Anda di halaman 1dari 12

1.

Standar penyuluhan tentang KB


2. Standar penyuluhan kelas ibu hamil
3. Standar penyuluhan tentang imunisasi
4. Standar penyuluhan tentang gizi
5. Standar pencatatan PWS KIA
6. Standar pencatatan kohort
7. Standar MMD
8. Standar kunjungan rumah
9. Standar penyuluhan kesling/PHBS
10. Standar penyuluhan penyakit degenerative
11. Standar penyuluhan kelas ibu balita
12. Standar pemeriksaan antenatal care
13. Standar pertolongan persalinan normal
14. Standar perawatan ibu nifas normal / postnatal care
15. Standar kunjungan neonatal care
16. Standar penyuluhan system reproduksi remaja
17. Standar kemitraan dengan paraji
18. Standar melakukan kb suntik
19. Standar melakukan pemasangan dan off implant
20. Standar pemasangan dan off IUD
21. Standar pemberian pil KB
22. Standar melakukan sterilisasi alat
23. Standar rujukan maternal dan neonatal
24. Standar pelaporan PWS
25. Standar melakukan audit maternal di nakes dan masyarakat
26. Standar pelacakan ibu hamil beresiko
27. Standar penanganan pre eklamsi
28. Standar penanganan perdarahan pervaginam
29. Standar penanganan hyperemesis
30. Standar penanganan anemia ibu hamil
31. Standar penanganan ibu hamil KEK
32. Standar penanganan KPD
33. Standar penanganan fluor albus kehamilan
34. Standar penanganan distosia bahu
35. Standar penanganan partus lama
36. Standar penanganan hecting perineum
37. Standar penanganan perdarahan antepartum (KBI/KBE)
38. Standar penanganan retensio placenta
39. Standar penangana aspiksia pada BBL
40. Standar penangan bayi BBLR
41. Standar penanganan bayi hipotermi
42. Standar penyuluhan asi ekslusif
43. Standar pemberian PMT pada balita
Ok

Standar pelaksanaan posyandu

44. Standar penyuluhan tentang IMS


45. Standar penyuluhan tentang NAPZA
46. Oi89ukkjlk

BIDAN DESA

Definisi Bidan Desa dan program bidan desa


1. Definisi Bidan Desa
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan
diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of
International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam
pertemuan Internasional / Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27,
pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah
seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus
dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki
izin yang sah untuk melakukan praktik bidan (Depkes RI, 2007b).

2. Tujuan Penempatan Bidan Di Desa


Tujuan penempatan bidan di desa secara umum adalah untuk meningkatkan mutu dan
pemerataan pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan Posyandu dalam rangka menurunkan
angka kematian ibu, anak balita dan menurunkan angka kelahiran, serta meningkatkan kesadaran
masyarakat berperilaku hidup sehat.

Secara khusus tujuan penempatan bidan desa adalah :

1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat,

2. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan,

3. Meningkatkan mutu pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas dan perinatal,
serta pelayanan kontrasepsi,

4. Menurunnya jumlah kasus-kasus yang berkaitan dengan penyulit kehamilan, persalinan dan
perinatal,
5. Menurunnya jumlah balita dengan gizi buruk dan diare,

6. Meningkatnya kemampuan keluarga untuk sehat dengan membantu pembinaan kesehatan


masyarakat,

7. Meningkatnya peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD termasuk gerakan Dana Sehat
(Depkes RI, 2002).

3. Tugas dan Wewenang Bidan di Desa


Tugas Bidan di Desa
Tugas seorang bidan di suatu desa adalah sebagai berikut: 1)Melaksanakan kegiatan di desa
wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki dan diberikan, 2)Menggerakkan dan membina masyarakat desa di
wilayah kerjanya (Depkes RI, 2002).
Wewenang Bidan di Desa
Peraturan Menteri Kesehatan RI (Permenkes) Nomor 572/Menkes/ RI/1996 menjelaskan
bahwa bidan di dalam menjalankan prakteknya, berwenang untuk memberikan pelayanan KIA,
Wewenang bidan yang bekerja di desa sama dengan wewenang yang diberikan kepada bidan
lainnya. Hal ini diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan (Depkes RI, 1997). Wewenang
tersebut adalah sebagai berikut :
o Wewenang umum
Kewenangan yang diberikan untuk melaksanakan tugas yang dapat dipertanggungjawabkan
secara mandiri.
o Wewenang khusus
Wewenang khusus adakah untuk melaksanakan kegiatan yang memerlukan pengawasan dokter.
Tanggung jawab pelaksanaannya berada pada dokter yang diberikan wewenang tersebut.
o Wewenang pada keadaan darurat
Bidan diberi wewenang melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan penderita atas
tanggung jawabnya sebagai insan profesi. Segera setelah melakukan tindakan darurat tersebut,
bidan diwajibkan membuat laporan ke Puskesmas di wilayah kerjanya.
o Wewenang tambahan
Bidan dapat diberi wewenang tambahan oleh atasannya dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan masyarakat lainnya, sesuai dengan program pemerintah pendidikan dan pelatihan yang
diterimanya.
Tempat Tinggal

