Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. IR

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pekerjaan : buruh lepas

Alamat : BTN Minasa Upa

Status Pernikahan : Sudah menikah

Tanggal Masuk : 6 April 2015

RIWAYAT PENYAKIT

Anamnesis : Autoanamnesis

Keluhan Utama : batuk darah

Anamnesis terpimpin :

Pasien datang ke Puskesmas Minasa Upa dengan keluhan batuk berdarah 3 hari

SMRS. Awalnya pasien mengalami batuk kering yang disertai gatal pada leher

sejak bulan Desember 2014 lalu pada bulan maret 2015 mengalami batuk

berdahak, dengan dahak berwarna putih dan kadang berwarna hijau. Selain batuk,

pasien juga mengaku mengalami demam sampai menggigil pada malam hari.
pasien merasa nyeri dada bagian kanan namun tidak sesak. Pasien juga kadang

berkeringat pada malam hari yang juga dialami sejak Desember 2014.

Pasien merasa mudah lelah saat beraktivitas, merasa berat badannya menurun

sejak sakit. Nafsu makan baik. Mual muntah tidak ada. BAB dan BAK baik dan

lancar.

Riwayat penyakit sebelumnya :

1. Pasien pernah didiagnosis menderita TB paru pada tahun 2008 dan

menjalani pengobatan selama 6 bulan tuntas dan dinyatakan sembuh,

namun pada masa pengobatan tersebut pasien mengaku tidak pernah

melakukan pemeriksaan sputum.

2. Riwayat keluarga yang menderita TB paru (+) yaitu kakek dari pasien.

Pasien sempat tinggal bersama kakeknya sebelum merasakan keluhan

pertama kali.

PEMERIKSAAN FISIK

1. KU : Sakit Sedang / Gizi Cukup / Compos Mentis

2. BB = 65 kg ; TB = 170 cm ; IMT = 22,49 kg/m2

3. Tanda Vital

- TD : 110/60 mmHg

- Nadi : 84 x/menit

- Pernapasan : 20 x/menit

- Suhu : 36,70C
4. Kepala

- Konjungtiva : tidak anemis

- Sklera : tidak ikterus

- Bibir : tidak sianosis

5. Leher

- Tidak ditemukan pembesaran KGB

6. Thorax

- Inspeksi : simetris kanan dan kiri, ikut gerak napas, bentuk

normochest

- Palpasi : tidak ditemukan massa tumor dan nyeri tekan, vokal

fremitus sama kanan dan kiri

- Perkusi : sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar pada ICS VI

anterior dextra

- Auskultasi : bunyi pernapasan vasikuler pada kedua lapangan paru

Suara napas tambahan : ronchi pada lobus superior dan

lobus medialis pulmo dextra

Dextra Sinistra

Rh (+) -

Rh (+)

- -
7. Jantung

- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

- Palpasi : ictus cordis tidak teraba

- Perkusi : pekak, batas jantung normal ;

batas atas : ICS II

batas kanan : linea parasternalis dextra

batas liri : linea parasternalis sinistra

- Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)

8. Abdomen

- Inspeksi : datar, ikut gerak napas

- Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal

- Palpasi : nyeri tekan (-)

- Perkusi : timpani

9. Ekstremitas

Edema (-/-)

DIAGNOSIS SEMENTARA

- TB Paru kategori 2 (kasus relaps)


PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 6 April 2015

Tanggal Pemeriksaan Spesimen Dahak Hasil

6 April 2015 Sewaktu ++

7 April 2015 Pagi ++

7 April 2015 Sewaktu ++

Interpretasi (rekomendasi WHO skala IUALTD):

++ : ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, minimal dibaca 50

lapang pandang

2. Uji sensitifitas antibiotik

Hasil : pasien sensitif terhadap antibiotik Rifampisin

PENATALAKSANAAN

Pengobatan TB Paru Kategori 2

- 2(HRZE) S / (HRZE) / 5 (HR)3 E3

Berdasarkan BB pasien maka terapi medikamentosa yang sesuai berupa :

Tahap lanjutan 3 kali


Tahap awal (setiap hari)
Berat badan seminggu selama 20

56 dosis 28 dosis minggu (60 dosis)

55-70 kg 4 kaplet 4KDT 4 kaplet 4 KDT 4 tab 2 KDT + 4 tab


+ 100 mg Etambutol

Streptomisin Inj

*pengobatan ini sudah dimulai sejak 9 April 2015

FOLLOW UP

Pasien sedang menjalani pengobatan TB paru Kategori 2 selama 41 hari

(terhitung sejak tanggal 9 April 2015 sampai dengan tanggal 19 Mei 2015)

dimana fase pengobatan yang dijalani masih berada pada fase intensif yang

dijalani selama 84 hari (56 dosis dan 28 dosis). Selama pengobatan pasien pasien

belum merasakan ada keluhan yang berkaitan dengan pengobatan yang sedang

dijalani.

