TINJAUAN PUSTAKA
1
b. Persalinan dengan bantuan
Misalnya dengan menggunakan forsep, ekstrasi vakum atau ekstrasi pada
bokong sebelum serviks berdilatasi penuh. Induksi persalinan dikaitkan
dengan peningkatan 3,1 kali lipat tingkat laserasi serviks.
Total Vaginal Vaginal Deliveries with
Factor Value
Deliveries (16,931) Cervical Lacerations (32)
Forcep 943 5 11
Vacuum 1769 6 13
Cerclage 210 4 <0,01
Induction 6046 22 0,01
Kesimpulannya, induksi persalinan merupakan faktor risiko yang
signifikan untuk laserasi serviks. Meskipun risiko laserasi serviks kecil
pada populasi umum, data ini membuat eksplorasi pada serviks penting,
terutama pada klien dengan induksi persalinan (Jurnal Cervical
lacerations: some surprising facts, 2007)
c. Persalinan presipitatus (baik secara spontan ataupun distimulasi dengan
oksitosin)
Laserasi spontan pada serviks, vagina ataupun perineum dapat terjadi
saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika
bayi yang dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Partus presipitatus
dapat menyebabkan terjadinya ruptur perineum bahkan robekan serviks
yang dapat mengakibatkan perdarahan pasca persalinan.
d. Kegagalan serviks untuk berdilatasi karena kelainan konginetal atau
adanya jaringan parut akibat luka atau robekan terdahulu (Saifuddin,
2010).
2
Pada partus ini kontraksi uterus kuat dan sering sehingga janin didorong
keluar. Namun demikian, kontraksi uterus yang kuat disertai serviks yang
panjang serta kaku dan vagina, vulva atau perineum yang tidak teregang
dapat menimbulkan ruptur uteri ataupun laserasi yang luas pada serviks,
vagina maupun perineum.
d. Distosia bahu (Saifuddin, 2010).
3
robekan serviks yang sampai mengenai segmen bawah rahim perlu dilakukan
koporesis atau hiserektomi (Manuaba, 2008).
4
kematian. Pada keadaan ini dimana robekan serviks tidak ditangani
dengan baik, dalam jangka panjang dapat terjadi inkompetensi serviks
ataupun infertilitas sekunder (Sarwono, 2010).
2) Hematoma
Hematoma adalah mengumpulnya darah pada dinding vagina yang
biasanya terjadi akibat komplikasi luka pada vagina ataupun serviks.
Hematoma terlihat adanya pembengkakan vagina atau nyeri hebat dan
retensi urin.
3) Retensi urin
Maternal harus dianjurkan untuk sering berkemih. Jika tidak dapat
melakukannya sendiri, maka kateter indwelling harus dipasang untuk
menghindari ketegangan kandung kemih.
4) Infeksi
Infeksi adalah komplikasi yang paling umum dan dapat dihindari
dengan pemberian antibiotik profilaktik pada maternal dan
menggunakan teknik aseptik saat menjahit robekan. Jika terjadi
infeksi, jahitan mungkin harus dilepas dan diganti dengan jahitan
kedua kali, jika diperlukan, hanya setelah infeksi teratasi (Widyastuti,
Palupi, 2002).
b. Komplikasi Lanjut
1) Jaringan parut dan stenosis (penyempitan) vagina
Jaringan parut pada serviks karena robekan serviks yang tidak
diperbaiki mengakibatkan persalinan lama pada kehamilan berikutnya
karena serviks tidak dapat berdilatasi dengan tepat. Hal ini juga dapat
mengakibatkan nyeri selama bersenggama jika robekan yang terjadi
tidak diperbaiki.
2) Vesiko vagina, vesiko-serviks atau fistula rekto-vagina dapat terjadi
apabila robekan serviks meluas ke kandung kemih atau rektum.
3) Robekan ini kalau tidak dijahit selain menimbulkan perdarahan juga
dapat menjadi sebab cervicitis, parametritis dan mungkin juga
memperbesar kemungkinan terjadinya carcinoma cervix (Widyastuti,
Palupi, 2002).
