Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat
kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami
membahas Sosiologi Agama. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai
Sosiologi terlebih lagi dalam Sosiologi Agama dan hal ini diperlukan dalam suatu harapan mendapatkan
informasi terutama mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Pengantar Sosiologi. Untuk itu rasa terima
kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan :

Pak Yesmil, selaku dosen mata kuliah Pengantar Sosiologi


Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.

Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat,

Bandung, 19 Oktober 2015

Penyusun,

(Nama Penyusun)

(Angka)
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Dalam sosiologi, agama dikaji sebagai suatu fakta sosial. Munculnya sosiologi agama di akhir
abad 19 sebagai disiplin baru dari sosiologi adalah untuk melihat agama sebagai situs pengetahuan
yang dikaji dari sudut pandang sosiologis. Sosiologi agama tidak melihat bagaimana seseorang
beragama, akan tetapi untuk memotret kehidupan beragama secara kolektif yang difokuskan kepada
peran agama dalam mengembangkan atau menghambat eksistensi sebuah peradaban suatu
masyarakt. Dan sejarah peradaban kemanusiaan selama berabad-abad memang tidak pernah sepi
dari hiruk pikuk aktualisasi agama dan kepercayaan dengan berbagai definisinya- yang khas dan
diwujudkan dalam perilaku keseharian masyarakat.
Karena luas dan keanekaragaman pokok bahasan agama, maka bidang agama merupakan
sesuatu yang sulit untuk diukur dengan menggunakan penilaian sosiologi. Bagi kebanyakan di antara
kita, perhatian utama terhadap agama bersifat perorangan dan individualistik. Dalam mengkaji agama
tersebut kita cenderung memusatkan pada aspek-aspek etik dan kepercayaan yang lebih bersifat
intelektual dan emosional.

1.2.TUJUAN
Untuk tujuan makalah berisi tentang tujuan yang akan dicapai dengan pembuatan makalah/paper.

1.3. RUANG LINGKUP MATERI


Ruang Lingkup Makalah berisi tentang ilmu atau teori yang berkaitan dengan tema yang diambil dalam
makalah/paper.

BAB II : DASAR TEORI/LANDASAN TEORI


Untuk Landasan Teori Makalah berisi tentang pembahasan dan penelitian tentang ilmu ataupun teori
yang sudah pernah dibahas oleh para ahli berkaitan dengan tema makalah/paper yang dipilih. Materi
yang dibahas secara teoritis dikaitkan dengan aplikasi praktis teori/ilmu tersebut dalam kenyataan
kehidupan keseharian.
Untuk menuliskan teori yang diambil dari para ahli jangan lupa mencantumkan nama, tahun atau buku
yang pernah memuat teori tersebut. Sehingga sumber/nara sumbernya jelas dan tidak diragukan.
Kalau membuat kutipan harap mencantumkan pula halaman di mana kutipan tersebut diambil.

BAB III : PEMBAHASAN


Untuk Isi dari Pembahasan makalah berisi tentang data yang diperoleh di lapangan/kenyataan dan
dikaitkan dengan ilmu atau teori yang sudah ada. Jika ada kesesuaian dibahas lebih lanjut dan dapat
pula dimasukkan pendapat pribadi yang berkaitan erat dengan tema/usulan/saran/gagasan/ide.
Jika memang ditemukan ketidaksesuaian antara teori atau ilmu yang sudah ada dengan kenyataan di
lapangan, hal ini juga perlu dibahas untuk melihat mengapa hal ini dapat terjadi.Dapat pula
dimasukkan pendapat pribadi berkaitan erat dengan tema/usulan/saran/gagasan/ide sehingga antara
kenyataan dengan ilmu yang ada, baik yang ada hubungannya maupun tidak, dapat dijelaskan
dengan baik dan rinci.

BAB IV : PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Untuk Kesimpulan Makalah berisi tentang simpulan akhir dari pembahasan yang sudah dibuat.
Penulisan kesimpulan singkat dan jelas, tidak panjang seperti pembahasan.

4.2. USUL DAN SARAN


Untuk Saran Makalah dapat juga dimasukkan usulan dan saran dari penulis yang berkaitan dari isi
makalah.

DAFTAR PUSTAKA
Untuk Daftar Pustaka Makalah Berisi seluruh sumber yang digunakan dalam pembuatan
makalah/paper. Daftar pustaka berupa buku, surat kabar, majalah, informasi dari situs internet dan
lain-lain. Penulisannya secara lengkap dan mengikuti kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik
dan benar.

SOSIOLOGI AGAMA
I. Pendahuluan
Dalam sosiologi, agama dikaji sebagai suatu fakta sosial. Munculnya sosiologi agama
di akhir abad 19 sebagai disiplin baru dari sosiologi adalah untuk melihat agama sebagai situs
pengetahuan yang dikaji dari sudut pandang sosiologis. Sosiologi agama
tidak melihat bagaimana seseorang beragama, akan tetapi untuk memotret kehidupan
beragama secara kolektif yang difokuskan kepada peran agama dalam mengembangkan atau
menghambat eksistensi sebuah peradaban suatu masyarakt. Dan sejarah peradaban
kemanusiaan selama berabad-abad memang tidak pernah sepi dari hiruk pikuk aktualisasi
agama dan kepercayaan dengan berbagai definisinya- yang khas dan diwujudkan dalam
perilaku keseharian masyarakat.
Karena luas dan keanekaragaman pokok bahasan agama, maka bidang agama
merupakan sesuatu yang sulit untuk diukur dengan menggunakan penilaian sosiologi. Bagi
kebanyakan di antara kita, perhatian utama terhadap agama bersifat perorangan dan
individualistik. Dalam mengkaji agama tersebut kita cenderung memusatkan pada aspek-
aspek etik dan kepercayaan yang lebih bersifat intelektual dan emosional.
II. Rumusan Masalah
Untuk memfokuskan pembahasan, penulis membuat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Pengertian, sejarah, tokoh dan fungsi sosiologi agama
2. Hubungan antara sosiologi agama dengan ilmu-ilmu keislaman
3. Metodologi penelitian sosiologi agama baik dalam perspektif islam atau sekuler
4. Beberapa penjelasan tentang :
a. Komunitas sosial
b. Kelompok sosial
c. Stratifikasi sosial
d. Perilaku dan tindakan sosial
e. Rekayasa sosial
f. Teori-teori sosial

III. Pembahasan
1. Pengertian, sejarah, tokoh dan fungsi sosiologi agama
Sosiologi agama adalah studi tentang fenomena sosial, dan memandang agama
sebagai fenomena sosial. Sosiologi agama selalu berusaha untuk menemukan pinsip-prinsip
umum mengenai hubungan agama dengan masyarakat.
Sosiologi agama adalah suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat
agama secara sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti, demi
kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya.[1]
Sosiologi agama menjadi disiplin ilmu tersendiri sejak munculnya karya Weber dan
Durkheim. Jika tugas dari sosiologi umum adalah untuk mencapai hukum kemasyarakatan
yang seluas-luasnya, maka tugas dari sosiologi agama adalah untuk mencapai keterangan-
keterangan ilmiah tentang masyarakat agama khususnya.
Masyarakat agama tidak lain ialah suatu persekutuan hidup (baik dalam lingkup sempit
maupun luas) yang unsure konstitutif utamanya adalah agama atau nilai-nilai keagamaan.
Jika teologi mempelajari agama dan masyarakat agama dari segi supranatural, maka
sosiologi agama mempelajarinya dari sudut empiris sosiologis. Dengan kata lain, yang akan
dicari dalam fenomena agama itu adalah dimensi sosiologisnya. Sampai seberapa jauh agama
dan nilai keagamaan memainkan peranan dan berpengaruh atas eksistensi dan operasi
masyarakat. Lebih konkrit lagi, misalnya, seberapa jauh unsur kepercayaan mempengaruhi
pembentukan kepribadian pemeluk-pemeluknya, ikut mengambil bagian dalam
menciptakan jenis-jenis kebudayaan, mewarnai dasar-dasar haluan Negara, memainkan
peranan dalam munculnya strata (lapisan) sosial, seberapa jauh agama ikut mempengaruhi
proses sosial, perubahan sosial, fanatisme dan lain sebagainya. Menurut Keith A. Roberts,
sasaran (objek) kajian sosiologi agama adalah sebagai berikut :

