Anda di halaman 1dari 25

MANAJEMEN KEPERAWATAN

KOMUNIKASI PROFESIONAL KEPERAWATAN

KELOMPOK 1
TINGKAT II B
ARI SULISTIANTO MADE ASMA
ALVIONITA REZA NINGSIH RANDES SUGARA
AHMAD RAMADHAN RM EDO HARYANTO
DIO FEBRI ANJAS TARI SEPTI ANDRIANI
DOSEN PEMBIMBING
YANTI SUTRIYANTI, SKM., M.Kep

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PRODI KEPERAWATAN CURUP
TAHUN 2011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah Manajemen Keperawatan ini.
Secara khusus, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen kami di Poltekkes
Bengkulu Akademi Keperawatan yang telah berkenan memberikan masukan terhadap makalah ini.
Banyak sekali saran yang kami jadikan bahan untuk menyempurnakan makalah ini. Selain itu kami
juga mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, Kami
senantiasa mengharapkan masukan demi penyempurnaan makalah Kami selanjutnya. Akhirnya,
semoga makalah ini bisa turut andil di Poltekkes Bengkulu.

Curup, September 2011

Penulis
BAB I
TEORI KOMUNIKASI KEPERAWATAN

A. KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN


Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar
(Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku “caring” atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan
orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra
profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah
mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.

B. PENGERTIAN KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan
Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan
publik.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995)
ada dua jenis komunikasi yaitu verbal dan non-verbal yang dimanifestasikan secara
terapeutik.

1. KOMUNIKASI VERBAL
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang.
Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu
untuk berespon secara langsung. Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1. Jelas dan ringkas
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin
anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”
2. Perbendaharaan Kata
Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk,
sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan
“Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.
3. Arti denotatif dan konotatif
Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata
sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika
menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4. Selaan dan kesempatan berbicara
Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas.
Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu
kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
5. Waktu dan relevansi
Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko
operasi.
6. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan
rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.

2. KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata.
Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan. Perawat perlu
menyadari pesan yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi
asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal.
Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi
Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat
hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan
sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang
marah.
2. Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan.
Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan
profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien
terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien
mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat.
3. Intonasi (Nada Suara)
Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena
maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi
oleh nada suara perawat.
4. Ekspresi wajah
Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan
klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak
tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5. Sikap tubuh dan langkah
Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap
tubuh dan langkah klien
6. Sentuhan
Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun
harus mnemperhatikan norma sosial.

C. TEORI KOMUNIKASI KEPERAWATAN


1. LASSWELL’S MODEL (MODEL LASSWELL)
Teori komunikasi paling awal (1948) Lasswell, menyatakan cara yang terbaik untuk
menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Sehingga Lasswell
menemukan unsur-unsur proses komunikasi yaitu komunikator, pesan, Media,
komunikan/penerima, dan efek. Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell adalah
sebagai pengamatan terhadap lingkungan, Korelasi kelompok-kelompok dalam
masyarakat ketika menanggapi lingkungan, transmisi warisan sosial.
2. S-O-R THEORY (TEORI S-O-R)
Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Jadi unsur-unsur dalam model
ini adalah Pesan (stimulus, S) Komunikan (organism, O) Efek (Response, R). Dalam
proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang
menerpa benar-benar melebihi semula. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada
komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika
ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti.
3. S-M-C-R MODEL (MODEL S-M-C-R)
Rumus S-M-C-R adalah singkatan: S (Source, sumber atau komunikator); M (Message,
pesan); C (Channel, saluran atau media); R (Receiver, penerima atau komunikan). Jadi,
komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media saja,
misalnya bahasa, sedangkan pada komunikasi bermedia seorang komunikator, misalnya
wartawan, penyiar atau reporter menggunakan dua media, yakni media primer dan
media sekunder, jelasnya bahasa dan sarana yang ia operasikan.
4. DANCE’HELICAL MODEL (MODEL HELICAL DANCE)
Heliks (helix), suatu bentuk melingkar yang membesar menunjukkan perhatian bahwa
proses komunikasi bergerak maju. Dalam percakapan ,misalnya bidang kognitif secara
tetap membesar pada mereka yang terlibat. Para aktor komunikasi secara sinambung
memperoleh informasi mengenai topik termasa tentang pandangan orang lain,
pengetahuan dan sebagainya.
5. INNOCULATION THEORY (TEORI INOKULASI)
Teori inokulasi atau teori suntikan yang ditampilkan Mcguire ini mengambil analogi
peristiwa medis. Orang yang terserang penyakit cacar, polio disuntik. Diberi vaksin
untuk merangsang mekanisme daya tahan tubuhnya. Demikian pula dengan orang yang
tidak memiliki informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi mengenai hal
tersebut, ia akan lebih mudah dipersuasi atau dibujuk. Suatu cara untuk membuatnya
agar tidak mudah kena pengaruh adalah ”menyuntiknya” dengan argumentasi balasan
(counterarguments).
BAB II
TIMBANG TERIMA

