Kampung Naga
Kampung Naga
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok
masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya,
dalam hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi
objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa
peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat. Kampung Naga
juga merupakan salah satu dari kampung yang masih memegang tradisi dan adat
istiadat leluhur, namun bisa hidup berdampingan dengan kehidupan masyarakat lain
yang lebih modern. Kampung Naga memang memiliki keunikan tersendiri. Melihat
dari dekat kehidupan sederhana dan bersahaja yang masih tetap lestari di tengah
peradaban modern.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Sejarah Kampung Naga.
2. Letak Geografis Kampung Naga.
3. Peralatan Hidup Masyarakat Kampung Naga.
4. Sistem Perkonomian.
5. Sistem Kemasyarakatan Di Kampung Naga.
6. Sistem Bahasa Masyarakat Kampung Naga.
7. Sistem Pendidikan (Ilmu Pengetahuan).
8. Sistem Keperccayaan (Religi).
9. Kesenian.
10. Sistem Bangunan/ Arsitek.
11. Sistem Politik.
12. Sistem Hukum.
1
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Sejarah Kampung Naga
2. Untuk Mengetahui Letak Geografis Kampung Naga
3. Untuk Mengetahui Peralatan Hidup Masyarakat Kampung Naga
4. Untuk Mengetahui Sistem Perkonomian
5. Untuk Mengetahui Sistem Kemasyarakatan Di Kampung Naga
6. Untuk Mengetahui Sistem Bahasa Masyarakat Kampung Naga
7. Untuk Mengetahui Sistem Pendidikan (Ilmu Pengetahuan)
8. Untuk Mengetahui Sistem Keperccayaan (Religi)
9. Untuk Mengetahui Kesenian
10. Untuk Mengetahui Sistem Bangunan/ Arsitek
11. Untuk Mengetahui Sistem Politik
12. Untuk Mengetahui Sistem Hukum
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
rupa yaitu dengan membujur Timur Barat menghadap ke Selatan, setiap rumah harus
saling berhadapan untuk menjaga kerukunan antar warga. Praktek pembangunannya
pun mempunyai wawasan lingkungan yang futuristik, baik secara fisik, sosial,
ekonomi maupun budaya.
4
2.3 Peralatan Hidup Masyarakat Kampung Naga
5
Dalam sistem perekonomian kami fokuskan kepada mata pencaharian dimana
mata pencaharian warga Kampung Naga bermacam-macam mulai dari pokok yaitu
bertani, menanam padi sedangkan mata pencaharian sampingannya adalah membuat
kerajinan, beternak dan berdagang.
6
2.5.1 Lembaga Pemerintahan
Sistem kemasyarakatan disini lebih terfokus kepada sistem atau lembaga-
lembaga pemerintahan yang ada di Kampung Naga. Ada dua lembaga yaitu :
a. Lembaga Pemerintahan
b. RT
c. RK / RW
c. Lebe dijabat oleh Bapak Ateng yang bertugas mengurusi jenazah dari awal
sampai akhir sesuai dengan syariat Islam.
7
2.8 Sistem Kepercayaan ( Religi )
8
atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal
mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang
angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang
Singaparna, Bumi ageung dan masjidmerupakan tempat yang dipandang suci bagi
masyarakat Kampung Naga
Adapun upacara upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Sanaga yang
bertepatan dengan hari besar Islam yaitu :
1. Bulan Muharam untuk menyambut datangnya Tahun Baru Hijriah
9
golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra
goong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung
Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah
jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama
oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak
menonton kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan kesenian
tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga. Terdapat tiga pasangan
kesenian di Kampung Naga diantaranya :
1. Terebang Gembrung yang dimainkan oleh dua orang sampai tidak terbatas
biasanya ini dilaksanakan pada waktu Takbiran Idul Fitri dan Idul Adha serta
kemerdekaan RI. Alat ini terbuat dari kayu.
2. Terebang Sejat, dimainkan oleh 6 orang dan dilaksanakan pada waktu upacara
pernikahan atau khitanan massal.
10
dalam area 1,5 ha yang terdiri dari 110 rumah warga dan 1 tempat ibadah, selain itu
juga terdapat balai pertemuan dan lumbung padi (Leuit) dan Bumi Ageung yang
kesemua bahan bangunannya menggunakan bilik-bilik, kayu-kayu, dan lain-lain.
Tidak menggunakan semen atau pasir. Semua bentuk, ukuran, alat dan bahan
bangunan semuanya sama hal ini menunjukkan adanya keseimbangan dan
keselarasan yang ada di daerah tersebut.
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari
bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai
rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah
utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah
dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat,
kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok,
walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan
tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan.
Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam
rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam
memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar
dalam satu garis lurus.
11
2.12 Sistem Hukum
Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga memiliki
aturan hukum sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan
keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak
memiliki banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan
Akibat.
Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni
sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang
tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas,
mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip
bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima
akibatnya.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih
dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang
berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan
ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh
setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah
rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa ternyata keberadaan
Kampung Naga selain menarik karena keunikan kebudayaan masyarakatnya, namun
juga ternyata dapat menjadi icon bagi masyarakat Kampung Naga Khususnya dan
bagi masyarakat Jawa Barat umumnya bahwa primitifitas atau adat istiadat asli
peninggalan nenek moyang itu harusnya bisa menjadi treand ceneter dan suatu
kebanggan bagi kita yang mewarisinya karena bisa menjadi daya tarik bagi turis lokal
maupun dari luar negri untuk di adikan bahan observasi.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://aristastar21.wordpress.com/makalah-kebudayaan-masyarakat-kampung-
naga-2/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kampung_Naga
14