Anda di halaman 1dari 20

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum kimia fisik II dengan judul percobaan


Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi disusun oleh :

Nama Praktikan : Niluh Devi Yulyantari


NIM : 1213141015
Kelas/Kelompok : B/IV (empat)

Telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten dan
dinyatakan diterima.

Mekassar, Januari 2015


Koordinator Asisten, Asisten

Dipo Ade Putra Is. Mirnawati


Mengetahui,
Dosen Penaggungjawab

Suriati Eka Putri, S.Si, M.Si


A. JUDUL PERCOBAAN
Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi

B. TUJUAN PERCOBAAN
Diakhir percobaan mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan hubungan laju reaksi dengan temperatur.
2. Menentukan konstanta laju reaksi.
3. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan
Arrheniu.

C. LANDASAN TEORI
Salah satu aspek yang sangat penting dalam kinetika kimia adalah
bagaimana laju reaksi bergantung terhadap suhu. Secara empirik, untuk banyak
reaksi kimia, tetapan laju dapat dihubungkan terhadap temperatur absolut T
melalui ungkapan
K = AeB/T
Dengan Adan R adalah tetapan. Hubungan tersebut dirumuskan oleh Vant Hoof
dan Arrhenius dalam bentuk.
K = AeE/RT
Dengan R adalah tetapan gas ideal R = 8,3145 JK 1 dan E dikenal sebagai energi
pengaktifan. Pendekatan Arrhenius terhadap hukum tersebut agak sedikit berbeda
dari yang dilakukan Vant Hoof. Dia mencatat bahwa untuk reaksi kimia biasa,
kebanyakan tumbukan antar molekul pereaksi adalah tidak efektif; dalam artian
bahwa energinya tidak mencukupi. Dalam fraksi yang kecil dari tumbukan,
bagaimanapun energinya adalah cukup besar untuk mengizinkan suatu reaksi
berlangsung.
eE/RT
Fraksi tersebut semakin besar dengan makin besarnya suhu T dan semakin
rendahnya E. Oleh karena itu, tetapan laju akan proporsional terhadap fraksi
tersebut.
E
ln K = ln A
RT
Plot ln K terhadap 1/T, kita peroleh slop E/R dan Intersep ln A
(Mulyani, 2003: 166-168).
Pengaruh temperatur terhadap laju reaksi dapat di polakan dengan
beberapa model hubungan. Beberapa pola itu dapat digambarkan dengan grafik
hubungan laju reaksi dengan temperatur.
laju laju