A. PENGERTIAN TIMBANG TERIMA


Timbang terima sering disebut dengan operan atau over hand. Operan adalah suatu
cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan
klien. Harus dilakukan seefektif mungkin dengan secara singkat, jelas dan lengkap tentang
tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum dan
perkembangan saat itu Informasi yang disampaikan harus akurat, sehingga kesinambungan
asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna

B. TUJUAN KHUSUS:
 Menyampaikan kondisi dan keadaan pasien (data fokus)
 Menyampaikan hal yang sudah/belum dilakukan dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien
 Menyampaikan hal penting yang harus ditindaklanjuti oleh perawat dinas berikutnya
 Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya

D. MANFAAT:
1. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat
2. Menjalin suatu hubungan kerjasama dan bertanggungjawab antar perawat
3. Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna
4. Peningkatan pemahaman pelaksanaan timbang terima pasien
5. Terhindar dari kekeliruan pemberian tindakan keperawatan
6. Menimbulkan rasa aman
7. Meningkatkan percaya diri/bangga
8. Klien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap
9. Meningkatkan pelayanan keperawatan kepada klien secara komprehensif

E. TAHAPAN DAN BENTUK PELAKSANAAN OPERAN


Menurut Lardner et.all (1996) operan memiliki 3 tahapan yaitu:
1. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan tanggungjawab.
Meliputi faktor informasi yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya.
2. Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang melakukan
pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang berupa pertukaran
informasi yang memungkin adanya komunikasi dua arah antara perawat yang shift
sebelumnya kepada perawat shift yang datang.
3. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab dan
tugas yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima operan
untuk melakukan pengecekan data informasi pada medical record atau pada pasien
langsung.

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam melakukan pergantian shift atau


operan jaga, diantaranya (Nursalam, 2002):
1. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
2. Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu mempersiapkan hal-hal apa yang
disampaikan
3. Perawat yang bertanggung jawab menyampaikan kepada penanggung jawab shift yang
selanjutnya meliputi :
a. Kondisi atau keadaan klien secara umum
b. Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan
4. Penyampaian operan di atas (point c) harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-
buru
5. Perawat penanggung jawab dan anggotanya dari kedua shift bersama-sama secara
langsung melihat keadaan klien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur operan jaga (Nursalam, 2002),
meliputi:
1. Persiapan
a. Kedua kelompok dalam keadaan siap
b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
2. Pelaksanaan
Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada masing-masing penanggung
jawab:
a. Timbang terima dilaksanakan setiap penggantian shift/operan
b. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan
mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah keperawatan klien,
rencana tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya
yang perlu dilimpahkan.
c. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap sebaiknya
dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat yang
berikutnya
d. Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :
1) Identitas klien dan diagnosa medic
2) Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul
3) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan
4) Intervensi kolaborasi dan dependen
5) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan selanjutnya,
misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya,
persiapan untuk konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan secara
rutin.
e. Perawat yang melakukan timbang terima daat melakukan klarifikasi, tanya jawab
dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang kurang jelas Penyampaan pada saat
timbang terima secara singkat dan jelas
f. Lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi
khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap dan rinci.
g. Pelaporan untuk timang terima dituliskan secara langsung pada buku laporan
ruangan oleh perawat.

Operan jaga (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi


tentang tugas perpindahan informasi yang relevan yang digunakan untuk kesinambungan
dalam keselamatan dan keefektifan dalam bekerja. Operan jaga memiliki beberapa bentuk
pelaksanaan diantaranya:
1. Menggunakan tape recorder. Melakukan perekaman data tentang pasien kemudian
diperdengarkan kembali saat perawat jaga selanjutnya telah datang. Metode itu
berupa one way communication
2. Menggunakan komunikasi Oral atau spoken. Melakukan pertukaran informasi dengan
berdiskusi.
3. Menggunakan komunikasi tertulis-written. Melakukan pertukaran informasi dengan
melihat pada medical record saja atau media tertulis lain. Berbagai metode yang
digunakan tersebut masih relevan untuk dilakukan bahkan beberapa rumah sakit
menggunakan ketiga metode untuk dikombinasi.

F. EFEK SHIFT KERJA ATAU OPERAN


Shif kerja atau operan memiliki efek-efek yang sangat mempengaruhi diri seorang
perawat sebagai pemberi layanan kepada pasien. Efek-efek dari shift kerja atau operan
adalah sebagai berikut:
1. Efek Fisiologis
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan
biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam.
Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah.
Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
2. Efek Psikososial
Efek ini berpengeruh adanya gangguan kehidupan keluarga, Efek fisiologis hilangnya
waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan mengganggu
aktivitas kelompok dalam masyarakat.
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan
efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental
menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas
kendali dan pemantauan.
4. Efek Terhadap Kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini cenderung terjadi pada
usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar
gula dalam darah bagi penderita diabetes.
5. Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri
terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan cenderung
banyak terjadi selama shift pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam.

