Anda di halaman 1dari 18

A.

Pendahuluan

Racun adalah suatu zat yang berasal dari alam maupun buatan yang

bekerja pada tubuh baik secara kimiawi dan faali yang dalam dosis toksik dapat

menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh serta dapat menyebabkan kematian.

Racun gas terdiri dari karbon Dioksida dan Karbon Monoksida. Karbon

monoksida adalah salah satu jenis gas yang berbahaya. Gas ini tidak berwarna,

berbau, maupun berasa. Gas ini tergolong berbahaya karena dapat mengikat

hemoglobin dalam darah lebih kuat daripada oksigen. Hal tersebut

menyebabkan pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh pun berkurang. Selain

itu, CO yang beredar dalam darah mengakibatkan proses metabolisme

fosforilasi oksidatif tidak terjadi sehingga ATP dalam tubuh tidak terbentuk

dan tubuh menjadi lemas.

Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari

senyawa organik yang umumnya terjadi dalam mesin berbahan bakar fosil

seperti bensin dan batubara. Di samping itu, dari kegiatan rumah tangga juga

turut menyumbang produksi gas CO dari kegiatan masak memasak. Hal

lainnya yang sangat sering ditemukan di masyarakat, yaitu kegiatan merokok

Karbon Dioksida akan menyebabkan asfiksia karena berkurangnya

jumlah oksigen di udara pernafasan dan proses ini pada tahap awal akan

dipercepat dengan adanya efek langsung Karbon Dioksida pada pusat

pernafasan, sehingga tingkat keracunan perinhalasi makin berat. Pada karbon

monoksida, gas ini berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa

organik misal asap kendaraan bermotor, gas untuk memasak, hasil pembakaran
batu bara dan lainlain. Karbon monoksida akan mengikan Hb secara cepat dan

lengkap dan menghambat oksigen berikatan dengan oksigen. Sehingga suplai

oksigen ke organ vital pun akan berkurang dan akan timbul anoksemia. Lama

kelamaan, Hb akan kehilangan kemampuannya untuk mengikat oksigen dan

akan mmeperpuruk kondisi anoksemia pada jaringan.

B. Defenisi

Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak

merangsang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah

menyebar. Karbon monoksida pertama kali dihasilkan oleh kimiawan Perancis

de Lassone pada tahun 1776 dengan memanaskan seng oksida dengan kokas.

Dia menyimpulkan bahwa gas yang dihasilkan adalah hidrogen karena ketika

dibakar gas tersebut menghasilkan lidah api berwarna biru. Gas ini kemudian

diidentifikasi sebagai senyawa yang mengandung karbon dan oksigen oleh

kimiawan Inggris William Cumberland Cruikshank pada tahun 1800.

Sifat-sifat CO yang beracun pertama kali diinvestigasi secara seksama

oleh fisiolog Perancis Claude Bernard sekitar tahun 1846. Dia meracuni

beberapa anjing dengan gas tersebut, dan mendapatkan bahwa darah anjing-

anjing tersebut berwarna lebih merah di seluruh pembuluh darah

C. Epidemologi

Pada saat ini karbon monoksida merupakan gas beracun yang paling banyak

menimbulkan intoksikasi akut serta paling banyak menyebabkan kematian

dibandingkan dengan kematian akibat intoksikasi gas-gas lain. Gas CO adalah

penyebab utama dari kematian akibat keracunan di Amerika Serikat dan lebih
dari separo penyebab keracunan fatal lainnya di seluruh dunia. Terhitung

sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat darurat di Amerika

Serikat yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO dengan angka

kematian sekitar 500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an.

Sekitar 25.000 kasus keracunan gas CO pertahun dilaporkan terjadi di

Inggris. Dengan angka kematian sekitar 50 orang pertahun dan 200 orang

menderita cacat berat akibat keracunan gas CO.

Di Singapura kasus intoksikasi gas CO termasuk jarang. Di Rumah sakit

Tan Tock Seng Singapura pernah dilaporkan 12 kasus intoksikasi gas CO

dalam 4 tahun (1999-2003). Di Indonesia belum didapatkan data berapa kasus

keracunan gas CO yang terjadi pertahun yang dilaporkan.

