Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tebu merupakan salah satu tanaman komoditas penting yang memiliki

tingkat ketahanan tanaman dan nilai ekonomi yang tinggi. Di masa kejayaan

tempo dulu sekitar tahun 1928, Indonesia pernah menjadi negara eksportir gula

terbesar kedua setelah Kuba dengan produksi sebesar 3,1 juta ton pertahun dengan

randemen 13,8% (Ismail, 2002).

Konsumsi gula nasional diperkirakan cenderung bertambah tahun ke tahun

seiring meningkatnya jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan

industri makanan dan minuman. Menurut Maria (2009), Indonesia sebagai negara

yang berpenduduk besar dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif

meningkat maka sangat potensial menjadi konsumen gula terbesar dunia .

Dijetbun (2012) mencatat produksi gula Indonesia tahun 2012 turun pada

angka 2,58 juta ton jika dibandingkan dengan target pemerintah yaitu 2,9 juta ton.

Melalui BPS tercatat bahwa tingkat konsumsi gula pasir di Jawa Tengah pada

tahun 2011 sebesar 359.997,9 ton jauh di atas produksi gula Jawa Tengah

187.344,5 ton, sehingga masih memungkinkan untuk meningkatkan produksi

(Dijetbun, 2012).

Pusat Data dan Informasi Pertanian (2011) menyampaikan bahwa luas

areal tebu di Indonesia sebenarnya mengalami peningkatan pada tahun 2011

seluas 458 ribu hektar dibandingkan tahun 2010 yang seluas 448 ribu hektar

1
dengan kontribusi utama Jawa (59,23%) dan lampung (25,71%). Hal tersebut

dapat mengindikasikan lahan di Pulau Jawa sangat potensial untuk ditanami tebu

dan masih perlu untuk ditingkatkan produksi gulanya.

Produksi tebu di Jawa Tengah saat ini menduduki peringkat kedua setelah

Jawa Timur. Akan tetapi produksi tebu di Jateng memiliki angka pertumbuhan

tertinggi yaitu mencapai 39,61%, sehingga Provinsi Jateng cenderung memiliki

tingkat ekstensifikasi tebu yang lebih baik. Perkembangan produksi tebu di Pulau

Jawa tahun 2008-2012 dapat terlihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Tebu di Pulau Jawa

Tahun Pertumbuhan
Provinsi
2008 2009 2010 2011 2012 (%)
Jawa Barat 111.781 88.560 110.543 81.923 82.338 0,51
Jawa Tengah 266.891 221.938 233.430 249.452 348.272 39,61
Jawa Timur 1.302.724 1.101.538 1.017.003 1.051.872 1.108.112 5,35
DI. Yogyakarta 15.648 17.538 17.327 16.573 18.902 14,05
Banten - - - - - -
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012

Menurut Basundoro (2009), dahulu di wilayah banyumas memiliki lahan

tebu dan pabrik pengolahan tebu yang cukup terkenal yaitu Kalibagor. Namun

jauhnya persebaran lahan tebu dan alat transportasi yang sederhana pada saat itu

mengakibatkan proses produksi gula menjadi tidak efisien. Akibat permasalahan

dan kerugian yang dialami, maka pada tahun 1995 pabrik gula Kalibagor ditutup

sehingga masyarakat cenderung untuk beralih usahatani ke tanaman lain.

Dinas Pertanian pusat Jawa Tengah berencana menghidupkan kembali

perkebunan tebu di wilayah Banyumas melalui Kabupaten Purbalingga. Luas

lahan tebu di Kabupaten Purbalingga kian tahun makin meningkat yakni dari 40

2
ha pada tahun 2003 menjadi 1.623 ha pada tahun 2012 (Dintanbunhut, 2013).

Bahkan, produksi gula Purbalingga lebih unggul di bandingkan wilayah lain di

Karesidenan Banyumas sebagaimana terlihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2. Perkembangan Luas Areal (ha) dan Produksi Gula (ton) di
Karesidenan Banyumas Tahun 2007-2011

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2012

Berdasarkan data di atas diperhitungkan rata-rata produksi Gula per hektar

untuk empat kabupaten di Karesidenan Banyumas tahun 2007-2011 adalah

sebagai berikut.

Tabel 1.3. Rata-rata Produksi Gula per Hektar (ton)

Tahun
Kabupaten 2007 2008 2009 2010 2011
Rata-rata produksi per hektar (ton)
Cilacap - - - - -
Banyumas - 3,19 3,89 4,20 3,91
Purbalingga 4,73 6,83 6,64 4,56 3,27
Banjarnegara - - - - -
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2012 (diolah)

Tabel di atas menunjukkan tingkat produktivitas gula Kabupaten

Purbalingga yang cenderung menurun. Produksi tebu normal per hektarnya

berkisar antara 80-100 ton dengan randemen antara 6-7 %, sehingga produktivitas

3
gula di Indonesia normalnya berada pada kisaran 4,8-7 ton per hektarnya. Dengan

tidak adanya data mengenai produksi tebu secara faktual, maka perlu dilakukan

kembali survei mengenai usahatani tebu di Kabupaten Purbalingga.

Jumlah petani tebu di Purbalingga cukup banyak dengan persebaran lahan

dan lokasi yang berbeda-beda. Selain itu, tidak semua petani tebu tergabung

dalam kelompok tani. Jumlah anggota kelompok tani tebu di Purbalingga

mencapai lebih dari 450 orang, dan belum termasuk petani tebu non-kelompok

tani.

Minat petani untuk menanam tebu di Kabupaten Purbalingga cukup tinggi.

Perhitungan Dintanbunhut mengenai luas lahan tebu tahun 2012 per kecamatan di

Kabupaten Purbalingga adalah sebagai berikut (Dintanbunhut, 2013) :

Tabel 1.4. Luas Areal Tebu per Kecamatan di Kabupaten Purbalingga Tahun 2012

Nama Kecamatan Luas Areal Tebu (Ha)


Kemangkon 234
Kaligondang 173,5
Padamara 10,5
Bojongsari 5
Bobotsari 38
Mrebet 116,5
Purbalingga 5
Karangreja 6
Karanganyar 182,5
Bukateja 126,5
Kutasari 6
Pengadegan 325,5
Kejobong 311,5
Kertanegara 31
Karangmoncol 14
Rembang 37,5
Total Luasan 1623
Sumber : Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Purbalingga,
2012

4
Kecamatan Pengadegan dan Kejobong merupakan kecamatan yang

bertetangga dan memiliki areal tebu terluas dibandingkan kecamatan lainnya

sesuai catatan Dintanbunhut Kabupaten Purbalingga. Selain itu, Kecamatan

Pengadegan merupakan tonggak pertanian tebu di Purbalingga dimana menjadi

lokasi berdirinya Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR). Kecamatan lain dengan

luasan lahan tebu sedang adalah kecamatan yang ditargetkan dinas untuk

dikembangkan lahannya, sedangkan kecamatan dengan luas lahan tebu terkecil

tidak menjadi pilihan utama dinas karena kebanyakan dari kecamatan tersebut

adalah daerah pemukiman penduduk yang lebih banyak ditanami padi.

Menurut ketua KPTR Purbalingga, Kisno Wiyandono (2013), sisi bisnis

tebu cukup menjanjikan. Kebutuhan gula Jateng belum terpenuhi dan harga lelang

tebu di tingkat pabrik terus meningkat. Namun dari sisi pengelolaan dirasa belum

optimal karena adanya petani yang sekedar coba-coba atau ikut-ikutan tanam tebu

karena alasan yang bermacam-macam baik dari segi teknis, finansial, maupun

bantuan pemda setempat.

Penelitian ini difokuskan pada pendapatan petani tebu Purbalingga.

Purbalingga memiliki peran penting sebagai sentra pengembangan agribisnis tebu

terhitung dari lahan tebu yang terluas di Karesidenan Banyumas selama bertahun-

tahun lamanya. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Purbalingga dengan

peran serta pemerintah telah mencanangkan program ekstensifikasi lahan dan

pemberian swadaya guna menggugah minat petani tebu untuk terus memperluas

lahan dan meningkatkan produksi tebu di Purbalingga.

5
1.2. Perumusan Masalah

Pemerintah pusat dan daerah memiliki program-program guna

mewujudkan program utama pemerintah yaitu swasembada gula nasional yang

telah dicanangkan semenjak tahun 2009 lalu. Purbalingga sebagai sentra

pengembangan agribisnis tebu di Banyumas mulai melaksanakan perannya

dengan bantuan pemerintah.

Saat ini petani mulai melirik kembali untuk membudidayakan tebu dengan

pemberian gambaran pendapatan oleh Dinas setempat. Swadaya yang diberikan

oleh pemerintah dan harapan akan datangnya investor pembangunan pabrik gula

di Purbalingga makin meningkatkan semangat petani dalam meraih pendapatan

dalam usahatani tebu tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas dan respon positif petani Purbalingga

terhadap tanaman tebu, maka perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan

produksi dan pendapatan petani tebu. Maka dari itu ada 3 (tiga) hal yang menjadi

fokus perhatian dalam penelitian ini yaitu:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi tebu di Kabupaten

Purbalingga?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendapatan usahatani tebu di

Kabupaten Purbalingga?

3. Bagaimanakah pengelolaan usahatani tebu di Kabupaten Purbalingga?

4. Apakah usahatani tebu di Kabupaten Purbalingga layak?

6
1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka secara

umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan dan kinerja

agribisnis tebu di Kabupaten Purbalingga. Adapun penelitian ini bertujuan sebagai

berikut:

1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi usahatani tebu terhadap

produksi tebu di Kabupaten Purbalingga.

2. Menganalisis pengaruh harga input produksi usahatani tebu terhadap

pendapatan usahatani tebu di Kabupaten Purbalingga.

3. Mengetahui kriteria pengelolaan usahatani tebu di Kabupaten Purbalingga.

4. Mengukur tingkat pendapatan usahatani tebu di Kabupaten Purbalingga.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari latar belakang, permasalahan dan tujuan penelitian, maka diharapkan

hasil penelitian ini dapat digunakan antara lain:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini menjadi salah satu syarat guna memperoleh derajat Master

of Science (M.Sc) pada Magister Manajemen Agribisnis Universitas

Gadjah Mada.

2. Bagi Penentu kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

pemerintah dalam menentukan kebijakan pengembangan usahatani tebu di

Kabupaten Purbalingga.

7
3. Bagi masyarakat

Sebagai sarana informasi yang memperkaya ilmu pengetahuan dan

diharapkan berguna bagi penelitian selanjutnya.

4. Bagi petani tebu

Sebagai sumbangan pemikiran untuk meningkatkan produksi dan

pendapatan dalam pengembangan usaha tebunya.

Anda mungkin juga menyukai