T T
laju laju

T T
Gambar. Variasi efek temperatur terhadap laju reaksi dalam mengamati
pengaruh temperatur terhadap laju reaksi, Svante Arrhenius (1889) mengajukan
persamaan analog untuk suatu reaksi dengan memadukan teori tumbukan dengan
persamaan termodinamika (Fatimah, 2013: 141-142).
Energi aktivasi menyatakan jumlah energi yang harus diterima oleh
molekul-molekul yang beraksi untuk dapat bereaksi. Makin tinggi panas aktivitas,
makin besar ketergantungan stabilitas terhadap suhu. Energi aktivitas menyatakan
jumlah energi yang harus diterima oleh molekul-molekul yang bereaksi untuk
dapat bereaksi. Makin tinggi panas aktivasi, makin besar ketegantungan stabilitas
sediaan terhadap suhu. Nilai energi aktivasi tersebut dipengaruhi oleh pH, bahwa
pada suasana yang semakin asam, maka di peroleh energi aktivasi yang semakin
besar (Minarsih, 2011: 22).
Energi aktivasi merupakan energi minimum yang dimiliki oleh sesuatu zat
agar suatu reaksi pada zat tersebut dapat berlangsung. Semakin rendah energi
aktivasinya, maka semakin cepat suatu proses reaksi berlangsung. Hubungan
antara energi aktivasi dengan laju rekasi didapatkan dari persamaan Arrhenius.
Adapun persamaan Arrhenius adalah sebagai berikut :
K
Ea = RT ln ( )
A
Dimana Ea adalah energi aktivasi, R adalah konstanta gas, T adalah suhu
K adalah konstanta laju rekasi dan A adalah faktor pre-exponensial. Dalam proses
adsorpsi, energi aktivasi sebanding dengan konstanta adsorpsi. Semakin rendah
energi aktivasi dari suatu proses adsorpsinya, maka semakin cepat pula proses
adsorpsi yang berlangsung (Lasryza, 2012: 5).
Ketergantungan tetapan laju yang kuat pada suhu, seperti yang dinyatakan
oleh hukum Arrhenius, dapat kita kaitkan dengan distribusi Maxwell-Boltzmann
mengenal energi molekul. Jika Ea merupakan energi benturan relatif yang kritis
yaitu yang harus dimiliki oleh sepasang molekul agar reaksi dapat terjadi, hanya
sebagian kecil molekul saja yang dapat mempunyai energi setinggi itu (atau
melebihi energi itu) jika suhu cukup rendah. Fraksi ini berkaitan dengan luas
dibawah kurva distribusi Maxwell-Boltzmann, yaitu antara Ea dan . Jika suhu
ditingkatkan, fungsi distribusi bergerak kearah energi yang lebih tinggi. Fraksi
molekul yang melewati energi kritis Ea meningkat secara eksponensial (-Ea/RT).
Jadi, laju reaksi ini berbanding lurus dengan (-Ea/RT) dan dengan demikian, baik
ketergantungan yang kuat pada suhu dan besarnya tetapan laju eksperimen dapat
kita pahami (Oxtoby, 2001: 435-436).
Dalam persamaan Arrhenius pengaruh temperatur dinyatakan secara
eksponsial. Walaupun demikian, sebaiknya diperhatikan bahwa faktor
eksponensial dapat juga lemah pengaruhnya, dan akan lebih betul jika menggap
bahwa A sebanding dengan ,
En
K = A T m e(RT)
Dimana A` tidak bergantung pada temperatur. Persamaan diatas dapat
digunakan untuk data kinetik dalam kisaran temperatur yang lebih besar. Satuan A
dinyatakan sama seperti yang digunakan pada tetapan laju reaksi, sedangkan
energi aktivasi diberikan dalam satuan energi, biasanya adalah KJ per mol
(Arryanto, 2008: 36).
Pada umumnya nilai konstanta kecepatan reaksi dipengaruhi oleh faktor
tumbukan, energi aktivasi dan suhu reaksi yang bisa dinyatakan dalam bentuk
persamaan Arrhenius. Persamaan itu menunjukkan bahwa konstanta kecepatan
reaksi akan semakin besar dengan semakin berkurangnya energi aktivasi dan
semakin besarnya suhu. Energi aktivasi dapat diperkecil dengan menggunakan
katalisator. Sedangkan suhu reaksi dibuat tinggi dengan dapat mempertimbangkan
ketahanan bahan suatu kesetimbangan reaksi (Yuniwati,2011;108).
Energi aktivasi untuk dua data temperatur dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
RT1 T2 ln(K 2 K1 )
Ea =
T2 T1
Energi aktivasi sangat dipengaruhi oleh konstanta laju reaksi, semakin
beasr konstanta laju reaksi semakin kecil energi aktivasi. Dengan energi aktivasi
yang kecil diharapkan reaksi semakin cepat berlangsung (Desnelli, 2009: 2-5).

D. ALAT DAN BAHAN


1. ALAT
a. Rak tabung reaksi besar (1 buah)
b. Rak tabung reaksi kecil (1 buah)
c. Tabung reaksi besar (6 buah)
d. Tabung reaksi kecil (6 buah)
e. Pipet volume 5mL (1 buah)
f. Gelas ukur 10 mL (3 buah)
g. Pipet tetes (4 buah)
h. Termometer 110C (6 buah)
i. Kompor gas (1 buah)
j. Stopwatch (8 buah)
k. Botol semprot (1 buah)
l. Gelas Kimia 250 mL (1 buah)
m. Penjepit tabung (2 buah)
n. Lap kasar dan Lap halus (@1 buah)
o. Kasa Asbes (1 buah)
p. Bulb pipet (1 buah)
2. BAHAN
a. Aquades (H2O)
b. Es batu (H2O)(s)
c. Label
d. Larutan kanji 3%
e. Amonium persulfat (NH4)2S2O8 0,04 M
f. Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,04 M
g. Kalium Iodida (KI)

E. PROSEDUR KERJA
1. Masing-masing tabung reaksi diisi dengan larutan sampel seperti tabel
berikut:
Tabung 1 Tabung 2
Sistem
V. S2O82- V. H2O V. KI V. H2O V. S2O8- Larutan kanji
1 2,5 mL 2,5 mL 5 mL - 0,5 mL 0,5 mL
2 3,5 mL 1,5 mL 4 mL 1 mL 0,5 mL 0,5 mL
2. Siapkan campuran air dan es disiapkan dan diletakkan dalam gelas kimia
200 mL.
3. Untuk suhu 200C, dimasukkan tabung reaksi diatas pada gelas kimia 250 mL
yang telah berisi campuran air dan es tersebut. Ukur suhu campuran pada
tabung reaksi hingga suhu 200C.
4. Kemudian isi tabung pada masing-masing tabung dicampur dengan cara isi
tabung A dimasukkan ke tabung larutan B, lalu dengan secepatnya
dimasukkan lagi ke tabung A, kemudian jalankan stopwatch.
5. Catat waku dan suhu larutan sampai campuran tampak warna biru untuk
pertama kali.
6. Untuk suhu 300C, 400C, 500C, dan 600C dilakukan dengan cara disiapkan
campuran pada tabung reaksi seperti pada tabel cara 1.
7. Kemudian masing-masing tabung dimasukkan pada gelas kimia yang telah
dipanaskan dan kemudian diukur suhu larutan sesuai dengan suhu yang telah
ditentukan yaitu 300C.
8. Setalah suhu masing-masing larutan sama, kemudian tabung pada
masing-masing sistem dicampurkan dengan cara tabung A dimasukkan pada
tabung B dan dengan cepat dimasukkan kembali ke tabung A.
9. Stopwatch dijaankan dan dicatat waktu dan suhu yang diperlukan larutan
tampak warna biru untuk pertama kali.
10. Prosedur 6-10 diulangi untuk suhu 400C, 500C, dan 600C.

F. HASIL PENGAMATAN
1. Sistem 1
a. Tabung 1
2,5 mL (NH4)2S2O8 + 2,5 mL H2O Larutan bening
b. Tabung 2
5 mL KI + 0,5 mL Na2S2O3 + 5 tetes larutan kanji 3%
Larutan sedikit keruh
2. Sistem 2
a. Tabung 1
3,5 mL (NH4)2S2O8 + 1,5 mL H2O Larutan bening
b. Tabung 2
4 mL KI + 1 mL H2O + 0,5 mL Na2S2O3 + 5 tetes larutan kanji 3%
Larutan sedikit keruh
Sistem 1
T (0C) T (0C) T (0C) T 1 1
t (s) (K-1) ln
awal akhir Rata-rata (K) T t

20 26 23 296 2340 3,37.10-3 -7,758


30 28 29 302 1980 3,31. 10-3 -7,591
40 28 34 307 1680 3,25. 10-3 -7,426
50 33 41,5 314,5 2040 3,17. 10-3 -7,621
60 34 47 320 1260 3,12. 10-3 -7,139

Sistem 2
T (0C) T (0C) T (0C) T 1 1
t (s) (K-1) ln
awal akhir Rata-rata (K) T t

20 27 23,5 296,5 3180 3,37.10-3 -8,066


30 30 30 303 1560 3,30. 10-3 -7,352
40 37 38,5 311,5 990 3,21. 10-3 -6,803
50 35 42,5 315,5 960 3,16. 10-3 -6,840
60 33 46,5 319,5 840 3,12. 10-3 -6,725

G. ANALISIS DATA
1. Sistem 1
a. Menantukan Nilai Ea dan A secara grafik
Persamaan grafik :
y = mx + b
Ea
m= R

Ea = R (m)
1) Nilai Energi Aktivasi (Ea)
y = mx + b
y = 1796 1,678
Diketahui : m = 1796
J
R = 8,314 moL
Ditanyakan : Ea . . . . . ?
Penyelesaian :
Ea
=m
R
Ea = R (m)
J
Ea = 8,314 moL (1796)
J
Ea = 14931,944 moL
2) Nilai Faktor Frekuensi
y = mx + b
y = -1796 X - 1,678
Diketahui : b = - 1,678
Ditanyakan :A.....?
Penyelesaian :
Ea 1
ln k = + ln A
R T

ln A = b
A = eb
A = e-1,678
A = 0,187

b. Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)


1) Untuk T = 296 K
J
Diketahui : Ea = 14931,944 moL
T = 296 K
A = 0,187
J
R = 8,314 moL. K
Dinyatakan :K.....?
Penyalesaian :
Ea
K = A eRT
J
14931,944 moL
J
8,314 moL .K . 296 K
K = 0,187. e
K = 0,187. e6,067
K = 0,187 ( 2,31 . 10-3)
K = 0,413. 10-3
2) Untuk T = 302 K
J
Diketahui : Ea = 14931,944 moL
T = 302 K
A = 0,187
J
R = 8,314 moL. K
Dinyatakan :K.....?
Penyalesaian :
Ea
K = A eRT
J
14931,944 moL
J
8,314 moL .K . 302 K
K = 0,187. e
K = 0,187. e5,947
K = 0,187 ( 2,61 . 10-3)
K = 0,488 . 10-3
3) Untuk T = 307 K
J
Diketahui : Ea = 14931,944 moL
T = 307 K
A = 0,187
J
R = 8,314 moL. K
Dinyatakan :K.....?
Penyalesaian :
Ea
K = A eRT
J
14931,944 moL
J
8,314 moL .K . 307 K
K = 0,187. e
K = 0,187. e5,850
K = 0,187 ( 2,87 . 10-3)
K = 0,536 . 10-3
4) Untuk T = 314,5 K
J
Diketahui : Ea = 14931,944 moL
T = 314,5 K
A = 0,187
J
R = 8,314 moL. K
Dinyatakan :K.....?
Penyalesaian :
Ea
K = A eRT
J
14931,944 moL
J
8,314 moL .K . 314,5 K
K = 0,187. e
K = 0,187. e5,711
K = 0,187 ( 3,309 . 10-3)
K = 0,618. 10-3
5) Untuk T = 320 K
J
Diketahui : Ea = 14931,944 moL
T = 320 K
A = 0,187
J
R = 8,314 moL. K
Dinyatakan :K.....?
Penyalesaian :
Ea
K = A eRT
J
14931,944 moL
J
8,314 moL .K . 320 K
K = 0,187. e
K = 0,187. e5,612
K = 0,187 ( 3,653 . 10-3)
K = 0,683. 10-3

2. Sistem ll
a. Menentukan Nilai Ea dan A secara grafik
Persamaan grafik :
y = mx + b
Ea
m= R

Ea = -R (m)
1) Nilai Energi Aktivasi (Ea)
y = mx + b
y = -5198x + 9,643
Diketahui : m = -5198
J
R = 8,314 moL
Ditanyakan : Ea. . . . ?
Penyalesaian :
Ea
-R = m

Ea = -R (m)
J
Ea = 8,314 moL (-3198)
J
Ea = 43216,172 moL
2) Nilai Faktor Frekuensi (A)
y = mx + b
y = -3198x + 9,643
Diketahui : b = 9,643
Ditanyakan : A....?
Penyalesaian :
Ea l
ln K = + ln A
R T

In A = b
A = eb
A = e9,643
A = 15413,514

b. Nilai Kontanta Laju Reaksi (K)


1) Untuk T = 296,5 K
J
Diketahui : Ea = 43216,172 moL
T = 296,5 K
A = 15413,514
J
R = 8,314 moL . K
Ditanyakan : K. . . . .?
Penyelesaian :
Ea
K = A eRT
J
43216,172 moL
J
8,314 moL .K . 296,5 K
K = 15413,514 . e
K = 15413,514. e5,711
K = 15413,514 ( 2,434 . 10-8)
K = 37516,493. 10-8
2) Untuk T = 303 K
J
Diketahui : Ea = 43216,172 moL
T = 303 K
A = 15413,514
J
R = 8,314 moL . K
Ditanyakan : K. . . . .?
Penyelesaian :
Ea
K = A eRT
J
43216,172 moL
J
8,314 moL .K . 303 K
K = 15413,514 . e
K = 15413,514. e17,153
K = 15413,514 ( 3,543 . 10-8)
K = 54640,907. 10-8
3) Untuk T = 311,5 K
J
Diketahui : Ea = 43216,172 moL
T = 311,5 K
A = 15413,514
J
R = 8,314 moL . K
Ditanyakan : K . . . .?
Penyelesaian :
Ea
K = A eRT
J
43216,172 moL
J
8,314 moL .K . 311,5 K
K = 15413,514 . e
K = 15413,514. e16,686
K = 15413,514 ( 5,667 . 10-8)
K = 87348,383. 10-8
4) Untuk T = 315,5 K
J
Diketahui : Ea = 43216,172 moL
T = 315,5 K
A = 15413,514
J
R = 8,314 moL . K
Ditanyakan : K. . . . .?
Penyelesaian :
Ea
K = A eRT
J
43216,172 moL
J
8,314 moL .K . 315,5 K
K = 15413,514 . e
K = 15413,514. e16,475
K = 15413,514 ( 5,988 . 10-8)
K = 107863,771 . 10-8
5) Untuk T = 319,5 K
J
Diketahui : Ea = 43216,172 moL
T = 3 19,5K
A = 15413,514
J
R = 8,314 moL . K
Ditanyakan : K. . . . .?
Penyelesaian :
Ea
K = A eRT
J
43216,172 moL
J
8,314 moL .K . 319,5 K
K = 15413,514 . e
K = 15413,514. e16,269
K = 15413,514 ( 8,599 . 10-8)
K = 132540,806 . 10-8

Grafik Hubungan 1/T dengan ln 1/t pada


Sistem I
-7.1
0.0031 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034
-7.2
-7.3
-7.4
ln 1/t

ln 1/t
-7.5
Linear (ln 1/t)
-7.6
-7.7 y = -1796.7x - 1.6785
R = 0.5899
-7.8
1/T

Grafik Hubungan 1/T dengan ln 1/t pada


Sistem II
0
0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
-2

-4
ln 1/t

y = -5198.x - 9.643 ln 1/t


R = 0.886
-6 Linear (ln 1/t)

-8

-10
1/T

H. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh laju
reaksi terhadap temperatur, menentukan konstanta laju reaksi dan menghitung
energi aktivasi menurut menurut persamaan Arrhenius. Energi aktivasi merupakan
energi minuman yang harus dilewati (Tim Dosen, 2014).
Percobaan ini menggunakan dua sistem dengan tujuan untuk membedakan
kecepatan reaksi antara campuran yang ditambahkan air dengan tidak, artinya
membandingkan konsentrasi. Sistem satu merupakan campuran antara air dengan
ammonium perklorat pada tabung 1 dengan campuran larutan KI, Na2S2O3, dan
larutan kanji pada tabung 2. Sedangkan sistem II merupakan campuran antara
larutan (NH4)2S2O8 dan air pada tabung 1 dan campuran KI, Na2S2O3, dan H2O
serta larutan kanji pada tabung 2. Kemudian kedua tabung pada masing-masing
sistem dicampurkan ketika telah mencapai suhu yang sama hal ini agar larutan
dapat tepat bereaksi pada suhu yang sama. Adapun variasi suhu yang kita gunakan
pada percobaan ini yaitu 20, 30, 40, 50, dan 600C hal ini agar kita dapat
mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Larutan mulai bereaksi ditandai
dengan warna biru.
Larutan kanji pada percobaan ini berfungsi sebagai indikator yang akan
menunjukkan perubahan warna larutan menjadi biru ketika larutan telah bereaksi.
Larutan ammonium perklorat (NH4)2S2O8 berfungsi sebagai reduktor yang akan
mengoksidasi I- menjadi I2, Na2S2O3 befungsi sebagai oksidator yang akan
mereduksi I2 kembali menjadi I- yang selanjutnya akan berikatan dengan amilum.
Iodida akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3 pada campuran habis
bereaksi dengan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana
muncul warna biru pertama kali.
Pencampuran larutan pada masing-masing sistem harus dilakukan secara
cepat, hal ini bertujuan agar tidak terjadi perubahan suhu yang drastis pada
masing-masing tabung. Selain itu pencampuran dari tabung 1 ke tabung 2 dan
kembali ke tabung 1 untuk dapat menghitung waktu yang dibutuhkan untuk
bereaksi sedangkan jika dilakukan sebaliknya maka warna biru akan langsung
nampak.
Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi
berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi. Menurut Edahwati (2007), pada
pada umumnya penurunan suhu akan memperlambat reaksi sedangkan kenaikan
suhu akan menaikkannya. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-
molekul zat yang bereaksi makin bertambah. Molekul-molekul dengan energi
kinetik yang ditingkatkan ini bila saling bertumbukan akan menghasilkan energi
tumbukan yang cukup untuk memutus molekul zat tersebut, sehingga reaksi itu
terjadi. Namun hasil percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan teori dimana
pada percobaan waktu yang dibutuhkan untuk campuran dapat bereaksi tidak
sesuai dengan semakin tingginya suhu dimana seharusnya semakin tinggi suhu
campuran pada saat direaksikan maka semakin cepat pula waktu untuk bereaksi.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pada saat direaksikan
suhu dari masing-masing tidak sama, keakuratan dari alat ukur yang digunakan
pada saat mengukur zat yang akan dicampurkan juga dapat mempengaruhi dari
kecepatan reaksi.
Hubungan energi aktivasi dan laju reaksi adalah berbanding terbalik.
Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi
minimum terjadi reaksi semakin besar.
Reaksi ada tabung 1 :
2S2O82- + 2H2O 4SO42- + O2 + 4H+

Reaksi pada tabung 2 :

Reduksi : I2 + 2e- 2I-

Oksidasi : 2S2O3- S4O82- + 2e-

I2 + 2S2O3 S4O62- + 2I-

Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa energi aktivasi pada sistem 1


yaitu 14931,944 J/mol dan pada sistem 2 yaitu 43216,172 J/mol dan dari grafik
hubungan ln 1/t dan 1/T diperoleh nilai regresi (R2) = 0,589 dengan persamaan
y = -1796x - 1,678. Grafik hubungan ln 1/t dan 1/T pada sistem II diperoleh nilai
regrasi (R2) = 0,886 dengan y = -5198x + 9,643.

I. KESIMPULAN
1) Laju reaksi berbanding lurus dengan temperatur dimana semakin tinggi
temperatur maka laju reaksi semakin cepat.
2) Nilai tetapan laju reaksi dari suhu 200C, 300C, 400C, 500C, dan 600C secara
berturut-turut untuk sistem 1 yaitu 4,278.10-4, 4,836.10-4, 5,208.10-4,
6,138.10-4, dan 6,696.10-4. Sedangkan untuk sistem 2 yaitu 3716,913.10-8,
54640,907.10-8, 87384,383.10-8, 107863,771.10-8, dan 13254,806.10-8.
3) Energi aktivasi pada sistem 1 yaitu 14931,9 J/mol.K sedangkan sistem 2 yaitu
43216,172 J/mol.K.

J. SARAN
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya untuk lebih teliti dalam
melakukan percobaan terutama ketika akan mereaksikan kedua larutan yang
suhunya sama.
DAFTAR PUSTAKA

Arryanto, Yateman. 2008. Mekanisme Reaksi Anorganik. Yogyakarta: Gala


Ilmu Semester.

Desnelli dan Zainal Fanani. 2009. Kinetika reaksi Oksidasi Asam Miristat,
Stearat, dan Oleat dalam Medium Minyak Kelapa, Minyak Kelapa
Sawit serta Tanpa Medium. Jurnal Penelitian Sains. Vol.12, No.1.

Fatimah, Iis. 2013. Kinetika Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lasryza, Ayu dan Dyah Sawitri. 2012. Pemanfaatan Fly Ash Batu Bara
sebagai Adsorben Emisi Gas CO pada Kendaraan Bermotor.
Jurnal Teknik Pomits. Vol.1, No.1.

Minarsih, Tri. 2011. Penentuan Energi Aktivasi Amlodipin Basilat pada pH 1,6
dan 10 dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
PHARMACY. Vol.06, No.1.

Mulyani, Sri dan Hendrawan. 2003. Kimia Fisik II. Malang: JICA.

Oxtoby. 2001. Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.

Yuniwati, Murni, Dian Ismiyati dan Reni Kuniasih. 2011. Kinetika Reaksi
Hidrolisis Pati Pisang Tanduk dengan Katalisator Asam Chlorida.
Jurnal Nasional. Vol.1, No.2.
JAWABAN PERTANYAAN

1. Energi Aktivasi (Ea) adalah energi minuman yang dimiliki oleh suatu zat agar
suatu reaksi pada zat tersebut dapat berlagsung.
2. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi yaitu berbanding lurus. Ketika suhu tinggi
maka laju reaksi semakin cepat hal ini karena ion-ion pereaksi akan memiliki
energi kinetik yang lebih besar dari panas sehingga tumbukan antar partikel
akan lebih sering, sehingga reaksi cepat berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai