Anda di halaman 1dari 42

BAB ll

Tinjauan Pustaka

A. Anatomi fisiologis

Pankreas adalah organ pipih yang terletak


dibelakang dan sedikit di bawah lambung dalam abdomen. Organ ini
memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi eksokrin (Sloane,
2003). Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar
pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui
duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2003).

Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu:


a) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam
duodenum.

b) Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya


keluar. Tetapi, menyekresikan insulin dan glukagon langsung
ke darah.

Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem


endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan
berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar
pulau langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang
terbesar 300, terbanyak adalah yang besarnya 100-225. Jumlah
semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta
(Sloane, 2003).

Sel endokrin dapat ditemukan dalam


pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di
seluruh organ.

Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam


pulau-pulau tersebut, Sloane (2003):

a. Sel alfa,
jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai
antiinsulin like activity.

b. Sel beta
menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.

c. Sel delta
menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan
yang menghambat sekresi glukagon dan insulin.
d. Sel F
menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan
untuk fungsi yang tidak jelas.

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari


rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas.
Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah (Manaf,
2006).

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk


prepoinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma
sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, prepoinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun
dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle) dalam sel tersebut.
Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi
insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk
disekresikan secara bersamaan melalui membran sel (Guyton, 2007).

Mekanisme secara fisiologis di atas,


diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme glukosa,
sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi glukosa
dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta
memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan
obat-obatan, juga dapat memiliki efek yang sama. Mekanisme
sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan terhadap
sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya dipahami secara jelas
(Manaf, 2006).

Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin,


setelah molekul glukosa memberikan rangsangan pada sel beta.
Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang membutuhkan
senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino
yang terdapat dalam berbagai sel yang berperan proses metabolisme
glukosa. Fungsinya sebagai "kenderaan" pengangkut glukosa masuk
dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose transforter 2 (GLUT 2)
yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses
masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel.
Proses ini merupakan langkah penting, agar selanjutnya ke dalam
sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami proses glikolisis
dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP
yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses
penutupan K channel yang terdapat pada membran sel. Terhambatnya
pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membran
sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel.
Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga
meningkatkan kadar ion Ca intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi
proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan
belum seutuhnya dapat dijelaskan (Manaf, 2006).

B. Pengertian

Diabetes mellitus merupakan penyakit


kronis defisiensi atau resistensi insulin absolute atau relative
yang ditandai dengan gangguan metabolism
karbohidrat,protein,lemak (Billota,2012). Sedangkan menurut
Arisman dan soegondo Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan
kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun
relative (Arisman dan soegondo,2009)

C. Epidemiologi

Jumlah diabetes didunia yang tercatat pada tahun 1990 hanya 80 juta yang
secara mencengang dan melonjak naik ke 110,4 juta di empat tahun kemudian.
Dinegara sedang berkembang,hampir seluruh diabetes tergolong sebagai penyandang
diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 40% diantaranya terbukti berasal dari kelompok
masyarakat yang terlanjur mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern
(Zimmer,1991). Menurut world health organization (WHO) Indonesia menjadi
Negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak ke 4 di dunia dengan
jumlah kurang lebih 8,6 % pada tahun 1995 Internasional Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan kenaikan 8,2 juta penderita diabetes mellitus di Indonesia
(Darusman,2009). Prevalensi diabetes mellitus pada tahun 1982 hanya memiliki
angka 1,7 % yang selanjutnya persentase tersebut terus menanjak mencapai angka
5,75 % dan 13,6 % ,77 demikian berturut-turut hingga pada tahun 1992 dan 2001
(Farmacia,2003).

D. Etiologi

Non Insulin Dependent Diabetes Melitus


(NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)
disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta
Kedokteran, 2001).

E. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan u
ntuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh p
roses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak da
pat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan). (Arisman,2011)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak da
pat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa t
ersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eks
kresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektr
olit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat d
ari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam ber
kemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner & Suddarth,2002)
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkata
n selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendali
kan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pe
mbentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan l
ebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi p
emecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam ya
ng menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. K
etoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala sepe
rti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila ti
dak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memper
baiki dengan cara cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiper
glikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula dara
h yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Newsroom,2009)
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yan
g berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insu
lin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkai
an reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabe
tes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insu
lin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
(Santosa,budi.2007)
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian jika sel sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian
diabetes tipe II yang tidak terkontrol menimbulkan masalah.(suprajitno,2004)
F. Pathway
G. Manifestasi klinis

Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat


dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua dari
tiga gejala yaitu:

a. Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa


haus yang berlebihan ( Polidipsi ), Rasa lapar berlebihan
( Polifagia ) dan Penurunan berat badan.

b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.

c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200
mg/dl.

Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).
H. Komplikasi

Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes


Mellitus adalah

1) Komplikasi Akut

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia secara harafiah berarti


kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun kadar
glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99
mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih
dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 % lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan
(whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang
relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi
dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler
diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia dapat terjadi karena


meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi
glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis.
Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase
akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan
tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).

Hiperglikemia terdiri dari:

1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)


Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan
dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan
trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif
(Soewondo, 2006).

2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)

Sindrom KHHNK ditandai dengan


hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis.
Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia
berat dan sering kali disertai ganguan neurolis dengan atau
tanpa adanya ketosis (Soewondo, 2006).

2) Komplikasi Kronik

a) Penyakit Makrovaskuler

Mengenai pembuluh darah


besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler,
penyakit pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009).

Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit


pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama
untuk yang mereka yang mempunyai resiko tinggi
terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang
mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah
koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji,
2006).

b) Penyakit Mikrovaskuler,

Mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,


nefropati. Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang
DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian
berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut
dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan
berakhir dengan keadaan gagal ginjal yangmemerlukan
pengelolaan dengan pengobatan substitusi (Waspadji,
2006).

Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada


retina, mulai dari retinopati diabetik nonproliferatif
sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina
dan lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan.
Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui
pemeriksaan retina secara rutin (Waspadji, 2006).

c) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada


ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada
gastrointestinal, kardiovaskuler (Suddarth dan Brunner,
2002).

d) Ulkus/gangren (Avicenna, 2009).

I. Penatalaksanaan

1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima
komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
(Corwin,EJ.2009)
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
a. jumlah kalori yang diberikan harus
habis, jangan dikurangi atau ditambah
b. jadwal diit harus sesuai dengan
intervalnya
c. jenis makanan yang manis harus
dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus
disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi
dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body
Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
1. Kurus (underweight) BBR < 90 %
2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
4. Obesitas apabila BBR > 120%
a. Obesitas
ringan BBR 120 % - 130%
b. Obesitas
sedang BBR 130% - 140%
c. Obesitas
berat BBR 140% - 200%
d. Morbid BB
R >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari
untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1
1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah
jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin
dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore.
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
4) Meningkatkan kadar kolesterol high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan
akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi
kelompok, dan sebagainya. (Hardhi Kusuma,2013)
d. Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral
(OHO). (Asman 2006)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan
berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang
berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a. Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
b. Menghambat absorpsi karbohidrat
c. Menghambat glukoneogenesis di hati
d. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
e. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
f. Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler

3) Insulin (Suddarth.2002)
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis,
gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
Cara pemberian insulin :
Dilakukan dengan injeksi subkutan Insulin regular mencapai
puncak kerjanya pada 1 4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa
faktor antara lain
4) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor
hidup saudara kembar identik.

2. Keperawatan
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes
mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata,
riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.

Anamnese (Asman,2006)
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari
4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
f. Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
g. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus
h. poliuria, polidipsia, polifagia,penurunan berat badan,
pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan
kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya
komplikasi aterosklerosis.
i. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan,
pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah
komplikasi.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus. (manaf.2006) :
a. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
b. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah,
dan bola mata cekung.
d. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
e. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
f. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Biologis
2. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan Kelemahan umum
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme dalam tubuh
4. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelebihan intake cairan
5. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hipoksemia jaringan
K. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri Akut Pain level Pain Management
berhubungan
dengan Agen Pain control 1. Lakukan
Injury Biologis pengkajian yang
Setelah dilakukan komprehensif
perawatan selama (meliputi lokasi,
2x24 jam karakteristik,
diharapkan nyeri durasi, frekuensi.
berkurang dengan
kriteria hasil : 2. Observasi ketidak
nyamanan non
verbal
Mampu
3. Ajarkan teknik non
mengontrol
farmakologi
nyeri
misalnya
Melaporkan relakssasi,
bahwa nyeri distraksi, nafas
berkurang dalam
dengan
menggunakan 4. Monitoring
manajemen tanda-tanda vital
nyeri
5. Kolaborasi dengan
Menyatakan rasa tenaga medis
nyaman setelah untuk pemberian
nyeri berkurang analgesik

