PENDAHULUAN
Namun, kesejahteraan seakan hanya menjadi wacana yang sangat sulit untuk
dicapai. Kesejahteraan menjadi sesuatu yang sukar baik itu dilihat dari sudut pandang
teoritis, praktis, maupun standar penentuan kesejahterannya. Bahkan, hal ini menjadi
sulit karena begitu banyaknya standar yang dimiliki oleh individu dalam menentukan
tingkat kesejahterannya.
Dalam sudut pandang (a) teoritis, kesejahteraan memiliki defenisi dan konsep
yang saling bertentangan, baik itu pertentangan dengan paham lain maupun dengan
kenyataan yang diinginkan oleh manusia. Paham kapitalis menilai kesejahteraan
dapat tercapai ketika kebebasan kepemilikan atas suatu factor produksi benar-benar
terealisasi, artinya kesejahteraan hanya akan tercapai dengan cara menguasai
sebanyak-banyaknya factor produksi. Hal ini tentu akan mendapat pertentangan bagi
pihak yang dari awal memang tidak memiliki kekuatan untuk memiliki factor
produksi tersebut, dan dalam jangka waktu yang panjang pihak ini tidak akan
merasakan kesejahteraan.
1
Di sisi lain, paham sosialis melihat bahwa kesejahteraan hanya akan tercapai
jika alat pemenuhan kebutuhan dikuasai secara terpusat oleh pemerintahan atau
pengatur sebuah komunitas dan dibagikan secara merata kapada anggota komunitas.
Sepintas, paham ini menawarkan adanya pemerataan yang baik dalam hal
kepemilikan alat pemenuhan kebutuhan. Namun, paham ini jelas mencerabut hak
individu untuk mencapai kesejahteraan yang hanya akan didapatkan dengan
kemerdekaan memiliki segala bentuk factor produksi yang memungkinkan untuk
memenuhi kebutuhannya.
Kesejahteraan juga akan terasa sulit tercapai, dikarenakan (c) tidak ada standar
yang baku dalam penghitungan kesejahteraan. Bahkan terkadang indikator
kesejahteraan berdiri saling bertentangan. Sebagai contoh, di Indonesia indikator
kesejahteraan salah satunya dikukur melalui tingkat pertumbuhan ekonomi secara
agregat.
Masih pada tahun 2016 ditemukan data yang semakin menunjukkan adanya
ketimpangan kesejahteraan di Indonesia. Terdapat 1% warga Negara Indonesia yang
2
menguasai 50% kekayaan Indonesia. Artinya, kesejahteraan dalam hal kepemilihan
kekayaan di Indonesia hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sedangkan secara umum,
masyarakat Indonesia belum sejahtera.
Seiring dengan itu, system ekonomi islam terus berkembang menjadi sebuah
disiplin ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan. Hingga akhirnya pada awal abad
ke-20 ekonomi islam benar-benar menjadi disiplin yang dapat
dipertanggungjawabkan. Bahkan, dalam kenyataannya bisa diterapkan dan berjalan
dengan baik.
B. Rumusan Masalah
3
2. Bagaimana bentuk bisnis pegadaian syariah?
3. Bagaimana bentuk bisnis asuransi syariah?
4. Bagaimana bentuk bisnis Baitul Mal wa Tamwil?
C. Tujuan Penulisan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekonomi Syariah adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk
memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan
ekonomi dengan cara-cara Islam, yaitu berdasarkan atas ajaran agama Islam, yaitu Al
Qur'an dan Sunnah Nabi (P3EI: 2012)
5
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan
ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukkan bahwa Islam diturunkan sebagai
rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu (Rahman, 1995:84):
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi
masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup
aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati
bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan
dasar, yaitu: keselamatan keyakinan agama (al din), kesalamatan jiwa (al
nafs), keselamatan akal (al aql), keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
dan keselamatan harta benda (al mal).
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah
swt kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama.
4. Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang saja.
5. Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat
nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
6
Layaknya sebuah bangunan, sistem ekonomi syariah harus memiliki fondasi
yang berguna sebagai landasan dan mampu menopang segala bentuk kegiatan
ekonomi guna mencapai tujuan mulia. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dasar
dalam ekonomi syariah, diantaranya adalah (Zainuddin Ali, 2008):
7
2. Menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan
islam, baik berupa bank, asuransi, pegadaian, maupun BMT (Baitul Maal wat
Tamwil) akan mendapatkan keuntungan dunia dan akhirat. Keuntungan di
dunia diperoleh melalui bagi hasil yang diperoleh, sedangkan keuntungan di
akhirat adalah terbebas dari unsur riba yang diharamkan oleh Allah.
3. Praktik ekonomi berdasarkan syariat islam mengandung nilai ibadah, karena
telah mengamalkan syariat Allah.
4. Mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan syariah, berarti
mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam.
5. Mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau
menjadi nasabah asuransi syariah berarti mendukung upaya pemberdayaan
ekonomi umat. Sebab dana yang terkumpul akan dihimpun dan disalurkan
melalui sektor perdagangan riil.
6. Mengamalkan ekonomi syariah berarti ikut mendukung gerakan amar ma'ruf
nahi munkar. Sebab dana yang terkumpul pada lembaga keuangan syariah
hanya boleh disalurkan kepada usaha-usaha dan proyek yang halal.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Bank Syariah
9
Dalam rangka mengetahui perbedaan antara bank syariah dan bank
konvensional, secara lebih rinci akan dipaparkan pada Tabel 3.1.
1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk
lainnya, dan bentuk investasi berupa tabungan, deposito atau bentuk lainnya
berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menyalurkan pembiayaaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah,
musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
10
3. Menyalurkan pembiayaan untuk transaksi jual-beli dengan berbagai akad
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
5. Menyalurkan pembiayaan penyewaan kepada nasabah berdasarkan akad ijarah
dan/atau sewa beli yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
6. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
7. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah
B. Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah adalah lembaga yang menaungi kegiatan gadai syariah (rahn)
yaitu menahan salah satu harta dari si peminjam yang diperlukan sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Dalam gadai syariah ini, barang yang ditahan
mempunyai nilai ekonomis dan pihak yang menahan akan memperoleh jaminan
untuk mengambil kembali sluruh atau sebagian piutangnya (Antonio: 2001).
11
syariah disebutkan bila jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadai
menyetujui agunan (marhun) miliknya dijual oleh muhtarin guna melunasi pinjaman.
Sedangkan akad sewa tempat (ijaroh) merupakan kesepakatan antara penggadai
dengan penerima gadai untuk menyewa tempat untuk penyimpanan dan penerima
gadai akan mengenakan jasa simpan.
Untuk lebih jelas dalam memahami perbedaan pegadaian syariah dan pegadaian
konvensional, akan disajikan pada Tabel 3.2 berikut.
4 Bila uang kelebihan lelang tidak Bila uang kelebihan lelang tidak
diambil dalam waktu satu tahun, uang diambil dalam waktu satu tahun, uang
menjadi milik pegadaian akan diserahkan kepada lembaga ZIS
Salah satu inovasi produk yang diluncurkan oleh pegadaian adalah Program
Kredit Tunda Jual Komoditas Pertanian yang saat ini lebih dikenal dengan Gadai
Gabah. Program ini diluncurkan atas landasan pemikiran bahwa dalam rangka
mengurangi kerugian petani akibat perbedaan harga jual gabah pada saat panen raya.
Sasaran utama program ini adalah membantu petani agar bisa menjual gabah yang
dimilikinya sesuai dengan harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pengalaman saat ini ketika terjadi panen raya , petani selalu dirugikan . Untuk
mencegah kerugian yang diderita oleh petani pada saat musim panen akibat anjloknya
12
harga gabah, perum pegadaian meluncurkan gadai gabah. Dengan sistem ini, petani
menggadaikan gabahnya pada musim panen, untuk ditebus dan dijual ketika harga
gabah kembali normal. Petani menggadaikan sebagian gabahnya pada musim panen
pada perum pegadaian dengan harga yang berlaku saat itu. Setelah harga gabah
kembali normal, petani dapat menebusnya dengan harga yang sama ketika
menggadaikan gabahnya ditambah harga sewa modal sebesar 3,5 persen per bulan.
Jika selama batas empat bulan (masa jatuh tempo kredit) petani tidak dapat
menebusnya, gabah akan dilelang oleh perum pegadaian. Kelebihan harga gabah akan
diberikan kepada petani.
C. Asuransi Syariah
13
Prinsip asuransi syariah, suatu asuransi diperbolehkan secara syari, jika tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat islam. Untuk itu dalam
muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama), tolong-
menolong, saling menjamin, tidak berorientasi bisnis semata. Allah Swt.
Berfirman, Dan saling tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan
dan janganlah saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.
2. Asuransi syariat tidak bersifat muawadhah, tetapi tabarru atau mudharabah.
3. Sumbangan (tabarru) sama dengan hibah, oleh kerena itu haram hukumnya
ditarik lagi. Kalau terjadi peristiwa maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah
ditentukan, harus disertai dengan niat untuk membantu demi menegakan
prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah
uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan
tujuan supaya ia mendapatkan imbalan yang berlipat bila terkena suatu
musibah. Akan tetapi, ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu
menurut izin ynag diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan, harus dijalankan sesuai aturan syari.
14
syariah hanya sebagai
pemegang amanah
Merupakan pemikiran Al-Quran dan Hadits,
4 Sumber hukum
manusia dan kebudayaan ijtihad
Ada, berfungsi sebagai
pelaksanaan oprasional
5 DPS Tidak ada
perusahaan agar berjalan
sesuai prinsip syariah
Terdiri dari tabel mortalitas, Terdiri atas unsur tabarru
6 Unsur Premi
bunga, dan biaya asuransi dan tabungan
Ada batasan, sesuai dengan
7 Investasi Tidak ada batasan
prinsip syariah
Sumber: Sudarsono (2002)
BMT memiliki visi, misi serta tujuan yang mengarah kepada upaya
meningkatkan kualitas ibadah anggota khususnya, sebagai wakil-pengabdi Allah
dalam memakmurkan kehidupan ekonomi masyarakat pada umumnya. Ibadah dalam
hal ini berarti luas dalam segala aspek kehidupan, demi mewujudkan sebuah pola
kehidupan sosial masyarakat yang adil dan makmur, khususnya dalam hal
kesejahteraan ekonomi.
BMT merupakan sebuah usaha bisnis. Dengan begitu, BMT dikelola secara
profesional sehingga mencapai tingkat efiiensi ekonomi tertentu, demi mewujudkan
kesejahteraan anggota, seiiring penguatan kelembagaan BMT itu sendiri. Pada sudut
pandang sosial, BMT (dalam hal ini baitul mal) berorientasi pada peningkatan
kehidupan anggota yang tidak mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis. Stimulan
15
melalui dana ZIS akan mengarahkan anggota untuk mengembangkan usahanya, untuk
pada akhirnya mampu mengembangkan dana bisnis.
Sebagai lembaga bisnis, legalitas BMT sebagai lembaga yang bergerak dalam
penghimpunan dana masyarakat terbentur status hukum yang sulit. Sebagai lembaga
yang bukan bank, usaha yang dilakukan oleh BMT lebih dekat kepada koperasi
simpan-pinjam. BMT sebagai lembaga keuangan mikro bergerak dalam kegiatan
usaha menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Betapapun kegiatan
penghimpunan dan penyaluran dana oleh BMT ini dalam skala kecil, namun kegiatan
16
usaha ini secara yuridis tampak berlawanan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang perbankan.
Menurut pasal 16 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 tahun 1998, kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan
oleh Bank Umum atau BPR, kecuali apabila kegiatan itu diatur dengan undang-
undang tersendiri. Sebagaimana juga yang tercantum dalam pasal 46 UU tersebut,
BMT seharusnya mendapatkan sanksi karena menjalankan usaha perbankan tanpa
izin usaha. Namun di sisi lain, keberadaan BMT di Indonesia justru mendapatkan
dukungan dari pemerintah, dengan diluncurkan sebagai Gerakan Nasional pada tahu
1994 oleh Presiden.
Untuk mengatasi krisis hukum tersebut, maka dalam prakteknya sebagian BMT
mengambil bentuk badan usaha koperasi dan sebagian lain belum memiliki badan
usaha yang jelas atau masih bersifat pra-koperasi. Koperasi sendiri merupakan
bentuk badan usaha yang relatif lebih dekat untuk BMT, tetapi menurut Undang
Undang Perkoperasian kegiatan menghimpun dana simpanan terbatas hanya dari para
anggotanya (Pasal 44 UU. No. 25/ 1992). Pasal 44 ayat (1) U.U. No. 25 Tahun 1992
mengatur bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui
kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan,
atau koperasi lain dan/atau anggotanya. Salah satu nama yang berkembang kemudian
adalah lembaga KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) yang berstatus hukum
koperasi.
17
Falah berasal dari bahasa Arab yang berarti kesuksesan, kemuliaan, atau
kemenangan. Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan,
yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Istilah falah menurut islam diambil
dari kata-kata Al-quran, yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang,
dunia dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material namun justru
lebih ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks dunia, falah merupakan konteks
yang multi dimensi. Ia memiliki implikasi pada aspek perilaku individual /mikro
maupun perilaku kolektif (Munrokhim, dkk: 2008).
Jika tujuan hidup mengacu pada defenisi falah, maka sebenarnya manusia
memiliki parameter yang jelas dalam menentukan tingkat kesejahteraan, yaitu
hubungan yang seimbang antara kebutuhan material dan spiritual. Melalui
pemahaman yang benar akan tujuan hidup ini akan membuat kelangkaan barang dan
jas menjadi suatu kerelatifan. Artinya, kelangkaan adalah sesuatu yang dapat
dikendalikan dari dalam diri manusia.
Hal yang tidak kalah penting dalam penetapan kesejahteraan hidup melalui
Falah adalah pengurangan kesenjangan antara satu individu dengan individu lainnya.
Mengapa falah dapat mengurangi kesenjangan kesejahteraan? Dikarenakan dalam
mencapai falah seseorang harus menempuh mashlahah.
18
kebersamaan termasuk dalam perekonomian untuk memenuhi unsur dien itu sendiri.
Maka secara langsung ini akan berefek pada terciptanya perekonomian kolaboratif,
lalu secara bertahap akan mengurangi bahkan menghapus kesenjangan kesejahteraan.
Ekonomi konvensional hingga saat ini masih belum bias memberikan jawaban
atas permasalahan kesenjangan kesejahteraan, karena pada dasarnya ekonomi
konvensional tidak memiliki batasan yang tepat dalam menyamaratakan standar
kesejahteraan. Baik secara teoritis maupun praktis ekonomi konvensional masih
banyak membicarakan pemenuhan kebutuhan material dan mengesampingkan
spiritual. Padahal, unsur spiritual penting sebagai pengendalian diri agar manusia
tidak melakukan penyimpangan dalam mencapai kesejahteraan dengan mengambil
atau merebut kesejahteraan manusia lain.
19
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Muhammad Al-assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim. 1980. Sistem Ekonomi
Islam, Prinsip-Prinsip Dan Tujuan-Tujuannya. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Al Arif, M. Nur Rianto dan Euis Amalia. 2010. Teori Mikroekonomi: Suatu
Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta, Kencana.
M. A Mannan. 1992. Ekonomi Islam: Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Intermasa.
Muhammad Ridwan. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil. Yogyakarta: UII Press.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2012. Ekonomi Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rahman, Afzalur. 1995. Doktrin ekonomi Islam Jilid I. Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf.
Zainuddin Ali. 2008. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
21