Tindakan selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan BTA kembali yang

dijadwalkan pada 1 minggu sebelum berakhirnya masa intensif (pada 56 dosis)

yaitu pada tanggal 28 Mei 2015.

RESUME

Pasien datang ke Puskesmas Minasa Upa dengan keluhan batuk berdarah 3

hari SMRS. Awalnya pasien mengalami batuk kering yang disertai gatal pada

leher sejak bulan Desember 2014 lalu pada bulan maret 2015 mengalami batuk

berdahak, dengan dahak berwarna putih dan kadang berwarna hijau. Selain batuk,

pasien juga mengaku mengalami demam sampai menggigil pada malam hari.

pasien merasa nyeri dada bagian kanan namun tidak sesak. Pasien juga kadang

berkeringat pada malam hari yang juga dialami sejak Desember 2014. Pasien
merasa mudah lelah saat beraktivitas, merasa berat badannya menurun sejak sakit.

Nafsu makan baik. Mual muntah tidak ada. BAB dan BAK baik dan lancar.

Riwayat dengan diagnosis TB paru pada tahun 2008 dan menjalani

pengobatan selama 6 bulan tuntas dan dinyatakan sembuh, namun pada masa

pengobatan tersebut pasien mengaku tidak pernah melakukan pemeriksaan

sputum. Riwayat keluarga yang menderita TB paru (+) yaitu kakek dari pasien.

Pasien sempat tinggal bersama kakeknya sebelum merasakan keluhan pertama

kali.

Pada pemeriksaan fisik, berdasarkan perhitungan IMT pasien digolongkan

dalam gizi cukup, pada pemeriksaan thorax didapatkan suara napas tambahan

rinchi pada lobus superior serta medial pulmo dextra. Pemeriksaan penunjang

berupa pemeriksaan BTA (Sewaktu / Pagi / Sewaktu) menunjukkan hasil ++ / ++

/ ++. Pemeriksaan uji sensitifitas pada antibiotik Rifampisin menunjukkan hasil

(+). Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

maka pasien didiagnosis sebagai TB Paru Kategori 2 (Kasus Relaps).

PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis Tuberkulosis Kategori 2 pada kasus ini dilakuakn dengan

menggunakan dasar berupa pedoman penentuan diagnosis Tuberkulosis pada

bagan berikut (merunut pada Depkes RI 2006 tentang alur diagnosis TB) :
Pasien datang pada tanggal 6 April 2015 dengan gejala klinis yang

mengarah pada TB. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan berupa pemeriksaan BTA

(sewaktu / pagi / sewaktu) yang menunujukkan hasil 2+ / 2+ / 2+. Jadi pennderita

langsung didiagnosis sebagai TB paru. Selanjutnya pada anamnesis diketahui

bahwa pasien pernah didiagnosis dengan penyakit yang sama dan telah berobat

selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh, lalu muncul kembali gejala setelah 1

tahun dinyatakan sembuh.


Selanjutnya pasien melakukan tes kepekaan antibiotik dimana hasilnya

menunjukkan pasien masih sensitif terhadap antibiotik rifampisin. Maka pasien

dapat didiagnosis sebagai TB Paru Kategori 2 (kasus relaps).

Relaps (kambuh) pada pasien TB atau dengan Riwayat TB dapat diartikan

sebagai pasien yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan

telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan

BTA (+).

Penderita tuberkulosis paru yang sudah sembuh dapat kambuh lagi karena

adanya kuman eksogen maupun kuman endogen. Keradangan tuberkulosis paru

post primer yaitu basil yang berada dalam proses kama yang lebih tenang

(dormant) oleh satu keadaan menjadi aktif dan atau adanya infeksi baru dari luat

(eksogen). Faktor yang berpengaruh untuk terjadinya infeksi antara lain :

1. Adanya sumber infeksi

Adanya sumber penular lain atau kontak dengan penderita TB lain

yang berada dalam satu rumah. Hal ini merupakan faktor yang

menyebabkan terjadinya penularan penyakit secara eksogen, sehingga

dapat terjadi kekambuhan pada pasien TB yang telah dinyatakan

sembuh.