G. DOKUMENTASI DALAM OPERAN


 Identitas klien  Intervensi yang sudah dilakukan
 Diagnosa medis klien  Intervensi yang belum dilakukan
 Dokter yang menangani  Tindakan kolaborasi
 Kondisi saat klien ini  Rencana umum dan persiapan lain
 Masalah Keperawatan  Tanda tangan dan nama terang

Contoh Dokumentasi Operan


Operan Tim A
Ny. Tholhah (42 thn)
(5870049) Ca.Mammae post mastektomi / Dr.Nindi KU: baik, komposmentis. TD: 110/80, N: 100
x/mnt, RR: 20 x/mnt, T: 37 C. Keluhan: nyeri pada luka lengan atas sebelah kanan dengan skala 7.
Masalah keperawatan: Nyeri, Resti infeksi dan gangguan integritas kulit. Rencana yg sudah
dilakukan: monitor TTV, Relaksasi & distraksi, ganti balut, Injeksi Tramadol 1 ampul, Injeksi
Cefotaxim 500 mg. Rencana yg belum dilakukan: Kaji tanda-tanda infeksi, Kaji luka dan kaji nyeri.
Terapi: Tramadol 3x1 amp, Cefotaxim 2 x 500 mg, Infus NaCl 20 tts/mnt. Persiapan lain tidak ada
.
BAB III
RONDE KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang
dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan
asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer
atau konselor, kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota
tim.

B. TUJUAN
 Menumbuhkan cara berpikir secara kritis.
 Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah klien.
 Meningkatkan validitas data klien.
 Menilai kemampuan justifikasi.
 Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
 Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan.

C. PERAN KETUA TIM DAN ANGGOTA TIM


 Menjelaskan keadaan dan data demografi klien.
 Menjelaskan masalah keperawata utama.
 Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.
 Menjelaskan tindakan selanjutnya.
 Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.
 Memberikan justifikasi
 Memberikan reinforcement.
 Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang
rasional.
 Mengarahkan dan koreksi.
 Mengintegrasi teori dan konsep yang telah dipelajari.

D. PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN


1. Persiapan
 Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
 Pemberian inform consent kepada klien/ keluarga.
2. Pelaksanaan
 Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan difokuskan
pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan
dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
 Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.
 Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau perawat konselor/ kepala ruangan
tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
 Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan ditetapkan.

3. Langkah – langkah Ronde Keperawatan

4. Pasca Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan
tindakan yang perlu dilakukan.
BAB IV
KONFERENSI
(PRE & POST CONFERENCE)

A. DEFINISI PRE DAN POST CONFERENCE


Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi dilakukan
sebelum atau setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas
perawatan pelaksanaan. konference sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat
mengurangi gangguan dari luar.
Konferensi terdiri dari pre conference dan post conference yaitu :
a. Pre Conference
Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan
untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau
penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang, maka pre
conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana
harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ tim(Modul MPKP, 2006)
 Waktu : setelah operan
 Tempat : Meja masing – masing tim
 Penanggung jawab : Ketua tim atau Pj tim
 Kegiatan :
1) Ketua tim atau Pj tim membuka acara
2) Ketua tim atau pj tim menanjakan rencana harian masing – masing perawat
pelaksana
3) Ketua tim atau Pj tim memberikan masukan dan tindakan lanjut terkait dengan
asuhan yang diberikan saat itu.
4) Ketua tim atau Pj tim memberikan reinforcement.
5) Ketua tim atau Pj tim menutup acara
b. Post Conference
Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan
sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post conference adalah
hasil askep tiap perawatan dan hal penting untuk operan (tindak lanjut). Post
conference dipimpin oleh katim atau Pj tim (Modul MPKP, 2006)
 Waktu :Sebelum operan ke dinas berikutnya.
 Tempat : Meja masing – masing tim.
 Penanggung jawab : ketua tim atau Pj tim
 Kegiatan :
1) Ketua tim atau Pj tim membuka acara.
2) Ketua tim atau Pj tim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan.
3) Ketua tim atau Pj tim yang menanyakan tindakan lanjut asuhan klien yang harus
dioperkan kepada perawat shift berikutnya.
4) Ketua tim atau Pj menutup acara.

