Anda di halaman 1dari 30

Keperawatan Maternitas I :

Perubahan Fisiologis Ibu Post Partum


Dosen Pengampu : Umi Aniroh, S.Kep., Ns., M.Kes.

Oleh :
1. Ana Mulyana 010115A011
2. Ani Maftuchah 010115A015
3. Farah Mahdiyyah M. 010115A040
4. Hapiana 010115A050
5. I Ketut Wisma J. A. B. 010115A053
6. Iris Iswandha 010115A060
7. Laras Atika Rahayu 010115A067

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Ambarwati dan Wlandari,
2010). Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan
untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang
maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan
dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis. Jika
ditinjau dari penyabab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab
kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika
para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini.
Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahtaraan bayi
yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan
maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas
bayi pun akan semakin meningkat (Sulistyawati, 2009).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis bagi kehidupan
bayi, 2/3 kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60%
kematian BBL terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan
melekat dan asuhan pada bayi pada masa nifas dapat mencegah beberapa
kematian ini.
B. Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum
Materi terkait perubahan fisiologis ibu post partum ini disusun
agar mahasiswa dapat mengetahui tentang perubahan fisiologis yang
teerjadi pada ibu post partum.
2. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah disampaikannya materi tentang perubahan fisiologis
ibu post partum mahasiswa dapat :
a. Mengetahui pengertian post partum.
b. Mengetahui tahapan masa nifas (post partum).
c. Mengetahui perubahan fisiologis ibu post partum.

C. Manfaat
Dengan disusunnya materi ini diharapkan pembaca mampu
mengetahui tentang perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu setelah
melahirkan (post partum).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Post Partum


Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa Latin, yaitu puer yang
artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau masa sesudah
melahirkan, masa nifas berangsur kurang lebih 6 minggu. Perawatan masa
nifas dalam (SDKI 2007) penting baik untuk ibu maupun bayinya karena bisa
mengatasi komplikasi yang timbul pasca persalinan dan untuk memberikan
informasi penting kepada ibu tentang cara merawat diri dan bayinya (Saleha,
2009).
Periode postpartum (nifas/puerperium) adalah masa setelah keluarnya
plasenta sampai alatalat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara
normal berlangsung selama enam minggu atau 42 hari (Ambarwati &
Wulandari, 2008). Masa nifas adalah waktu untuk perbaikan tubuh selama
persalinan dan kelahiran. Periode ini juga merupakan waktu untuk
mempelajari perawatan diri dan keterampilan perawatan bayi, penyatuan
peran baru dan kelanjutan ikatan keluarga serta penilaian terhadap bayi baru
lahir.
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8
minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan
dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum
hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan
psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009).
B. Tahapan Masa Nifas (Post Partum)
Nifas dibagi dalam 3 tahap (Ambarwati dan Wulandari, 2010). :
1. Puerpurium dini
Kepulihan dimana ibu telah dibolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40
hari.
2. Puerpurium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
3. Remote Puerpurium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, dan tahunan.
Sedangkan menurut Saleha, 2009 tahapan yang terjadi pada masa
nifas adalah sebagai berikut :
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.
Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan
karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus
melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan
darah, dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat
menyusui dengan baik.
c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.
C. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
1. PERUBAHAN SISTEM REPRODUKSI
1.1. Involusi
a. Pengertian
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat
sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir
akibat kontraksi otot-otot polos uterus.

