Anda di halaman 1dari 8

Tampon Balon Dalam Manajemen Perdarahan Postpartum: Pengalaman 3

Tahun di Pusat penelitian Tunggal


Berrin Goktug Kadioglu, Esra Cinar Tanriverdi, Ayse Nur Aksoy
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit Nenehatun, Erzurum, Turkey

Abstrak
Pendahuluan: Perdarahan postpartum (PPP) adalah salah satu penyebab utama
kematian ibu di dunia dan dilaporkan terjadi pada 5%-8% kehamilan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan pengalaman dari suatu pusat
penelitian dalam menangani PPP dengan tampon balon.
Metode: Selama periode antara Januari 2013 dan Maret 2016, 50 pasien yang
telah menjalani pemakaian tampon balon untuk pendarahan post partum di klinik
kami telah dievaluasi secara retrospektif. Usia pasien, paritas, jenis persalinan,
berat lahir, nilai hemoglobin dan trombosit, kehilangan darah total dari kateter,
lama waktu penerapan balon, status transfusi darah dan trombosit, adanya anomali
plasenta dan tingkat keberhasilan hemostasis balon Bakri telah dievaluasi.
Hasil: Selama masa penelitian, terdapat 27.249 persalinan. Frekuensi perdarahan
postpartum masif adalah 0,61% (n= 168). Di antara 168 pasien dengan perdarahan
postpartum masif, terdapat 50 pasien yang menggunakan kateter balon Bakri.
Balon Bakri ditempatkan melalui sayatan seksio sesar pada 19 pasien dan melalui
vagina pada 31 pasien. Waktu rata-rata penerapan balon Bakri adalah 18 jam.
Pada 8 pasien, tampon balon gagal. Dua pasien menjalani histerektomi; dua pasien
lainnya menjalani operasi ligasi dari arteri hipogastrik. Empat kasus dirujuk ke
pusat kesehatan tersier. Kelainan invasi plasenta diamati pada lima pasien. Secara
keseluruhan tingkat keberhasilan hemostasis balon bakri terbukti sama dengan
84% pada semua kasus.
Kesimpulan: Tampon balon Bakri efektif, aman dan praktis dalam pengobatan
perdarahan postpartum.
Kata kunci: Perdarahan postpartum, balon Bakri, persalinan pervaginam, sectio
caesaria, atonia

1. Pendahuluan
Perdarahan postpartum (PPP) adalah salah satu penyebab utama kematian
ibu di dunia dan dilaporkan terjadi pada 5% - 8% kehamilan. PPP primer
didefinisikan sebagai kehilangan darah dengan perkiraan lebih dari 500 ml setelah
persalinan per vaginam dan lebih dari 1000 ml setelah operasi caesar dalam 24
jam pertama. Penyebab paling umum dari PPP adalah atonia uteri. Hal ini ditandai
dengan kontraksi miometrium yang tidak adekuat setelah melahirkan.
Intervensi operatif dan nonoperatif digunakan dalam menangani PPP.
Awalnya, akses vaskular besar terbentuk, kateter kandung kemih disisipkan dan
bersamaan dengan kompresi bimanual uterus, agen oksitosin dan penggantian
volume (kristaloid dan produk darah) telah diterapkan. Pada pasien yang gagal

1
merespon terhadap pengobatan medis, tampon uterus, jahitan kompresi, ligasi
arteri uterus atau embolisasi, ligasi arteri hipogastrik dan histerektomi diterapkan.
Penelitian terbaru telah menjelaskan keberhasilan penggunaan tampon uterus
dalam pengelolaan PPP yang timbul dari atonia uterus yang tidak responsif
terhadap pengobatan medis uterotonika. Berbagai jenis kateter balon termasuk
balon Bakri, balet Roush, tabung Sengstaken-Blakemore, atau kateter Foley yang
digunakan di klinik. Tampon balon bakri adalah metode alternatif dan efektif
untuk mengembalikan keadaan uterus dalam kasus medis yang sulit diatasi.
Dalam penelitian ini, kami bertujuan untuk mengevaluasi pengalaman dari sebuah
pusat penelitian dalam menggunakan tampon balon dalam pengobatan PPP. Selain
itu, kami membandingkan hasil kami dengan yang dilaporkan di literatur.