Sesuai dengan namanya bidan desa, maka bidan desa ditempatkan dan diwajibkan tinggal di desa
(polindes) tersebut serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi 1
sampai 2 desa. Dalam melaksanakan tugasnya bidan bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Puskesmas setempat (Depkes RI, 1997).

Kegiatan atau peran Bidan Desa

1. Penyuluhan / Pendidikan Kesehatan


2. Rujukan

Upaya-upaya Pemecahan Masalah Pelayanan Bidan Desa Terhadap tingginya Angka kematian
ibu adalah:

a. Pemerintah

1. Memberdayakan tenaga koordinator bidan yang bertugas dan mempunyai


wewenang dalam memantau dan membina kinerja bidan desa dalam aspek teknis
maupun aspek pengelolaan program KIA,
2. Arahan, dukungan Dinas Kesehatan Kabupaten menjadi unit terdepan dalam
pemantauan, pembinaan bidan desa serta bertanggung jawab dalam fasilitas
kelancaran pelaksanaan tugas bidan desa di wilayahnya.

b. Masyarakat

1) Suami Siaga,

2) Bidan Siaga,

3) Warga Siaga,

4) Desa Siag

PROGRAM BIDAN DESA


Salah satu program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah menurunkan kematian dan kejadian
sakit di kalangan ibu, dan untuk mempercepat penurunan angka Kematian Ibu dan Anak adalah
dengan meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan ibu dan
perinatal. Dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan kebidanan dan kesehatan anak terutama di
desa maka tenaga kesehatan (medis) seperti bidan harus menjalin kerjasama yang baik dengan
tenaga non medis seperti dukun dengan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan
harapan dapat:

meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan


dapat mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan

Selain bekerja sama dengan tenaga non medis seperti dukun,bidan desa juga bekerja sama
dengan masyarakat yang secara sukarela membantu dan melaksanakan pos yandu. Biasanya
masyarakat tersebut telah mendapat pelatihan dalam menjalankan tugasnya tersebut sebagai
kader. Tugas dan fungsi bidan utama bidan desa adalah memberikan pelayanan kesehatan ibu
dan anak, sebagaimana tertuang dalam SE Dirjen Binkesmas No. 492/Binkesmas/Dj/89 yang
menyatakan penempatan bidan desa adalah memberikan pelayanan ibu dan anak serta KB dalam
rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta kelahiran. Namun pada kenyataannya
bidan desa dibebani dengan berbagai macam program pelayanan kesehatan lainnya. Pada kondisi
ini bidan desa dihadapkan pada keterbatasan kemampuan dan kondisi masyarakat yang beragam
karakteristik.

Kehadiran bidan di desa diharapkan mampu memperluas jangkauan pelayanan yang telah ada
sekaligus dapat meningkatkan cakupan program pelayanan KIA melalui:

peningkatan pemeriksaan kesehatan ibu hamil yang bermutu


pertolongan persalinan
deteksi dini faktor kehamilan dan peningkatan pelayanan neonatal.
Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi

Serta bekerja sama dengan kader posyandu mencari sasaran ibu hamil
dengan melakukan :
kunjungan rumah
sosialisasi pentingnya pemeriksaan kesehatan antenatal
memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan secara rutin minimal empat kali
selama kehamilannya.

Bidan di desa telah melalui tingkat pendidikan kebidanan dan telah mampu dan cakap dalam
melaksanakan tugasnya sebagai bidan. Rasa malu pada pemeriksaan kehamilan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi cakupan pelayanan antenatal.Masyarakat malu untuk
memeriksakan dirinya terutama pada kehamilan pertama. Pemberian bantuan tambahan gizi bagi
ibu hamil merupakan daya tarik tersendiri dalam kunjungan pelayanan antenatal dan dapat
meningkatkan kunjungan ibu.

