2. Etiologi
a. Zat allergen
Adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dap menimbulakan
serangan asma misalanya debu rumah, tengau debu rumah
(dermatophagoides pteronissynus), spora, jamur, bulu kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut, dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernapasan ( respiratorik )
Infeksi saluaran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulakan asma. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa
serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluaran pernapasan. (
Sundaru 1991 )
c. Olahraga / kegiatan jasmani yang berat.
Sebagian penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olaharaga atau aktivitas visik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepada adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulahan
serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise
induced asma -EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang
cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
d. Perubahan suhu udara, Udara dingin, panas, kabut
e. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udar berdebu, asap pabrik / kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida
fotokemikal, serta bau yang tajam.
f. Memiliki kecenderungan alergi obat-obatan
Beberapa klien denga asma sensitive atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin, salisilat beta bloker, kodein, dan sebainya.
g. Riwayat keluarga (factor genetic) Orang tua menderita asma
h. Beberapa infeksi pernapasan selama masa kanak-kanak
i. Lingkungan pekerajan
Lingkungan kerja merupakan factor pencetus yang menyumbang 2- 15%
klien dengan asma.( Sundaru, 1991 )
j. Emosi, stress
3. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma
adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan
udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular.
Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang
merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan
prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara
bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan
bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi
dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat
hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan
alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut,
histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus.
Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik.
Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan
permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu
mudah mengalami degranulasi. Dimanapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
4. Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk
dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma
dan demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi untuk melihat tanda
dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
b. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan
asma.
c. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan
asma akan kambuh.
d. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit
yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada
serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
1) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
2) Sianosis
3) Silent Chest
4) Gangguan kesadaran
5) Tampak lelah
6) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal.
5. Penatalaksanaan Medik
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
a. Penobatan non farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-
faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
2) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
b. Pengobatan farmakologik
1) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
2) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
3) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (
beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
5) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
6) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
c. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
1) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
2) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul.
3) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip RL atau D5 maintenance (20 tetes/menit) dengan dosis
20 mg/kg bb/24 jam.
4) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
6) Antibiotik spektrum luas.
6. Prognosa Asma
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko
yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung
meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa
prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya
pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah
anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama
bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan
tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah
(6 sampai 19 persen).
Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis
kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang
mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali
memiliki tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat
dimasukkan salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma
tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit
yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang
menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan
membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang
sewaktu pasien menjadi tua.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara
dingin
2) Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi bronkial. Untuk menunjang adanya hiperaktivitas
bronkus, test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test
spirometri. Test provokasi bronchial seperti: Test provokasi
histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi
dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik
dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8) Pemeriksaan sputum.
2. Pathway Asma
Faktor Pencetus Serangan
Ketidakefektifan Pola
Dispnea Rangsangan batuk
nafas