2. Intoleransi Aktifitas Energy Activty Therapy


berhubungan Conservation
1. Bantu klien
dengan Kelemahan
Activty tolerance mengidentifikasi
umum
aktivitas yang
mampu dilakukan
Setelah diberikan
2. Bantu untuk
asuhan memilih aktivitas
keperawatan konsisten yang
selama 2x 24 jam sesuai dengan
diharapkan klien kemampuan
meningkatkan fisik ,psikologi dan
ambulasi atau sosial
aktivitas dengan 3. bantu
kriteria hasil : pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
Mampu kekurangan dalam
meningkatkan beraktivitas
aktivitas 4. monitoring
sehari-hari tanda-tanda vital
secara mandiri
5. kolaborasi
Mampu dengan tenaga
berpindah medis lainnya
dengan atau
tanpa alat bantu

Tanda-tanda vital
normal
3. Resiko Infeksi Immune Infection control
berhubungan status
1. Monitor tanda
dengan invasi Knowledge : dan gejala
infection infeksi sistemik
mikroorganisme control dan lokal
dalam tubuh
2. Gunakan sabun
antimikroba
Setelah dilakukan
untuk cuci
perawatan selama
tangan
2x24 jam
diharapkan resiko 3. Instruksikan
infeksi tidak pada
terjadi dengan pengunjung
kriteria hasil untuk mencuci
tangan saat
berkunjung dan
Klien bebas setelah
dari tanda berkunjung
dan gejalan meninggalkan
infeksi pasien
Menunjukan 4. Tingkatkan
kemampuan
untuk intake nutrisi
mencegah yang adekuat
timbulnya
5. Kolaborasi
infeksi
dengan tenaga
Menunjukan medis lainnya
perilaku hidup
sehat
Jumlah
leukosit
dalam batas
normal

4. Nutritional status : food Nutrition Management


Ketidakseimbangan
nutrisi lebih dari and fluid intake
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan
1. Monitor TTV
asuhan keperawatan
berhubungan selama 2x24 jam 2. Dorong pasien
dengan kelebihan diharapkan nutrisi untuk menguubah
lebih kebutuhan kebiasaan makan
intake cairan
tubuh tidak terjadi
3. Monitor jumlah
dengan kriteria hasil
nutrisi dan
BB normal sesuai kandungan kalori
dengan TB
4. Kolaborasi
Mrngerti faktor yang dengan ahli gizi
meningkatkan BB untuk menentukan
jumlah kalori dan
Memodifikasi diet
nutrisi yang
untuk mengontroll
dibutuhkan pasien
berat badan
Tanda tanda vital
normal

5. perfusi jaringan Circulation status Peripheral sensation


tidak efektif management
Tissue prefusion :
berhubungan
cerebral
dengan hipoksemia
jaringan 1. Monitor TTV
Setelah dilakukan 2. Monitor adanya
asuhan daerah tertentu yang
keperawatan hanya peka terhadap
selama 2x24 jam panas/dingin/tajam/tu
diharapkan perfusi mpul
jaringan tidak
3. Monitor adanya
efektif tidak terjadi
tromboflebitis
dengan kriteria
hasil 4. Kolaborasi dengan
dokter untuk
Tidak ada peningkatan
pemberian analgesik
tekanan intrakranial
Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai
dengan kemampuan
Tanta tanda vital
normal

DAFTAR PUSTAKA

Andradjati Retnosari,dkk.2009.ISO Farmakoterapi.Jakarta:ISFI

Arisman, (2011). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.

Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita selekta penyakit : dengan implikasi


keperawatan. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih
bahasa: Waluyo

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito & suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 vol
3. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1886-1888.

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius

Manaf, Asman. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme.


Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1868.

Newsroom, 2009. Diagnosa dan Medis Diabetes Melitus.

