PUSKESMAS CIWIDEY
TAHUN 2016
A. PENDAHULUAN
Klinik sanitasi merupakan suatu wahana bagi masyarakat melalui perbaikan kondisi
kesehatan lingkungan untuk mencegah berbagai penyakit menular dengan bimbingan,
penyuluhan dan bantuan teknis dari petugas puskesmas.
B. LATAR BELAKANG
SAMBEL TARASI
b. Tujuan Khusus
- Petugas klinik sanitasi tahu dan mampu melaksanakan kegiatan klinik sanitasi.
- Petugas klinik sanitasi mampu menggali dan menemukan masalah lingkungan dan
perilaku yang berkaitan dengan penyakit berbasis lingkungan.
- Petugas klinik sanitasi mampu memberikan saran tindak lanjut perbaikan lingkungan
dan perilaku yang tepat sesuai dengan masalah.
D. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
F. SASARAN
Pasien menderita penyakit yang diduga kuat berkaitan dengan factor lingkungan.
Klinik sanitasi dilaksanakan setiap hari senin jam kerja di dalam gedung puskesmas
Seluruh kegiatan klinik sanitasi dan hasilnya dilaporkan secara berkala kepada Dinas
kesehatan Kabupaten sesuai dengan format yang ada oleh petugas sanitasi puskesmas.
Pencatatan dilakukan dibuku register harian dan bulanan dilaporkan ke Dinas kesehatan
setiap sebulan sekali dan dievaluasi setiap tiga bulan sekali.
A. PENDAHULUAN
Kunjungan lapangan/ rumah pasien barbasis lingkungan sebagai tindak lanjut dari
pasien yang di rujuk ke klinik sanitasi. Sesuai dengan jadwal yang telah disepakati antara
pasien atau keluarganya dengan petugas sanitasi
B. LATAR BELAKANG
b. Tujuan Khusus
Memperbaiki lingkungan dan perilaku sesuai dengan penyakit/ masalah yang ada.
Kegiatan kunjungan PBL dilaksankan di luar gedung puskesmas. Pasien PBL yang
berkunjung ke klinik sanitasimembuat kesepakatan dengan petugas sanitasi untuk jadwal
kunjungan. Petugas melakukan pengamatan/ pemeriksaan lingkungan dan prilaku setelah
itu menyimpulkan masalah dan petugas memberikan saran tindak lanjut kepada pasien/
keluarga.
F. SASARAN
Pasien menderita penyakit yang diduga kuat berkaitan dengan factor lingkungan.
Seluruh kegiatan kunjungan PBL dan hasilnya dilaporkan secara berkala kepada
Dinas kesehatan Kabupaten sesuai dengan format yang ada oleh petugas sanitasi
puskesmas.
A. PENDAHULUAN
B. LATAR BELAKANG
Adanya penyakit menular dan pencemaran lingkungan yang bersal dari sarana
tempat-tempat umum.
Usaha meningkatkan kondisi fisik maupun lingkungan TTU yang memenuhi syrat
kesehatan.
b) Tujuan Khusus
Kegiatan inspeksi sanitasi TTU dilakukan di luar gedung puskesmas, sarana TTU
yang di periksa adalah yang berada diwilayah binaan Puskesmas, dilakukan sendiri oleh
petugas sanitasi puskesmas sesuai dengan lembar cecklis TTU.
F. SASARAN
Inspeksi sanitasi TTU dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah dibuat pada jam kerja
yang dilakukan diluar gedung puskesmas.
Kegiatan Inspeksi sanitasi TTU hasilnya dilaporkan secara berkala kepada Dinas
kesehatan Kabupaten sesuai dengan format yang ada oleh petugas sanitasi puskesmas.
I. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
A. PENDAHULUAN
B. LATAR BELAKANG
Adanya kasus keracunan makanan yang berasal dari TPM karena keadaan hygiene
dan sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang kurang baik.
b) Tujuan Khusus
Kegiatan inspeksi sanitasi TPM dilakukan di luar gedung puskesmas, sarana TPM
yang di periksa adalah yang berada di wilayah binaan Puskesmas, dilakukan sendiri oleh
petugas sanitasi puskesmas sesuai dengan lembar cecklis TPM.
F. SASARAN
Inspeksi sanitasi TPM dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah dibuat pada jam
kerja yang dilakukan diluar gedung puskesmas.
Kegiatan Inspeksi sanitasi TPM hasilnya dilaporkan secara berkala kepada Dinas
kesehatan Kabupaten sesuai dengan format yang ada oleh petugas sanitasi puskesmas.
I. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
A. PENDAHULUAN
B. LATAR BELAKANG
Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan penyakit
berbasis lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat akhir-akhir ini Dari sisi
epidemiologis, telah terjadi pula transisi yang cukup cepat terhadap beberapa penyakit
menular.
b) Tujuan Khusus
- Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah, adanya ruangan khusus untuk istirahat
(ruang tidur), bagi masing-maing penghuni;
- Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor
penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penghawaan yang cukup;
- Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan garis sempadan jalan,
konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam.
Kegiatan inspeksi sanitasi rumah sehat dilakukan di luar gedung puskesmas, sarana
rumah sehat yang di periksa adalah yang berada di wilayah binaan Puskesmas, dilakukan
sendiri oleh petugas sanitasi puskesmas sesuai dengan lembar cecklis rumah sehat.
F. SASARAN
Inspeksi sanitasi rumah sehat dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah dibuat pada
jam kerja yang dilakukan diluar gedung puskesmas.
H. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN
Kegiatan Inspeksi sanitasi rumah sehat hasilnya dilaporkan secara berkala kepada
Dinas kesehatan Kabupaten sesuai dengan format yang ada oleh petugas sanitasi
puskesmas.
A. PENDAHULUAN
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah
air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
B. LATAR BELAKANG
Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat
menjadi faktor resiko terhadap penyakit diare dan kecacingan.
a) Tujuan Umum
b) Tujuan Khusus
- Sarana air bersih yang ada harus memenuhi kebutuhan sehari-hari penggunanya
- Mencegah pencemaran sarana air bersih
Kegiatan inspeksi SAB dilakukan di luar gedung puskesmas, sarana rumah sehat
yang di periksa adalah yang berada di wilayah binaan Puskesmas, dilakukan sendiri oleh
petugas sanitasi puskesmas sesuai dengan lembar cecklis rumah sehat.
F. SASARAN
Inspeksi sanitasi sarana air bersih dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah dibuat
pada jam kerja yang dilakukan diluar gedung puskesmas.
Kegiatan Inspeksi sanitasi sarana air bersih hasilnya dilaporkan secara berkala
kepada Dinas kesehatan Kabupaten sesuai dengan format yang ada oleh petugas sanitasi
puskesmas.
A. PENDAHULUAN
Masalah kesehatan yang timbul terutama disebabkan oleh lingkungan yang kurang
memenuhi syarat kesehatan yang mencakup tentang penyediaan air bersih, jamban
keluarga dan saluran pembuangan air limbah. Dengan kurangnya penyediaan air bersih,
jamban keluarga dan saluran pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
dapat menimbulkan berbagai penyakit salah satu diantaranya adalah kejadian diare.
B. LATAR BELAKANG
a) Tujuan Umum
b) Tujuan Khusus
- Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak10-15 meter dari
sumber air bersih.
- Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
- Air seni, air pembersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah di sekitarnya. Hal ini
dapat dilakukan dengan membuat lantai jamban dengan luas minimal 1x1 meter,
dengan sudut kemiringan yang cukup kearah lubang jamban.
- Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya.
- Bebas dari serangga
Kegiatan inspeksi JAGA dilakukan di luar gedung puskesmas, sarana JAGA yang di
periksa adalah yang berada di wilayah binaan Puskesmas, dilakukan sendiri oleh petugas
sanitasi puskesmas sesuai dengan lembar cecklis rumah sehat.
F. SASARAN
Inspeksi sanitasi sarana JAGA dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah dibuat pada
jam kerja yang dilakukan diluar gedung puskesmas.
Kegiatan Inspeksi sanitasi sarana JAGA hasilnya dilaporkan secara berkala kepada
Dinas kesehatan Kabupaten sesuai dengan format yang ada oleh petugas sanitasi
puskesmas.
I. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
A. PENDAHULUAN
Masalah kesehatan yang timbul terutama disebabkan oleh lingkungan yang kurang
memenuhi syarat kesehatan yang mencakup tentang penyediaan air bersih, jamban
keluarga dan saluran pembuangan air limbah. Dengan kurangnya penyediaan air bersih,
jamban keluarga dan saluran pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
dapat menimbulkan berbagai penyakit salah satu diantaranya adalah kejadian diare.
B. LATAR BELAKANG
Data sarana pembuangan air limbah yang terdapat dalam Riskesdas 2010 ini
meliputi carapembuangan dilihat dari ketersediaan saluran pembuangannya.
Air limbah rumah tangga, secara nasional sebagian besar (41,3%) dibuang
langsung ke sungai/parit/got dan sebanyak 18,9 persen dibuang ke tanah (tanpa
penampungan). Hanya 13,5 persen rumah tangga yang memiliki SPAL.
Menurut tempat tinggal, persentase rumah tangga tertinggi yang memiliki SPAL lebih
tinggi di perkotaan (18,7%) dibandingkan di perdesaan (7,9%), demikian dengan
yang memiliki penampungan tertutup di pekarangan lebih tinggi di perkotaan (7,3%)
dibandingkan di perdesaan (5,5%).
a) Tujuan Umum
b) Tujuan Khusus
o Tidak mencemari sumber air
o Tidak tergenang di halaman rumah
Kegiatan inspeksi SPAL dilakukan di luar gedung puskesmas, sarana SPAL yang di
periksa adalah yang berada di wilayah binaan Puskesmas, dilakukan sendiri oleh petugas
sanitasi puskesmas sesuai dengan lembar cecklis rumah sehat.
F. SASARAN
Inspeksi sanitasi sarana SPAL dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah dibuat pada
jam kerja yang dilakukan diluar gedung puskesma
Kegiatan Inspeksi sanitasi sarana SPAL hasilnya dilaporkan secara berkala kepada
Dinas kesehatan Kabupaten sesuai dengan format yang ada oleh petugas sanitasi
puskesmas.
I. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
A. PENDAHULUAN
B. LATAR BELAKANG
b) Tujuan Khusus
f. SASARAN
I. LATAR BELAKANG
Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan terbesar
masyarakat di Kabupaten Bandung, hal ini tercermin dari tingginya angka kejadian dan
kunjungan penderita beberapa penyakit berbasis lingkungan ke Puskesmas. Tingginya kejadian
penyakit-penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi dasar
terutama air bersih dan jamban keluarga, meningkatnya pencemaran air dan tanah karena
pembuangan sampah, kurang hygienisnya cara pengelolaan makanan, rendahnya perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat.
Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2009, sekitar 70 juta orang di
Indonesia masih mempraktikkan buang air besar sembarangan (BABS), dan hanya sekitar 12%
masyarakat Indonesia yang melakukan cuci tangan setelah buang air besar. Di Indonesia, diare
adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (infeksi Saluran Pernafasan Atas). Angka
kejadian diare nasional pada tahun 2006 adalah sebesar 423 per 1000 penduduk pada semua
umur dan KLB (Kejadian Luar Biasa) diare terjadi di 16 propinsi.
Di Kabupaten Bandung, pada tahun 2013 angka kasus diare terjadi sebanyak 126.243
kasus (40 per 1000 penduduk). Meskipun tidak ada kasus kematian, namun angka tersebut
menunjukkan masih tingginya angka kejadian penyakit berbasis lingkungan akibat hygiene dan
sanitasi yang buruk.
Program STBM menunjang pencapaian target sub bidang perumahan dan permukiman
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, yaitu
terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014.
Penerapan STBM di Kabupaten Bandung telah dilaksanakan sejak tahun 2007. Hingga
saat ini sudah 80 desa di Wilayah Kabupaten Bandung yang melaksanakan pemicuan dan
kurang lebih ada 500 jamban sehat yang telah dibangun dengan biaya swadaya murni hasil dari
pemicuan tersebut. Akan tetapi sampai dengan saat ini belum ada desa di Wilayah Kabupaten
Bandung yang sudah SBS (stop buang air besar sembarangan), yaitu 100 % masyarakatnya
BAB ke jamban sehat. Karena itu pada tahun Anggaran 2014 dialokasikan lagi kegiatan
Penerapan STBM di Wilayah Puskesmas Dayeuhkolot
II. TUJUAN
A. Tujuan Umum
1. Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan yang
berkaitan dengan sanitasi dan perilaku melalui penciptaan kondisi sanitasi total di
Wilayah Puskesmas Dayeuhkolot
2. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan kepala puskesmas dalam penerapan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
