Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nutrisi sangat penting bagi manusia karena nutrisi merupakan kebutuhan vital bagi
semua makhluk hidup, mengkonsumsi nutrien (zat gizi) yang buruk bagi tubuh tiga
kali sehari selama puluhan tahun akan menjadi racun yang menyebabkan penyakit
dikemudian hari
Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ada sistem yang berperan di dalamnya yaitu
sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ asesoris, saluran
pencernaan dimulai dari mulut sampai usu halus bagian distal. Sedangkan organ
asesoris terdiri dari hati, kantong empedu dan pankreas.
Nutrisi sangat bermanfaat bagi tubuh kita karena apabila tidak ada nutrisi maka
gizi dalam tubuh kita. Sehingga bisa menyebabkan penyakit / terkena gizi buruk oleh
karena itu kita harus memperbanyak nutrisi.
Gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan
makanan/pencernaan. Penyakit Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan
penyakit kerongkongan (eshopagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum), usus
besar (colon), hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pankreas (Sujono
Hadi, 2002)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat penyakit/ gangguan pada sistem
pencernaan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien ulkus peptikum
b. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien gastroenteritis.
c. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien thypus abdominalis
d. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien colitis

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan


1. Mulut (Oris)
Mulut (oris) merupakan organ yang pertama dari saluran pencernaan yang
meluas dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara mulut dengan
faring, terdiri dari :
a. Vestibulum oris : bagian di antara bibir dan pipi di luar, gusi dan gigi
bagian dalam. Bagian atas dan bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan
membran mukosa bibir, pipi, dan gusi. Pipi berbentuk lateral
vestibulum, disusun oleh M. buksinator, dilapisi oleh membrane
mukosa. Sebelah luar M. buksinator, dilapisi oleh membrane mukosa.
Sebelah luar M. buksinator ditutupi oleh fasia bukofaringealis,
berhadapan dengan gigi molar kedua. Bagian atas terdapat papilla
kecil tempat bermuaranya duktus glandula parotis.
b. Kavuta oris propia : bagian di antara arkus alveolaris, gusi, dan gigi,
memiliki atap yang dibentuk oleh palatum durum (palatum keras)
bagian depan, palatum mole (palatum lunak) bagian belakang.
Dasar mulut sebagian dibentuk oleh anterior lidah dan lipatan balik
membrane mukosa. Sisi lidah pada gusi di atas mandibular. Garis tengah lipatan
membrane mukosa terdapat frenulum lingua yang menghubungkan permukaan
bawah lidah dengan dasar mulut. Di kiri dan kanan frenulum lingua terdapat
papilla kecil bagian puncaknya bermuara duktus glandula submandibularis.
Organ kelengkapan mulut :
a. Bibir
Bagian eksternal ditutupi oleh kulit dan bagian interna dilapisi oleh
jaringan epitel yang mengandung mukosa.

2
b. Pipi
Alat kelengkapan mulut bagian luar dilapisi oleh kulit dan bagian dalam
dilapisi oleh jaringan epitel mengandung selpaut lender (membrane
mukosa).
c. Gigi (dentis)
Merupakan alat bantu yang berfungsi untuk mengunyah makanan,
pemecahan partikel besar menjadi partikel kecil yang dapat ditelan tanpa
menimbulkan tersedak proses tersebut disebut proses mekanik.
d. Lidah
Berperan dalam proses mekanisme pencernaan di mulut dengan
menggerakan makanan ke segala arah.
e. Kelenjar ludah
Kelenjar yang menyekresi larutan mucus ke dalam, membasahi dan
melumas partikel makanan sebelum ditelan.

2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan panjangnya (kira-kira 12 cm), terbentang tegak lurus antara
basis kranii setinggi vertebrae servikalis VI, ke bawah setinggi tulang rawan
krikoidea. Faring dibentuk oleh jaringan yang kuat, organ terpenting di
dalamnya adalah tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit. Untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi,
menyaring dan mematikan bakteri/mikroorganisme yang masuk melalui
pencernaan dan pernafasan. faring melanjutkan diri ke esophagus untuk
pencernaan makanan.

3. Esofagus
Esofagus (kerongkongan) merupakan saluran pencernaan setelah mulut
dan faring. Panjangnya kira-kira 25 cm. Posisi vertical dimulai dari bagian
tengah leher bawah faring sampai ujung bawah rongga dada di belakang
trachea. Pada bagian dalam di belakang jantung menembus diafragma sampai

3
rongga dada. Fundus lambung melewati persimpangan sebelah kiri
diafragma.
Sekresi esofagus bersifat mukoid, berfungsi memberikan pelumas untuk
pergerakan makanan melalui esophagus. Pada permulaan, esophagus banyak
terdapat kelenjar mukosa komposita. Bagian badan utama dibatasi oleh
banyak kelenjar mukosa simpleks. Untuk mencegah erosi mukosa oleh
makanan yang baru masuk, kelenjar komposita pada perbatasan esophagus
dengan lambung melindungi dinding esophagus dari pencernaan getah
lambung.

4. Lambung
Lambung (ventrikulus) merupakan sebuah kantong muskuler yang
letaknya antara esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen, di bawah
diafragma bagian depan pancreas dan limpa. Lambung merupakan saluran
yang dapat mengembang karena adanya gerakan peristaltic terutama daerah
epigaster . variasi dari bentuk lambung sesuai dengan jumlah makanan yang
masuk, adanya gelombang peristaltic tekanan organ lain, dan postur tubuh.
Fungsi dari lambung:
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan oleh
peristaltic lambung dan getah lambung.
b. Fungsi asam lambung sebagai pembunuh kuman atau racun yang
masuk bersama makanan serta untuk mengasamkan makanan agar
mudah dicerna.

Getah cerna lambung yang dihasilkan :


a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin
dan peptone)
b. Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan dan membuat
suasana asam pada pepsinogen menjadi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk
kasein dan dari karsinogen (karsinogen dan protein susu)

4
d. Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam
lemak yang marangsang sekresi getah lambung.

5. Usus Halus
Usus halus (intestinum minor) merupakan bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum. Panjangnya
kira-kira 6 meter, merupakan saluran pencernaan yang paling panjang dari
tempat proses pencernaan dan absorpsi pencernaan.
Bentuk dan susunannya berupa lipatan-lipatan melingkar. Makanan dalam
intestinum minor dapat masuk karena adanya gerakan dan memberikan
permukaan yang lebiih halus. Banyak jonjot-jonjot tempat absorpsi dan
memperluas permukaannya. Pada ujung pangkalnya terdapat katup.
Usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini :
a. Duodenum
Bentuknya melengkung seperti kuku kuda, pada lengkungan ini
terdapat pancreas. Bagian kanan dari duodenum terdapat bagian
tempat bermuaranya saluran empedu (duktus kholedukus) dan saluran
pancreas (duktus pankreatikus) yang dinamakan papilla vateri.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar Brunner yang memproduksi getah intestinum.
b. Jejunum
Panjangnya 2-3 meter berkelok-kelok terdapat sebe;ah kiri atas dari
intestinum minor dengan perantaraan lipatan peritoneum, berbentuk
kipas ( mesentrium). Akar mesentrium memungkinkan keluar masuk
arteri dan vena mesentrika superior. Pembuluh limfe dan saraf ke
ruang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal dan mengandung
banyak pembuluh darah.

c. Ileum
Ujung batas antara jejunum dan ileum tidak jelas, panjangnya kira-kira
4-5 meter . ileum merupakan usus halus yang terletak pada sebelah

5
kanan bawah berhubungan dengan sekum. Tempat perantaraan dengan
sekum terdapat lubang yang disebut orifisium ileosekalis. Ileum
diperkuat oleh sfingter dan dilengkapi oleh sebuah katup valvula
sekalis (valvula bauchini) yang berfungsi untuk mencegah cairan
dalam kolon asendens masuk kembali ke dalam ileum.

Fungsi usus halus :


a. Menyekresi cairan usus
b. Menerima cairan em

6. Usus Besar
Usus besar (intestinum mayor) merupakan saluran pencernaan berupa
usus berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5-
1,7 meter, dan lebarnya 5 6 cm. Lanjutan dari usus halus yang tersusun
seperti huruf U terbalik mengelilingi usus halus terbentang dari valvula
iliosekalis sampai ke anus. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar,
lapisan selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, lapisan
Jaringan ikat.
Bagian dari usus besar :
a. Sekum
Kantong lebar terletak pada fosa iiak dekstra. Sekum seluruhnya
ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai
mesentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen.
b. Kolon asendens
Mempunyai panjang 13 cm, terletak di abdomen bawah sebelah kanan
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung
ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica, dilanjutkan sebagai
kolon transversum.

6
c. Kolon Transversum
Panjangnya 38 cm membujur dari kolon asendens sampai ke
kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapaat fleksura lienalis.
d. Kolon desendens
Panjangnya 25 cm terletak di abdomen bawah bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalisbsampai ke depan
ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
e. Kolon Sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai S,
ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

Fungsi usus besar


a. Menyerap air dan elektrolit
b. Menyimpan bahan feses
c. Tempat tinggal bakteri koli

7. Rektum dan Anus


Rectum merupakan lanjutan dari kolon sigmoit yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus sepanjang 12 cm, dimulai dari pertengahan
sacrum dan berakhir pada kanalis anus. Rectum terletak dalam rongga pelvis
di depan os sacrum dan os koksigis. Rectum terdiri dari dua bagian:
a. Rectum propia: bagian yang melebar disebut ampula rekti. Jika
ampula rekti terisi makanan akan timbul hasrat defekasi.
b. Pars analis rekti: sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos (M.
sfingter ani internus) dan serabut otot lurik (M sfingter ani eksterna).
Kedua otot ini berperan pada waktu defekasi. Tunika mukosa rectum
banyak mengandung pembuluh darah. Jaringan mukosa dan jaringan
otot membentuk lipatan disebut kolomna rektalis. Bagian bawah