1.9 Prognosis Robekan Serviks
Prognosisnya tergantung dari luasnya robekan dari serviks itu sendiri apakah
robekannya meluas sampai segmen bawah rahim atau tidak serta penanganan
yang tepat untuk menghindari komplikasinya. Dimana penanganan dari
5
robekan serviks berbeda untuk robekan serviks tanpa melalui segmen bawah
rahim dengan yang sampai melewati segmen bawah rahim. Penanganan yang
cepat dan tepat maka prognosisnya lebih baik.
6
Penatalaksaan terhadap robekan serviks ini yaitu dilakukannya rujukan
karena termasuk kegawatdaruratan medis. Terlebih rujukan dilakukan
apabila sudut atas luka robekan serviks tidak dapat dicocokkan atau
robekan mencapai parametrium atau perdarahan tindak segera berhenti.
Rujukan dilakukan dengan prinsip BAKSOKUDA:
- B (Bidan) : Memastikan klien didampingi oleh tenaga kesehatan
yang kompoten dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan kegawatdaruratan.
- A (Alat) : Membawa perlengkapan dan bahan-bahan yang
diperlukan seperti infus set dan peralatan untuk TTV.
- K (Keluarga) : Memberitahu keluarga tentang kondisi terakhir klien
dan alasann mengapa klien dirujuk. Suami atau
anggota keluarga lain harus mendampingi klien ke
tempat rujukan.
- S (Surat) : Memberi surat ke tempat rujukan yang berisi
identifikasi klien, alasan rujukan, uraian hasil rujukan,
asuhan dan obat-obatan yang telah diterima klien.
- O (Obat) : Membawa obat-obatan esensial yang diperlukan
selama perjalanan merujuk.
- K (Kendaraan) : Menyiapkan kendaraan yang cukup baik untuk
memungkinkan klien dalam kondisi yang nyaman dan
dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu yang
cepat.
- U (Uang) : Mengingatkan keluarga untuk membawa uang dalam
jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan
kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan.
- DA (Darah) : Menyiapkan pendonor untuk antisipasi jika
diperlukan transfusi darah sewaktu-waktu.
Adapun penatalaksanaan dari robekan serviks secara umum yaitu:
1) Persiapan Klien
a) Kaji keadaan umum klien, periksa tanda-tanda vitalnya dan
perkirakan volume darah yang hilang. Periksa bahwa kontraksi
7
uterus kuat dan berkontraksi dengan baik. Minta klien untuk
berkemih jika bisa.
b) Ambil darah untuk diperiksa golongan darah, pencocokan silang,
dan mengukur kadar hemoglobin jika memang belum dilakukan.
c) Mulailah drip IV natrium laktat atau normal salin atau ringer laktat
dan alirkan dengan cepat jika hipovolemia belum diatasi. Berikan
transfusi darah atau plasma ekspander darah jika terjadi syok yang
parah.
d) Jelaskan intervensi tersebut kepada klien (Widyastuti, Palupi,
2002).
2. Peralatan yang diperlukan
a) Sumber pencahayaan yang baik.
b) Larutan antiseptik.
c) Sarung tangan steril.
d) Transfusi darah atau plasma ekspander.
e) Benang bedah catgut cromic 2/0 atau 30 dan jarum.
f) Pemegang jarum.
g) Dua forsep sponge
h) Anastesi lokal (seperti 1% lidokain), spuit, dan jarum.
i) Kassa steril.
j) Spekulum (anterior dan posterior).
3. Perbaikan robekan serviks
Melakukan perbaikan pada robekan serviks penting terutama
jika robekannya besar dan darah yang keluar persisten. Laserasi yang
kecil dan tidak mengeluarkan darah tidak perlu diperbaiki. Goresan
pada serviks sering terjadi pada kebanyakan persalinan. Goresan ini
dapat cepat sembuh dengan sendirinya. Dalam penyembuhan goresan
tersebut mengubah tampilan serviks dari bukaan sirkular yang halus
menjadi irisan transversal. Jika robekan serviks meluas ke dalam
uterus, maka laparotomi diperlukan untuk memperbaiki robekan
(Widyastuti, Palupi, 2002).
Tindakan gawat darurat
a) Pasang klip panjang pada kedua sisi rupture, ujung-ujung klip harus
melekat satu sama lain di atas ruptur.
b) Mulai infus.
c) Kirim ke Rumah sakit.
Prosedur perbaikan robekan serviks:
a) Bantu ibu untuk dalam mengatur posisi dorsal recumbent atau
posisi litotomi.
b) Bersihkan perineum, vulva, dan vagina dengan larutan antiseptik.
8
c) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril.
d) Lakukan katerisasi kandung kemih jika penuh dan ibu tidak mampu
mengosongkannya sendiri.
e) Tempatkan forsep sponge pertama pada salah satu sisi laserasi, dan
forsep sponge kedua pada sisi lain laserasi. Letakkan pegangan
kedua forsep pada satu tangan dan tarik ke arah kita. Maka forsep
akan menyeimbangkan serviks saat kita melakukan sutura pada
serviks. (Catatan: jika kita menggunakan forsep bergerigi atau
menjepitnya maka forsep tersebut akan memotong serviks dan
menyebabkan perdarahan yang hebat atau mungkin secara tidak
sengaja akan merobek sebagian serviks).
f) Apabila ada robekan memanjang, serviks perlu ditarik keluar
dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat
dilihat dengan baik. Apabila robekan serviks yang berbentuk
melingkar, diperiksa dahulu apakah sebagian besar dari serviks
sudah lepas atau tidak. Jika belum lepas, bagian yang belum lepas
itu, dipotong dari serviks; jika yang lepas hanya sebagian kecil saja
itu dijahit lagi pada serviks.
g) Mulailah menjahit bagian apeks (atas) robekan. Jika anda sulit
menjangkau bagian apeks, maka lakukan sutura pada bagian bawah
dan arik sutura tersebut. Pengabaian terhadap langkah tersebut
dapat mengakibatkan perdarahan yang terus berlanjut dari bagian
atas titik penjahitan.
h) Lakukan penjahitan terputus disepanjang luka berjarak sekitar 1
cm, dengan mengambil seluruh ketebalan pada setiap bibir serviks.
i) Gunakan pembalut steril pada daerah perineum (Widyastuti, Palupi,
2002).
4. Tatalaksana robekan serviks tanpa mengenai segmen bawah rahim
a) Perbaikan keadaan umum (infus transfusi).
b) Pemberian antibiotik atau antipiretik.
c) Anastesi lokal atau umum.
d) Tindakan:
- Rekontruksi organ
- Ligasi untuk menghentikan perdarahan
- Pasang kateter
e) Evaluasi hasil tindakan dapat dipulangkan 5 hari (Manuaba,
2008).
5. Tatalaksana robekan serviks membujur sampai segmen bawah rahim
9
a) Perbaikan keadaan umum:
- Infus transfusi darah pasif
- Oksigenasi
b) Tindakan definitif
- Menjahit koporesis atau hiserektomi
c) Evaluasi hasil tindakan dapat dipulangkan 5 hari (Manuaba, 2008).
Catatan:
Menjahit robekan serviks memerlukan teknik khusus karena dapat
menimbulkan inkompeten serviks dan menimbulkan abortus habitualis
atau persalinan prematuritas (Manuaba, 2008).
10
Rekontruksi pada robekan serviks serta
pemeriksaan inspekulo untuk memastikan diagnosa
BAB II
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN
PADA KASUS ROBEKAN SERVIKS
Pengkajian
Tanggal : Digunakan untuk mengetahui tanggal kejadian masalah
kebidanan
Tempat : Untuk mengetahui tempat kejadian peristiwa/masalah kebidanan.
Pengkaji : Untuk mengkaji siapa yang menangani dan bertanggungjawab
terhadap asuhan yang diberikan kepada klien pasien.
2.1 Data Subjektif
a. Biodata
Pada anamnesis ditanyakan yaitu antara lain:
11
1) Nama : Perlu ditanyakan agar tidak terjadi kesalahan dalam
melakukan tindakan bila ada kesamaan nama dengan
klien lainnya.