B. Tujuan Khusus
1. Perubahan Perilaku ke arah yang lebih baik.
2. Peningkatan akses sanitasi yang berkelanjutan
3. Terlaksananya Kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di seluruh
Wilayah Puskesmas Dayeuhkolot
4. Terwujudnya Desa STBM di Wilayah Puskesmas Dayeuhkolot
III. SASARAN
Sasaran kegiatan ini adalah masyarakat di wilayah Puskesmas Dayeuhkolot
1. Desa Sukapura
Sedangkan waktu kegiatan dilaksanakan pada Triwulan III Tahun 2016
V. SUMBER BIAYA
Kegiatan Penerapan STBM di Kabupaten bersumber biaya dari BOK Tahun 2016
VI. KEGIATAN
a. Penerapan STBM (pemicuan di masyarakat).
b.
VII. RINCIAN KEGIATAN
Rincian dari kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yaitu sebagai berikut :
Sosialisasi metode
3 Tersosialisasikan maksud Kepala Puskesmas,
CLTS ke puskesmas,
dan tujuan kegiatan Kepala Desa dan
aparat desa, dan
penerapan metode CLST di jajarannya, Tokoh
tokoh masyarakat
lokasi terpilih Masyarakat
Penentuan kelompok
4 Terpilihnya kelompok Masyarakat yang dapat
masyarakat yang
masyarakat yang akan mewakili kondisi
akan dilakukan
dipicu masyarakat di lokasi
pemicuan
terpilih
Penyebarluasan
5 Tersebarnya undangan Masyarakat di lokasi
undangan
(waktu) pelaksanaan terpilih
pemicuan
Pelaksanaan
6 Terlaksananya kegiatan Desa lokasi DAS
penerapan metode
pemicuan di Citarum
CLTS
masyarakat&diketahuinya
permasalahan sanitasi dasar
dan perilaku buang air besar
Pelaporan dan
7 Tersusunnya rencana tindak Wakil dari masyarakat
evaluasi
lanjut dan komitmen dari yang terpicu dan tidak
masyarakat terpicu
Disepakatinya komitmen
semua pihak untuk
keberhasilan pencapaian
rencana kegiatan
masyarakat dan
pemantauan kegiatan
VIII. PENUTUP
Keberhasilan program sanitasi berbasis masyarakat (STBM) diharapkan dapat
menunjang keberhasilan pengembangan lingkungan sehat yang dapat diukur melalui indikator
atau dampak kegiatan yaitu peningkatan perilaku hygiene dan sanitasi masyarakat,
peningkatan akses air dan sanitasi, penurunan angka penyakit akibat air dan sanitasi.
I. PENDAHULUAN
Pelaksanaan kebijakan peningkatan upaya kesehatan lingkungan di
Kabupaten Bandung dirumuskan dan diarahkan untuk mencapai Visi Pembangunan
Kesehatan Kabupaten Bandung, yaitu Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung
Yang Sehat Mandiri Melalui Akselerasi Indeks Kesehatan 78 Pada Tahun 2015. Dari
visi tersebut serta perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa
yang akan datang, diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung melalui Seksi
Penyehatan Lingkungan berperan dalam pembangunan kesehatan, sebagaimana
tercantum dalam salahsatu misinya yaitu menggerakkan pembangunan berwawasan
kesehatan dalam mencapai masyarakat Kabupaten Bandung sehat mandiri.
Untuk mencapai visi dan misi tersebut, ditetapkan tujuan pembangunan
kesehatan yaitu meningkatkan kesadran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, dengan sasaran
meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, menurunnya angka kesakitan
akibat penyakit menular, meningkatnya penyedian anggaran public untuk kesehatan
dalam rangka mengurangi risiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh
penduduk terutama penduduk miskin dan meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga.
Tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kabupaten Bandung sejalan
dengan target pemerintah pusat dalam bidang sanitasi (air minum dan sanitasi layak)
yang mana telah tersirat dalam MDGs target 7c yaitu menurunkan hingga separuhnya
proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada
2015.Hal inipun menjadi indikator RPJMN (2010-2014) dan Renstra antara lain :
persentasi penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas (67%),
persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat (100%), persentase penduduk
yang menggunakan jamban sehat (75%) dan jumlah desa yang melaksanakan STBM.
Kabupaten Bandung menghadapi tantangan yang cukup besar untuk
mencapai target tersebut. Sampai dengan tahun 2013, data akses air minum yang
memenuhi syarat baru mencapai 59,94%, sedangkan data akses jamban yang
memenuhi syarat baru mencapai 37,52 %, serta belum ada satu desa pun yang bebas
buang air besar semabarangan (SBS/ ODF).Data-data tersebut masih di bawah angka
target yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam RPJMN tahun 2010-2014). Oleh
sebab itu perlu kerja keras untuk mewujudkan target tersebut antara lain dengan
melakukan sosialisasi, koordinasi, dan advokasi dari berbagai pihak, dan berbagai
tingkatan, baik Pemerintah, swasta dan masyarakat, ditingkat Kabupaten, kecamatan
dan desa/kelurahan. Cakupan penduduk yang cukup besar dengan luas wilayah dan
distribusi penduduk tidak merata di wilayah Kabupaten Bandung merupakan sebuah
tantangan cukup berat.
Dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan dalam RPJMN dan
MDGs point 7c, diperlukan keakuratan data yang ada di Kabupaten Bandung agar
supaya data yang ada dan diperlukan dalam landasan pengambilan keputusan tidak
menyimpang dan sesuai dengan indicator yang ada. Atas dasar hal tersebut, maka
Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung melalui Seksi Penyehatan Lingkungan
berupaya dengan menyelenggarakan pertemuan sosialisasi pendataan akses sanitasi.
III. TUJUAN
Umum :
Memberikan gambaran tentang kondisi sanitasi yang ada di Kabupaten Bandung.
Khusus :
1. Meningkatkan koordinasi dan menyamakan persepsi di UPTD Yankes Kecamatan
dan Puskesmas dalam mencapai target Program Penyehatan Lingkungan melalui
strategi STBM.
2. Tersedianya data dan informasi kegiatan lintas sector yang dilakukan yang
berpengaruh dalam data sanitasi dan air minum
3. Tersedianya data sanitasi dan air minum di Kabupaten Bandung
IV. PESERTA
Peserta pertemuan jumlahnya 62 orang, yang terdiri dari pelaksana program
Kesehatan Lingkungan dari 62 Puskesmas yang ada di Kabupaten Bandung masing-
masing 1 (satu) orang.
VI. METODA
Metoda yang digunakan dalam pertemuan yaitu ceramah, diskusi, dan tanya
jawab.
VII. BIAYA
Penyelenggaraan pertemuan bersumber biaya dari Dana Alokasi Umum (DAU)
Kabupaten Bandung Tahun 2014.
VIII. PENUTUP
Demikian kerangka acuan ini dibuat untuk menjadi pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan pertemuan pendataan sanitasi di wilayah Kabupaten Bandung
Tahun 2014. Semoga data yang ada dapat menjadi informasi pencapaian
pembangungan kesehatan di KAbupaten Bandung melalui indikator sanitasi dan air
minum.
Mengetahui,
IX. PENDAHULUAN
Pelaksanaan kebijakan peningkatan upaya kesehatan lingkungan di Kabupaten Bandung
dirumuskan dan diarahkan untuk mencapai Visi Pembangunan Kesehatan Kabupaten Bandung, yaitu
Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung Yang Sehat Mandiri Melalui Akselerasi Indeks
Kesehatan 78 Pada Tahun 2015. Dari visi tersebut serta perubahan paradigma dan kondisi yang akan
dihadapi pada masa yang akan datang, diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung melalui
Seksi Penyehatan Lingkungan berperan dalam pembangunan kesehatan, sebagaimana tercantum
dalam salahsatu misinya yaitu menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan dalam
mencapai masyarakat Kabupaten Bandung sehat mandiri.
Untuk mencapai visi dan misi tersebut, ditetapkan tujuan pembangunan kesehatan yaitu
meningkatkan kesadran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang guna
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, dengan sasaran meningkatnya status kesehatan dan
gizi masyarakat, menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, meningkatnya penyedian
anggaran public untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko financial akibat gangguan
kesehatan bagi seluruh penduduk terutama penduduk miskin dan meningkatnya Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga.
Tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kabupaten Bandung sejalan dengan target
pemerintah pusat dalam bidang sanitasi (air minum dan sanitasi layak) yang mana telah tersirat dalam
MDGs target 7c yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air
minum layak dan sanitasi layak pada 2015.Hal inipun menjadi indikator RPJMN (2010-2014) dan
Renstra antara lain : persentasi penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas (67%),
persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat (100%), persentase penduduk yang
menggunakan jamban sehat (75%) dan jumlah desa yang melaksanakan STBM.
Kabupaten Bandung menghadapi tantangan yang cukup besar untuk mencapai target
tersebut. Sampai dengan tahun 2013, data akses air minum yang memenuhi syarat baru mencapai
59,94%, sedangkan data akses jamban yang memenuhi syarat baru mencapai 37,52 %, serta belum
ada satu desa pun yang bebas buang air besar semabarangan (SBS/ ODF).Data-data tersebut masih
di bawah angka target yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam RPJMN tahun 2010-2014). Oleh
sebab itu perlu kerja keras untuk mewujudkan target tersebut antara lain dengan melakukan
sosialisasi, koordinasi, dan advokasi dari berbagai pihak, dan berbagai tingkatan, baik Pemerintah,
swasta dan masyarakat, ditingkat Kabupaten, kecamatan dan desa/kelurahan. Cakupan penduduk
yang cukup besar dengan luas wilayah dan distribusi penduduk tidak merata di wilayah Kabupaten
Bandung merupakan sebuah tantangan cukup berat.
Dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan dalam RPJMN dan MDGs point 7c,
diperlukan keakuratan data yang ada di Kabupaten Bandung agar supaya data yang ada dan
diperlukan dalam landasan pengambilan keputusan tidak menyimpang dan sesuai dengan indicator
yang ada. Atas dasar hal tersebut, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung melalui Seksi
Penyehatan Lingkungan berupaya dengan menyelenggarakan pertemuan sosialisasi pendataan akses
sanitasi.
X. DASAR PELAKSANAAN
Peraturan serta berbagai keputusan atau kebijakan yang telah ditetapkan berkaitan dengan
pelaksanaan STBM, sebagai berikut:
6. UU Kesehatan No.36 Tahun 2009
7. Permenkes Nomor 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih
8. Kepmenkes Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum
9. Permenkes Nomor 736 Tahun 2010 mengenai Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum
10. Permenkes No 3 Tahun 2014 Tentang STBM
XI. TUJUAN
Umum :
Memberikan gambaran tentang kondisi sanitasi yang ada di Wilayah Puskesmas Ciparay.
Khusus :
4. Meningkatkan koordinasi dan menyamakan persepsi di UPTD Yankes Kecamatan Ciparay dalam
mencapai target Program Penyehatan Lingkungan melalui strategi STBM.
5. Tersedianya data dan informasi kegiatan lintas sector yang dilakukan yang berpengaruh dalam
data sanitasi dan air minum
6. Tersedianya data sanitasi dan air minum di Wilayah Kecamatan Ciparay
XII. PESERTA
Peserta pertemuan jumlahnya 81 orang, yang terdiri dari pelaksana program Kesehatan
Lingkungan dari 81 yang ada di Wilayah Puskesmas Ciparay masing-masing 1 (satu) orang.
XIV. METODA
Metoda yang digunakan dalam pertemuan yaitu ceramah, diskusi, dan tanya jawab.
XV. BIAYA
Penyelenggaraan pertemuan bersumber biaya dari Bantuan Operasional Kegiatan TA.2014
XVI. PENUTUP
Demikian kerangka acuan ini dibuat untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
pertemuan pendataan sanitasi di wilayah Puskesmas Ciparay Tahun 2014. Semoga data yang ada
dapat menjadi informasi pencapaian pembangungan kesehatan di Kabupaten Bandung melalui
indikator sanitasi dan air minum.
Bandung, April 2014
Mengetahui,
TAHUN 2015
I. PENDAHULUAN
Air sangat diperlukan oleh tubuh manusia seperti halnya udara dan makanan. Tanpa air,
manusia tidak akan bisa bertahan hidup lama. Air diperlukan untuk menunjang kehidupan antara lain
dalam kondisi yang layak untuk diminum tanpa mengganggu kesehatan. Air minum adalah air yang
dapat diminum langsung atau air yang harus dimasak terlebih dahulu sebelum dapat diminum.
Air minum dalam tubuh manusia berguna untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan
fisiologi tubuh. Setiap waktu air perlu dikonsumsi karena setiap saat tubuh bekerja dan berproses. Air
dibutuhkan untuk melarutkan dan mengolah sari makanan agar dapat dicerna oleh tubuh. Air pun
merupakan bagian ekskreta cair (keringat, air mata, air seni), tinja, uap pernafasan dan cairan tubuh
lainnya.
Kebutuhan masyarakat terhadap air minum dapat dipenuhi melalui air yang dilayani oleh
sistem perpipaan (PDAM), air dalam kemasan, air dari Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU), maupun
dari air tanah dangkal dari sumur gali, sumur pompa, penampungan mata air serta air hujan yang
diolah oleh masyarakat menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu.
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu dilaksanakan berbagai upaya
kesehatan termasuk pengawasan kualitas air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi air minum siap pakai demikian besar, sehingga
usaha depot air minum isi ulang tumbuh subur dimana-mana. Oleh karena itu hal perlu
pengawasan dan pembinaan agar kualitas air minum selalu aman dan sehat untuk dikonsumsi
masyarakat.
Pengawasan dan pembinaan hygiene sanitasi depot air minum, pengawasan kualitas air
bersih dan PDAM di masyarakat perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan, hal ini merupakan salahsatu
kegiatan untuk mengurangi atau mencegah kejadian penyakit dan atau gangguan kesehatan karena
bawaan air yang disebabkan oleh air bersih maupun air minum serta sarananya yang digunakan
untuk proses pengolahan, penyimpanan dan distribusi air minum, agar supaya air yang dikonsumsi
masyarakat memenuhi syarat seperti yang tercantum Permenkes NO. 492/MENKES/PER/IV/2002
tentang persyaratan kualitas air minum.
Puskesmas Ciparay sudah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap air bersih dan
air minum paada tahun 2011 dan sepuluh sampel air minum dan air bersih yang diperiksa
laboratorium, hasilnya sebanyak sampel (56,8%) air tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.
Berdasarkan data tersebut maka pada tahun 2015 Puskesmas Ciparay akan melakukan pengawasan
kualitas air minum Depot Air Minum Isi Ulang, air bersih dan air PDAM.
III. TUJUAN
A. Umum
Terlindunginya masyarakat dari potensi pengaruh buruk akibat konsumsi air minum yang
berasal dari Depot Air Minum, Sarana Air Bersih dan PDAM sehingga terhindar dari
kemungkinan terkena risiko penyakit bawaan air.
B. Khusus
1. Teridentifikasi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) yang memiliki tanda terdaftar, sertifikat
hygiene sanitasi sehingga masyarakat terlindung dari pengaruh buruk mengkonsumsi air
yang berasal dari DAMIU.
2. Teridentifikasi faktor resiko pada proses isi ulang air minum mulai dari air baku sampai
menjadi air minum melalui audit sanitasi.
3. Diketahuinya kualitas air minum dari DAMIU, air bersih dan air PDAM baik secara kimia dan
bakteriologi melalui pemeriksaan laboratorium.
2. Pelaksanaan
a. Pendataan DAMIU yang sudah dan belum memiliki tanda terdaftar dan sertifikat hygiene
sanitasi.
b. Audit sanitasi sarana Depot Air Minum Isi Ulang.
c. Pengambilan sampel air minum DAMIU, air bersih dan air PDAM di masyakarakat secara
bakteriologi dan kimia untuk pemeriksaan laboratorium.
1. Mekarsari 4 7
2. MAnggungharja 1 3
JUMLAH 5 10
VIII. PENUTUP
Terlindunginya masyarakat dari potensi pengaruh buruk akibat konsumsi air minum
merupakan tanggungjawab pemerintah dalam hal ini termasuk Dinas Kesehatan. Maka dari itu perlu
upaya pengawasan dan pembinaan berkelanjutan dan terintegrasi serta didukung pengetahuan,
sikap, serta perilaku yang benar dari pengelola dan penjamahnya sehingga pengelola DAMIU, PDAM
dan unit pengelola lainnya dapat memproduksi air minum yang memenuhi syarat kesehatan untuk
mencegah kejadian penyakit dan atau gangguan kesehatan akibat bawaan air.
Demikian kerangka acuan ini dibuat untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
pengawasan dan pembinaan Depot Air Minum Isi Ulang, air bersih dan air PDAM di wilayah
Puskesmas Ciparay Tahun 2015.
Bandung, April2015
Mengetahui,
Rina Nurbaeti
dr. Hj.Rikmasari
NIP. 197004112005012009 NIP. 19830925 2010 02 2006