1) Kelompok-kelompok dan lemabaga keagamaan, yang meliputi pembentukannya, kegiatan


demi kelangsungan hidupnya, pemeliharaannya dan pembaharuannya
2) Perilaku individu dalam kelompok-kelompok tersebut atau proses social yang
mempengaruhi status keagamaan dan perilaku ritual
3) Konflik antar kelompok, misalnya Katolik lawan Protestan, Kristen dengan Islam dan
sebagainya. Bagi sosiolog, kepercayaan hanyalah salah satu bagian kecil dari aspek agama
yang menjadi perhatiannya.
Bila dikatakan bahwa yang menjadi sasaran sosiologi agama adalah masyarakat
agama, sesungguhnya yang dimaksud bukanlah agama sebagai sutu system (dogma dan
moral), tetapi agama sebagai fenomena sosial, sebagai fakta social yang dapat dilaksanakan
dan dialami oleh banyak orang. Ilmu ini hanya mengkonstatasi akibat empiris kebenaran-
kebenaran supra-empiris, yaitu yang disebut dengan istilah masyarakat agama, dan itulah
sasaran langsung dari sosiologi agama.
Seorang sosilog terkemuka asal Perancis, Emile Durkheim, dalam Muhni (1994)
mendefinisikan agama sebagai : Religion is an interdependent whole composed of beliefs and
rites related to sacred things, unites adherents in a single community known as
a Church (satu sistem yang terkait anatar kepercayaan dan praktek ritual yang berkaitan
dengan hal-hal yang kudus, yang mampu menyatukan pengukutnya menjadi satu kesatuan
masyarakat dalam satu norma keagamaan). Dari pengertian ini agama bisa dimaknai sebagai
pembentuk formasi sosial yang menumbuhkan kolektifisme dalam satu komunitas
masyarakat. Kesimpulan umum ini menjadi pijakan bagi para sosiolog agama dalam
menjelaskan dimensi sosial agama dimana kekuatan kolektivisme agama dianggap telah
mampu menyatukan banyak perbedaan antar individu dan golongan diantara pemeluknya.
Di sini agama bisa dianggap mampu berperan dalam transformasi sosial menuju masyarakat
yang membangun masyarakat secara kolektif.
Berbeda dengan pandangan di atas, Karl Marx memiliki pendapat yang agak sinis
terhadap agama. Menurutnya agama tak lebih dari doktrin metafisik yang tidak material, dan
hanya menitikberatkan pada orientasi pasca-kematian. Hal ini menurutnya agama telah
dijadikan alat untuk membangun kesadaranpalsu untuk mengalihan perhatian
pemeluknya atas penderitaan nyata dan kesulitan dalam kehidupan mereka. Dalam
memperkenalkan filsafat materialisme historisnya dalam kajian ideologi, Marx menjelaskan
bahwa agama adalah imajinasi; atau lebih tepatnya khayalan yang melenakan. Agama
menjadi suatu doktrin kepercayaan yang kerap digunakan sebagai alat legitimasi untuk
mempertahankan hal-hal yang ada di dalam masyarakat sesuai dengan kepentingan para
penindas.
Kritik Marx atas agama ini adalah refleksi dalam konteks zamannya dimana kekuatan
agamawan pada waktu itu nyatanya tidak mampu menjadi penggerak atas struktur
kapitalisme yang menindas masyarakat kelas bawah. Marx menyatakan agama mendukung
dan melayani kepentingan tertentu yang terkait dengan dominasi kelas dan penundukan
kelas Dia menyebutkan bahwa agama dari sudut sosialitasnya adalah rengekan golongan
masyarakat yang tertindas. Agama tidak mamu menjadi alat perubahan dan perlawanan
masyarakat miskin yang tertindas.[2]
Fungsi-Fungsi Sosiologi Agama Dalam Masyarakat
Sebelum kita membahas tentang fungsi-fungsi sosiologi agama, hendaknya kita
pahami terlebih dahulu fungsi-fungsi agama terhadap masyarakat. Fungsi agama terhadap
pemeliharaan masyarakat. Pertama, masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu
untuk kelangsungan hidup dan pemeliharaannya sampai batas minimal. Kedua, agama
berfungsi memenuhi sebagian di antara kebutuhan-kebutuhan itu, meskipun mungkin
terdapat beberapa kontradiksi dan ketidakcocokan dalam cara memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tersebut.
Oleh karena itu beberapa jenis persetujuan bersama, ataukonsensus, mengenai wujud
kewajiban-kewajiban yang sangat penting ini, begitu juga mengenai adanya kekuatan yang
mampu memaksa orang-orang dan pihak-pihak yang bersangkutan untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban tersebut, minimal diperlukan untuk mempertahankan ketertiban
