Anda di halaman 1dari 7

KEWIRAUSAHAAN

Rahasia Sukses Ita Yuliati sebagai Presiden Direktur PT Alita Praya


Mitra Bandung

Disusun Oleh :

1. Maulida Royatul Millah 5302413004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2015
KISAH SUKSES ITA YULIATI

Memulai bisnis seorang diri dari rumahnya, Ita Yulianti merambah bisnis dunia teknologi
Komunikasi lewat PT Alita Praya Mitra. Debut proyeknya bukanlah di wilayah domestik tapi justru
dinegara konflik yang sedang berperang seperti Kamboja. Keberanian mengambil resiko itu justru
membuahkan kepercayaan menangani proyek-proyek besar yang beromset hingga miliaran rupiah.

Perkenalannya pada dunia telekomunikasi memang sudah menjadi pilihannya sejak bangku kuliah.
Begitu lulus sekitar tahun 1983, perempuan asli Bandung inimulai bekerja di PT Industri Telekomunikasi
Indonesia (INTI). Disini ia diterjunkan di bagian transmission engineering. Saya berkembang dan belajar
banyak hal di PT. INTI karena dilibatkan di berbagai proyek. Saya mengenal lingkungan industri
telekomunikasi secara keseluruhan juga saat di inti, ungkapnya.

Sebagai satu-satunya perusahaan yang mengerjakan proyek infrastruktur telekomunikasi seperti


switching, produksi telepon dan fiber optic, di perusahaan ini pula Ita mengenal vendor telekomunikasi
terkemuka asal Jepang, NEC.
Setelah menikah, Ita harus mengikuti suami pindah ke Jakarta yang membuatnya harus resign dari
PT INTI di Bandung. Selanjutnya ia bergabung dengan PT Nasio SDN Electric, salah satu perusahaan
telekomunikasi swasta pertama di Indonesia yang berdiri pada tahun 1969. Cikal bakal berkembangnya
Alita sendiri terjadi saat Ita memutuskan untuk mundur dari Nasio.

Kiprahnya membangun PT Alita Praya Mitra bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba. Setelah
belasan tahun berkecimpung di industri telekomunikasi sebagai karyawan, barulah Ita berani
mengembangkan sayap dengan mendirikan perusahaan sendiri.

Saat didirikan pada 1995, PT Alita Praya Mitra memiliki visi menjadi pemain global. Pada 1996,
perusahaan yang dipimpin Ita Yuliati ini sudah bermitra dengan Indosat dan berkarya di Kamboja
membangun sarana infra-struktur telekomunikasi di negeri itu. Ekspansinya juga berkembang ke Eropa.

Di wilayah domestik, Ita memulai di Jawa Tengah dimana Alita mendapatkan kepercayaan untuk
memberikan jasa telekomunikasi oleh PT Telekomunikasi Indonesia, TBK divisi regional IV yaitu
wilayah Jawa Tengah-DI Yogyakarta. Tak lama setelah itu Alita mulai mendapat banyak tawaran. Mulai
dari mmebnagun menara base transceiver system (BTS) dari IM3 Indosat di Jabotabek serta ditawari
Satelindo untuk mebangun menara dalam jumlah lebih banyak yaitu 25 unit.

Semakin dikenalnya rekam jejak Alita, giliran PT. XL Axiata Tbk mempercayakan Alita untuk
mengerjakan proyek transmisi bersama dengan NEC di luar Jawa. Dalam hal ini Alita bertindak sebagai
main kontraktor dan menjadi sistem integrator. Sedangkan perangkatnya disediakan NEC. Kepercayaan
operator Indonesia mulai tumbuh seiring dengan makin banyaknya proyek yang dikerjakan Alita, bahkan
hingga saat ini Alita pun masih dipercayakan untuk mengerjakan berbagai proyek telekomunikasi di
Indonesia dan Kamboja.

Setelah itu, jalan pun terentang lapang. Reputasinya makin dikenal sebagai pemain yang patut
diperhitungkan di bisnis konstruksi dan pemasok telekomunikasi. Bahkan, Alita kemudian juga masuk di
bisnis TI setelah diajak berpatungan dengan anak usaha AT & T, Sterling Commerce, dengan mendirikan
PT Alita Process Inovasi (API). Sterling Commerce kuat dalam pengembangan aplikasi dan proses bisnis,
khususnya supply chain, untuk kepentingan outsourcing. Di API, Ita memegang mayoritas saham (70%).
Di sini ia bukan menjadi reseller. Platform bisnis ini jutaan dolar. Saya juga harus invest banyak. Belum
lagi, saya harus melakukan edukasi ke pelanggan di Indonesia karena bisnisnya value added sehingga
butuh banyak penjelasan. Makanya, saya nggak mau sekadar jadi reseller," katanya.

