PENGANTAR
A. Latar Belakang
yang sangat merugikan bagi penderita. Salah satu efek samping antikanker yang
sering muncul adalah mual dan muntah (chemotherapy induce emesis). Hal ini
mual dan muntah walaupun hal itu jarang yang mengancam jiwa (Grunberg &
Hesketh, 1993). Mual dan muntah pada pemberian sitotoksika merupakan gejala
atau keluhan yang menduduki peringkat I dan II pada pasien yang mendapat
kemoterapi. Mual dan muntah dialami sebanyak 70-80% pasien yang diberi
dapat mengurangi biaya perawatan pasien yang disebabkan oleh muntah, seperti
dan muntah yang berat dapat menyebabkan robeknya esophagus, herniasi gaster
1
fraktur tulang dada, dan bergesernya diskus tulang vertebratae yang akhirnya
mustard, prokarbazin, dan streptosin menyebabkan muntah lebih dari 75% pasien
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya mual dan muntah antara lain besarnya
dosis sitotoksika dan cara pemberian obat seperti pemberian intravena maupun
oral. Semakin besar dosis antikanker semakin besar risiko muntah, sedangkan
Karakteristik pasien seperti penderita kanker usia muda biasanya lebih peka
terhadap efek mual dan muntah bila dibanding dengan pasien usia tua, penderita
perempuan umumnya lebih peka terhadap mual muntah sehingga perlu perhatian
frekuensi muntahnya yaitu mual muntah level 1 (satu) jika frekuensi muntah
kurang dari 10%, level 2 (dua) jika frekuensi muntah 10%-30%, level 3 (tiga) jika
2
level 5 (lima) jika frekuensi muntah lebih dari 90% (Hesketh & Longstreth, 2002).
Terapi mual dan muntah umumnya disesuaikan dengan risiko terjadinya muntah.
Risiko muntah menengah sampai berat (level 3-5), obat yang efektif adalah
hidroksitriptamin).
kanker. Ada tiga tipe muntah yang diidentifikasikan pada pasien yang menerima
kemoterapi yaitu (a) Akut (chemotherapy induces emesis acute) adalah suatu
kejadian emesis yang terjadi dalam durasi 24 jam, biasanya terjadi pada saat
menyebabkan mual muntah yang berulang atau terus menerus; (b) Tertunda
(delayed emesis) adalah suatu tipe emesis yang terjadi setelah 24 jam pertama
sejak pemberian obat sitostatika dan akan mengalami onset 3-5 hari, pada
beberapa kasus pada emesis tipe ini dapat menyebabkan anoreksia. Puncaknya
mencapai 48-72 jam setelah pemberian cisplatin dan mungkin sampai satu
minggu bahkan lebih; (c) Antisipator (anticipatory nausea and vomiting) yaitu ini
terjadi pada pasien yang sudah merasa mual atau rasa tidak enak perut dan cemas,
padahal obat sitostatika belum diberikan (Anne dkk., 2002). Ada beberapa
3
Dalam penelitian ini dikaji adalah antiemetik dan rumah sakit yang
Kanker Dharmais sebagai tempat penelitian didasarkan karena rumah sakit ini
merupakan pusat rujukan nasional untuk penyakit kanker dan spesifikasi penyakit
dasar indikasi yang kuat di samping terapi antikanker dan harus sesuai dengan
efek samping yang dapat memperparah keadaan pasien itu sendiri; antiemetik
yang digunakan di RS Kanker Dharmais adalah salah satu obat yang sudah cukup
sesuai dengan standar-standar terapi yang ada, apakah efektif dan aman secara
tanpa disadari oleh tenaga kesehatan serta pasien. Diharapkan dapat memberikan
masukan yang bermanfaat bagi rumah sakit, dan mendorong para klinisi untuk
melakukan penelitian di lapangan agar pemakaian obat yang dapat dipakai sebagai
4
B. Perumusan Masalah
Oktober 2012?
pada pasien kanker yang menerima kemoterapi cisplatin atau kombinasi cisplatin
5
C. Tujuan Penelitian
Oktober 2012.
D. Manfaat Penelitian
dan efisiensinya dalam mengurangi efek mual dan muntah pada pasien
6
2. Mendukung proses terapi pada pasien kanker oleh dokter maupun
E. Keaslian Penelitian
maju. Beck dkk., (1993) melakukan penelitian antiemetik pada pasien kanker
sedang akibat kemoterapi. The Italian Group for Antiemetic Research (2000),
Deksametason bila diberikan bentuk tunggal cukup kuat melindungi efek delayed
muntah pada penderita kanker dan telah ditetapkan sebagai antiemetik pada
chemoterapy induce nausea & vomitus (Goodin & Cunningham, 2002). Pada
7
terhadap timbulnya muntah akibat kemoterapi antara 40%-60% bila diberikan
dan muntah akibat kemoterapi cisplatin pada dosis 1mg PO/IVdan 2mg per oral
(PO). Granisetron oral dapat mencegah muntah dalam 24 jam sebesar 41,4%-
54,5% dan 54,7% setelah kemoterapi (Hesketh dkk., 1997; Abang dkk., 2000),
(Gebbia dkk.,1994; Latreille dkk., 1995; Handberg dkk., 1998; Baudner dkk.,
1999; Abang dkk., 2000; Aysin dkk., 2000). Granisetron dikombinasi dengan
dkk.,1995; Silva dkk., 1996; Barrajan dan Ramon, 2000; Chua dkk., 2000).
Profilaksis mual dan muntah dengan ondansetron 8mg, 24mg, dan 32mg
Aysin dkk., 2000; Hesketh, 1997; Mabro, 1999; Park dkk., 1999). Sedangkan
muntah 71%-83% (Cunningham dkk., 1996; Krzakowski dkk., 1998; Chua dkk.,
2000).
dapat 75% (Yalcin dkk., 1999; Atsin dkk., 2000; Chua dkk., 2000). Profilaksis
granisetron pada kemoterapi cisplatin dengan dosis 1mg dan 3mg dapat mencegah
8
muntah dengan dosis 3mg (90%) dibanding dosis 1mg (57,9%) (Wahyuningsih,
2004). Hasil penelitian di salah satu rumah sakit di Yogyakarta pada tahun 2003
kanker yang mendapat sitostatika dengan tingkat emetogenik ringan, sedang dan