masyarakat.
Pada umumnya sesuai dengan nilai-nilai sosial. Bahwasanya masyarakat sedikit
banyak ditemukannya konsep-konsep yang jelas mengenai tingkah-laku yang diakui sesuai
standar tingkah-laku itu. Yang membentuk nilai-nilai sosial ini, sering disebut oleh sarjana-
sarjana sosiologi sebagai norma-norma sosial.
Karya Durkheim di bandingkan dengan karya-karya para sarjana sosiologi lainnya
lebih banyak mengungkapkan hakikat antaraksi antara nilai-nilai sosial dan norma-norma
yang berkaitan dengan kewajiban sosial dan kewajiban moral oleh sebagian besar anggota
masyarakat.
Dengan demikian nilai-nilai keagamaan merupakan landasan bagi sebagian besar
sistem nilai-nilai sosial, maka pelajaran-pelajaran yang paling penting bagi anak-anak adalah
dalam lapangan yang sekarang sering kita sebut pendidikan agama (religious education).
Dari sebagian hal lain itu orang yang gagal menurut ukuran dunia sekuler, karena
penghayatannya terhadap nilai-nilai keagamaan, boleh jadi dapat menerima dan
menjelaskan secara lebih baik kepada dirinya sendiri kekurangberhasilannya di dunia ini
tanpa harus mengalami kehancuran kepribadian. Maka harus ada kerja keras dan usaha yang
mendorong dari semua itu.[3]
Sosiologi agama memberikan kontribusi yang besar bagi instansi keagamaan. Sebagai
sosiologi positif ia telah membuktikan daya gunanya dalam hal mengatasi kesulitan-
kesulitan yang muncul dalam masyarakat serta menunjukkan cara-cara ilmiah untuk
perbaikan dan pengembangan masyarakat, demikian juga sosiologi agama bermaksud
membantu para pemimpin agama dalam mengatasi masalah-masalah sosio-religius yang
tidak kalah beratnya dengan masalah-masalah social nonkeagamaan, memberikan
pengetahuan tentang pola-pola interkasi social keberagamaan yang terjadi dalam
masyarakat, membantu kita untuk mengontrol atau mengendalikan setiap tindakan dan
perilaku keberagamaan kita dalam kehidupan bermasyarakat, dengan bantuan sosiologi
agama, kita akan semakin memahami nilai-nilai, norma, tradisi dan keyakinan yang dianut
oleh masyarakat lain serta memahami perbedaan yang ada. Tanpa hal itu, mejadi alasan
untuk timbulnya konflik di antara umat beragama, membuat kita lebih tanggap, kritis dan
rasional untuk mengahadapi gejala-gejala sosial keberagamaan masyarakat, serta kita dapat
mengambil tindakan yang tepat dan akurat terhadap setiap situasi social yang kita hadapi.
2. Hubungan antara sosiologi agama dengan ilmu-ilmu keislaman
Tidak dapat dipungkiri bahwa para pakar sosiolog senantiasa melihat kondisi sosial
berdasarkan sudut pandang yang berbeda sesuai dengan latar belakang akademik dan
pengalaman hidupnya. Namun bagi masyarakat muslim, kita mempecayai bahwa al-Quran
juga telah menggariskan satu bentuk ideal masyarakat sebagai acuan umat Islam dalam
kehidupan sosial.[4]
Perlunya pemahaman, hadits (flqhul hadits) dengan pendekatan historis, sosiologis
dan antropologis untuk menemukan pemahaman hadits yang relatif lebih tepat, dir,amis,
akomodatif dan apresiasif terhadap perubahan serta perkembangan zaman, sekaligus
pendekatan tersebut sebagai pisau analisis dalam memahami hadits-hadits yang tidak
memiliki asbabul uyu rud secara khusus. Namun demikian, bukan berarti pendekatan-
pendekatan tersebut tanpa kelemahan. Ia mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain
adanya kesan ingin mencocok-cocokkan hadits dengan kondisi perubahan masyarakat dan
kondisi zaman, sehingga seseorang kadang bisa terjebak pada pemahaman yang terlalu
dipaksakan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dalam penggunaan pendekatan tersebut.[5]
Dari penjelasan diatas, saya teringat tentang kisah didalam Al Quran yang
menjelaskan tentang hubungan manusia dengan manusia, dan manusia dengan tuhan. Jadi,
ilmu sosiologi dapat dikaitkan dengan ilmu-ilmu keislaman yaitu sosiologi dengan tasawuf .
Berbicara tentang tasawuf, tasawuf sangat kental dengan thariqoh. Jadi, sosiologi juga
berhubungan dengan ilmu thariqoh.