Diawaki 20 karyawan inti, API berkembang pesat dan telah memiliki banyak klien. Pertamina,
misalnya, memercayainya mengembangkan sistem tracking dengan teknologi Global Positioning System
(GPS) untuk mobil-mobil tangki Pertamina di Sulawesi. Kami yang membuat middleware, petanya, dan
sebagainya," ungkap Ita. API juga sedang membantu klien perusahaan semen di Vietnam
mengembangkan aplikasi GPS untuk sebuah perusahaan taksi, dan membantu BNI dalam pengembangan
sebuah proses bisnis.

Sukses di TI benar-benar membuat Ita kian bersemangat berbisnis. Selain mendirikan API, di bisnis
TI, Alita mengembangkan pula PT Nutech Integrasi (NI), berpatungan dengan Nutech Malaysia (20%).
Sementara API lebih banyak ke proses bisnis dan supply chain management, spesialiasi NI di bidang
payment solution. NI mengembangkan digital smartcard, bekerja sama dengan Freedom. Salah satu
proyeknya, ticketing system dan smartcard proyek bus Trans-Jakarta di Jakarta (koridor II dan III),
termasuk pemeliharaannya. Jadi, di bisnis TI kami sudah punya dua kaki (API dan NI). Ini bisnis masa
depan," katanya menerangkan.

Sebenarnya, penetrasi ke bisnis TI merupakan bagian dari strategi Ita untuk tidak menaruh telur di
satu keranjang. Apalagi, menurutnya, bisnis infrastruktur telekomunikasi juga bisa mengalami saturasi.
Contohnya, penetrasi infrastruktur untuk 3G yang katanya akan boom ternyata tak membutuhkan
tambahan infrastuktur dari yang sudah dimiliki operator GSM. Saya pikir ke depan adalah era aplikasi
dan konten. Untung sekali datang mitra asing seperti Freedom dan Sterling yang mencari kami," ujarnya
mengenang. Hanya saja, di bisnis TI pihaknya tak ingin masuk sebagai pengembang software pada
umumnya seperti Balicamp, tapi memilih berinvestasi mengembangkan software untuk kepentingan alih
daya.

Yang jelas, antusiame menggarap bisnis TI tak mengendurkan cengkeraman Alita di bisnis
telekomunikasi. Ternyata, sejak 1999 Ita membeli 50% saham PT Nasio Karya Pratama, perusahaan
tempatnya pernah bekerja. Rupanya, perusahaan itu mengalami stagnasi dan istri pendiri memintanya
kembali, dengan status sebagai pemilik. Akhirnya, saya beli 50% sahamnya dan saya mulai bangun
kembali dari nol," ujarnya seraya menjelaskan, sejak 2005 Alita Indonesia dijadikan holding.

Pada pertengahan 2005, Alita mulai merambah pasar Eropa Timur, melalui Hongaria yang
dinilainya sebagai negara yang cukup strategis di antara negara-negara tetangganya, seperti Bosnia,
Kroasia, Serbia, Macedonia, Bulgaria.

Pada November 2007, sang pendiri Ita Yuliati akhirnya membidani kelahiran anak perusahaan Alita
di Kroasia, yang kemudian di beri nama Alita Europe Kft. Uniknya di balik semua keputusannya itu bukan
hanya dari sisi bisnis, tetapi Ita melihat ada peluang besar memasarkan kompetensi bangsa Indonesia ke
mancanegara. "Ini terbukti di Kamboja, kami bisa memasarkan kompetensi RI. Kini kami memberikan
pelatihan dan solusi ICT pada sejumlah perusahaan di sana sehingga tenaga-tenaga ahli Indonesia bisa
berkontribusi pada pengembangan SDM di negri berkembang itu," ungkapnya.

Alita memiliki beberapa anak anak usaha, di antaranya PT Nasio Karya Pratama, PT Buana Selaras
Globalindo, dan PT Alita Nasio Kaliyanamitra (pembangun BTS), ketiganya terkait dengan bisnis
telekomunikasi, serta dua perusahaan lagi API dan NI yang mem bidangi TI.

Tentang rahasia di balik pertumbuhan bisnisnya, Ita mengatakan, semua itu tak lepas dari visi yang
menjadi mimpinya dari awal bahwa dirinya ingin Alita menjadi pemain internasional. Ia berusaha
konsisten dengan mimpinya itu. Tak hanya itu, dari awal pihaknya berusaha menciptakan sesuatu yang
punya differentiation point. Makanya, kami mengupayakan meraih ISO dari KEMA. Kami termasuk
perusahaan telekomunikasi di Indonesia yang pertama mendapatkannya," ujarnya lagi. Kualitas memang
jadi perhatian utamanya. Jangan heran, dalam proses rekrutmen SDM, ia berusaha menggunakan standar
profesionalisme ketat dan juga menggundang konsultan tersendiri.

Kiat lain, Ita berusaha tak bosan menggali ilmu-lmu baru serta terus mengembangkan jaringan.Di
bisnis jasa, networking sangat penting. Tentu ini bukan networking dalam arti KKN (korupsi-kolusi-
nepotisme)," ia mengemukakan prinsipnya. Selain itu, juga harus membangun citra baik di mata
pelanggan, khususnya buat dirinya sebagai pemimpin perusahaan. Sekali image rusak, akan susah
menambalnya. Kepercayaan itu juga tumbuh dari image," Ita sekali lagi menjelaskan prinsipnya. Alita
sendiri termasuk perusahaan yang aktif berpameran di luar negeri. Tahun 2006, perusahaan ini jadi salah
satu dari segelintir pemain Indonesia yang berani berpameran di ajang Communic Asia di Singapura.

Agaknya dalam berbisnis bukan mengambil untung saja, prinsip berbagi juga tidak dilupakannya.
"Saya tidak pernah berpikir apa yang bisa saya jual atau berapa keuntungan yang akan saya peroleh saja.
Tapi kepercayaan dan kerja sama apa yang bisa dilakukan di antara kedua pihak karena saya menilai kerja
sama jauh lebih berharga dari satu proyek itu sendiri, tegasnya.

Setelah berkembang dan berhasil go international, Ita tidak ingin kesempatan tersebut hanya
dinikmati perusahaannya. Kalau bisa semua perusahaan di Indonesia bisa mendapatkan kesempatan untuk
bersaing di pasar asing dan merasakan perjuangan berdiri di dunia internasional. "Dengan demikian nama
Indonesia akan bertambah baik. Karena saya betul-betul ingin image Indonesia lebih baik lagi di dunia
luar, katanya.

Melihat kiprah dan semangat berbaginya yang tinggi, Ita mengaku semua yang diraihnya saat ini
adalah berkat dukungan keluarga dan, teman-teman di kantor. Sepanjang perbincangan di ruang kerjanya,
Ita selalu menyebut direksi dan stafnya sebagai teman-teman seperjuangannya.

Sebagai pendiri dan pemilik saham tunggal, Ita memang sudah membagikan sebanyak 5%
sahamnya pada karyawan melalui koperasi. Begitu pula tiga direksi yang mendampinginya juga
mendapatkan saham kepemilikan PT Alita Praya Mitra. "Keberadaan perusahaan ini Insya Allah bisa
berkontribusi lebih besar pada bangsa dan negara".

Selain menyelami dunia telekomunikasi dan TI, Ita juga memiliki bisnis sampingan yaitu restoran
dan butik. Dia membuat rumah makan di Phnom Penh, Kamboja dengan nama Bali Caffe. Dari hitung-
hitungan bisnis, Bali Caffe tidak berkontribusi besar dalam menyalurkan keuntungan. Tetapi dia bangga
bisa mendirikan rumah makan tersebut karena di sana kerap dijadikan meeting point bagi seluruh orang
Indonesia di Phnom Penh. Duta besar Indonesia di Kamboja juga kerap mengundang duta besar negara
lain makan di sana. Setiap delegasi kepresidenan datang ke Kamboja, panitia kerap memesan katering
dari sana, katanya.

Kegiatannya di Kamboja juga telah mengilhaminya mencoba bisnis sampingan lain, sekaligus
menyalurkan hobinya dalam bidang fashion, yaitu membuka butik yang bernama Rumah Sutera di
Dharmawangsa Square, Jakarta. Baginya dua usaha terakhir adalah penunjang bisnis sekaligus penyalur
hobinya. Penunjang bisnis karena dia kerap menggunakan dua wadah bisnis tersebut menjadi salah satu
tempat untuk menjalin networking. Sebagai penyalur hobi, karena Ita memang senang memasak dan
fashion.

Spirit dan integritasnya yang tinggi, serta investasi hati yang diberikannya pada karyawan tidak
hanya berhasil melesatkan bisnisnya, tapi juga menghadiahinya penghargaan Special Award for
Entrepreneurial Spirit 2013 di ajang EY Entrepreneur Of The Year.

GARIS BESAR KUNCI KESUKSESAN ITA YULIATI

Dari kisah di atas, Ita Yuliati sukses berbisnis dalam bidang IT dan bisnis-bisnis sampingan
lainnya karena beberapa hal beikut.
1. Berani mengambil resiko.
2. Mempersiapkan pengetahuan secara mendalam tentang bidang bisnis yang akan digeluti.
3. Berpikir ke depan.
4. Memiliki Visi yang jelas saat memulai berbisnis.
5. Konsisten dengan visi yang telah ditetapkan.
6. Mengembangkan kerjasama untuk memperluas relasi.
7. Bisnis yang dijalankan harus mempunyai differention point.
8. Selalu menjaga dan meningkatkan kualitas produk.

Anda mungkin juga menyukai