2. Bahan dan Metode


Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Rumah Sakit Pengajaran
Regional Erzurum, Turki. Kami secara retrospektif meninjau catatan 50 pasien
yang dirawat karena PPP dengan tampon balon Bakri yang dikelola antara Januari
2013 dan Maret 2016 di Rumah Sakit Nenehatun, Erzurum, Turki. Wanita yang
mengalami PPP masif setelah persalinan per vaginam atau operasi caesar yang
telah gagal dengan pengobatan disertakan dalam penelitian. Perdarahan
postpartum didefinisikan sebagai kehilangan darah dengan perkiraan >500 ml
setelah persalinan per vaginam atau >1000 ml setelah operasi caesar. Pasien
dengan PPP akibat trauma rahim dan leher rahim atau retensi jaringan plasenta
tidak dimasukkan dalam penelitian. Pasien yang menjalani prosedur penyisipan
balon Bakri untuk mengontrol PPP dianalisis dalam hal karakteristik demografi
dan klinis, hasil pengobatan dan kebutuhan untuk operasi dan komplikasi
tambahan.
Di klinik kami, kateter balon Bakri intrauterine (Cook Medical Inc.,
Bloomington, IN) hanya tersedia sebagai alat balon intrauterine. Balon Bakri
dirancang sebagai perangkat tampon uterin yang memiliki balon silikon dengan
kapasitas pengembangan 500 mL larutan garam dan lumen drainase yang
memungkinkan pemantauan kehilangan darah. Kateter balon Bakri intrauterine
diterapkan dalam kasus PPP yang tidak terkontrol dengan uterotonik. Penyisipan

2
balon bakri dibuat sesuai dengan metode yang aslinya dijelaskan oleh Bakri dkk.
Pada persalinan pervaginam, balon Bakri digelembungkan dengan panduan
ultrasound setelah melewati mulut bagian dalam serviks. Selama operasi caesar,
tampon ditempatkan dari sayatan uterus yang diarahkan ke saluran vagina. Balon
yang dimasukkan ke dalam rongga intrauterine, digelembungkan dengan sekitar
250 - 500 ml larutan garam fisiologis. Jahitan pengawatan ditempatkan dan
tampon vaginal diaplikasikan pada kasus dengan dilatasi serviks yang besar.
Balon berikutnya dimasukkan, infus oksitosin intravena dosis rendah
dipertahankan selama 24 jam. Drainase darah dikontrol per jam untuk 6 jam
pertama post insersi tampon balon Bakri dan kemudian setiap 4 jam (jika drainase
kurang dari 100 mL per jam) sampai tampon tersebut diangkat. Dalam kasus
penerapan balon yang berhasil, tampon dilepas sekitar 24 jam kemudian baik
dalam dua tahap ataupun dalam satu tahap. Pada semua pasien, kateter Foley
dimasukkan untuk memantau keluaran urin dan antibiotik spektrum luas
diterapkan untuk profilaksis. Kondisi nyeri dievaluasi tiap jam dengan Visual
Analog Scale (VAS). Ketika skor VAS yang dinilai 7, 25 mg, maka petidin
diberikan secara intramuskular.
Karakteristik demografi (umur, paritas), jenis persalinan, berat lahir, nilai
hemoglobin dan trombosit, kehilangan darah total dari kateter, waktu penerapan
balon, status transfusi darah dan platelet, adanya anomali plasenta, perlunya
pembedahan (ligasi hipogastrik Arteri dan/atau histerektomi) dan waktu selang
antara pemasangan dan penerapan balon Bakri dicatat.

3. Hasil
Selama masa penelitian, terdapat 27.249 persalinan di klinik kami.
Frekuensi perdarahan postpartum masif adalah 0,61% (n = 168). Di antara 168
pasien dengan pendarahan postpartum masif, ada 50 pasien yang diterapkan
penggunaan kateter balon Bakri. Balon Bakri dimasukkan secara vaginal pada 31
pasien dan ditempatkan melalui sayatan uterus yang diarahkan ke kanal vagina
pada 19 pasien. Waktu penerapan rata-rata balon Bakri adalah 19,4 4,1 jam.
Tingkat keberhasilan hemostasis aplikasi balon Bakri adalah 84% dalam semua
kasus. Delapan kasus telah gagal. Dua pasien menjalani histerektomi; Dua pasien

