Anda di halaman 1dari 4

KLATEN | Air merupakan berkah dari Tuhan. Air menjadi sumber kehidupan.

Air akan sangat


memberi manfaat bagi kehidupan manusia jika dikelola dengan bijaksana. Inilah yang kemudian
menjadi inspirasi bagi Junaidi Mulyono (Kepala Desa Ponggok) yang memiliki gagasan
mengelola wisata air untuk kesejahteraan warga desanya.

Pemimpin muda yang membangun desanya melalui wisata air sehingga berhasil menjadi
inspirasi bagi desa-desa di sekitarnya. Desa Ponggok tergolong beruntung karena memiliki
potensi air yang melimpah.

Desa yang terletak di Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah ini
dianugerahi 5 (lima) mata air atau dalam bahasa Jawa disebut Umbul seperti Umbul Besuki,
Umbul Sigedang, Umbul Ponggok, Umbul Kapilaler dan Umbul Cokro. Debit airnya pun
berbeda-beda tetapi debit yang paling tinggi ada di Umbul Ponggok yakni mencapai 735 liter
per detik.

Desa Ponggok berada di dataran rendah antara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi jadi kita
di Ponggok ini potensinya adalah air, ujar Junaidi yang juga merupakan putra asli desa
Ponggok.

Junaidi Mulyono yang lahir 40 tahun silam yang membuat terobosan pembangunan dengan
memanfaatkan air sebagai sumber pemasukan bagi desanya dan melalui air sukses
mengangkat ekonomi warganya menuju sejahtera.

Ponggok memiliki banyak potensi air, di tahun 2004 masih daerah tertinggal akan tetapi saat ini
kita mulai menggarap potensi-potensi alam yang dulunya belum tergarap kita gunakan sebagai
potensi kesejahteraan masyarakat, yang mana dari potensi sumber daya air ini kita gunakan
sebagai perikanan dan juga untuk pariwisata, tambahnya.

Sumber air menjadi berkah bagi masyarakat desa Ponggok yang tidak dimiliki oleh daerah-
daerah lain.

Dengan adanya Dana Desa atau Undang Undang Desa yang sudah diundangkan ini dari desa-
desa harus pintar-pintar menggali potensi untuk kesejahteraan masyarakat karena nantinya
desa-desa ini akan bersaing untuk menggali potensi untuk masyarakatnya dan juga menggali
perekonomian di desa tersebut, ujar Bapak dua anak itu.

Penduduk desa Ponggok berjumlah 609 KK atau sekitar 2000 jiwa. Mata pencaharian warganya
adalah petani dan peternak dan konon beras Dlanggu yang terkenal itu sumbernya dari desa
ini. Jarak tempuh menuju desa Ponggok dari arah Semarang sekitar 3 jam, jika dari kota Solo
sekitar 1 jam dan dari kota Jogja sekitar 30 menit.
Motivasi kami adalah dimana potensi yang ada ini kita gunakan semaksimal mungkin demi
kesejahteraan masyarakat kita jadi potensi yang ada ini kita olah dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat, imbuhnya.

Bagi Junaidi potensi air yang melimpah ini merupakan peluang yang sangat besar dan
menjanjikan jika dikelola dengan baik, apalagi di tahun 2001 hingga 2004 dia melihat kenyataan
bahwa desa Ponggok masih menjadi desa tertinggal. Pendapatan Asli Daerahnya masih 14 juta
per tahun disamping itu masyarakat juga dicekik oleh utang yang ditawarkan rentenir, banyak
yang menganggur. Air hanya digunakan untuk MCK, pengadaan air bersih oleh PDAM dan
irigasi sawah.

Junaidi memang sudah hobi dengan hal-hal yang berhubungan dengan ikan dan ketika ia
didorong terus sebagai kepala desa oleh warganya maka kesempatan untuk membangun
mimpinya membangun desa Ponggok melalui air semakin terbuka.

Dulu pengelolaan di desa Ponggok sifatnya masih pribadi-pribadi dimana manajemen nya
belum tertata dengan baik maka didalam pengelolaan ini dikelola oleh BUMDes dimana sistem
manajemen farming nya nanti akan mengena. Secara tata kelola air, manajemen air, dan pola
tanam untuk pertanian masih perlu digalakkan lagi. Di Ponggok, mencari petani muda sangat
sulit karena pertanian bukan suatu hal yang menjanjikan saat ini maka dari itu kita akan
merubah sistem ini menjadi sistem manajemen yang mana petani itu bukan menjadi petani tapi
karyawan nya BUMDes, demikian Junaidi menambahkan.

Sejak menjabat tahun 2006 berbagai program pembangunan pun ia gagas. Untuk memperkuat
program-program nya itu, ia mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) pada tahun 2009.
Melalui BUMDes itulah ia membenahi Umbul Ponggok dari kondisi yang terkesan kumuh
menjadi bentuk permandian yang modern dengan berbagai peralatan berenang dan
menyelamnya.