b. Proses involusi uteri


Pada akhir kala III persalinan, uterus berada digaris
tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus
bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus
kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16
minggu dengan berat 1000 gram.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung
jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama masa hamil.
Pertumbuhan uterus pada masa prenatal tergantung pada
hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertropi, yaitu
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa postpartum
penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya
Autolisis.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
1) Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur
hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar
dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih
akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic
dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
2) Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen
dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai
reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang
menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada
otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan
beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
3) Efek Oksitoksin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara
bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai
respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat
besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah dan membantu proses hemostatis. Kontraksi
dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke
uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka
tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu
untuk sembuh total.
Selama 1-2 jam pertama postpartum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Karena
itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi
uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya diberikan
secara intravena atau intramuskuler segera setelah kepala
bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan
merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada
payudara.
c. Bagian Bekas Implantasi Plasenta
1) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas
12x5 cm, permukaan kasar, dimana pembuluh darah besar
bermuara.
2) Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis di
samping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot
rahim.
3) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu
ke 2 sebesar 6-8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
4) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan
nekrosis bersama dengan lokia.
5) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena
pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan
lapisan basalis endometrium.
6) Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu postpartum.

d. Perubahan-perubahan Normal pada Uterus selama Postpartum


Involusi Tinggi Berat Diameter Palpasi cervik
uteri fundus uteri uterus uterus
Plasenta Setinggi 1000 gr 12,5 cm Lembut/lunak
lahir pusat
7 hari Pertengahan 500 gr 7,5 cm 2 cm
(minggu I) antara pusat
dan simpisis
14 hari Tidak teraba 350 gr 5cm 1 cm
(minggu 2)
6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit

Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan


memeriksa fundus uteri dengan cara:
1) segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm di bawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm di atas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
2) pada hari ke dua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm
di bawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm di
bawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri setengah
pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak
teraba. Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan
dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi.
Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya
sisa plasenta/ perdarahan lanjut (postpartum hemoragi).

1.2. Lochea
Lochea adalah darah yang dibuang dari rahim yang kini telah
mengerut kembali ke ukuran semula, selama kehamilan, rahim
merupakan kapsul tempat janin hidup dan tumbuh. Rahim melindungi
janin dari lingkungan luar, menyediakan gizi melalui uri. Dan
akhirnya dengan kontraksi ototnya mengeluarkan bayi ke dunia.
Sekarang unsur-unsur tersebut telah dilalui, dan rahim menjalani
involusi, segera setelah melahirkan, berat badan menjadi 1000 gram
dan dapat dirasakan sebagai kantung yang kuat membulat, mencapai
tali pusar, pada hari ke 14 setelah kelahiran, ukurannya menyusut
menjadi 350 gram dan tidak lagi dapat dirasakan keberadaannya di
dalam perut, pada hari ke 60 (8 minggu) setelah kelahiran, rahim
kembali ke ukuran normal. Involusi disebabkan oleh pembengkakan
serabut otot dan penyerapan substansinya. Sebagian ke dalam aliran
darah dan sebagian lagi ke dalam lochea (Jones, 2005).
Lokea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina selama masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lokea rubra
atau kruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium,
pada hari ke 3 sampai ke 7 keluar cairan berwarna merah kuning berisi
darah dan lendir, pada hari ke 7 sampai ke 14 cairan yang keluar
berwarna kuning, cairan ini tidak berdarah lagi, setelah 2 minggu,
lokea hanya merupakan cairan putih yang disebut dengan lokea alba.
Lokea mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau menstruasi. Bau
ini lebih terasa tercium pada lokea serosa, bau ini juga akan semakin
lebih keras jika bercampur dengan keringat dan harus cermat
membedakannya dengan bau busuk yang menandakan adanya infeksi.
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus. Lochea mempunyai reaksi basa /alkalis yang dapat membuat
orgasme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada
pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis atau anyir seperti
darah menstruasi, meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya
berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap
menandakan adanya infeksi, lochea mempunyai perubahan karena
proses involusi.
Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahap :
a. Lochea lubra/merah (krunta)
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa
pospartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi
darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak
bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta
c. Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
Berlangsung dari hari ke 4 sampai ke 7 postpartum.
d. Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit dan robeka/laserasi plasenta.
Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.
e. Lochea Alba/putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Lokea alba bisa
berlangsung selama 2-6 minggu postpartum.
Lochea rubra yang menetap pada awal periode postpartum
menunjukkan adanya perdarahan postpartum sekunder yang
mungkin disebabkan tertinggalnya sisa/selaput plasenta. Lochea
serosa atau alba yang berlanjut bisa menandakan adanya
endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri
tekan pada abdomen. Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah
berbau busuk yang disebut dengan lochea purulenta. Pengeluaran
lochea yang tidak lancar disebut dengan lochea statis.