2) Umur : Perlu ditanyakan untuk mengetahui pengaruh umur
terhadap permasalahan kesehatan klien. Dalam kurun
waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa umur aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Pada
sebagian ibu pada umur <20 tahun organ reproduksinya
masih belum sempurna ditambah dengan keadaan
psikologis dan mentalnya yang belum siap dapat
beresiko mengalami partus lama. Dimana partus lama
merupakan salah satu penyebab dari terjadinya robekan
serviks. Sedangkan jika umur ibu >35 tahun maka kerja
organ-organ reproduksinya dan tenaga ibu mulai
melemah. Hal ini membuat ibu kesulitan untuk mengejan
sehingga beresiko juga mengalami partus lama yang
akan memperbesar resiko terjadi robekan serviks
(Amuriddin, 2009).
3) Agama : Dengan diketahuinya agama pada klien, akan
memudahkan bidan melakukan pendekatan di dalam
melaksanakan asuhan kebidanan.
4) Pendidikan : Ditanyakan untuk mengetahui tingkat intelektualnya.
Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi sikap dan
perilaku kesehatan klien terhadap apa yang dijelaskan
dan dinasehatkan oleh bidan atau petugas kesehatan.
5) Pekerjaan : Dengan mengetahui penghasilan klien dan keluarganya,
bidan dapat mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial
ekonominya agar nasehat bidan sesuai dengan
kondisinya. Dimana jika pendapatannya termasuk
menengah ke atas maka pola asupan nutrisi klien akan
semakin baik sehingga akan mempercepat penyembuhan
jika terjadi robekan serviks. Dengan diketahuinya
penghasilan maka bidan dapat memperkirakan asuhan
yang tepat sesuai tingkat ekonomi klien.
12
6) Alamat : Ditanyakan dengan maksud untuk mempermudah
hubungan atara bidan dengan klien atau keluarganya
apabila diperlukan jika ada keperluan mendesak. Dan
juga untuk mempermudah bidan dalam melakukan
kunjungan rumah untuk memantau dan mengontrol
kondisi klien setelah dilakukan asuhan.
b. Keluhan utama
Sebagai data awal untuk menegakkan diagnosis kebidanan. Selain itu
keluhan utama menggambarkan masalah utama ibu yang perlu penanganan
segera guna menghindari komplikasi yang akan terjadi. Dalam hal ini saat
terjadi robekan serviks ibu biasanya akan mengeluh keluar banyak darah
dari jalan lahir setelah bersalin dan terkadang badannya juga terasa lemas.
c. Riwayat Kesehatan Klien
Dengan mengetahui riwayat kesehatan klien maka bidan dapat
melakukan tindakan yang tepat apabila sewaktu-waktu klien mengalami
keadaan gawat darurat sehingga bidan dapat melakukan tindakan baik
secara mandiri, kolaborasi maupun rujukan.
Data yang perlu digali meliputi apakah seorang klien sedang atau
pernah menderita penyakit diabetes mellitus, anemia maupun gangguan
pembekuan darah. Dimana jika klien sedang menderita penyakit diabetes
mellitus maka beresiko melahirkan bayi besar (makrosomia) yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya robekan serviks. Hal ini terjadi karena
serviks tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat
badannya yang besar serta penyakit diabetes mellitus ini dapat
mempengaruhi tingkat dan lama kesembuhan dari bekas robekan serviks.
Anemia atau defisiensi zat besi dapat menurunkan fungsi limfosit,
netrofil, dan fungsi makrofag, hal ini kemudian akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi pada robekan serviks. Sedangkan jika
terdapat gangguan pembekuan darah maka bidan dapat melakukan
tindakan segera untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dengan mengidentifikasi adanya penyakit yang diderita keluarga
sehingga dapat menentukan apakah ada faktor resiko ibu terkena penyakit
13
tersebut atau tidak. Hal ini mungkin dapat mempengaruhi tingkat dan lama
penyembuhan robekan serviks baik secara langsung maupun tidak
langsung, dan penyakit tersebut dapat muncul pada saat ibu dalam masa
kehamilan seperti penyakit diabetes melitus, anemia, dan gangguan
pembekuan darah.
e. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui apakah dalam kehamilan,
persalinan, dan nifas sebelumnya klien mengalami malpresentasi janin,
makrosomia janin, persalinan lama, persalinan presipitatus, persalinan
dengan bantuan, dan apakah ada riwayat robekan serviks atau adanya
jaringan parut sebelumnya atau tidak. Hal ini dikarenakan dapat
mempengaruhi (beresiko) terhadap kejadian robekan serviks pada
persalinan berikutnya.
14
Istirahat minimal 15 menit setiap 2 jam, tidur sekitar 6 sampai 8 jam
perhari. Untuk menjaga agar kondisi tubuh tetap sehat dan
mempercepat pemulihan kondisi setelah melahirkan.
3) Pola Eliminasi
Memberikan konseling mengenai pola makan karena dapat
mempengaruhi kebiasaan BAB, tidak dianjurkan untuk menahan BAK
karena rentan terjadi infeksi apalagi jika terjadi robekan pada jalan
lahir.
4) Personal Hygiene
Ditanyakan untuk mengetahui pola kebersihan ibu selama ini untuk
menghindari terjadinya infeksi yang diakibatkan karena luka-luka
setelah persalinan (robekan serviks).
h. Data Psiko-Sosial-Budaya
Data Psikologi ini untuk mengetahui status emosional ibu yang meliputi
tingkat kecemasan, ketakutan, ataupun kekhawatiran yang dapat
memperlama proses persalinan sehingga meningkatkan resiko terhadap
kejadian robekan serviks. Sedangkan data sosial budaya ini juga perlu
untuk dikaji mengenai ada tidaknya budaya ataupun adat istiadat yang
mempengaruhi penyembuhan luka setelah melahirkan, misalnya adanya
tarak (pantang) makanan bagi ibu nifas. Padahal makanan empat sehat
lima sempurna (asupan makanan yang bergizi) sangat diperlukan ibu nifas.
15
Namun, terkadang juga keadaan umum ibu masih baik ataupun lemah
tergantung dari luasnya robekan dan penanganan segera yang
didapatkan. Keadaan umum ibu dikatakan:
a. Baik
Jika pasien memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan
dan orang lain.
b. Lemah atau buruk
Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain.
2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat
melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan
composmentis sampai dengan koma. Composmentis (sadar penuh),
apatis (perhatian berkurang), somnolen (mudah tertidur walau sedang di
ajak bicara), spoor (dengan rangsangan kuat masih memberi respon
gerakan). dan coma (tidak memberi respon sama sekali). Biasanya ibu
dengan robekan serviks kesadarannya composmentis.
3) Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan Darah
Dikatakan tekanan darah tinggi apabila di atas 140/90 mmHg.
Tekanan darah rendah bila di bawah 90/60 mmHg. Biasanya pada
penderita robekan jalan lahir (robekan serviks) tekanan darah klien
akan mengalami penurunan jika perdarahan yang keluar banyak.
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 15 menit pada jam
pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua (Rohani, 2011).
b. Denyut nadi
Setelah melahirkan pada umumnya denyut nadi <100 kali/menit
karena kelelahan. Biasanya pada klien yang mengalami robekan
serviks dengan perdarahan yang cukup banyak denyut nadinya akan
cepat dan lemah. Jika denyut nadinya >100 kali/menit dapat
menunjukkan hipovolemia karena perdarahan (Erawati, 2010).
Pemeriksaan denyut nadi dilakukan setiap 15 menit pada jam
pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua (Rohani, 2011).
c. Pernafasan
16
Pola frekuensi pernafasan akan mengalami peningkatan apabila
terjadi syok akibat perdarahan dari robekan serviks. Frekuensi
pernafasan noramal 16-24 kali/menit.
d. Suhu
Suhu tubuh yang normal adalah 36,5-37,50C. Jika suhu tubuh >380C,
bidan harus mengumpulkan data lain untuk memungkinkannnya
mengidentifikasi masalah. Suhu yang tinggi tersebut dapat
disebabkan oleh dehidrasi (karena persalinan yang lama dan tidak
cukup minum) atau infeksi (Erawati, 2010). Bila terjadi infeksi pada
jalan lahir (robekan serviks) yang luka terinfeksinya tertutup oleh
jahitan dan getah bening tidak dapat keluar maka suhu tubuh bisa
mencapai 39-400C disertai dengan menggigil. Pemantauan suhu
dilakukan setiap jam selama dua jam pertama pascapersalinan
(Sulistyawati, 2013).
4) Pemeriksaan Fisik
a. Muka
Amati keadaan wajah, konjungtiva mata, dan bibir apakah pucat atau
tidak yang menandakan bahwa pasien mengalami anemia atau
kehilangan banyak darah akibat robekan serviks.
b. Abdomen
Melakukan palpasi abdomen untuk mengetahui kontraksi uterus baik
atau tidak. Jika kontraksi uterus baik namun terjadi perdarahan aktif
maka kemungkinan terjadi laserasi jalan lahir.
c. Genitalia
Mengamati dan memantau adanya perdarahan serta kemungkinan
terjadinya laserasi pada jalan lahir (Sulistyawati, 2013).
d. Ekstrimitas
Pada sebagian besar orang yang mengalami perdarahan banyak
(robekan serviks) maka ekstrimitas atas maupun bawahnya biasanya
dingin. Hal ini disebabkan karena tubuh kekurangan hidrasi.
5) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan inspekulo
17
Pemeriksaan inspekulo dilakukan untuk memastikan darimana asal
perdarahan tersebut (untuk menentukan diagnosa kebidanan) apakah
berasal dari perlukaan jalan lahir atau tidak.
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb), golongan darah, dan
percocokan silang. Hal ini dimaksudkan apabila klien dengan
robekan serviks membutuhkan transfusi darah atau plasma
ekspander apabila klien mengalami hipovolemia atau syok
(Widyastuti, Palupi, 2001).
18
Kemungkinan diagnosa atau masalah potensial yang timbul :
1) Potensial terjadi infeksi
Dasar : Sewaktu persalinan, bakteri yang mengkoloni serviks dan
vagina memperoleh akses ke cairan amnion, dan bakteri-
bakteri ini akan menginvasi jaringan mati di tempat
hiserektomi. Kemudian terjadi seluletis parametrium dengan
infeksi jaringan ikat fibroareolar retroperitonium panggul.
Hal ini dapat disebabkan oleh penyebaran limfogen organism
dari tempat laserasi serviks atau laserasi uterus yang
terinfeksi.
19
menjalar ke tempat-tempat tersebut (Widyastuti, Palupi,
2002).
c. Identifikasi Kebutuhan dan Tindakan Segera
Berdasarkan diagnosis potensial yang ditegakkan, bidan melakukan
tindakan antisipasi untuk menyelamatkan jiwa pasien, tapi ingat, antisipasi
harus selalu menyesuaikan batas kewenangan bidan dan Standar Pelayanan
Kebidanan (Sulistyawati, 2013).
Kemungkinan tindakan segera pada kasus robekan serviks antara lain :
1) Apabila terjadi perdarahan hebat segera berikan infus RL atau NaCl
untuk membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama
perdarahan dan berikan transfusi darah apabila kadar Hb rendah
dengan berkolaborasi dengan dokter SPOG.
2) Segera melakukan kolaborasi dengan dokter SPOG dan tim medis
lainnya dan melakukan rujukan segera mungkin apabila terjadi
robekan serviks (JNPK-KR, 2014).
2.4 Penatalaksanaan
Pada langkah ini asuhan menyeluruh dilaksanakan secara efisien dan
aman. Realisasi dari perencanaan sebagian dilakukan oleh bidan, pasien, atau
anggota keluarga yang lain. Berikut adalah realisaasi asuhan yang dapat
dilaksanakan terhadap klien dengan robekan serviks:
a. Penatalaksanaan secara Mandiri
1) Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang kondisi dan hasil
pemeriksaan ibu saat ini yang mengalami robekan serviks.
Rasional : Hal ini dilakukan agar ibu dan keluarga dapat memahami
kondisinya dan lebih kooperatif akan tindakan yang akan
dilakukan bidan selanjutnya.