D. Sumber-sumber karbon monoksida

1. Sumber Endogen

Tubuh manusia secara terus menerus memproduksi sejumlah kecil

karbon monoksida endogen yang berasal dari katabolisme cincin

protoporpirin hemoglobin dan sebagian kecil heme non hemoglobin. Pada

subjek normal, konsentrasi ini dapat digambarkan oleh saturasi

karboksihemoglobin sebesar 0,4-0,7 %. Pada wanita, produksi endogen

karbon monoksida dua kali lebih besar pada fase progesteron pada saat

siklus menstruasi dibanding pada fase estrogen. Pada pasien dengan anemia

hemolitik, ketika terjadi pemecahan dari sel darah merah dan hemoglobin,

produksi karbon monoksida endogen dapat menghasilkan

karboksihemoglobin level setinggi 4-6%. Secara umum, produksi dari


karbon monoksida endogen tidak menimbulkan gejala keracunan pada

subyek normal.

2. Sumber Eksogen

Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bahan

berkarbon.

a. Sumber utama di negara berkembang adalah pembakaran mesin. Di

amerika, automobile berpengaruh terhadap sekitar 60% produksi

karbonmonoksida. Konsentrasi karbonmonoksida pada jalan tol pada

saat puncak dapat mencapai 100 ppm. Sebagai titik referensi, standar

maksimal industri adalah 50 ppm dengan standar 8 jam kerja sehari

sesuai yang diatur oleh Occupational Safety and Health Administration

(OSHA)

b. Terdapat laporan-laporan keracunan karbon monoksida yang timbul

pada gedung tertutup dimana mesin digunakan, sebagai contoh

disebabkan oleh mesin pembuat es pada ring hoki dengan ventilasi yang

tidak adekuat.

c. Industri menyebabkan sekitar 20% produksi karbon monoksida

d. Di rumah, karbon monoksida dapat dihasilkan oleh pemanas air dengan

ventilasi yang buruk, cerobong asap, dan pemanas. Pada saat musim

dingin ketika pemanas ruangan digunakan, diagnosis dari keracunan

karbon monoksida sering terlewatkan ketika pasien memiliki gejala

gejala seperti flu. Bahkan sebuah tungku gas yang beroperasi dengan
baik dapat menghasilkan karbon monoksida yang signifikan karena

pembakaran gas yang tidak sempurna.

e. Perokok banyak terpapar oleh karbon monoksida. Asap rokok memiliki

rata-rata 400 ppm karbon monoksida. Untuk seseorang perokok yang

merokok 1 pak per hari, rata-rata tingkat karboksihemoglobin mencapai

5-6%. Perokok dengan 2-3 pak per hari memiliki tingkat saturasi 7-9%,

dan perokok berat dapat mencapai saturasi 20%. Perokok pasif di rumah

seorang perokok berat juga menunjukkan peningkatan kadar

karboksihemogobin.

f. Pemadam kebakaran dan korban kebakaran terpapar dengan karbon

monoksida yang sangat besar. Karbon monoksida dapat mencapai 10%

( 100.000 ppm) pada kebakaran besar. Karena peningkatan ventilasi per

menit yang timbul dengan kerja yang berat memadamkan api, tingkat

karboksihemoglobin yang mematikan dapat tercapai dalam waktu

kurang dari 1 menit

E. Mekanisme keracunan

Keracunan karbon monoksida terjadi sewaktu karbon monoksida terhirup

dan berikatan dengan oksigen di molekul hemoglobin. Afinitas hemoglobin

untuk karbon monoksida adalah 300 kali lebih kuat dibandingkan afinitasnya

untuk oksigen. Dengan demikian, pajanan terhadap karbon monoksida akan

menurunkan pengikatan dan transportasi oksigen di dalam darah, sehingga

terjadi hipoksia sel dan jaringan.