3. Metodologi penelitian sosiologi agama baik dalam perspektif islam atau sekuler
Sebagaimana penelaahan proses sosial lainnya, kajian sosiologi agama menggunakan
metode ilmiah. Pengumpulan data dan metode yang digunakan antara lain dengan data
sejarah, analisis komparatif lintas budaya, observasi, survey, dan lain sebagainya.
a. Analisis Sejarah
Objek studi sosiologi adalah menerangkan realitas masa kini, yang berhubungan erat
dengan kehidupan manusia dan yang mempengaruhi gagasan serta perilaku manusia. Untuk
mengerti persoalan yang dihadapi manusia saat ini, kita harus mngetahui sejarah masa silam.
Meskipun terkadang metode ini tidak selalu dapat menjawab persoalan yang dihadapi karena
agama tidak sama nilai maupun kepentingannya untuk setiap tempat dan waktu
Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan
menelusuri sumber di masa lampau sebelim tercampuri tradisi lain. Pendekatan tersebut
didasarkan kepada personal historis dan perkembangan kebudayaan umat manusia.
Pendekatan yang didasarkan atas sejarah personal, berusaha menelusuri awal
perkemabangan tokoh keagamaan secara individual, untuk menemukan sumber-sumber dan
jejak perkembangan perilaku keagamaan sebagai hasil dialog dengan dunia sekitarnya.
Beberapa sosiolog menggunakan data historis untuk mencari pola-pola interaksi antara
agama dan masyarakat. Pendekatan ini telah membimbing ke arah pengembangan teori
tentang evolusi agama dan perkembangan tipologi kelompok-kelompok keagamaan. Analisis
hisoris telah digunakan oleh Talcott Parson dan Bellah dalam rangka menjelaskan evolusi
agama, Berger dalam uraian tentang memudarnya agama dalam masyarakat modern, Max
Weber ketika menerangkan tentang sumbangan teologi Protestan dalam melahirkan
kapitalisme dan sebagainya.
b. Analisis Lintas Budaya
Dengan membandingkan pola-pola sosioreligius dibeberapa daerah kebudayaan,
sosiolog dapat memperoleh gambaran mengenai korelasi unsur budaya tertentu atau kondisi
sosio kultural secara umum
Talmon menggunakan data lintas budaya untuk menelaah pola-pola di antara gerakan
millenarian, yaitu gerakan keagamaan yang menganggap akan adanya era baru di masa yang
akan dating setelah jatuhnya penguasa yang lama. Salah satu kesulitan pelaksanaan analisis
sosiologi agama melalui analisis lintas budaya yaitu sangat bervariasinya konsep agama pada
daerah kebudayaan yang berlainan, juga sulit dalam mendapatkan ketepatan yang
disyaratkan oleh para saintis.
c. Observasi Partisipatif
Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-
orang dalam konteks religious.Hal itu dapat dilakukan dengan terus terang, artinya orang
yang dobservasi itu boleh mengetahui bahwa mereka sedang dipelajari. Keuntungan dari
metode observasi partisipatif adalah :
1. Memungkinkan pengamatan interaksi simbolik antara anggota kelompok secara mendalam.
Interaksi simbolik maksudnya adalah suatu perspektif teoritik sosiologi dan psikologi social.
Dengan perspektif ini, indivudu tidak dilihat reponnya yang lahir, namun dipahami makna
dari perilaku itu. Sering makna simbolik dan tata laku dielajari sejak dini secara menyeluruh
dengan jalan individu berperan serta di dalam kelompok. Pakainan, pandangan mata, jarak
antara orang yang sedang bicara dan gerak merupakan contoh fenomena yang sering secara
simbolik sangat signifikan dalam rangka memperoleh pengertian suatu kebudayaan. Tipe-
tipe anggota yang menjadi objek dalam interaksi simbolik itu digunakan sebagai dasar
analisis
2. Observasi peran serta memberikan kesempatan untuk mendapatkan data secara otentik,
terutama mengenai perilaku atau karakteristik yag sifatnya pribadi. Dengan observasi peran
serta dapat terungkap kualitas perilaku yang lebih dalam, yang mungkin tidak tercakup oleh