Evaluasi : Ibu dan keluarga mengerti tentang kondisi ibu saat ini.
2) Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu.
Rasional : Tanda-tanda vital mencerminkan gambaran kondisi fisik
dan merupakan suatu indikator untuk menilai keadaan
umum ibu dan menentukan intervensi selanjutnya.
20
Evaluasi : Keadaan umu dan tanda-tanda vital ibu dalam keadaan
normal.
3) Memastikan bahwa kontraksi uterus baik dan perdarahan berasal dari
perlukaan serviks serta memantau jumlah perdarahan.
Rasional : Robekan serviks dapat didiagnosa apabila uterus
berkontraksi dengan baik dan keras namun terjadi
perdarahan terus yang berwarna merah segar (darah berasal
dari arteri) dari jalan lahir serta dapat diketajui adanya
robekan serviks dengan pemeriksaan speculo in cervix.
Sedangkan untuk memantau jumlah perdarahan dilakukan
dengan memperkirakan jumlah darah yang keluar serta
melihat kondiisi umum dan tanda vital sebagai indikator
terjadinya syok akibat perdarahan.
Evaluasi : Perdarahan bersumber dari robekan serviks.
4) Melakukan informed consent atas tindakan yang akan dilakukan
Rasional : Informed consent dapat membuat petugas kesehatan merasa
mana dalam menjalankan tindakan medis pada klien,
sekaligus dapat digunakan sebagai pembelaan diri terhadap
kemungkinan adanya tuntutan atau gugatan dari klien dan
keluarganya apabila timbul akibat yang tidak dikehendaki.
Sedangkan bagi klien, informed consent merupakan
penghargaan terhadap hak-haknya dan dapat digunakan
sebagai alasan gugatan terhadap petugas kesehatan apabila
terjadi penyimpangan dari praktiknya.
Evaluasi : Ibu dan keluarga setuju dengan tindakan yang akan
dilakukan dengan bukti adanya informed consent tersebut.
5) Memasang infus RL atau NaCl.
Rasional : Pemasangan infus RL atau NaCl berguna untuk
mempertahankan dan mengganti cairan tubuh yang hilang
serta memperbaiki volume komponen darah akibat
terjadinya perdarahan. Sedangkan terapi transfusi darah
berguna untuk meningkatkan volume sirkulasi darah dan
21
mempertahankan kadar hemoglobin akibat terjadinya
trauma atau perdarahan.
Evaluasi : Dilakukan pemasangan infus RL atau NaCl jika perdarahan
yang keluar banyak dan terapi transfuse darah apabila
diperlukan.
6) Memantau input dan output ibu
Rasional : Pemantauan input dan output ibu dilakukan untuk
menentukan status keseimbangan cairan tubuh ibu guna
rehidrasi akibat perdarahan serta jika input dan outputnya
seimbang maka keadaan umum dan proses penyembuhan
lukanya akan lebih cepat.
Evaluasi : Input dan output cairan serta nutrisi ibu seimbang.
7) Melakukan pendokumentasian semua asuhan yang telah dilakukan
Rasional : Pendokumentasian merupakan unsure pokok dalam
pertanggungjawaban kinerja profesi yang menggambarkan
asuhan yang telah diberikan kepada klien.
Evaluasi : Dilakukan pendokumentasian setiap asuhan yang diberikan.
22
apabila sudut atas luka robekan serviks tidak dapat dicocokkan atau
robekan mencapai parametrium atau perdarahan tindak segera berhenti.
Yaitu dengan dilakukannya penjahitan pada robekan serviks sesuai
prosedur. Rujukan ini dilakukan dengan prinsip BAKSOKUDA.
Rasional : Penjahitan luka akibat robekan serviks dilakukan untuk
menghentikan perdarahan dan dilakukan dengan teknik khusus
yang tepat agar tidak sampai menimbulkan inkompeten serviks
dan menimbulkan abortus habitualis atau persalinan
prematuritas.
Evaluasi : Ibu dan keluarga bersedia dilakukan rujukan guna memperoleh
penanganan lebih lanjut.
23
DAFTAR PUSTAKA
24