3
lainnya menjalani operasi ligasi arteri hipogastrik. Empat kasus dirujuk ke pusat
kesehatan tersier. Kelainan invasi plasenta diamati pada lima pasien; dua orang
berhasil menjalani histerektomi, tiga lainnya dirujuk ke pusat kesehatan tersier.
Usia pasien berkisar antara 18 dan 45 tahun (rata-rata 30,5 14,5 tahun). Empat
puluh delapan pasien merupakan PPP primer dan dua pasien adalah PPP sekunder
(salah satunya pada postpartum hari keempat, yang lainnya pada postpartum hari
ketujuh).
Sembilan kasus bersifat primipara dan yang lainnya multipara. Rata-rata
jumlah kelahiran hidup per wanita adalah 3 2,2. Berat lahir rata-rata adalah 2873
34,6 g. Sembilan belas kasus (38%) telah dilahirkan melalui operasi caesar. Usia
rata-rata kasus yang dilakukan caesar adalah 28 13 tahun. Usia rata-rata pasien
yang melahirkan secara pervaginam adalah 32 6,7 tahun. Waktu persalinan rata-
rata (dari masuk ke rumah sakit sampai melahirkan) adalah 3,7 5,4 jam.
Oksitosin dibutuhkan pada 15 pasien (30%). Pada saat masuk ke rumah sakit, nilai
rata-rata hemoglobin kasus adalah 12,3 1,7 g / dl; Nilai platelet rata-rata adalah
224,762 72,942 / mm3. Segera sebelum aplikasi balon Bakri, nilai rata-rata
hemoglobin pasien adalah 7,6 0,8 gr / dl; Nilai trombosit rata-rata pasien adalah
194.040 58.099 / mm3). Rata-rata 3 unit (2 - 6) suspensi eritrosit dan 2 unit (0 -
2) plasma beku segar ditransfusikan ke pasien. Waktu penerapan rata-rata balon
Bakri adalah 19,4 4,1 jam. Jumlah drainase rata-rata dari balon Bakri adalah
111,6 88,6 ml (Tabel 1). Faktor risiko yang paling umum untuk PPP adalah
induksi kelahiran yang tidak berhasil (n = 20%, 40%) (Tabel 2). Semua pasien
difollow-up selama 5 bulan pascapersalinan. Tidak ada komplikasi yang
disebabkan oleh penggunaan balon bakri.

4
Tabel 1. Karakteristik demography dan klinis dari 50 pasien yang
diaplikasikan Tampon Balon Bakrie.

Tabel 2. Evaluasi faktor risiko pada pasien dengan PPP

5
4. Diskusi
Dalam penelitian retrospektif ini, kami mempresentasikan pengalaman
pusat penelitian kami dalam merawat PPP dengan tampon balon. Kami
mengidentifikasi total 50 kasus dengan PPP; 42 diantaranya berhasil diobati
dengan balon Bakri. Dengan demikian, tingkat keberhasilan keseluruhan balon
Bakri sendiri ditemukan sebesar 84%.
Perdarahan postpartum primer didefinisikan sebagai lebih dari 500 ml
perdarahan dalam 24 jam pertama setelah kelahiran vagina dan lebih dari 1000 ml
perdarahan setelah operasi caesar. Perdarahan postpartum diperiksa dalam empat
kategori secara etiologis termasuk tonus, jaringan, trauma dan trombin. Metode
tampon uterus digunakan untuk waktu yang lama untuk mengendalikan
perdarahan uterus yang parah. Tabung Sengstaken-Blakemore, balon Rusch,
kateter foley, kateter kondom telah disesuaikan untuk studi klinis serupa.
Penyebab paling umum dari perdarahan postpartum adalah atonia uteri. Meskipun
balon Bakri asli digunakan untuk kasus plasenta previa, namun balon tersebut
telah digunakan secara efektif untuk kasus lain seperti PPP yang disebabkan oleh
atonia rahim.
Dabelea dkk menerapkan tampon balon intrauterine pada 23 pasien dengan
perdarahan postpartum yang tidak responsif terhadap terapi medis dan mereka
melaporkan tingkat keberhasilan 100% pada kasus dengan perdarahan akibat
atonia rahim. Juga, mereka melaporkan tingkat keberhasilan 80% untuk
pendarahan karena retensio plasenta. Kucukbas dkk menggunakan tampon balon
dalam 4 kasus yang didiagnosis dengan PPP (satu abrupsio plasenta, dua atonia,
dan satu plasenta previa) yang tidak responsif terhadap perawatan medis dan
mereka melaporkan hemostasis yang berhasil dalam semua kasus. Konsisten
dengan hasil ini, kami menangani 50 kasus yang didiagnosis dengan PPP yang
tidak responsif terhadap perawatan medis dengan tampon balon dan kami
melaporkan tingkat hemostasis yang berhasil mencapai 84% pada pasien ini.
Berbagai jenis kateter balon untuk tampon uterus digunakan secara klinis.
Doumouchtsis dkk mempresentasikan 27 pasien dengan PPP yang sulit diobati
yang mendapatkan aplikasi kateter Sengstaken-Blackmore untuk memperoleh
keadaan homeostasis. Mereka mencapai hemostasis pada 22 pasien (81%).