1.3.Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah trombosis, degenerasi,
dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal
endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata,
sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi
plasenta (Saleha, 2009).

1.4.Serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak
mengangah seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini
disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara korvus dan serviks berbentuk semacam cincin
(Sulistyawati, 2009).
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus.
Warna serviks sendiri berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh
pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
laserasi/perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama
dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil.
Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri
yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan serviks terbentuk
cincin. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan
menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk
rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari, pada minggu ke 6
pospartum serviks menutup (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

1.5.Vulva dan Vagina


Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara
bertahap dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormon estrogen
pada masa postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan
hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke
4.

2. PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN


Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini
disebabkan karena makanan padat dan kurang berserat selama persalinan.
Di samping itu rasa takut buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada
perinium, jangan sampai lepas dan jangan takut akan rasa nyeri. Buang air
besar harus dilakukan tiga sampai empat hari setelah persalinan.
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat
tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong pengeluaran cairan
yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan,
hemoroid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar kembali teratur
dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian
cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari
dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau diberikan
obat laksan yang lain (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

3. PERUBAHAN SISTEM PERKEMIHAN


Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu,
tergantung pada keadaan sebelum persalinan, lamanya partus kala dua
dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan
(Rahmawati, 2009).
Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya.
Kadang-kadang puerperium mengalami sulit buang air kecil, karena
sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus
sfingter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung
kemih yang terjadi selama persalinan. Kadang-kadang edema dari
trigonium menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering terjadi
retensio urin. Kandung kemih dalam puerperium sangat kurang sensitif
dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah
buang air kecil masih tertinggal urin residual (normal +5 cc). Sisa urin dan
trauma pada kandung kemih waktu persalinan memudahkan terjadinya
infeksi. Dilatasi reter dan pyelum normal kembali dalam waktu 2 minggu.
Urin biasanya berlebihan (polliurie) antara hari kedua dan kelima, hal ini
disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam
kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang hematuria akibat
proses katalitik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan
lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena
kegiatan otot-otot rahim dan karena kelaparan. Proteinuria akibat dari
autolisis sel-sel otot.

4. PERUBAHAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-
pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan
terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta
dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang
pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali sehingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retropleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang
pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan karena
ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor.
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan
(Sulistyawati, 2009).

5. PERUBAHAN TANDA-TANDA VITAL


a. Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2C. Sesudah partus dapat
naik kurang lebih 0,5C dari keadaan normal, namun tidak akan
melebihi 8C Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu
badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38C, mungkin terjadi
infeksi pada klien.
b. Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah partus, dan dapat
terjadi bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas,
mungkin ada pendarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada
penderita pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan
dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan akan sedikit meningkat
setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula.
c. Tekanan darah pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi
postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat
penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam setengah bulan tanpa
pengobatan (Saleha, 2009).

6. PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN


1. Hormon Plasenta
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon yang
besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan
hormon-hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta
menurun dengan cepat setelah persalinan.
Penurunan hormon Human Placental Lactogen (HPL), estrogen
dan progesteron serta plasental enzim insulinase membalik efek
diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara
bermakna pada nifas. Ibu diabetik biasanya membutuhkan insulin
dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama beberapa hari. Karena
perubahan hormon normal ini membuat masa nifas menjadi suatu
periode transisi untuk metabolisme karbohidrat, interpretasi tes toleransi
glukosa lebih sulit untuk saat ini.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat
dan menetap sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke 7 postpartum dan
sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke 3 postpartum
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
2. Hormon pituitari
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat
pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke 3 dan LH tetap rendah
hingga ovulasi terjadi (Ambarwati dan Wlandari, 2010).
3. Hormon oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang
(posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama
tahap ketiga persalinan, oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta.
Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi,
mengurangi tempat plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita
yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang
keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk
normal dan pengeluaran ASI (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
4. Hipoalamik Pituitary Ovarium
Untuk wanita menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering kali
menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya
kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15%
memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu.
Diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu,
65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita
laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak
laktasi 50% siklus pertama anovulasi (Ambarwati dan Wlandari, 2010).