7
kolomna rektalis terdapat pembuluh darah V. rektalis. Sering terjadi
pelebaran atau varises yang disebut hemorid (wasir).
Defekasi adalah hasil repleks apabila bahan feses masuk kedalam rectum.
Dinding rectum akan meregang dan menyalurkan impuls aferens melalui
pleksus mesentrikus dan menimbulkan gerakan peristaltic pada kolon
desendens. Kolon sigmoid mendorong feses ke arah anus. Apabila gelombang
peristaltic sampai di anus, sfingter ani internus di hambat, sfingter ani
eksternus melemas sehingga terjadi defekasi.

B. Gangguan Pemenuhan Nutrisi Akibat Penyakit/Gangguan Pada Sistem


Pencernaan
Gangguan pencernaan adalah istilah awam yang sering digunakan jika
terjadi gangguan yang berhubungan dengan perut atau lambung atau dengan kata
lain gangguan pada pencernaan adalah terhalangnya fungsi pencernaan atau
kegagalan perut dalam mencerna makanan (Bangun, 2004).
1. Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana
kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel.
Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi,
walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus(Fry, 2005). Menurut
definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna
yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum,
jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum
diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik, hal tersebut
menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat(
Aziz, 2008).

2. Gastroenteritis
Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih
dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses

8
encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan
darah/lendir saja (Sudaryat Suraatmaja.2005).

3. Thypus Abdominalis
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan,1990). Tifus
abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran
ke mulut melalui makanan dan minuman dan air yang tercemar dan sering
timbul dalam wabah (Markum, 1991).

4. Colitis
Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi
cytokine yang mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi
sekresi kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan mengganggu
motilitas kolon. Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon untuk
mengabsorbsi air dan menahan feses ( Tilley et al, 1997).

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan pada Pasien Ulkus Peptikum


1. Pengertian
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana
kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel.
Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi,
walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus (Fry, 2005). Menurut
definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,
dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas
ulkus akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat-tingkat
kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat ( Aziz, 2008).

2. Etiologi

3. Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini
tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan
pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja
asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari
mukosa.
Peningkatan Konsentrasi atau Sekresi Lambung dan Kerja Asam Peptin
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
a. Sefalik Fase ertama
Dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa makanan
yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu
makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang

10
menyebabkan makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien
dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui
bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau
penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari
saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan.
b. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal
menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.
c. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap
menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam
lambung.Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran
mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu
melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi
mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu,
tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang
dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak
dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak
memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan
merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil
permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat.
Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier
ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan
oleh sekresi lambung itu sendiri.

Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah,


keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh
karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua
factor ini : 1. hipersekresi asam pepsin , 2. Kelemahan Barier Mukosa Lambung

11
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain,
alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini
Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang
dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis
standar. Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah
lambung, ulkus duodenal dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90%
tumor ditemukan dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus
koledokus, bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pancreas.
Kira-kira dari gastrinoma adalah ganas(maligna).
Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui.
Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia,
dan karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling
utama adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada
ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah
kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok,
sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus
stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi
dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila
kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola
ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa.
Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran
darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi
iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan
ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling,
yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien
dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau
duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress.
Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas. (Bruner
and Suddart, 2001)

12
13
1. Patoflowdiagram

14
2. Tanda dan Gejala
a. Nyeri daerah epigastrik kiri, biasanya seperti terbakar atau tertusuk.
Dapat memancar di sekitar tulang iga hingga ke punggung. Sering terjadi
malam hari ketika lambung mulai kosong.
b. Rasa tidak enak di perut.
c. Mual dan muntah.
d. Rasa terbakar dan sering disertai regurgitasi asam ke mulut.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan
melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada
pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk keperluan
biopsy.
Keuntungan dari endoskopi:
1) Lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam
duodenum dan dinding belakang lambung dibandingkan dengan
pemeriksaan rontgen.
2) Lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani
pembedahan lambung.
3) Bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.

b. Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga


disebut barium swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika
ulkus tidak dapat ditemukan dengan endoskopi.
c. Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung
dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah
asam bisa diukur. Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau
berulang atau sebelum dilakukannya pembedahan.

15
d. Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung
jenis darah bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus.
Pemerisaan darah lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.

4. Penatalaksanaan Medis
a. Penurunan Stres dan Istirahat
Pasien memerlukan bantuan dalam mengidentifikasi situasi yang penuh
stres atau melelahkan. Gaya hidup terburu-buru dan jadwa tidak teratur
dapat memperberat gejala dan mempengaruhi keteraturan pola makan dan
pemberian obat dalam lingkungan yang rileks. Selain itu dalam upaya
mengurangi stres, pasien juga mendapat keuntungan dari periode istirahat
teratur selama sehari, sedikitnya selama fase akut penyakit.
b. Penghentian Merokok
Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan sekresi
bikarbonat dari pancreas ke dalam duodenum. Akibatnya, keasaman
duodenum lebih tinggi bila seseorang merokok. Penelitian menunjukkan
bahwa merokok terus menerus dapat menghabat secara bermakna
perbaikan ulkus. Oleh karena itu, pasien sangat dianjurkan untuk berhenti
merokok.
c. Modifikasi Diet
Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari sekresi
asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini dapat
diminimalkan dengan menghindari suhu ekstrem dan stimulasi
berlebihan makan ekstrak, alkohol, dan kopi. Selain itu, upaya dibuat
untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.
d. Obat-obatan
Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan
ulkus mencakup antagonis reseptor histamin (antagonis reseptor H), yang
menurunkan sekresi asam lambung; inhibitor pompa proton, yang juga
menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektif, yang melindungi sel mukosa
dari asam; antasida, antikolinergis, yang menghambat sekresi asam atau

16
kombinasi antibiotik dengan garam bismut untuk menekan bakteri H.
pylori.
e. Intervensi Bedah
Pembedahan biasanya dianjurkan untuk pasien dengan ulkus yang tidak
sembuh (yang gagal sembuh setelah 12 sampai 16 minggu pengobatan
medis), hemoragi yang mengancam hidup, perforasi, atau obstruksi.
Prosedur pembedahan mencakup vagotomi, vagotomi dengan piloroplasti,
atau Biilroth I atau II.

5. Komplikasi
a. Kadang-kadang suatu ulkus menembus seluruh lapisan mukosa sehingga
terjadi perforasi usus, karena isi usus tidak steril, hal ini dapat
menyebabkan infeksi rongga abdomen. Nyeri pada perforasi sangat hebat
dan menyebar. Nyeri ini tidak hilang dengan makan atau antasida.
b. Obstruksi lumen saluran GI dapat terjadi akibat episode cidera, peradangan
dan pembentukan jaringan perut yang berulang-ulang. Obstruksi paling
sering terjadi di saluran sempit antara lambung dan usus halus ada di
pylorus (Sfingter di lokasi ini).
c. Dapat terjadi perdarahan apabila ulkus menyebabkan erosi suatu arteri atau
vena di usus. Hal ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah) atau
melena (keluarnya darah saluran GI atas melalui tinja). Apabila
perdarahannya hebat dan mendadak, maka dapat timbul gejala-gejala syok.
Apabila perdarahannya lambat dan samar maka dapat terjadi anemia
hipokronik mikrosisik.

B. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gastroenteritis


1. Pengertian
Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari
4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat

17
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Sudaryat
Suraatmaja.2005).
Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et
all.1996).

2. Etiologi

3. Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus ( Rotravirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk ), Bakteri atau toksin ( Compylobacter,
Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia, dan lainnya ), parasit ( Biardia Lambia,
Cryptosporidium ).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis biasa melalui fekal - oral dari satu penderita ke
yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit ( Dehidrasi ) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan HipokalemiaN ), gangguan gizi
( intake kurang, output berlebih), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah.
Normalnya makanan atau feses bergerak sepanjang usus karena gerakan-
gerakan peristaltik dan segmentasi usus. Namun akibat terjadi infeksi oleh

18
bakteri, maka pada saluran pencernaan akan timbul mur-mur usus yang
berlebihan dan kadang menimbulkan rasa penuh pada perut sehingga penderita
selalu ingin BAB dan berak penderita encer.
Mula-mula mikroorganisme Salmonella, Escherichia Coli, Vibrio Disentri
dan Entero Virus masuk ke dalam usus, disana berkembang biak toxin,
kemudian terjadi peningkatan peristaltik usus, usus kehilangan cairan dan
elektrolit kemudian terjadi dehidrasi.

19
4. Patoflowdiagram

20
5. Tanda dan Gejala
a. Kuman Salmonella
Suhu badan naik, konsistensi tinja cair/encer dan berbau tidak enak,
kadang-kadang mengandung lendir dan darah, stadium prodomal
berlangsung selama 2-4 hari dengan gejala sakit kepala, nyeri dan perut
kembung.
b. Kuman Escherichia Coli
Lemah, berat badan sukar naik, pada bayi mulas yang menetap.
c. Kuman Vibrio
Konsistensi encer dan tanpa diketahui mules dalam waktu singkat terjadi,
akan berubah menjadi cairan putih keruh tidak berbau busuk amis, yang
bila diare akan berubah menjadi campuran-campuran putih, mual dan
kejang pada otot kaki.
d. Kuman Disentri
Sakit perut, muntah, sakit kepala, BAB berlendir dan berwarna kemerahan,
suhu badan bervariasi, nadi cepat.
e. Kuman Virus
Tidak suka makan, BAB berupa cair, jarang didapat darah, berlangsung
selama 2-3 hari.
f. Gastroenteritis Choleform
Gejala utamanya diare dan muntah, diare yang terjadi tanpa mulas dan
tidak mual, bentuk feses seperti air cucian beras dan sering
mengakibatkan dehidrasi.
g. Gastroenteritis Desentrium
Gejala yang timbul adalah toksik diare, kotoran mengandung darah dan
lendir yang disebut sindroma desentri, jarang mengakibatkan dehidrasi dan
tanda yang sangat jelas timbul 4 hari sekali yaitu febris, perut kembung,
anoreksia, mual dan muntah.

21
6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :

a. Pemeriksaan Tinja
- Makroskopis dan mikroskopis.
- pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
- Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b. Pemeriksaan Darah
- pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium,
Kalsium, dan Fosfor ) dalam serum untuk menentukan keseimbangan
asama basa.
- Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
c. Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan
kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

7. Penatalaksanaan Medis

a. Pemberian cairan untuk mengganti cairan yang hilang.

b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan


tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu
diperhatikan :

1) Memberikan asi.

2) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein,

vitamin, mineral, dan makanan yang bersih.

c. Monitor dan koreksi input dan output elektrolit.

d. Obat-obatan

22
e. Koreksi asidosis metabolik.

8. Komplikasi

a. Dehidrasi

b. Renjatan hipovolemik

c. Kejang

d. Bakterimia

e. Mal nutrisi

f. Hipoglikemia

g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

23
C. Asuhan Keperawatan pada Pasien Thypus Abdominalis
1. Pengertian
Thypus Abdominalis (demam typhoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan, dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran
(Ngastiyah, 2002).
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan
dari kotoran ke mulut melalui makanan dan minuman dan air yang tercemar
dan sering timbul dalam wabah (Markum, 1991).

2. Etiologi
Typus Abdominalis disebabkan oleh Basil / kuman salmonella Typhosa,
Salmonela paratyphosa.
Salmonela Typosa mempunyai 3 macam anti gen yaitu:
a. Antigen O (Ohne Hauch)
Somatik terdiri dari zat kompleks lipopoli sakarida.
b. Antigen H (Hauch)
Terdapat pada flagela dan bersifat termolabil.
c. Antigen Vi (Kapsul)
Merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O
terhadap fagositosis.(Dr.T.H Rompengan,1997:57) Masa inkubasi kuman
ini 10-20 hari. Kuman tumbuh pada suhu 15 41C dan pH pertumbuhan
6 8.

3. Patofisiologi
Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui mulut
dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan
limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di

24
tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.
Kuman Salmonella Typi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran
limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami
hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk
ke aliran darah melalui duktus thoracicus.
Kuman salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal
dari usus. Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-
bagian lain sistem retikuloendotelial.. Endotoksin salmonella typi berperan
pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi
lokal pada jaringan tempat salmonella typi berkembang biak. Demam pada
tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang
sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang
meradang.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah
pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat. Apabila
orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh
orang yang sehat melalui mulut.

25
26
4. Patoflowdiagram

27
5. Tanda dan Gejala
a) Demam > 7 hari, terutama pada malam hari, dan tidak spesifik
b) Gangguan saluran pencernaan: nyeri perut, sembelit/diare, muntah
c) Dapat ditemukan: lidah kotor, splenomegali, hepatomegaly
d) Gangguan kesadaran : iritabel-delirium, apati sampai semi-koma
e) Bradikardi relatif, Rose-spots, epistaksis (jarang ditemukan)
f) Laboratorium : titer Widal 1/200 atau lebih atau 1/320 pada
pemeriksaan ulangan dan klinis. Diagnosa pasti dengan kultur. Titer
aglutinin bisa tetap positip setelah beberapa minggu, bulan bahkan
tahun, walau penderita sudah sehat. Kadang leukositosis, kadang
leukopeni.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah
leukosit normal, bisa menurun atau meningkat , mungkin didapatkan
trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit, mungkin
didapatkan aneosifilia dan limfositosis relative, terutama pada fase lanjut.

b. Uji Widal
Uji widal di lakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S
typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi Salmonelle yang sudah dimatikan dan di
olah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu ;

1) Aglutin in O (dari tubuh kuman)


2) Aglutinin H (flagela kuman)
3) Aglutinin Vi (simpai kuman)

28
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum klien yang disangkan mendeita typhoid. (Suriadi,
2006 : 283 DAN Ngastiyah, 2005 :238).

c. Kultur darah
1) Hasil biakan darah yang positf memastikan demam tifoid, akan
tertapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena
mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
2) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan
kultur darah telah mendapatkan antibiotik, pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.
3) Volume darah yang kurang (kurang lebih 5cc darah). Bila darah
yang di biak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang di
ambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan kedalam
media cair empedu.
4) Riwayat vaksinal. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan anti
bodi dalam darah pasien. Anti bodi (aglutinin) ini dapat menekan
bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. (Aru W.Sudoyo
dkk,2006

7. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian yaitu:
a. Perawatan
Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud
tirah baring adalah untuk mencegah terjadi komplikasi perdarahan
usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakuakan secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di
ubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi

29
pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil
perlu diperhatikan, karena kadang terjadi obstipasi dan retensi air
kemih.
b. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila
kesadaran menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung .
Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga di berikan makanan
lunak. Beberapa penelitian manunjukan bahwa pemberian makanan
padat dini, yaitu nasi dengan lauk- pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat di berikan dengan aman.
c. Obat
Obat obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Untuk menurunkan demam . Dosis untuk orang dewasa
4x.500 mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam.
Dengan penggunan kloramfenikol, demam pada demam tifoid
turun rata-rata setelah 5 hari.
2) Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tipid sama
dengan kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada
penggunan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol.
Dengan tiamfemikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-
rata 5-6 hari.
3) ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol)
Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan
sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg
trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol
demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari.
4) Ampicillin dan Amoksisilin

30
Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam tifoid
dengan leokopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150
mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam.
Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam tifoid
turun rata-rata setelah 7-9 hari.
5) Sefalosforin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi
ketiga amtara lain sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif
untuk demam typid, tatapi dan lama pemberian yang oktimal
belum diketahui dengan pasti.
6) Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk untuk demam typid, tetapi dosis
dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

Obat-obat Simtomatik:
1) Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap
pasien demam tifoid, karena tidak dapat berguna.
2) Kortikosteroid
Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau
parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap (Tapering
off) selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan,
kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai
normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa
indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan
relaps (Ngastiyah, 1997)

31
8. Komplikasi
a. Pada usus halus:
1) Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena,
dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai
peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirangga
peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara
diantara hati dan diagfragma pada foto Rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
3) Peritonitis
Biasanya menyaertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu perut yang
hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri
tekan.
b. Diluar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia),
yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan laiun-lain. Terjadi karena
infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah, 1997)

32
A. Asuhan Keperawatan pada Pasien Colitis
1. Pengertian
Kolitis berasal dari kata kolon (usus besar) dan itis (peradangan). Kolitis
ulserativa merupakan penyakit radang non spesifik kolon yang umumnya
berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti.
Sakit abdomen, diare dan perdarahan rektum merupakan tanda dan gejala
yang penting. Frekuensi penyakit paling banyak antara usia 20 -40 tahun,
dan menyerang ke dua jenis kelamin sama banyak. Insiden kolitis ulserativa
adalah sekitar 1 per 10.000 orang dewasa kulit putih per tahun.
Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi
cytokine yang mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi
sekresi kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan mengganggu
motilitas kolon. Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon untuk
mengabsorbsi air dan menahan feses ( Tilley et al, 1997).

2. Etiologi
Kolitis bisa menjalar ke belakang sehingga menyebabkan proktitis.
Penyebab dari kolitis ada beberapa macam antara lain ( Tilley et al, 1997) :
a. Infeksi : Trichuris vulpis, Ancylostoma sp, Entamoeba
histolytica,Balantidium coli, Giardia spp, Trichomonas
spp, Salmonella spp, Clostridium spp,
Campylobacter spp, Yersinia enterolitica, Escherichia
coli, Prototheca, Histoplasma capsulatum,
dan Phycomycosis.

b. Faktor familial/genetic
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripad
a orang kulit hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3
sampai 6 kali lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan orang
non Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa dapat ada predisposisi
genetik terhadap perkembangan penyakit ini.

33
c. Trauma : benda asing, material yang bersifat abrasif.
d. Alergi : protein dari pakan atau bisa juga protein bakteri.
e. Polyps rektokolon
f. Intususepsi ileokolon
g. Inflamasi : Lymphoplasmacytic, eoshinophilic, granulopmatous,
histiocytic
h. Neoplasia : Lymphosarcoma, Adenocarcinoma
i. Sindrom iritasi usus besar (Irritable Bowel Syndrome)

3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa,
kolitisamebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena
virus/bakteri/parasit.
b. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohns
kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik
(simple colitis).
Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering
ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu
kolitis amebik,shigellosis, dan kolitis tuberkulosa serta infeksi E.coli
patogen yang dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama diare kronik
di Indonesia.

4. Patofisiologi
Kolitis merupakan penyakit primer yang didapatkan pada kolon, yang
merupakan perluasan dari rektum. Kelainan pada rektum yang menyebar
kebagian kolon yang lain dengan gambaran mukosa yang normal tidak
dijumpai. Kelainan ini akan berhenti pada daerah ileosekal, namun pada
keadaan yang berat kelainan dapat tejadi pada ileum terminalis dan
appendiks. Pada daerah ileosekal akan terjadi kerusakan sfingter dan terjadi

34
inkompetensi. Panjang kolon akan menjadi 2/3 normal, pemendekan ini
disebakan terjadinya kelainan muskkuler terutama pada koln distaldan
rektum.
Terjadinya striktur tidak selalu didapatkan pada penyakit ini, melainkan
dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis yang akan berakibat stenosis
yang reversible Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa,
berupa pembentukan abses pada kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada
penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan
penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa.
Edema dapat menyebabkan kerapuhan hebat sehingga terjadi perdarahan
pada trauma yang hanya ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan.
Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah menembus
dinding kriptus dan menyear dalam lapisan submukosa, menimbulkan
terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terlepas menyisakan daerah
yang tidak bermukosa (tukak). Tukak mula- mula tersebar dan dangkal,
tetapi pada stadium yang lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang
menjadi lebih luas sekali sehingga menyebabkan banyak kehilangan
jaringan, protein dan darah.

5. Patoflowdiagram

35
36
6. Tanda dan gejala
a. Diare yang disertai darah, lendir, atau nanah
b. Nyeri atau kram perut
c. Sering ingin buang air besar, tapi tinja cenderung tidak bisa keluar
d. Kelelahan
e. Nyeri pada rectum
f. Penurunan berat badan.Demam
Beberapa pasien tidak hanya mengalami gejala lokal, tetapi berbagi
penyakit umum seperti mual dan muntah, penurunan berat badan dan
kelemahan, kelelahan, dll. Tanda-tanda ini cenderung bertahan selama
beberapa minggu.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologi
1) Foto polos abdomen
a) Untuk melihat organ dalam abdomen
b) Mampu memperjelas abnormalitas (massa, tumor,
obstruksi/striktura)
c) Umumnya dilakukan pertama kali ketika mendiagnosis
masalah GI tract.
d) Tidak memerlukan persiapan khusus
e) Pasien memakai gaun, melepas perhiasan & ikat pingang yang
mungkin mempengaruhi hasil
b. Barium enema
Barium enema atau lower GI series merupakan pemeriksaan X-ray
pada colon.
c. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) adalah suatu pemeriksaan diagnostik non
invasif dengan menggunakan gelombang frekuensi tinggi kedalam

37
abdomen. Gelombang-gelombang ini dipantulkan kembali dari
permukaan struktur organ sehingga komputer dapat
menginterprertasikan densitas jaringan berdasarkan gelombang-
gelombang tersebut.
d. CT-scan dan MRI
e. Pemeriksaan Endoskopi

8. Penatalaksanaan medis
Tindakan medis untuk colitis ulseratif ditujukan untuk mengurangi
inflamasi, menekan respon imun, dan mengistirahatkan usus yang sakit,
sehingga penyembuhan dapat terjadi.
a. Penatalaksanaan secara umum
1) Pendidikan terhadap keluarga dan penderita.
2) Menghindari makanan yang mengeksaserbasi diare.
3) Menghindari makanan dingin, dan merokok karena keduanya
dapat meningkatkan motilitas usus.
4) Hindari susu karena dapat menyebabkan diare pada individu
yang intoleransi lactose.
b. Terapi Obat.
Obat- obatan sedatife dan antidiare/ antiperistaltik digunakan
untuk mengurangi peristaltic sampai minimum untuk
mengistirahatkan usus yang terinflamasi.
1) Menangani Inflamasi : Sulfsalazin (Azulfidine) atau
Sulfisoxazal (Gantrisin).
2) Antibiotic : Digunakan untuk infeksi.
3) Azulfidin : Membantu dalam mencegah
kekambuhan.

38
4) Mengurangi Peradangan : Kortikosteroid (Bila
kortikosteroid dikurangi/
dihentikan, gejala penyakit dapat
berulang. Bila kortikosteroid
dilanjutkan gejala sisa merugikan
seperti hipertensi, retensi cairan,
katarak, hirsutisme (pertumbuhan
rambut yang abnormal).
c. Psikoterapi
Ditujukan untuk menentukan faktor yang menyebabkan
stres pada pasien, kemampuan menghadapi faktor- faktor ini, dan
upaya untuk mengatasi konflik ehingga mereka tidak berkabung
karena kondisi mereka.

9. Komplikasi
a. Penyempitan lumen usus.
b. Pioderma gangrenosa.
c. Episkleritis.
d. Uveitis.
e. Arthritis.
f. Spondilitis ankilosa.
g. Gangguan fungsi hati.
h. Karsinoma kolon.
i. Retinitis
j. Hemoragi.
k. Perforasi.
l. Neoplasma malignan.
m. Nefrolitiasis.
n. Eritema nodosum.
o. Batu ginjal.
p. Batu empedu.

39
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nutrisi sangat penting bagi manusia karena nutrisi merupakan kebutuhan
vital bagi semua makhluk hidup, mengkonsumsi nutrien (zat gizi) yang buruk bagi
tubuh tiga kali sehari selama puluhan tahun akan menjadi racun yang
menyebabkan penyakit dikemudian hari
Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ada sistem yang berperan di
dalamnya yaitu sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ
asesoris, saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai ususb halus bagian distal.
Sedangkan organ asesoris terdiri dari hati, kantong empedu dan pankreas.
Gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan
makanan/pencernaan. Penyakit Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan
penyakit kerongkongan (eshopagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum),
usus besar (colon), hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pancreas.
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana
kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel.
Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi,
walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus.
Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih
dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer,
dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi
cytokine yang mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi sekresi
kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan mengganggu motilitas
kolon. Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon untuk mengabsorbsi air dan
menahan feses.

40
B. Saran
Evaluasi untuk mengevaluasi hasil akhir dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan, perawat mengukur keefektifan semua intervensi. Tujuan optimal
dari intervensi keperawatan yang dilakukan ialah kemampuan klien untuk defekasi
secara volumter tanpa mengalami gejala-gejala.

41
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Ed. 8.Vol. 3. Jakarta :
EGC

Price, Silvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Ed. 6.


Volume 1. Jakarta: EGC

Syaifuddin.2013.Anatomi Fisiologi. Ed.4.Jakarta :EGC

Price, A., & Wilson,L.M. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6, Vol 1,hal 461- 464. Jakarta : EGC.

42

Anda mungkin juga menyukai

  • Makala GHRP
    Makala GHRP
    Dokumen7 halaman
    Makala GHRP
    UPTD Puskesmas Motoboi Kecil
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar HCN
    Kata Pengantar HCN
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar HCN
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ns Ling 3 Ruang Lingkup
    Tugas Ns Ling 3 Ruang Lingkup
    Dokumen2 halaman
    Tugas Ns Ling 3 Ruang Lingkup
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ns Ling
    Tugas Ns Ling
    Dokumen1 halaman
    Tugas Ns Ling
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Pathway DM
    Pathway DM
    Dokumen1 halaman
    Pathway DM
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • File 1
    File 1
    Dokumen1 halaman
    File 1
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Tumbang Kel 5
    Tumbang Kel 5
    Dokumen17 halaman
    Tumbang Kel 5
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Makalah A
    Makalah A
    Dokumen4 halaman
    Makalah A
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Cover 1
    Cover 1
    Dokumen2 halaman
    Cover 1
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Cover 1
    Cover 1
    Dokumen2 halaman
    Cover 1
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Sap Nutrisi Anak
    Sap Nutrisi Anak
    Dokumen1 halaman
    Sap Nutrisi Anak
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur
    LP Fraktur
    Dokumen17 halaman
    LP Fraktur
    Melani Oktavia D'x-y
    Belum ada peringkat
  • Study Kasus
    Study Kasus
    Dokumen13 halaman
    Study Kasus
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Tahap Keluarga
    Tahap Keluarga
    Dokumen3 halaman
    Tahap Keluarga
    Yelsa Nurcahyo
    Belum ada peringkat
  • Cover Makalah
    Cover Makalah
    Dokumen3 halaman
    Cover Makalah
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • SAP Nutrisi Untuk Anak
    SAP Nutrisi Untuk Anak
    Dokumen12 halaman
    SAP Nutrisi Untuk Anak
    andino yoga
    Belum ada peringkat
  • RESIKOOOO Revisi
    RESIKOOOO Revisi
    Dokumen23 halaman
    RESIKOOOO Revisi
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Perhatikan Gambar
    Perhatikan Gambar
    Dokumen2 halaman
    Perhatikan Gambar
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Naskah Publikasi
    Naskah Publikasi
    Dokumen20 halaman
    Naskah Publikasi
    Anonymous PkM9nk
    Belum ada peringkat
  • Anfis Jantung
    Anfis Jantung
    Dokumen48 halaman
    Anfis Jantung
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Dokumen3 halaman
    BAB I Fix
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Askep Ulkus 4
    Askep Ulkus 4
    Dokumen17 halaman
    Askep Ulkus 4
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Peptikum
    Ulkus Peptikum
    Dokumen8 halaman
    Ulkus Peptikum
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Kolitisssss
    Kolitisssss
    Dokumen43 halaman
    Kolitisssss
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • 2 Sakinah Siwi Mulyani (Diare)
    2 Sakinah Siwi Mulyani (Diare)
    Dokumen1 halaman
    2 Sakinah Siwi Mulyani (Diare)
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Askep Ulkus 4
    Askep Ulkus 4
    Dokumen17 halaman
    Askep Ulkus 4
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Peptikum
    Ulkus Peptikum
    Dokumen8 halaman
    Ulkus Peptikum
    Sakinah Siwi Mulyani
    Belum ada peringkat