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma.2013.Aplikasi asuhan keperawatan


berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC NOC, Jilid 1 Edisi Revisi.
Media Action Publishing

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT


Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Suprajitno, 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga, EGC, Jakarta

BAB ll
Tinjauan Pustaka

A. Anatomi fisiologis
Pankreas adalah organ pipih yang terletak
dibelakang dan sedikit di bawah lambung dalam abdomen. Organ ini
memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi eksokrin (Sloane,
2003). Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar
pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui
duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2003).

Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu:

a) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam


duodenum.
b) Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya
keluar. Tetapi, menyekresikan insulin dan glukagon langsung
ke darah.

Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem


endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan
berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar
pulau langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang
terbesar 300, terbanyak adalah yang besarnya 100-225. Jumlah
semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta
(Sloane, 2003).

Sel endokrin dapat ditemukan dalam


pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di
seluruh organ.

Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam


pulau-pulau tersebut, Sloane (2003):

a. Sel alfa,
jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai
antiinsulin like activity.

b. Sel beta
menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.

c. Sel delta
menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan
yang menghambat sekresi glukagon dan insulin.
d. Sel F
menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan
untuk fungsi yang tidak jelas.

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari


rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas.
Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah (Manaf,
2006).

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk


prepoinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma
sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, prepoinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun
dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle) dalam sel tersebut.
Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi
insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk
disekresikan secara bersamaan melalui membran sel (Guyton, 2007).

Mekanisme secara fisiologis di atas,


diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme glukosa,
sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi glukosa
dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta
memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan
obat-obatan, juga dapat memiliki efek yang sama. Mekanisme
sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan terhadap
sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya dipahami secara jelas
(Manaf, 2006).

Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin,


setelah molekul glukosa memberikan rangsangan pada sel beta.
Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang membutuhkan
senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino
yang terdapat dalam berbagai sel yang berperan proses metabolisme
glukosa. Fungsinya sebagai "kenderaan" pengangkut glukosa masuk
dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose transforter 2 (GLUT 2)
yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses
masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel.
Proses ini merupakan langkah penting, agar selanjutnya ke dalam
sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami proses glikolisis
dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP
yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses
penutupan K channel yang terdapat pada membran sel. Terhambatnya
pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membran
sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel.
Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga
meningkatkan kadar ion Ca intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi
proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan
belum seutuhnya dapat dijelaskan (Manaf, 2006).

B. Pengertian

Diabetes mellitus merupakan penyakit


kronis defisiensi atau resistensi insulin absolute atau relative
yang ditandai dengan gangguan metabolism
karbohidrat,protein,lemak (Billota,2012). Sedangkan menurut
Arisman dan soegondo Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan
kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun
relative (Arisman dan soegondo,2009)

C. Epidemiologi

Jumlah diabetes didunia yang tercatat pada tahun 1990 hanya 80 juta yang
secara mencengang dan melonjak naik ke 110,4 juta di empat tahun kemudian.
Dinegara sedang berkembang,hampir seluruh diabetes tergolong sebagai penyandang
diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 40% diantaranya terbukti berasal dari kelompok
masyarakat yang terlanjur mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern
(Zimmer,1991). Menurut world health organization (WHO) Indonesia menjadi
Negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak ke 4 di dunia dengan
jumlah kurang lebih 8,6 % pada tahun 1995 Internasional Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan kenaikan 8,2 juta penderita diabetes mellitus di Indonesia
(Darusman,2009). Prevalensi diabetes mellitus pada tahun 1982 hanya memiliki
angka 1,7 % yang selanjutnya persentase tersebut terus menanjak mencapai angka
5,75 % dan 13,6 % ,77 demikian berturut-turut hingga pada tahun 1992 dan 2001
(Farmacia,2003).

D. Etiologi

Non Insulin Dependent Diabetes Melitus


(NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)
disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta
Kedokteran, 2001).

E. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan u
ntuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh p
roses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak da
pat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan). (Arisman,2011)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak da
pat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa t
ersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eks
kresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektr
olit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat d
ari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam ber
kemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner & Suddarth,2002)
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkata
n selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendali
kan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pe
mbentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan l
ebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi p
emecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam ya
ng menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. K
etoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala sepe
rti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila ti
dak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memper
baiki dengan cara cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiper
glikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula dara
h yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Newsroom,2009)
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yan
g berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insu
lin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkai
an reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabe
tes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insu
lin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
(Santosa,budi.2007)
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian jika sel sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian
diabetes tipe II yang tidak terkontrol menimbulkan masalah.(suprajitno,2004)
F. Pathway
G. Manifestasi klinis

Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat


dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua dari
tiga gejala yaitu:

a. Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa


haus yang berlebihan ( Polidipsi ), Rasa lapar berlebihan
( Polifagia ) dan Penurunan berat badan.

b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.

c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200
mg/dl.

Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).
H. Komplikasi

Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes


Mellitus adalah

1) Komplikasi Akut

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia secara harafiah berarti


kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun kadar
glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99
mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih
dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 % lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan
(whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang
relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi
dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler
diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia dapat terjadi karena


meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi
glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis.
Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase
akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan
tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).

Hiperglikemia terdiri dari:

1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)


Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan
dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan
trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif
(Soewondo, 2006).

2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)

Sindrom KHHNK ditandai dengan


hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis.
Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia
berat dan sering kali disertai ganguan neurolis dengan atau
tanpa adanya ketosis (Soewondo, 2006).

2) Komplikasi Kronik

a) Penyakit Makrovaskuler

Mengenai pembuluh darah


besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler,
penyakit pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009).

Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit


pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama
untuk yang mereka yang mempunyai resiko tinggi
terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang
mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah
koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji,
2006).

b) Penyakit Mikrovaskuler,

Mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,


nefropati. Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang
DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian
berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut
dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan
berakhir dengan keadaan gagal ginjal yangmemerlukan
pengelolaan dengan pengobatan substitusi (Waspadji,
2006).

Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada


retina, mulai dari retinopati diabetik nonproliferatif
sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina
dan lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan.
Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui
pemeriksaan retina secara rutin (Waspadji, 2006).

c) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada


ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada
gastrointestinal, kardiovaskuler (Suddarth dan Brunner,
2002).

d) Ulkus/gangren (Avicenna, 2009).

I. Penatalaksanaan

1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima
komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
(Corwin,EJ.2009)
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
a. jumlah kalori yang diberikan harus
habis, jangan dikurangi atau ditambah
b. jadwal diit harus sesuai dengan
intervalnya
c. jenis makanan yang manis harus
dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus
disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi
dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body
Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
1. Kurus (underweight) BBR < 90 %
2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
4. Obesitas apabila BBR > 120%
a. Obesitas
ringan BBR 120 % - 130%
b. Obesitas
sedang BBR 130% - 140%
c. Obesitas
berat BBR 140% - 200%
d. Morbid BB
R >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari
untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1
1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah
jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin
dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore.
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
4) Meningkatkan kadar kolesterol high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan
akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi
kelompok, dan sebagainya. (Hardhi Kusuma,2013)
d. Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral
(OHO). (Asman 2006)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan
berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang
berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a. Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
b. Menghambat absorpsi karbohidrat
c. Menghambat glukoneogenesis di hati
d. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
e. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
f. Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler

3) Insulin (Suddarth.2002)
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis,
gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
Cara pemberian insulin :
Dilakukan dengan injeksi subkutan Insulin regular mencapai
puncak kerjanya pada 1 4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa
faktor antara lain
4) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor
hidup saudara kembar identik.

2. Keperawatan
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes
mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata,
riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.

Anamnese (Asman,2006)
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari
4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
f. Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
g. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus
h. poliuria, polidipsia, polifagia,penurunan berat badan,
pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan
kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya
komplikasi aterosklerosis.
i. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan,
pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah
komplikasi.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus. (manaf.2006) :
a. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
b. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah,
dan bola mata cekung.
d. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
e. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
f. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury Biologis
2. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan Kelemahan umum
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme dalam tubuh
4. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelebihan intake cairan
5. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hipoksemia jaringan
K. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri Akut Pain level Pain Management
berhubungan
dengan Agen Pain control 1. Lakukan
Injury Biologis pengkajian yang
Setelah dilakukan komprehensif
perawatan selama (meliputi lokasi,
2x24 jam karakteristik,
diharapkan nyeri durasi, frekuensi.
berkurang dengan
kriteria hasil : 2. Observasi ketidak
nyamanan non
verbal
Mampu
3. Ajarkan teknik non
mengontrol
farmakologi
nyeri
misalnya
Melaporkan relakssasi,
bahwa nyeri distraksi, nafas
berkurang dalam
dengan
menggunakan 4. Monitoring
manajemen tanda-tanda vital
nyeri
5. Kolaborasi dengan
Menyatakan rasa tenaga medis
nyaman setelah untuk pemberian
nyeri berkurang analgesik