7. PERUBAHAN SISTEM KARDIOVASKULER


Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc.
Bila kelahiran melalui section caesari kehilangan darah dapat dua kali
lipat. Perubahan dapat terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi.
Apabila pada persalinan pervaginam hemokonsentrasi akan naik dan pada
section caesaria hemokonentrasi cenderung stabil dan kembali normal
setelah 4-6 minggu. Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-
tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
menimbulkan beban pada jantung dan dapat menimbulkan dekompensasi
kodis pada penderita vitium cordia. Untuk keadaan ini dapat diatasi
dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi
sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya hal ini terjadi
pada hari ke tiga sampai lima hari postpartum.

8. PERUBAHAN HEMATOLOGI
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan
plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama
postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi
darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat
dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan
akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa postpartum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25000 atau
30000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit akan sangat
bervariasi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume
darah. Volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah.
Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita
tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi
kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan
sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit
dan hemoglobin pada hari ke 3-7 pospartum dan akan kembali normal
dalam 4-5 minggu postpartum.
ASUHAN KEPERAWATAN IBU POST PARTUM

A. Pengkajian
1. Identitas pasien/klien : nama, umur, pendidikan,pekerjaan, suku, agama,
alamat, No. RM, nama suami, tanggal pengkajian.
2. Keluhan utama : hal- hal yang dikeluhkan saat ini dan alasan meminta
pertolongan.
3. Riwayat haid : umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah
yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid terakhir, perkiraan
tanggal partus.
4. Riwayat obstetri :
a. Riwayat kehamilan : berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil
laboratorium (USG, darah, urin), keluhan selama kehamilan (situasi
emosional dan impresi), upaya mengatasi keluhan, tindakan, dan
pengobatan yang diperoleh.
b. Riwayat persalinan :
- Riwayat persalinan lalu (jumlah gravida, jumlah partal, jumlah
abortus, umur kehamilan saat bersalin, jenis persalinan, penolong
persalinan, BB bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini).
- Riwayat nifas pada persalinan lalu (pernah mengalami demam,
keadaan lokea, kondisi perdarahan selama nifas, tingkat aktivitas
setelah melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri payudara,
kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian ASI).
- Riwayat persalinan saat ini (kapan mulai timbulny his,
pembukaan, bloody show, kondisi ketuban, lama persalinan,
episiotomi atau tidak, kondisi perineum dan jaringan di sekitar
vagina, anestesi atau tidak, panjang tali pusat, lama pengeluaran
plasenta, kelengkapan plasenta, jumlah perdarahan).
- Riwayat new born (bayi lahir atau spontan, induksi atau tindakan
khusus, kondisi bayi saat lahir (langsung menangis atau tidak),
nilai APGAR score, jenis kelamin bayi, BB, panjang badan,
kelainan kongenital, bonding attachment secara dini dengan
ibunya atau tidak, langsung diberikan ASI atau susu formula.