Prinsip Pelayanan Kebidanan di Desa

Pelayanan di komunitas desa sifatnya multi disiplin meliputi ilmu kesehatan masyarakat,
kedokteran, sosial, psikologi, komunikasi, ilmu kebidanan, dan lain-lain yang mendukung
peran bidan di komunitas
Dalam memberikan pelayanan di desa bidan tetap berpedoman pada standar dan etika
profesi yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
Dalam memberikan pelayanan bidan senantiasa memperhatikan dan memberi
penghargaan terhadap nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sepanjang tidak merugikan
dan tidak bertentangan dengan prinsip kesehatan.

Bidan di desa juga membuat laporan kegiatan bidan setiap bulan dan diserahkan kepada bidan
koordinasi pada saat bidan di desa melaksanakan tugasnya ke puskesmas

Perintisan Desa Siaga

Pengertian Desa Siaga


Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta
kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri.
Desa siaga ini merupakan program pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sehat
2010. Disini, pengembangan desa siaga perlu dilaksanakan karena desa merupakan basis bagi
kesehatan masyarakat Indonesia. Desa yang dimaksud dalam desa siaga adalah kelurahan atau
istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia.

Tujuan Desa Siaga


Pengembangan desa siaga memiliki beberapa tujuan :
Tujuan Umum :
Terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap masalah-masalah
kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan di desanya.
Tujuan Khusus :
Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan dan
melaksanakan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di
bidang kesehatan.
Meningkatnya kesehatan di lingkungan desa.
Meningkatnya kesiagaan dan kesiapsediaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah penyakit, dan sebagainya).

Sejarah Desa Siaga


Penggagas Desa Siaga ini adalah seorang aktivis perburuhan. Sri Kusyuniati (50), sebelum
mencetuskan Desa Siaga telah menggeluti bidang perburuhan selama belasan tahun. Aktivis
yang akrab dipanggil Kus ini, bahkan mendirikan Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) untuk
membela kepentingan kaum buruh perempuan, dan pernah menjabat sebagai direktur eksekutif
selama hampir 13 tahun.
Sepak terjangnya merintis Desa Siaga ini sendiri bermula tahun 2001-2003, saat ia bekerja untuk
Program Maternal and Neonatal Health bantuan dari USAID. Selain itu, pasca-lengsernya
mantan presiden Soeharto, berbagai gerakan memang berkembang pesat di Indonesia, termasuk
gerakan buruh. Menurut Kus, saat itu isu kesehatan terlupakan, karena rakyat umumnya
berkonsentrasi pada persoalan politik dan reformasi.
Menyadari masih kurangnya perhatian masyarakat terhadap isu kesehatan, Kus pada waktu itu
berupaya merancang bentuk pengorganisasian masyarakat dengan menggunakan isu kesehatan.
Ia lantas menggagas suatu program kesehatan untuk ibu dan bayi baru lahir, yakni program Siaga
(Siap-Antar-Jaga). Melalui program ini, Kus ingin menyelamatkan para ibu dari kematian akibat
persalinan, sebab angka kematian ibu akibat persalinan di Indonesia sangat tinggi.
Tragisnya, menurut Kus, penyebab kematian tersebut adalah hal-hal sepele yang bisa
dihindarkan. Hal sepele itu berpangkal dari 3 Terlambat, yakni terlambat dibawa ke rumah
sakit, terlambat ditangani, dan terlambat mendapatkan pertolongan.
Kus kemudian mencoba mengatasi persoalan ini, antara lain dengan cara menghidupkan lagi
sistem pranata desa yang pernah berlangsung di tahun 1960-an, di mana dalam keadaan darurat,
seluruh masyarakat desa bersiaga. Sarana komunikasi berupa kentongan dihidupkannya kembali,
dan kepedulian sosial yang telah mulai meredup di kalangan warga desa, perlahan namun pasti,
dibangkitkannya lagi.
Ia ingin membangun suatu pranata masyarakat di mana kebersamaan timbul bukan karena
suruhan atau paksaan dari atas, melainkan muncul atas kesadaran dan kerelaan dari bawah,
atau dari kalangan masyarakat itu sendiri.
Gagasan perempuan yang berlatar pendidikan ilmu keguruan dan perburuhan ini ternyata cukup
berhasil. Pada tahun kedua berjalannya program ini, Desa Siaga tumbuh pesat, dari 55 buah
menjadi 300 Desa Siaga. Keberhasilan ini mendapat tanggapan positif dari Pemerintah Daerah
(Pemda) Jawa Barat, yang lantas mengadopsi konsep ini untuk dijalankan di wilayahnya.
Keberadaan Desa Siaga, ternyata telah memberikan dampak positif, antara lain berhasil
menurunkan angka kematian ibu dan anak, sehingga pada tahun 2004 program ini diadopsi oleh
Departemen Kesehatan, dan menjadi kebijakan nasional. Pada tahun 2006, Depkes menargetkan
terbentuknya 12.000 Desa Siaga, dan tahun 2008, seluruh desa diharapkan telah menjadi Desa
Siaga. Pengembangan Desa Siaga ternyata dipandang penting sebagai basis menuju masyarakat
Indonesia Sehat.

Sasaran Desa Siaga


Sasaran desa siaga dibedakan menjadi tiga jenis untuk mempermudah strategi intervensi, yaitu :
1. Semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, serta
peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
2. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga atau
dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh
masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader, serta petugas
kesehatan.
3. Pihak-pihak yang diharapkan memberi dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan,
dana, tenaga, sarana, dan lain-lain seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat terkait, swasta, para
donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.

Komponen Desa Siaga


Kriteria Desa Siaga
Sebuah desa dikatakan desa siaga apabila telah memenuhi syarat sekurang-kurang satu buah
Poskesdes (Pos Kesehatan Desa). Poskesdes merupakan upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Poskesdes dapat dikatakan sebagai suatu sarana kesehatan
yang merupakan pertemuan antara upaya-upaya masyarakat dan dukungan pemerintah.
Pelayanan di Poskesdes dapat meliputi upaya preventif (pencegahan), promotif (penyuluhan),
dan kuratif (pengobatan) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan
melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya.
Poskesdes diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai
UKBM lain yang dibutuhkan masyarakat desa (Warung Obat Desa, Kelompok Pemakai Air,
Arisan Jamban Keluarga, dan lain-lain). Lain kata, poskesdes berperan sebagai koordinator dari
UKBM-UKBM lain.
Kegiatan-kegiatan dalam sebuah Poskesdes merupakan kegiatan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat, secara minimal berupa :
Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit menular dan
penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), dan faktor-faktor risikonya
(termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang berisiko.
Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi
menimbulkan KLB, serta faktor risikonya (termasuk status gizi).
Kesiapsiagaan dan penanggulangan becana dan kegawatdaruratan kesehatan.
Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensinya.
Kegiatan-kegiatan lain yaitu promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi (kadarzi),
peningkatan PHBS, penyehatan lingkungan, dan lain-lain, merupakan kegiatan pengembangan.
Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang bidan), dengan dibantu oleh
minimal 2 (dua) orang kader kesehatan. Untuk penyelenggaraan poskesdes, harus tersedia sarana
fisik yang meliputi bangunan, perlengkapan, dan peralatan kesehatan. Beberapa alternatif
pembangunan poskesdes dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Mengembangan rumah pondok bersalin desa (Polindes) yang telah ada menjadi poskesdes.
2. Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya Balai RW, Balai Desa, Balai
pertemuan desa, dan lain-lain.
3. Membangun bangunan baru, yaitu dengan pendanaan dari pemerintah (Pusat atau Daerah),
donatur, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.
Untuk melancarkan komunikasi dengan masyarakat dan dengan sarana kesehatan lain
(khususnya Puskesmas), Poskesdes dapat memiliki sarana komunikasi.

Pendekatan Pengembangan Desa Siaga


Pengembangan desa siaga dilaksanakan dengan membantu / memfasilitasi masyarakat untuk
menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi,
yaitu dengan menempuh tahap-tahap :
Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi masalah.
Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan, dan melaksanakannya.
Memantau, mengevaluasi, dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan.
Secara garis besar, langkah pokok yang perlu ditempuh untuk mengembangkan desa siaga
meliputi :
1. Pengembangan Tim Petugas
Pengembangan tim petugas dilakukan paling awal, sebelum kegiatan yang lain dilaksanakan.
Langkah ini bertujuan untuk mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah
Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan ini bias berbentuk
sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi sesuai kondisi setempat.
Diharapkan setelah diadakan pelatihan petugas, petugas akan memahami tugas dan fungsinya
serta siap bekerja sama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada pemangku
kepentingan dan masyarakat.
2. Pengembangan Tim Masyarakat
Langkahh ini bertujuan untuk menyiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat
agar tahu dan mau bekerja sama dalam satu tim untuk mengembangkan desa siaga. Langkah ini
termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan
dukungan, baik berupa kebijakan, anjuran, restu, dana maupun sumber daya lain sehingga
pengembangan desa siaga dapat berjalan lancar. Pendekatan juga dilakukan kepada tokoh
masyarakat agar tokoh masyarakat memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk
opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan desa siaga.
Jika di daerah yang akan dikembangkan desa siaga telah terbentuk wadah-wadah kegiatan
masyarakat di bidang kesehatan, seperti Konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun
Puskesmas, Lembaga Pamberdayaan Desa, PKK serta organisasi kemasyarakatan lainnya,
hendaknya lembaga-lembaga ini diikutsertakan dalam setiap pertemuan dan kesepakatan.
3. Survei Mawas Diri (SMD)
Community Self Survey (CSS) bertujuan agar pemuka-pemuka masyarakat mampu melakukan
telaah mawas diri untuk desanya.Survey ini dilakukan oleh pemuka masyarakat setempat dengan
bimbingan tenaga kesehatan. Setelah diadakan kegiatan SMD ini diharapkan ada identifikasi
masalah-masalah kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam
mengatasi masalah kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka membangun Poskesdes.
4. Musyawarah Mufakat Desa (MMD)
MMD ini bertujuan untuk mencari alternatif pemecahan masalah kesehatan dan upaya
membangun Poskesdes, dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk
menyusun rencana jangka panjang pengembangan desa siaga. Musyawarah diselenggarakan oleh
para tokoh masyarakat (ternasuk tokoh perempuan, pemuda, dan dunia usaha) bersama dengan
seluruh masyarakat di desa siaga. Pada saat musyawarah, permasalahan dan temuan data yang
berkaitan dengan kesehatan disajikan kemudian diselesaikan dengan solusi pemecahan dan
termasuk pembangunan Poskesdes serta pengembangan desa siaga.
5. Pelaksanaan Kegiatan
Pemilihan Kader dan Pengurus Desa Siaga
Orientasi / Pelatihan Kader Desa Siaga
Pengembangan Poskesdes dan UKBM yang lain
Penyelenggaraan seluruh kegiatan Desa Siaga
6. Pembinaan dan Peningkatan
Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian desa siaga adalah keaktifan para kader. Oleh
karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upaya-upaya untuk memenuhi
kebutuhan para kader agar tidak drop out. Kader-kader yang memilki motivasi memuaskan
kebutuhan social psikologisnya harus diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani dengan
pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh pendapatan tambahan,
misalnya dengan diberi gaji / insentif atau difasilitasi agar mau berwirausaha.
Untuk dapat melihat perkembangan desa siaga perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi,
sehingga seluruh kegiatan-kegiatan di desa siaga perlu dicatat oleh para kader, misalnya buku
register UKBM (kegiatan Posyandu dicatat dalam buku Register Ibu dan Anak Tingkat Desa
atau RIAD dalam Sistem Informasi Posyandu.

Indikator Keberhasilan Desa Siaga


1. Indikator Masukan
Indikator masukan adalah untuk mengukur sebarapa besar masukan telah diberikan dalam rangka
pengembangan desa siaga, meliputi :
Ada / tidaknya Forum Masyarakat Desa
Ada / tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta perlengkapannya
Ada / tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat.
Ada / tidaknya tenaga kesehatan (minimal seorang bidan)
2. Indikator Proses
Indokator proses adalah indicator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di
suatu desa dalam rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa
Berfungsi / tidaknya Poskesdes
Berfungsi / tidaknya UKBM yang ada
Berfungsi / tidaknya Sistem kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan
dan bencana.
Berfungsi / tidaknya Sistem Surveilans berbasis masyarakat
Ada / tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
3. Indikator Keluaran
Indikator keluaran untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa
dalam rangka pengembangan Desa Siaga, meliputi :
Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes
Cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain.
Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan
Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS4.
4. Indikator Dampak
Indikator ini mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan di desa dalam rangka
pengembangan desa siaga, meliputi :
Jumlah penduduk yang menderita sakit
Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa
Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia
Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia
Jumlah balita dengan gizi buruk.
Diposkan oleh leny widi astuti di 8:45 PM
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi k

Anda mungkin juga menyukai