Oleh karena itu, beratnya kelainan ditentukan oleh lama serta derajat

hipoksia. Yang terutama terkena adalah jaringan yaang paling peka terhadap

pengurangan oksigen, seperti susunan saraf pusat, jantung dan sebagainya.

FINC K (1966) mempelajari perubahan-perubahan patologik pada 351 kasus

kematian yang disebabkan intoksikasi CO.

Didapatkan tiga kelainan patologik, yaitu :

a. Edema/kongesti : paru-paru (66 %), otak (25%), jantung ( 2% ), viscera (7%).

b. Petechiae : otak (10%), jantung (33%).

c. Hemorhagik : paru-paru (7%), pleura (1%), otak ( 2% ) .

Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya (beracun)

maka gas CO dijuluki sebagai silent killer (pembunuh diam-diam).

Keberadaan gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena

gas itu akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan haemoglobin

dalam darah. Gas CO akan mengalir ke dalam jantung, otak, serta organ vital.

Ikatan kerbosihaemoglobin jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan

ikatan antara oksigen dan haemoglobin.

Jumlah CO yang diabsorbsi oleh tubuh tergantung pada ventilasi semenit,

durasi paparan, dan konsentrasi relatif karbon monoksida di lingkungan ikatan

CO dengan haemoglobin menimbulkan terjadinya penurunan kapasitas

oksigen terhadap haemoglobin dan penurunan pengiriman oksigen ke sel

berdasarkan tiga mekanisme :


1. Berikatan dengan hemoglobin

Saat karbon monoksida terinhalasi maka ia akan mengambil posisi

oksigen yang berikatan dengan hemoglobin, dimana normalnya

hemoglobin akan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ikatan karbon

monoksida dengan hemoglobin memiliki afinitas 200-300 kali

dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin sehingga terjadi

perubahan reversibel berupa perpindahan oksigen dari molekul

hemoglobin. Efeknya kumulatif dan bertahan lama, menyebabkan

kekurangan pengangkutan oksigen ke jaringan. Pemberian udara segar

yang lama (atau oksigen murni) dibutuhkan untuk melepaskan ikatan

antara CO dan haemoglobin.

Selain itu, pembentukan COHb menyebabkan Hb mengikat oksigen

lebih ketat. Sehingga terjadi pergeseran kurva diasosiasi oksigen-

haemoglobin ke kiri yang berarti tekanan oksigen jaringan berada pada

tingkat terendah. Sehingga oksigen yang dilepaskan ke jaringan menurun

yang berlanjut pada hipoksia. Depresi miokard, vasolidatasi perifer, dan

distrimia ventrikel berperan dalam terjadi hipotensi, penurunan perfusi

jaringan dan selanjutnya terjadi hipoksia jaringan

2. Berikatan dengan kompleks sitokrom oksidase sehingga terjadi penurunan

respirasi efektif intra sel

Saat karbon monoksida berikatan dengan sitokrom oksidasi, terjadi

disfungsi mitokondria sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan

ATP berkurang. Terjadi pembebasan nitrit okside dari sel platelet dan
endotel menjadi bentuk radikal bebas peroksinitrit. Lebih lanjut

menginaktifkan enzim mitokondrial dan merusak endotel vaskular di otak.

Hasil akhir berupa lipid peroksidase (degradasi asam lemak tak jenuh) di

otak yang dimulai pada fase reperfusi sehingga terjadi demieliminasi

reversible dari lipid sistem saraf pusat. Intoksida CO juga bisa

menyebabkan stress oksidatif pada sel, dengan menghasilkan oksigen

radikal yang mengkonversi xantin dehirogenase menjadi xanthin oksidasi

3. Berikatan dengan mioglobin membentuk karboksi mioglobin (COMb)

CO juga memiliki afinitas tinggi terhadap mioglobin, dan berikatan

secara langsung dengan otot jantung dan skelet yang menyebabkan

toksisitas secara langsung (case history). Ikatan CO dengan mioglobin

dapat mengganggu cardiac out put dan menimbulkan iskemia serebral.