2. Intoleransi Aktifitas Energy Activty Therapy


berhubungan Conservation
1. Bantu klien
dengan Kelemahan
Activty tolerance mengidentifikasi
umum
aktivitas yang
mampu dilakukan
Setelah diberikan
2. Bantu untuk
asuhan memilih aktivitas
keperawatan konsisten yang
selama 2x 24 jam sesuai dengan
diharapkan klien kemampuan
meningkatkan fisik ,psikologi dan
ambulasi atau sosial
aktivitas dengan 3. bantu
kriteria hasil : pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
Mampu kekurangan dalam
meningkatkan beraktivitas
aktivitas 4. monitoring
sehari-hari tanda-tanda vital
secara mandiri
5. kolaborasi
Mampu dengan tenaga
berpindah medis lainnya
dengan atau
tanpa alat bantu

Tanda-tanda vital
normal
3. Resiko Infeksi Immune Infection control
berhubungan status
1. Monitor tanda
dengan invasi Knowledge : dan gejala
infection infeksi sistemik
mikroorganisme control dan lokal
dalam tubuh
2. Gunakan sabun
antimikroba
Setelah dilakukan
untuk cuci
perawatan selama
tangan
2x24 jam
diharapkan resiko 3. Instruksikan
infeksi tidak pada
terjadi dengan pengunjung
kriteria hasil untuk mencuci
tangan saat
berkunjung dan
Klien bebas setelah
dari tanda berkunjung
dan gejalan meninggalkan
infeksi pasien
Menunjukan 4. Tingkatkan
kemampuan
untuk intake nutrisi
mencegah yang adekuat
timbulnya
5. Kolaborasi
infeksi
dengan tenaga
Menunjukan medis lainnya
perilaku hidup
sehat
Jumlah
leukosit
dalam batas
normal

4. Nutritional status : food Nutrition Management


Ketidakseimbangan
nutrisi lebih dari and fluid intake
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan
1. Monitor TTV
asuhan keperawatan
berhubungan selama 2x24 jam 2. Dorong pasien
dengan kelebihan diharapkan nutrisi untuk menguubah
lebih kebutuhan kebiasaan makan
intake cairan
tubuh tidak terjadi
3. Monitor jumlah
dengan kriteria hasil
nutrisi dan
BB normal sesuai kandungan kalori
dengan TB
4. Kolaborasi
Mrngerti faktor yang dengan ahli gizi
meningkatkan BB untuk menentukan
jumlah kalori dan
Memodifikasi diet
nutrisi yang
untuk mengontroll
dibutuhkan pasien
berat badan
Tanda tanda vital
normal

5. perfusi jaringan Circulation status Peripheral sensation


tidak efektif management
Tissue prefusion :
berhubungan
cerebral
dengan hipoksemia
jaringan 1. Monitor TTV
Setelah dilakukan 2. Monitor adanya
asuhan daerah tertentu yang
keperawatan hanya peka terhadap
selama 2x24 jam panas/dingin/tajam/tu
diharapkan perfusi mpul
jaringan tidak
3. Monitor adanya
efektif tidak terjadi
tromboflebitis
dengan kriteria
hasil 4. Kolaborasi dengan
dokter untuk
Tidak ada peningkatan
pemberian analgesik
tekanan intrakranial
Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai
dengan kemampuan
Tanta tanda vital
normal

DAFTAR PUSTAKA

Andradjati Retnosari,dkk.2009.ISO Farmakoterapi.Jakarta:ISFI

Arisman, (2011). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.

Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita selekta penyakit : dengan implikasi


keperawatan. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih
bahasa: Waluyo

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito & suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 vol
3. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1886-1888.

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius

Manaf, Asman. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme.


Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1868.

Newsroom, 2009. Diagnosa dan Medis Diabetes Melitus.

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma.2013.Aplikasi asuhan keperawatan


berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC NOC, Jilid 1 Edisi Revisi.
Media Action Publishing

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT


Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Suprajitno, 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai