Oleh:
BAIQ DIAN NURMAYA
024STJ17
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan dan
rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Diagnosa Medis
Fraktur Diruang Triage Bedah Rsup Sanglah. Laporan ini disusun sebagai
salah satu tugas. Karena laporan ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa
bantuan dari pihak-pihak tertentu.
Penulis membuat laporan ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa
yang jelas agar mudah dipahami. Karena penulis menyadari keterbatasan yang
penulis miliki, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar
pembuatan makalah penulis yang berikutnya dapat menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan ................................................................................................ 3
1.4 Manfaat .............................................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
2.1 Konsep Dasar Penyakit ..................................................................... 4
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ............................................... 22
BAB 3 PENUTUP ...................................................................................... 45
3.1 Simpulan .......................................................................................... 45
3.2 Saran ................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan
paruparu) dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan
kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang
belakang (hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
2.1.4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan
dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan
yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti
kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
7
8
2.1.5 Klasifikasi
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk
alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat
hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
seperti terlihat pada foto.
b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari
satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di
bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang
panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau
langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma
angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk
9
spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
17
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan
yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
18
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam
proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan
ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
Pengkajian Primer
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji : Bersihan jalan nafas, Adanya/tidaknya
sumbatan jalan nafas, Distress pernafasan, Tanda-tanda
perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji : Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding
dada, Suara pernafasan melalui hidung atau mulut,
Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji : Denyut nadi karotis, Tekanan darah, Warna kulit,
kelembaban kulit, Tanda-tanda perdarahan eksternal
dan internal
D = Disability
Kaji : Tingkat kesadaran, Gerakan ekstremitas, GCS
atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P
= pain/respon nyeri, U = unresponsive. Ukuran pupil
dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada.
19
Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang
ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian
sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari
riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga)
dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
a. Pengkajian Riwayat Penyakit :
b. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan
20
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan
juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Metode pengkajian :
1) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S (signs and symptoms) : tanda dan gejala yang
diobservasi dan dirasakan
klien
A (Allergis) : alergi yang dipunyai klien
tanyakan obat yang telah
M (medications) : diminum klien untuk
mengatasi nyeri
P (pertinent past : riwayat penyakit yang diderita
medical hystori) klien
L (last oral intake solid : makan/minum terakhir; jenis
or liquid) makanan, ada penurunan atau
peningkatan kualitas makan
E (event leading to : pencetus/kejadian penyebab
injury or illnes) keluhan
2) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
P (provoked) : pencetus nyeri, tanyakan hal yang
menimbulkan dan mengurangi nyeri
Q (quality) : kualitas nyeri
21
R (radian) : arah penjalaran nyeri
S (severity) : skala nyeri ( 1 10 )
T (time) : lamanya nyeri sudah dialami klien
c. Tanda-tanda vital dengan mengukur :
Tekanan darah, Irama dan kekuatan nadi, Irama, kedalaman
dan penggunaan otot bantu pernafasan, Suhu tubuh
d. Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
1) Pengkajian kepala, leher dan wajah
a) Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan
jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
b) Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk,
perlukaan atau keluaran lain seperti cairan otak.
c) Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea
miring atau tidak, distensi vena leher, perdarahan,
edema dan kesulitan menelan.
2) Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
a) Kelainan bentuk dada
b) Pergerakan dinding dada
c) Amati penggunaan otot bantu nafas
d) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae,
perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi
3) Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
e) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
f) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi,
abrasi, distensi abdomen dan jejas
g) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
h) Nadi femoralis
22
i) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
j) Distensi abdomen
4) Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji : Tanda-tanda injuri eksternal,
Nyeri, Pergerakan, Sensasi keempat anggota gerak, Warna
kulit, Denyut nadi perifer
5) Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk
mengkaji : Deformitas, Tanda-tanda jejas perdarahan, Jejas,
Laserasi, Luka
6) Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
a) Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
b) Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor
pencetus seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan
anggota tubuh ataupun anggota keluarga
c) Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah
meningkat dan hiperventilasi.
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray).
Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan.
23
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang
dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test
sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan
ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi
saraf yang diakibatkan fraktur.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak
atau sobek karena trauma yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan
adanya infeksi pada tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat
fraktur.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada
klien fraktur adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan
traksi, stress/ansietas.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
24
penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan
trombus).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler
(interstisial, edema paru, kongesti).
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur
terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
6. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak,
prosedur invasif/traksi tulang).
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan
traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang
dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi
dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
25
2. Tinggikan posisi ekstremitas Meningkatkan aliran balik vena,
yang terkena. mengurangi edema/nyeri.
28
iga dan sianosis sentral. emboli paru tahap awal.
29
keadaan klien. keterbatasan klien.
30
1. Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko
nyaman dan aman (kering, bersih, kerusakan/abrasi kulit yang lebih
alat tenun kencang, bantalan luas.
bawah siku, tumit).
31
pen.
32
mental klien untuk mengikuti
program pembelajaran.
2.2.4 Implementasi
Implementsi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup
tindakan independent (mandiri), dan kolaboorasi.
1. Tindakan mandiri adalah aktifitas keperawatan yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan
merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.
2. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil
keputusan bersama seperti dokter dan petugas lain.
Implementasi juga merupakan pelaksanaan perencanaan
keperawatan oleh perawat. Seperti tahap-tahap yang lain dalam
33
proses keperawatan, fase pelaksanaan terdiri dari beberapa
kegiatan antara lain :
a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b. Menulis/mendokumentasikan rencana keperawatan
c. Memberikan asuhan keperawatan
d. Melanjutkan pengumpulan data
2.2.5 Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi
respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk
memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu,
karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Nyeri
berkurang atau hilang, Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler
perifer, Pertukaran gas adekuat, Tidak terjadi kerusakan integritas
kulit, Infeksi tidak terjadi, Meningkatnya pemahaman klien
terhadap penyakit yang dialami
34
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung,
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Imobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan
menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.
Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai
pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan. Pada patah tulang tertentu
(terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai penyembuhan total,
penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang lebih
lama lagi.
3.2 Saran
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan
dan mempertaruhkan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan
maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya dan pada pasien fraktur
khususnya. Dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas
serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pasien.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal,
khususnya pada klien dengan fraktur. Perawat diharapkan dapat
memberikan pelayanan profesional dan komprehensif.
35
DAFTAR PUSTAKA
36