6
Namun, kateter ini tidak praktis digunakan karena memiliki dua balon terpisah. Di
sisi lain, balon Bakri praktis dan bisa ditempatkan dalam 5 - 10 menit pada pasien
yang melahirkan via pervaginam atau perabdominal. Bergantung pada lebar
rongga rahim, balon tersebut bias mengembang dengan 250 - 500 ml garam
fisiologis, sehingga terjadi tekanan kuat pada segmen bawah rahim. Selain itu,
drainase lumen balon Bakri memungkinkan pemantauan kehilangan darah. Dalam
sebuah studi baru-baru ini, Gao dkk menganalisis total 109 pasien dengan PPP
yang menjalani penyisipan balon Bakri setelah obat lini pertama yang tidak
berhasil. Mereka melaporkan tingkat keberhasilan hemostasis 93,6%. Selain itu,
mereka memberi tahu tingkat keberhasilan hemostasis serupa pada pasien yang
melahirkan secara vaginal dibandingkan dengan pasien yang menjalani operasi
caesar. Sejalan dengan hasil ini, kami mengamati tidak ada perbedaan yang
signifikan antara pasien dengan persalinan per vaginam dan operasi sesar dalam
hal tingkat hemostasis yang berhasil.
Aplikasi balon Bakri dilaporkan memiliki kontraindikasi pada kasus
dengan kelainan rahim, kanker serviks, dan infeksi saluran kemih purulen dan
pendarahan arteri. Pada saat yang sama, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan dalam memberikan hemostasis dengan implementasi balon Bakri
tercatat memiliki riwayat satu atau lebih operasi sesar sebelumnya, plasentasi
anterior, trombositopenia, gangguan intravaskular diseminata selama penerapan
kateter dan volume drainase lebih dari 500 ml di dalam jam pertama setelah
penempatan kateter. Dalam penelitian kami, 5 dari 8 pasien yang tidak
memperoleh perbaikan hemostasis setelah diberikan balon Bakri, memiliki
kelainan plasenta. Di sisi lain, komplikasi seperti perforasi rahim, komplikasi
serviks, trauma dan infeksi dapat terjadi selama proses pemasangan tergantung
pada pemasangan balon Bakri atau selama pengembangan balon. Dalam
penelitian saat ini, tidak ada komplikasi akibat balon Bakri. Salah satu faktor yang
dapat mencegah komplikasi ialah menyarankan penyisipan balon Bakri dengan
panduan USG. Mendukung hasil ini, tidak ada komplikasi yang dilaporkan dalam
literatur karena implementasi balon Bakri.
Ada penelitian dalam literatur yang mengevaluasi manfaat dan keamanan
balon Bakri dalam pengobatan PPP. Namun, penelitian kami penting dalam hal

7
mencerminkan 3 tahun pengalaman kami. Penelitian kami memiliki keterbatasan.
Kami tidak memiliki data tentang pasien yang dirujuk ke pusat kesehatan tersier
akibat gagal memperoleh keadaan hemostasis dengan balon Bakri.

5. Kesimpulan
Kesimpulannya, balon Bakri adalah metode yang efektif, aman dan
sederhana dalam pengobatan PPP. Selain itu, tampon balon uterus adalah aplikasi
yang menyelamatkan nyawa jika tim tidak memiliki pengalaman tentang
intervensi bedah seperti ligasi arteri dan jahitan B-Lynch.

Anda mungkin juga menyukai