Anda di halaman 1dari 1

Kasusnya Adalah Kasus Korupsi Yang Melibatkan, Emirsyah Satar, Bekas

Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk,

Salah satu kasusnya adalah kasus korupsi yang melibatkan, Emirsyah Satar, bekas
direktur utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yang menjadi tersangka
suap. Emirsyah diduga menerima suap dari Rolls-Royce, perusahaan pembuat
mesin pesawat asal Inggris.

"Masalahnya
seperti kasus Garuda karena swasta begitu dekat dengan
pengambilan kebijakan. Bagaimana perencanaannya sudah dipengaruhi sehingga
pengadaannya jadi milih produk dia," ujarnya di Jakarta Pusat, Rabu (25/1).

Tak hanya PT Garuda Indonesia, Teten juga melihatnya pada dugaan setruman
dana ke pihak Pembangkit Listrik Negara dari Rolls-Royce.

Dokumen penyidikan dari Serious Fraud Office (SFO) di Inggris menyebutkan


Rolls-Royce ikut bermain di tender PLN. Dokumen ini terkait dengan pengusutan
kasus dugaan suap dalam pembelian mesin pesawat Garuda Indonesia.

Disebutkan Rolls-Royce ikut andil dalam proyek Pembangkit Listrik Tanjung


Batu, Kalimantan Timur. Pembangkit Listrik Tanjung Batu memiliki dua basis
energi, yakni gas dan uap. Penghasil listrik itu berada di Kabupaten Tenggarong,
Kalimantan Timur, dengan daya 50-60 MW.

"Coba bantu PLN bagaimana mereka membenahi sistem pengadaan mereka untuk
hindari intervensi pengadaan," kata Teten.

Menurut Teten, jika orang pemerintahan dikuasai oleh pihak swasta maka tindakan
korupsi seperti itu akan terus terjadi. Korupsi swasta, dikatakannya, sudah menjadi
rezim.

Berdasarkan Laboratorium Ilmu Ekonomi UGM, jumlah terpidana korupsi dari


sektor swasta mencapai 670 orang sepanjang 2001-2015. Jumlah itu sama dengan
26,26 persen dari total terpidana korupsi dari pelbagai profesi yang mencapai 2.551
orang.

Maka itu, Teten mengatakan, pencegahan korupsi di sektor swasta harus


diberlakukan dalam Undang-undang. "Jadi saya perlu UU untuk bisa
meminimalisasi praktek korupsi dari korporasi," tuturnya.

Anda mungkin juga menyukai