5. Riwayat penyakit dahulu : penyakit yang pernah diderita pada masa lalu,
cara pengobatan yang dijalani, dimana mendapat pertolongan, penyakit
diderita sampai saat ini atau kambuh berulang.
6. Riwayat psikososial : adaptasi psikologi ibu setelah melahirkan,
pengalaman tentang melahirkan, ibu pasif atau cerewet, pola koping,
hubungan dengan orang lain (suami, bayi, anggota keluarga lain),
dukungan sosial, pola komunikasi, potensi keluarga memberikan
perawatan pada klien, ketidakmampuan merawat bayi baru lahir.
7. Riwayat kesehatan keluarga : adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit yang diturunkan secara genetik, menular, kelainan kongenital
atau gangguan kejiwaan yang pernah diderita oleh keluarga.
8. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : tingkat energi, sel esteem, tingkat kesadaran.
- BB, TB, LLA, tanda vital normal (RR konsisten, nadi cenderung
bradikardi, suhu 36C, respirasi 16-24x/menit.
Tanda- tanda vital harus dimonitor secara teratur pada masa early post
partum, terutama pengkajian terhadap adaptasi kardiovaskuler dan
tanda-tanda infeksi. Biasanya tanda vital diukur setiap 4 jam selama
24 jam pertama dan selanjutnya setiap 8 jam.
- Kepala : rambut, wajah, mata (konjungtiva), hidung, mulut, fungsi
pengecapan, pendengaran, dan leher.
- Breast : pembesaran, simetris pigmentasi, warna kulit, keadaan areola,
dan puting susu, stimulation nipple erexi. Kepenuhan atau
pembengkakan, benjolan, luka, nyeri, produksi laktasi/ colostrum.
Perabaan pembesaran kelenjar getah bening di ketiak.
- Abdomen : teraba lembut, tekstur doughy (kenyal), muskulus rektus
abdominal utuh (intact), atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi
dan posisi fundus uterus, konsistensi (keras, lunak, boggy), lokasi,
kontraksi uterus, nyeri, perabaan distensi blast.
Pada saat palpasi uterus harus dicatat adanya diastasis rectum
abdominalis. Jika ada ukur panjang dan lebarnya dengan jari.
Umumnya tonus, posisi dan tinggi fundus uteri dikaji tiap 4 jam
selama 24 jam post partum.
Gastrointestinal : kaji bising usus, adanya mual muntah tanyakan
apakah ibu sudah flatus atau BAB.
- Anogenital : liat struktur, regangan, edema vagina, keadaan liang
vagina (licin, kendur/ lemah) adakah hematum, nyeri, tegang.
Perineum : keadaan luka episiotomy, echimosis, edema, kemerahan,
eritema, drainage. Lochia (warna, jumlah, bau, bekuan darah atau
konsistensi, 1-3 hari rubra, 4-10 hari serosa, >10 hari alba). Anus :
hemoroid, dan trombosis pada anus. Kandung kemih : kesulitan BAK
dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas.
- Muskuloskeletal : tanda homan, edema, tekstur kulit, nyeri bila
dipalpasi, kekuatan otot, peregangan, tanda- tanda thromboembolism
pada masa immediate postpartum.
9. Pemeriksaan laboratorium
- Darah : Hb dan hematokrit 12-24 jam postpartum (jika Hb <10gr %
dibutuhkan suplemen Fe), eritrosit, leukosit, trombosit.
- Klien dengan Dower kateter diperlukan kultur urin.
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan citra tubuh
2. Risiko perdarahan
3. Risiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Retna dan Diah Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.

Jogjakarta : Nuha Medika.

Buluchek, Gloria M., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).

Diterjemahkan oleh Intansari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor.

Indonesia : CV. Mocomedia.

Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NIC).

Diterjemahkan oleh Intansari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor.

Indonesia : CV. Mocomedia.


