self adhesive foil dan inkubasi selama 20
menit pada suhu 37 ºC dengan pengocokan permanen (hindarkan
dari sinar terang). Cucilah dengan aquadest/air suling (Washer EIA).
Konyugat - 250 250 250
Tutup dan inkubasi kembali selama 20 menit pada suhu 37 ºC
kemudian dicuci lagi dengan Washer EIA
Reaksi Enzimatik
Lar. Kerja TMB 250 250 250 250
Inkubasi selama 15 menit (37 º)
Asam Sulfat 1 1 1 1
Untuk menentukan nilai cut off digunakan rumus : Cut off = (a x NC) + (b
x PC) + c
a=1 b = 0,2 c=0 NC = Negatif Kontrol PC =
Positif Kontrol
C. Pasca Analitik
1. Interpretasi Hasil
Sampel dengan absorbansi < 0,9 x cut off dianggap negative, bila diantara
0,9 – 1,1 x cut off dianggap borderline dan > 1,1 dianggap reaktif untuk
anti HCV.
2. Interpretasi Klinis :
Anti HCV (+) ®
- Infeksi HCV saat ini
- Pernah terinfeksi dimasa lampau