Ditemukan gejala yang lambat muncul akibat terpapar kembali CO dengan

peningkatan kadar COHb. Hal ini dikarenakan lambatnya pelepasan ikatan

CO dengan mioglobin setelah berikatan dengan hemoglobin.

Mekanisme keracunan CO adalah perinhalasi. Absorbsi CO terjadi

di paru-paru di mana CO kontak dengan sel darah merah di kapiler dan

mengadakan ikatan dengan CO-Hb. Karbon monoksida menyebabkan

hipoksia jaringan dengan cara bersaing dengan oksigen untuk melakukan

ikatan pada hemeprotein pembawa oksigen. Di samping itu, lebih kuatnya

afinitas hemoglobin terhadap CO mulai dari 30-500 kali lebih kuat

dibandingkan afinitas oksigen yang menyebabkan adanya

karboksihemoglobin yang mengganggu afinitas oksigen terhadap sehingga


mengurangi pelepasan oksigen ke jaringan. Namun demikian, ikatan

reaksi ini adalah reversibel

Karbon monoksida juga memiliki efek toksik langsung pada tingkat

seluler dengan cara mengganggu respirasi mitokondria, karena karbon

monoksida terikat pada kompleks sitokrom oksidase. Berbeda dengan

hemoglobin, afinitas sitokrom oksidase lebih kuat terhadap oksigen. Akan

tetapi selama anoksia seluler, karbon monoksida dapat terikat pada

sitokrom oksidase tersebut

F. Farmakodinamika karbon monoksida (CO)

Yang terpenting adalah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom a3. dengan

diikatnya Hb menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga

darah berkurang kemampuanuntuk mengangkut oksigen. Selain itu adanya

COHb dalam darah akan menghambatdisosiasi Oxi-Hb. Dengan demikian

jaringan akan mengalami hipoksia. Reaksi CO dengansitokrom a3 yang

merupakan link yang penting dalam sistem enzim pernafasan sel

danmengakibatkan hipoksia jaringan. Untuk menentukan kadar CO dalam

darah digunakan rumus Henderson dan Haggard.

Rumusnya adalah sebagai berikut:

Lama paparan (dalam jam) x Konsentrasi CO di udara (dalam ppm).

Konsentrasi CO dalam udara lingkungan dan lamanya inhalasi/paparan

menentukan kecepatan timbulnya gejala-gejala atau kematian. Faktor-faktor

lain yang turut mempengaruhi toksisitas CO yaitu aktivitas fisik dan penyakit
yang menyebabkan gangguan oksigenasi jaringan seperti arteriosklerosis

pembuluh dara otak dan jantung, emfisema paru, asma bronchial, TBC paru

dan penyakit metabolik serta obat-obatan yang menyebabkan depresi susunan

saraf pusat, contohnya alkohol, barbiturat dan morfin.

Pada kasus keracunan karbon dioksida juga dapat berakibat kematian.

Karbon dioksida dapat meracuni jantung dan menyebabkan menurunnya gaya

kontraktil. Pada konsentrasi tiga persen berdasarkan volume diudara, ia bersifat

narkotik ringan dan menyebabkan peningkatan tekanan darah dandenyut nadi,

dan menyebabkan penurunan daya dengar.

G. Gejala dan tanda

Keracunan gas karbon monoksida gejala didahului dengan sakit kepala, mual,

muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pyrexia, pernafasan meningkat,

confusion, gangguan penglihatan, kebingungan, hipotensi, takikardi,

kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada orang

yang menderita nyeri dada


Tabel Hubungan antara Gejala dengan kadar COHb dalam darah

H. Cara Kematian Akibat Keracunan

Keracunan gas Co dapat terjadi akibat kebakaran, sumber karbon

monoksida kedua tersering yang bersifat fatal adalah inhalasi asap knapot

mobil. Kebanyakan kematian akibat hal ini adalah karena bunuh diri, tetapi

juga akibat kecelakaan maupun pembunuhan.