No. Diagnosa NOC NIC
1. (00118) Gangguan Citra Tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan (1800) Bantuan Perawatan Diri
Definisi : konfusi dalam selama 3 x 24 jam pasien diharapkan Definisi : membantu orang lain untuk
gambaran mental tentang diri- mampu : melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
fisik individu. Citra Tubuh (1200) Aktivitas-aktivitas :
Definisi : persepsi terhadap penampilan Monitor kemampuan perawatan diri
Batasan Karakterisktik dan fungsi tubuh sendiri. secara mandiri.
Berfokus pada penampilan Kriteria Hasil : Monitor kebutuhan pasien terkait
masa lalu. (120001) Gambaran internal diri, dengan alat-alat kebersihan diri, alat
Gangguan pandangan tentang ditingkatkan dari skala 3 (kadang- bantu untuk berpakaian, berdandan,
tubuh seseorang (misalnya, kadang positif) pada skala 5 eliminasi, dan makan.
penampilan, struktur, fungsi). (konsisten positif). Berikan bantuan sampai pasien mampu
Menolak menerima (120017) Sikap terhadap melakukan perawatan diri mandiri.
perubahan. penggunaan strategi untuk Lakukan pengulangan yang konsisten
Preokupasi pada perubahan. meningkatkan penampilan, terhadap rutinitas kesehatan yang
ditingkatkan dari skala 3 (kadang- dimaksudkan untuk membangun
Faktor yang Berhubungan kadang positif) pada skala 5 [perawatan diri].
Perubahan fungsi tubuh (konsisten positif). Ciptakan rutinitas aktivitas perawatan
(karena anomaly, penyakit, (120005) Kepuasan dengan diri.
medikasi, kehamilan, radiasi, penampilan tubuh, ditingkatkan
pembedahan, trauma, dll). dari skala 4 (sering positif) pada (3440) Perawatan Daerah (area) Sayatan
Prosedur bedah. skala 5 (konsisten potensi). Definisi : membersihkan, memantau, dan
(120014) Penyesuaian terhadap meningkatkan proses penyembuhan luka
perubahan tubuh akibat yang ditutup dengan jahitan, klip, atau
pembedahan, ditingkatkan dari steples
skala 3 (kadang-kadang positif) Aktivitas-aktivitas :
pada skala 5 (konsisten positif). Periksa daerah sayatan terhadap
kemerahan, bengkak, atau tanda-tanda
Pemulihan Pembedahan : Penyembuhan dehiscene atau eviserasi.
(2304) Bersihkan daerah sekitar sayatan dengan
Definisi : tingkat fungsi fisiologi, pembersihan yang tepat.
psikologi, dan peran setelah keluar dari Monitor sayatan untuk tanda dan gejala
perawatan paska anestesi sampai infeksi.
dengan kunjungan klinik yang terakhir Bersihkan daerah sekitar sayatan dengan
paska operasi. pembersihan yang tepat.
Kriteria Hasil : Fasilitasi pasien untuk melihat luka
(230417) Integritas jaringan, insisi.
ditingkatkan dari skala 2 (deviasi Arahkan pasien/atau keluarga cara
cukup besar dari kisaran normal) merawat luka insisi, termasuk tanda-
pada skala 4 (deviasi ringan dari tanda dan gejala infeksi.
kisaran normal).
(230419) Penyembuhan luka,
ditingkatkan dari skala 2 (deviasi
cukup besar dari kisaran normal)
pada skala 4 (deviasi ringan dari
kisaran normal).
(230425) Pelaksanaan perawatan
luka yang diresepkan, ditingkatkan
dari skala 3 (deviasi sedang dari
kisaran normal) pada skala 5 (tidak
ada deviasi dari kisaran normal).
(230429) Permulaan kembali
aktivitas normal, ditingkatkan dari
skala 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal) pada skala 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal).

2. (00200) Risiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan (6930) Perawatan Postpartum
Definisi : rentan mengalami selama 3 x 24 jam pasien diharapkan Definisi : memberikan perawatan untuk
penurunan volume darah, yang mampu : seorang wanita selama periode waktu 6
dapat mengganggu kesehatan. Keparahan Kehilangan Darah (0413) minggu yang dimulai segera setelah
Definisi : keparahan tanda dan gejala melahirkan.
Faktor Risiko : perdarahan internal atau eksternal. Aktivitas-aktivitas :
Kurang pengetahuan tentang Kriteria hasil : Monitor lokia terkait dengan warna,
kewaspadaan perdarahan. - (041307) Perdarahan vagina, jumlah, bau, dan adanya gumpalan.
ditingkatkan dari skala 3 (deviasi Pantau lokasi fundus, tinggi, dan tonus,
sedang dari kisaran normal) pada pastikan untuk menopang segmen bawah
skala 5 (tidak ada deviasi dari rahim selama dilakukan palpasi.
kisaran normal) Pijat lembut fundus sampai lunak, sesuai
- (041312) Kehilangan panas tubuh, kebutuhan.
ditingkatkan dari skala 4 (deviasi Pantau perineum atau luka operasi dan
ringan dari kisaran normal) pada jaringan sekitarnya (yaitu, memantau
skala 5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal). adanya kemerahan, edema, ekimosis,
- (041313) Kulit dan membran cairan/nanah, dan perkiraan tepi luka).
mukosa pucat, ditingkatkan dari Ajarkan pasien perawatan perineum untuk
skala 3 (deviasi sedang dari kisaran mencegah infeksi dan mengurangi
normal) pada skala 5 (tidak ada ketidaknyamanan.
deviasi dari kisaran normal). Lakukan atau membantu perawatan
- (041314) Cemas, ditingkatkan dari perineum (yaitu, menggunakan kantung
skala 3 (deviasi sedang dari kisaran es, mendorong pasien untuk mandi di bak
normal) pada skala 5 (tidak ada berendam, dan memberikan panas
deviasi dari kisaran normal). kering).
- (041316) Penurunan hemoglobin Periksa suhu dan warna payudara serta
(Hgb), ditingkatkan dari skala 3 kondisi putting.
(deviasi sedang dari kisaran normal) Ajarkan pasien mengenai perubahan
pada skala 5 (tidak ada deviasi dari [yang terjadi pada] payudara.
kisaran normal).
3. (00004) Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan (6930) Perawatan Perineum
Definisi : rentan mengalami selama 3 x 24 jam pasien diharapkan Definisi : mempertahankan kebersihan kulit
invasi dan multiplikasi organism mampu : perineum dan mengurangi ketidaknyamanan
patogenik yang dapat Status Maternal : Postpartum (2511) area perineum.
mengganggu kesehatan. Definisi : sejauh mana kesejahteraan Aktivitas- aktivitas :
maternal dalam batas normal dari Bantu pasien membersihkan perineum.
Faktor risiko : plasenta sampai selesai individu. Jaga agar area perineum tetap kering.
Kurang pengetahuan untuk Kriteria Hasil : Jika diperlukan, berikan bantalan untuk
menghindari pemajanan (251102)Kenyamanan, duduk.
patogen. ditingkatkan dari skala 3 (deviasi Bersihkan area perineum secara teratur.
sedang dari kisarannormal) Berikan posisi yang nyaman.
ditingkatkan pada skala 5 (tidak Berikan pembalut yang sesuai intuk
ada deviasi dari kisaran normal). menyerap cairan.
(251106) Tinggi fundus uteri, dari Intruksikan pasien dan orang terdekat
skala 3 (deviasi sedang dari kisaran untuk menginspeksi tanda- tanda yang
normal) ditingkatkan pada skala 5 tidak normal pada area perineum
(tidak ada deviasi dari kisaran (seperti; infeksi, kulit pecah- pecah,
normal). gatal, cairan yang tidak normal)
(251107) Jumlah lokia, dari skala
3 (deviasi sedang dari kisaran
normal) ditingkatkan pada skala 5
(tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
(251124) Warna lokia, dari skala 3
(deviasi sedang dari kisaran
normal) ditingkatkan pada skala 5
(tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
(251108) Kepenuhan payudara,
dari skala 4 (deviasi ringan dari
kisaran normal) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
(251109) Kenyamanan payudara,
dari skala 3 (deviasi sedang dari
kisaran normal) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
(251110) Penyembuhan perineum,
dari skala 4 (deviasi ringan dari
kisaran normal) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
(251116) Asupan makanan dan
cairan, dari skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal) ditingkatkan
pada skala 5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
(251120) Hemoglobin, dari skala 3
(deviasi sedang dari kisaran
normal) ditingkatkan pada skala 5
(tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
(251121) Jumlah darah putih, dari
skala 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal) ditingkatkan pada skala 5
(tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
(251127) Perdarahan di vagina,
dari skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan pada skala 4 (ringan).

Anda mungkin juga menyukai