2. Dosis infeksi yang cukup dan Virulensi dari basil tuberkulosa

Kedua faktor ini berhubungan karena dosis infeksi yang dapat

menimbulkan manifestasi klinis sebagai TB paru juga dipengaruhi oleh

virulensi dari kuman TB tersebut. Didapatkan bahwa bakteri


Mycobacterium tuberculosis terdiri dari beberapa tipe yang dapat

menginfeksi dengan cara yang berbeda berdasarkan sifat metabolisme

basil yaitu :

a. Baketri yang secara aktif berkembang biak dengan cepat, kuman

ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi yang

mepunyai pH netral

b. Bakteri yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam

limgkunga pH yang rendah. Lingkungan asam ini yang

melindunginya terhadap OAT tertentu

c. Bakteri tuberkulosis yang berada dalam keadaan dormant hampir

sepanjang waktu. Bakteri yang terdapat dalam dinding kavitas ini

jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang

singkat

d. Bakteri yang sepenuhnya dormant sehingga sama sekali tidak bisa

dipengaruhi oleh OAT

3. Daya tahan tubuh yang menurun dan memungkinkan basil untik

berkembang biak dan menyebabkan penyakit

Penurunan daya tahan tubuh secara otomatis akan melemahkan

pertahanan dari tubuh terhada jenis infeksi apapun termasuk

Mycobacterium tuberculosis. Penurunan daya tahan tubuh akan secara

otomatis meningkatkan ambang tendensi untuk terjadinya infeksi.

Sehingga bakteri Mycobacterium tuberculosis baik yang memiliki


virulensi lamban atau pun cepat untuk berkembang biak akan lebih

bersifat infeksius.

Bentuk pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

relaps dari TB paru ini salah satunya dengan strategi Directly Observed Treatment

Short Course (DOTS), yaitu pengawasan langsung pasien saat mengonsumsi obat

TB, sampai saat ini di Indonesia hanya pasien yang didiagnosis TB MDR yang

diterapkan oleh strategi ini. Selanjtnya diharapkan strategi DOTS ini dapat

dilakukan pada setiap kategori pasien TB sehingga dapat mencegah atau

memperkecil kemungkinan kambuhnya penyakit TB ini.

Selain itu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan

memperbaiki status gizi pasien. Pasien harus sadar akan keadaannya (bila pernah

didiagnosis TB) dengan mempertahankan status gizi berada pada garis normal,

dengan konsumsi nutrisi yang kaya akan zat gizi yang seimbang. Nutrisi yang

seimbang sendiri dapat memperbaiki imunitas, terutama konsumsi protein yang

diketahui sebagai zat pembangun dan berperan pula dalam proses recovery yang

secara langsung akan meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga dapat mencegah

terpaparnya infeksi termasuk infeksi tuberkulosis.

Menjaga kontak dengan penderita TB juga merupakan tindakan

pencegahan infeksi primer dari tuberkulosii maupun pencegahan agar penyakit ini

tidak relaps. Karena diketahui bahwa faktor virulensi kuman Tuberkulosis dapat

masuk dalam tubuh salah satunya ditentukan oleh jarak kontak dengan penderita

TB, semakin dekat jarak kontak kita dengan penderita TB maka semakin banyak

pula kuman tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasann yang
seperti diketahui setiap droplet yang keluar dan berasal dari penderita TB jumlah

kuman yang keluar 3 ribu kuman Tuberkulosis. Maka jarak kontak itu memiliki

peran yang penting dalam penularan kuman Tuberkulosis. Pencegahan untuk

menjaga kontak ini dapat dilakukan dengan menganjurkan pada pasien TB

mengenakan masker dan tidak meludah sembarangan agar kuman TB tidak

menyebar.

Lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting seperti diketahui,

kuman TB memiliki sifat yang tidak tahan panas, maka lingkungan terbuka

dengan sinar matahari langsung akan mematikan kuman tersebut. Maka penting

untuk memperhatikan keadaan lingkungan rumah dan pusat pelayanan kesehatan

yang memiliki ventilasi yang cukup agar dapat mencegah perkembangbiakan

kuman Tuberkulosis.

Anda mungkin juga menyukai