1. Kecelakaan

Penyebab utama dari kematian monoksida karena struktur

kebakaran dirumah atau gedung lain, penyebab terbesar kematian pada

kebakaran rumah tidak disebabkan karena terbakar tapi karena menghirup

asap. Keadaan fatal ini disebabkan karena keracunan CO, walaupun gas-

gas lain seperti sianida, phosgene dan acrolein sebagian turut berperan.

Kebanyakan karbon dari kebakaran rumah, mati jauh dari pusat api, yang

mungkin terdapat pada ruangan berbeda atau lantai yang berbeda, jaringan

monoksida pada jarak jauh dan membunuh manusia walaupun sedang tidur

atau terperangkap pada saat didalam gedung.


Sumber karbon monoksida kedua tersering yang bersifat fatal adalah

inhalasi asap knalpot mobil. Hal ini hampir semata-mata disebabkan

karena kerusakan pada mesin, meskipun kematian sudah pernah terjadi

pada saat mobil terjebak di salju. Beberapa kematian pernah terjadi ketika

mesin sedang bergerak, dan beberapa lagi dengan kondisi jendela mobil

sebagian (2-4 inchi). Jarang ditemukan kematian yang tiba-tiba terjadi saat

mobil mulai dihidupkan dan dibiarkan hidup digarasi untuk pemanasan

sementara pengemudinya kembali ke rumah. Karbon monoksida dari

knalpot kemudian masuk ke dalam rumah dan membunuh penghuninya

2. Bunuh diri

Di Maio dan Dana melaporkan tiga kasus kematian akibat

menghirup karbon monoksida dari gas kanlpot mobil ketika berada di luar

ruangan. Konsentrasi karboksihemoglobin korban berkisar dari 58% (pada

karbon yang sudah membusuk) samapai 81%. Seluruh korban ditemukan

bergeletak dekat dengan pipa knalpot mobil. Dua meninggal karena bunuh

diri. Kasus ini menggambarkan kenyataan bahwa meskipun di luar

ruangan, kematian karena menghirup karbon monoksida dapat terjadi jika

seseorang dekat dengan sumber karbon monoksida dalam jangka waktu

yang lama.

3. Pembunuhan

Kasus keracunan CO karena pembunuhan jarang terjadi sebaliknya jangan

diabaikan karena karbon sebelumnya dapat dibuat tidak sadar atau mabuk

lalu dibunuh oleh ibu yang memberi gas pada anaknya dan kemudian
bunuh diri. Pola kematian pada kasus CO harus dievaluasi dengan

perhatian penuh karena tindakan bunuh diri dapat dianggap sebagai

kematian akibat kecelakaan atau kematian yang wajar

I. Gambaran Post Mortem Keracunan

Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam

mayat berwarna merah terang (cheery red colour), yang tampak jelas bila

kadar COHb mencapai30% atau lebih. Namun ternyata warna lebam mayat

tersebut juga dapat ditemukan padamayat yang didinginkan, korban keracunan

sianida, dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang mampu

membentuk nitrit, sehingga membentuk nitroksi-hemoglobin. Pada substansia

alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus, dapat

ditemukan petekie. Ditemukan pula ensefalomalasia simetris pada globus pal

idus. Namun, kelainan-kelainan tersebut ternyata tidak patognomonik untuk

keracunan CO. Sedangkan pada miokardium dapat ditemukan perdarahan dan

nekrosis, paling seringdi muskulus papilaris ventrikel kiri, kadang-kadang juga

terdapat pada otot ventrikel,terutama di subperikardial dan subendokardial.

Pada pemeriksaan mikroskopik menunjukangambaran sesuai dengan infark

miokardium akut.Hipoksia atau defisiensi oksigen, merupakan penyebab

cedera sel tersering danterpenting, serta menyebabkan kematian. Hipoksia

harus dibedakan dengan iskemia, yang merupakan terhentinya suplai darah

dalam jaringan akibat gangguan aliran darah arteri atau berkurangnya drainase

vena. Defisiensi oksigen juga dapat disebabkan oleh oksigenasi darah yang

tidak adekuat, salah satu contohnya adalah pada keracunan CO


J. Diagnosis

Penegakan diagnosis keracunan gas karbon monoksida dilakukan dengan

menggabungkan antara anamnesis adanya riwayat paparan terhadap karbon

monoksida dan anamnesis gejala-gejala positif. Faktor yang perlu

dipertimbangkan adalah terbukti adanya trauma oleh karena panas atau adanya

inhalasi

K. Pemeriksaan TKP

Salah satu kewajiban dokter ahli forensik atau ahli toksologi forensik adalah

melakukan pemeriksaan TKP pada kematian-kematian tidak wajar, karena

pemeriksaan TKP sangat membantu dalam penentuan proses lebih lanjut.

Demikian pula pada peristiwa keracunan gas karbon monoksida, dalam hal ini

tugas seorang dokter ahli adalah:

1. Menentukan korban masih hidup atau sudah meninggal.

2. Apabila didapati korban dalam keadaan masih hidup segera beri

pertolongan

3. Mencari sumber-sumber gas karbon monoksida (bila memungkinkan

diambil contoh udara untuk test isolasi gas)

4. Membantu mengumpulkan barang bukti (untuk pemeriksaan toksologi

melalui analisis bahan yang terbakar)

5. Membuat catatan tentang lingkungan di TKP, mencari informasi dari

orangorang terdekat korban atau yang berada di sekitar TKP.

6. Menentukan apakah keracunan tersebut sesuatu yang wajar atau tidak.


7. Apabila korban telah meninggal dan ada permintaan visum et repertum

(SPVR), maka jenasah segera diangkut ke rumah sakit untuk dilakukan

otopsi.

L. Pemeriksaan Jenazah

1. Pemeriksaan luar

a. Keracunan CO

Khas warna lebam mayat merah terang (cherry red) baik permukaan

tubuh, membran mukosa, kuku jari, namun warna ini tidak sama di

seluruh tubuh misal tubuh bagian depan, leher dan paha berwarna lebih

terang dibanding dengan yang lain. Warna cherry red ini khususnya

terdapat di daerah hipostasis post mortem dan menunjukkan kejernihan

kadar COHb telah melampaui 30%.

Pada keracunan gas karbon monoksida juga ditemukan pelepuhan

kulit pada area tertentu yang dikenal dengan pelepuhan barbiturat, misal

pada betis, pantat, sekitar pergelangan tangan dan lutut merupakan hasil

edema kulit akibat koma yang lama, dimana terdapat immobilitas total

serta tidak adanya darah vena yang kembali dari gerakan otot. Hal ini

merupakan tanda spesifik pada keracunan gas CO akan tetapi karena

sebagian besar kematian karena gas CO relatif cepat maka pelepuhan

ini jarang terjadi.

Eritema dan vesikel / bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota

gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan.
Kelainan tersebut disebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah

kulit.

Keracunan CO akan menyebabkan kulit berwarna kemerahan

2. Pemeriksaan dalam

a. Keracunan CO

Tidak ditemukan perdarahan di rongga pleura pada keracunan CO,

walau hal ini sering dihubungkan dengan asfiksia. Inilah membedakan

keracunan CO dan kehilangan oksigen.

H. Aspek hukum

1. Kasus kecelakaan (Ketidaksengajaan)

Pasal 359 KUHP Barang siapa karena kekhilafanya menyebabkan orang

mati, dipidana dengan penjara selama-lamanya lima tahun, atau pidana

kurungan selamlamanya satu tahun. (UU. N.1/1960)


2. Kasus bunuh diri (kejahatan pada nyawa orang)

Pasal 345 KUHP Barang siapa dengan sengaja membujuk orang supaya

membunuh diri, atau menolongnya dalam perbuatan ini, atau memberi

ikhtiar kepadanya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat

tahun, kalau jadi orangnya bunuh diri.

3. Kasus pembunuhan

Pasal 338 KUHP Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa

orang,karena pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-

lamanya penjara lima belas tahun.

Pasal 340 KUHP Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan

lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan

pembuhuan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur

hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

Anda mungkin juga menyukai