Wisata air Ponggok merupakan objek wisata yang menjadi daya tarik utama di desa Ponggok.
Saat masuk ke lokasi permandian, selain tiket ada bonus makanan ringan yang dihasilkan oleh
ibu-ibu yang tergabung dalam salah satu UKM di desa Ponggok.

Pengunjung bisa snorkling, bisa selfi ria di dalam kolam air dalam berbagai aksi. Untuk
menambah keindahan foto, pengunjung disediakan fasilitas kursi, sepeda motor dan lain
sebagainya yang kesemuanya berada di dalam air.

Wisata air Umbul Ponggok ini pun sukses, berbagai masyarakat dari penjuru tanah air pun
berdatangan. Tiap bulan tiket yang terjual di permandian ini mencapai 40 ribu lembar dengan
harga Rp. 15.000,- per orang. Penghasilan terbesar untuk PAD datang dari permandian ini.

Sukses membenahi wisata air, ia pun membenahi masalah budidaya perikanan khususnya ikan
Nila. Pada tahun 1980 budidaya ikan Nila ini belum berkembang dan setelah bekerjasama
dengan Balai Benih Ikan, mendorong peternak ikan lebih serius mengelola budidaya ikan Nila
ini dengan memberi bantuan mulai dari pakan hingga pemasaran maka pada tahun 2010
budidaya ikan Nila pun mulai berkembang. Hingga kini dalam setiap 1 meter kolam ikan bisa
diisi sekitar 400 ekor ikan dan setiap 4 bulan sekali bisa menghasilkan 10 ton ikan. Jadi sekali
panen bisa menghasilkan uang Rp. 300 juta.

Kedepan Junaidi ingin mengembangkan budidaya ikan Hias. Di bidang pertanian, Muliadi
sedang mempersiapkan gagasannya tentang asuransi. Ia merasa asuransi untuk petani ini
perlu dan mendesak.

Budidaya ikan Nila adalah salah satu potensi perikanan yang ada di Ponggok, dimana salah
satu sumberdaya air itu digunakan untuk budidaya ikan air tawar.

Ikan ini dipasarkan ke seluruh Solo, Semarang, dan Jogja digunakan untuk konsumsi ikan air
tawar, ujar lulusan Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Surakarta tahun 2001 itu.

Rencana kedepan dari BUMDes ini sudah berkembang untuk ber-investasi dari potensi-potensi
yang belum kita olah dan kita gali ini kita olah untuk investasinya BUMDes termasuk kita bikin
Water Park, Hotel, Tempat Pemancingan, Resto yang akan dikelola oleh BUMDes, tambahnya.

Harapan kedepan jangan sampai sumberdaya alam yang ada ini nanti tidak bisa dinikmati oleh
anak cucu kita maka yang kita terapkan di sini adalah manajemen sistem nya yang
berkelanjutan, ujarnya.

Sukses mengelola air, Junaidi menggagas satu rumah satu mahasiswa artinya warga desa
Ponggok wajib menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Dengan tujuan sistem yang
sudah terbangun akan terus dilanjutkan ketika mereka lulus kuliah.

Ia pula berhasil mengembangkan BUMDes Tirta Mandiri yang menjadi penggerak utama roda
perekonomian desa. Hampir semua usaha warga desa ditampung di BUMDes ini. Junaidi juga
membangun Toko Desa yang bentuknya mirip mini market itu, ia kemudian menggagas kartu
desa untuk dibagikan kepada setiap kepala keluarga yang mempunyai saham di BUMDes
sehingga mereka bisa berbelanja di toko desa tersebut.

Terobosan pembangunan yang berbasis air yang dilakukan Junaidi memang telah mampu
mendongkrak perekonomian desa Ponggok, keberhasilan ini kemudian menjadi inspirasi bagi
desa-desa lainnya di Indonesia melalui kunjungan studi banding ke desa ini.

Junaidi Mulyono memang bukan tipe pemimpin yang senang bekerja di belakang meja, hari-
harinya dari pagi hingga terkadang malam dihabiskannya bersama warga. Berbagai masalah
yang muncul ia hadapi untuk segera diselesaikan. Junaidi sukses mengembangkan desanya
dari desa tertinggal menjadi desa mandiri, dari pendapatan 14 juta per tahun menjadi lebih dari
4 milyar per bulan.
Kini warga desa Ponggok sudah tidak ada lagi yang menganggur, semua telah memiliki
pekerjaan baik di sektor formal maupun informal.

Kita berharap akan banyak lahir pemimpin muda yang berhasil membangun desa untuk
kesejahteraan warganya.

Anda mungkin juga menyukai