kuesioner maupun interview singkat. Karena itu, observasi seperti ini sering dihubungkan
Dengan metode riset kualitatif.
Kelemahan dari metode ini antara lain adalah :
o Mungkin data terbatas pada kemampuan observer dan apa yang dianggap benar dalam suatu
kasus, belum tentu benar pada kasus lain.
o Studi kasus member peluang bagi peneliti untuk mengumpulkan data secara mendalam,
tetapi sering kurang meluas, terikat oleh sesuau aspek tertentu yang menjadi perhatian
peneliti.
o Diperlukan sejumlah besar kasus untuk menggenaralisasikan pola yang diidentifikasikan.
o Data yang dilaporkan sering terikat oleh system penyaringan peneliti sendiri. Tidak semua
observer tertarik pada pola yang sama. Apa yang dipilih dan dicatat oleh observer mungkin
tidak lengkap.
d. Riset Survey
Peneliti menyusun kuesioner, melakukan interview dengan sampel dari sustu
populasi. Sampel dan populasi bias berupa oganisasi keagamaan atau penduduk suatu kota
atau desa.Responden misalnya ditanya tentang :
1. Afiliasi keagamaannya
2. Pengetahuan tentang ajaran agama atau doktrin yang dikembangkan oleh sesuatu organisasi
keagamaan
3. Kepercayaan kepada sesuatu konsep keagamaan tertentu seperti tentang hidup setelah mati,
eksistensi tuhan, tentang akan kembalinya nabi Isa (yesus) dan indicator religiousitas lainnya
Prosedur ini sangat berguna untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik
keagamaan tertentu dengan sesuatu sikap social, atau atribut religious tertentu. Kalau
metode historis dan observasi memberi peluang kepada interpretasi data subjektif, maka data
survey untuk mengidentifikasi sesuatu lebih cermat dari korelasi religious dengan sikap dan
karakteristik social tertentu
4. Beberapa Penjelasan tentang :
a. Komunitas Sosial
Komunitas adalah kumpulan dalam suatu rung lingkup sedangkan sosial adalah
pembauran dalam masyarakat. jadi kumpulan dalam ruang lingkup yang ada pada
pembauran masyarakat dimana terdapat berbagai jenis dan tipe kelompok yang diatur sesuai
kepentingan masing-masing. Misalnya kumpulan sosial pada masyarakat modern dan
tradisional yang satu sama lain jelas berbeda pengertian yang dimana, modernist
menemukan gaya baru yang lebih mutakhir melebihi tradisionalis. Contoh: masyarakat
dayak, dengan kelompokpunk.Masyarakat dayak menggunakan ciri khusus mereka untuk
status sosial dan tingkat strata, sedangkan kelompok punk mengganggap ciri khas mereka
sebagai bentuk perlawanan terhadap tingkat strata.
b. Kelompok sosial
Pengertian kelompok sosial yang pertama adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari
sejumlah orang yang berinteraksi satu sama lain dan terlibat dalam satu kegiatan bersama.
Tentunya perlu dipertajam lebih lanjut mengenai pengertian ini karena interaksi saja tidak
cukup, karena dua orang saja sudah dapat membentuk kelompok. Contoh : Kelompok Anak
Pasar Bitingan
c. Stratifikasi sosial
Menurut Soerjono Soekanto (1982), didalam setiap masyarakat dimanapun selalu dan
pasti mempunyai sesuatu yang dihargai di masyarakat bisa berupa kekayaan, ilmu
pengetahuan, status haji, status darah biru atau keturunan dari keluarga tertentu yang
terhormat, atau apapun yang bernilai ekonomis.[6]
Pitrim A. Sorokin mengemukakan bahwa system pelapisan dalam masyarakat itu
merupakan cirri yang tetap dan umum dan setiap masyarakat yang hidup secara teratur.
Mereka yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah banyak akan menduduki lapisan
atas dan sebaliknya.
Bentuk konkret lapisan-lapisan dalam masyarakatdapat diklasifikasikan kedalam 3
macam yaitu :
1. Kelas yang didasarkan pada faktor ekonomi
2. Kelas yang didasarkan pada faktor politis
3. Kelas yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam
masyarakat[7]
Contohnya : Stratifikasi pada umat agama hindu.

d. Perilaku dan tindakan sosial


Perilaku sosial
Perilaku erat kaitannya dengan kepribadian yang terbentuk melalui proses sosialisasi.
Sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan seseorang sejak masa kanak kanak hingga
masa tuanya, mengenai pola pola tindakan dalam berinteraksi dengan segala ragam
individu yang ada disekelilingnya.
Sosialisasi dan kepribadian akan membentuk suatu sistem perilaku yang akan
menentukan dan membentuk sikap seseorang. Dalam setiap kehidupan sosial terdapat
kaidah kaodah untuk mengatur hubungan antara seseorang dengan masyarakatnya sehingga
kehidupan bermasyarakat berlangsung suasana yang teratur karena setiap orang dituntut
untuk mengikuti kaidah tersebut.
Penyimpangan terhadap kaidah dan nilai nilai dalam masyarakat disebut deviation,
sedangkan orang yang berperililaku menyimpang disebut deviant.
Tindakan Sosial
Tindakan sosial adalah tindakan individusepanjang tindakannya mempunyai arti atau
arti subjektif bagi dirinya yang diarahkan pada tindakan orang lain.
Secara tersirat tindakan sosial terdapat tiga konsep didalamnya, yakni tindakan sosial,
tujuan, dan pemahaman. Tindakan sosial merupakan tindakan seseorang yang diarahkan
kepada orang lain. Tujuan adalah untu mendapatkan reaksi dari seseorang yang sesuai
dengan harapannya. Adapun pemahaman adalah suatu parafsiran seseorang terhadap
tindakan tersebut sehingga dapat memberikan reaksi.
Lima ciri pokok tindakan sosial :
1. Tindakan yang memiliki makna subjektif.
2. Tindakan nyata yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subjektif.
3. Tindakan yang berpengaruh positif.
4. Tindakan sosial selalu diarahkan pada orang lain untuk mendapat respon.
5. Tindakan merupakan respon terhadap perilaku orang lain
e. Rekayasa sosial
Rekayasa Sosial adalah campur tangan sebuah gerakan ilmiah dari visi ideal tertentu
yang ditujukan untuk mempengaruhi perubahan sosial.
Latar belakang dari hal ini adalah :
Ada ketegangan dari masalah sosial
Ada energi atau visi ideal yang menuntut pelibatan sentimen
Ada objek masalah yang bisa diamati dan berpotensial untuk diselesaikan
Sedangkan tujuan dari Rekayasa Sosial adalah
Dapat merubah perilaku individual
Dapat merubah set soaial
Dapat mempertinggi martabat umat
Contohnya : Demo
f. Teori-teori sosial
a) Fungsionalisme Struktural
Teori/Perspektif ini menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik
serta perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah: fungsi,
disfungsi, fungsi laten, fungsi manifes dan keseimbangan (equilibrium).
Dalam teori/perspektif ini, suatu masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok
yang bekerjasama secara terorganisasi yang bekerja dalam suatu cara yang agak teratur
menurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat
tersebut. Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil dengan suatu
kecenderungan ke arah keseimbangan, yaitu suatu kecenderungan untuk mempertahankan
sistem kerja yang selaras dan seimbang. Dengan kata lain, masyarakat merupakan suatu
sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitandan saling
menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa
perubahan pada bagian yang lain.[8]
b) Teori Konflik
Teori ini dibangun untuk menentang secara langsung terhadap Teori Fungsionalisme
Struktural. Para teoritisi konflik melihat bahwa masyarakat sebagai berada dalam konflik
yang terus menerus diantara kelompok dan kelas. Bertentangan dengan para
fungsionalis yangmelihat keadaan normal masyarakat sebagai suatu keseimbangan yang
mantap.
Para teoretisi konflik memandang suatu masyarakat sebagai terikat bersama karena
kekuatan dari kelompok atau kelas yang dominan. Mereka mengklaim bahwa nilai-nilai
bersama yang dilihat oleh para fungsionalis sebagai suatu ikatan pemersatu tidaklah benar-
benar suatu konsensus tersebut adalah ciptaan kelompok atau kelas yang dominan untuk
memaksakan nilai-nilai seta peraturan mereka terhadap semua orang.
c) Teori Neo-Marxis: Teori Kritis
Teori kritis memandang bahwa kenetralan teori tradisional/klasik sebagai kedok
pelestarian keadaan yang ada (mempertahankan statusquo). Padahal menurut Teori Kritis,
realitas yang ada itu adalah realitas semu yang menindas, oleh karena itu harus disibak,
dibongkar dengan jalan mempertanyakan mengapa sampai menjadi realitas yang demikian.
Teori kritik lahir untuk membuka seluruh selubung ideologis yang tak rasional yang telah
melenyapkan kebebasan dan kejernihan berpikir manusia modern.
Berpikir kritis adalah berpikir dialektis, yaitu berbikir secara totalitas timbal balik.
Totalitas berarti keseluruhan yang mempunyai unsur-unsur saling bernegasi (mengingkari
atau diingkari), berkontradiksi (melawan atau dilawan), dan saling bermediasi
(memperantarai atau diperantarai). Pemikiran dialektis menolak kesadaran yang abstrak,
misalnya individu dan masyarakat (Sindhunata, 1983).
Pemanfaatan Teori Kritis dalam pembangunan sebagai wujud dari perubahan sosial
tentunya mempunyai prasyarat. Pertama, harus curiga dan kritis terhadap masyarakat.
Kedua, harus berpikir secara historis (mencari sebab-musababnya). Ketiga, tidak
memisahkan antara teori dan praktis.

IV. Kesimpulan
Sosiologi agama adalah studi tentang fenomena sosial, dan memandang agama
sebagai fenomena sosial. Sosiologi agama selalu berusaha untuk menemukan pinsip-prinsip
umum mengenai hubungan agama dengan masyarakat.
Dididalam melihat kondisi sosial yang berbeda sesuai dengan latar belakang
akademik dan pengalaman hidupnya. Namun bagi masyarakat muslim, kita mempecayai
bahwa al-Quran juga telah menggariskan satu bentuk ideal masyarakat sebagai acuan umat
Islam dalam kehidupan social.
Hubungan sosiologi agama dengan ilmu-ilmu keislaman yaitu sangat erat. Didalam
Al Quran yang menjelaskan tentang hubungan manusia dengan manusia, dan manusia
dengan tuhan. Jadi, ilmu sosiologi dapat dikaitkan dengan ilmu-ilmu keislaman yaitu
sosiologi dengan tasawuf . Berbicara tentang tasawuf, tasawuf sangat kental dengan thariqoh.
Jadi, sosiologi juga berhubungan dengan ilmu thariqoh.

V. Penutup
Demikianlah penjelasan dari makalah saya, apabila banyak kekurangan baik dalam
segi penulisan mengenai makalah baik itu sedikit maupun banyak, saya minta maaf sebesar-
besarnya karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.

VI. Referensi
Blog Dedi Sambas
Bustanuddin Agus, Agama Dalam kehidupan Manusia, Raja Wali Press,Jakarta, 2006
http://hubungan sosiologi dengan hadis.com
http://puspek-averroes.org/2009/07/26/agama-dan-transformasi-sosial/
J. Dwi Narwoko, Sosiologi pengantar dan terapan, Jakarta, Kencana, 2004
Thomas F. Odea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, Raja Wali Press, Jakarta, 1990
Uwes Fatoni.blogspot.com

[1] Thomas F. Odea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, Raja Wali Press, Jakarta,
1990, hal.28
[2] http://puspek-averroes.org/2009/07/26/agama-dan-transformasi-sosial/
[3] Bustanuddin Agus, Agama Dalam kehidupan Manusia, Raja Wali Press,Jakarta, 2006,
hal.69
[4] Uwes Fatoni.blogspot.com
[5] http://hubungan sosiologi dengan hadis.com
[6] J. Dwi Narwoko, Sosiologi pengantar dan terapan, Jakarta, Kencana, 2004, hal 132
[7] Op cit, hal 133
[8] Blog Dedi Sambas

Anda mungkin juga menyukai