MATERI
A. Pengertian
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus,
ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita
pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian (Rasmaliah, 2004)
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah
ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan
atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura (WHO, 2003).
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena
sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk pilek
pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti
seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6
kali setahun (Depkes RI, 2001).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut
yang dapat menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bawah (Erlien,
2008). ISPA adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri,
atipikal, (mikoplasma), atau aspirasi substansi asing, yang melibatkan suatu
atau semua bagian saluran pernafasan (Wong, 2004).
21
B. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah Genus Streptokokus, Stafilokkokus,
Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella, dan Koneabakterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus (Erlien, 2008).
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan (ISPA) disebabkan oleh virus
seperti virus sinsisial pernafasan (VSP), virus parainfluenza, adenovirus,
rhinovirus, dan koronavirus, koksaki virus A dan B dan mikoplasma (Nelson,
2000).
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) juga bisa disebapkan karena
faktor kelelahan, daya tahan tubuh lemah, populasi udara, asap kendaraan dan
pembakaran hutan setelah pergantian musim (Hatta, 2000).
C. Klasifikasi
1. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing) pada saaat bernapas.
2. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas
cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pnemonia
(Erlien, 2008).
1. Pneumonia berat: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan
umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda
tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2
-12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).
D. Patofisiologi
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan
lingkungan, namun infeksi relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi
saluran pernapasan bawah yang mengenai bronchus dan alveoli. Terdapat
beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan untuk
mencegah infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan
mikroorganisme, dan membuang mucus yang tertimbun, terdapat lapisan
mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronchus ke atas yang
menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua
mikroorganisme yang terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring
tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan. Proses
kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system Eksalator mukolisiaris.
23
2. ISPA Sedang
a. Pernapasan yang cepat (lebih dari 50 x/menit)
b. Wheezing (napas menciut-ciut)
c. Panas 38oC atau lebih
d. Sakit telinga atau keluar cairan
e. Bercak-bercak menyerupai campak
3. ISPA Berat
a. Chest indrawng (pernafasan dada kedalam)
b. Stridor (pernafasan ngorok)
c. Tidak mau makan
d. Sianosis (kulit kebiru-biruan)
e. Nafas cuping hidung
f. Kejang
g. Kesadaran menurun (Depkes RI, 2001)
d. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap kejadian penyakit
termasuk ISPA. Keadaan lingkungan yang kotor khususnya perumahan
yang kotor dan padat dapat akan memudahkan terjangkitnya berbagai
penyakit, pembuangan air limbah, sampah dan kotoran yang tidak
teraratur dengan baik menyebapkan sampah dan kotoran terkumpul
disekitar rumah.
G. Penatalaksanaan
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan
obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup
pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari
tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
2. Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih.
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
27
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek.
3. Pengobatan antara lain :
a. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll.
b. Antibiotik : Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab utama
ditujukan pada S.pneumonia, H.Influensa dan S.Aureus
4. Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll (Corwin Eli Zabeth.J,
2000).
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering digunakan
dalam menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas.
1. Kultur
Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang
menyebabkan faringitis.
2. Biopsi
Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan
tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring,
laring, dan rongga hidung. Dalam tindakan ini mungkin saja pasien
mendapat anastesi lokal, tropical atau umum tergantung pada tempat
prosedur dilakukan.
3. Pemeriksaan pencitraan,
Termasuk di dalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CT Scan,
pemeriksaan dengan zat kontras dan MRI (pencitraan resonansi magnetik).
Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari
pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis
atau pertumbuhan tumor dalam kasus tumor.