B. TUJUAN PRE DAN POST CONFERENCE


Secara umum tujuan konferensi adalah untuk menganalisa masalah-masalah secara
kritis dan menjabarkan alternatif penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran
berbagai situasi lapangan yang dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana
antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri dalam pemberian asuhan
keperawatan dan merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan perubahan non
kognitif (McKeachie, 1962). Juga membantu koordinasi dalam rencana pemberian
asuhan keperawatan sehingga tidak terjadi pengulangan asuhan, kebingungan dan
frustasi bagi pemberi asuhan (T.M.Marelli, et.al, 1997).
a. Tujuan pre conference adalah:
1) Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan
asuhan dan merencanakan evaluasi hasil
2) Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan
3) Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan Pasien
b. Tujuan post conference adalah:
Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah dan
membandingkan masalah yang dijumpai.

C. SYARAT PRE DAN POST CONFERENCE


a. Pre conference dilaksanakan sebelum pemberian asuhan keperawatan dan post
conference dilakukan sesudah pemberian asuhan keperawatan
b. Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit
c. Topik yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang keadaan pasien, perencanaan
tindakan rencana dan data-data yang perlu ditambahkan
d. Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim

D. PANDUAN PERAWAT PELAKSANAAN DALAM MELAKSANAKAN KONFERENSI


Adapun panduan bagi PP dalam melakukan konferensi adalah sebagai berikut: (Ratna
Sitorus, 2006).
1. Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian dinas pagi atau sore
sesuai dengan jadwal perawatan pelaksana.
2. Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dan PA dalam timnya masing – masing.
3. Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil evaluasi kemarin dan
kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas malam. Hal hal yang disampaikan oleh perawat
pelaksana meliputi :
a. Utama klien
b. Keluhan klien
c. TTV dan kesadaran
d. Hasil pemeriksaan laboraturium atau diagnostic terbaru.
e. Masalah keperawatan
f. Rencana keperawatan hari ini.
g. Perubahan keadaan terapi medis.
h. Rencana medis.
4. Perawat pelaksana mendikusikan dan mengarahkan perawat asosiet tentang masalah
yang terkait dengan perawatan klien yang meliputi :
a. Klien yang terkait dengan pelayanan seperti : keterlambatan, kesalahan pemberian
makan, kebisikan pengunjung lain, kehadiran dokter yang dikonsulkan.
b. Ketepatan pemberian infuse.
c. Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran cairan.
d. Ketepatan pemberian obat / injeksi.
e. Ketepatan pelaksanaan tindakan lain,
f. Ketepatan dokumentasi.
5. Mengiatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan.
6. Mengiatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran dan kemajuan masing –
masing perawatan asosiet.
7. Membantu perawatan asosiet menyelesaikan masalaah yang tidak dapat diselesaikan.
BAB V
SUPERVISI

A. PENGERTIAN SUPERVISI
Supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu meliputi segalam bantuan dari
pemimpin/penanggung jawab keperawatan yang tertuju untuk perkembangan para perawat
dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Kegiatan supervisi semacam ini adalah merupakan dorongan, bimbingan dan
kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan para perawat.
Prajudi Atmosudiro (1982), Supervisi diartikan sebagai pengamatan atau pengawasan
secara langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya rutin.
Swansburg (1999), Supervisi adalah suatu proses kemudahan sumber-sumber yang
diperlukan untuk penyelesaian tugas-tugasnya.
Thora Kron (1987), Supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing,
mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara
terus menerus pada setiap perawat dengan sabar, adil serta bijaksana sehingga setiap
perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan
tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari perawat.
Dengan demikian supervisi diartikan sebagai suatu aktifitas pembinaan yang
direncanakan untuk membantu para tenaga keperawatan dan staf lainnya dalam melakukan
pekerjaan mereka secara efektif.
Supervisor harus mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman. Ini
tidak hanya meliputi lingkungan fisik, tetapi juga suasana kerja diantara para tenaga
keperawatan dan tenaga lainnya. Juga meliputi jumlah persediaan dan kelayakan peralatan
agar memudahkan pelaksanaan tugas. Supervisor juga mengusahakan semangat
kebersamaan dengan lebih menekankan “kita” daripada “saya”.
Walaupun supervisor memperhatikan kondisi dan hasil kerja, tetapi perhatian utama
ialah manusianya, untuk itu harus mengenal tiap individu dan mampu merangsang agar tiap
pelaksana mau meningkatkan diri. Salah satu tujuan utama dari supervisi adalah orientasi,
latihan dan bimbingan individu, berdasarkan kebutuhan individu dan mengarah pada
pemanfaatan kemampuan dan pengembangan ketrampilan yang baru.

B. SASARAN SUPERVISI
Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanan tugas sesuai dengan pola
2. Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana
3. Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara kontinue/sistematis
4. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis.
5. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang
6. Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan objek/rational
7. Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan.

C. TUJUAN SUPERVISI
Mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman, ini tidak hanya meliputi
lingkungan fisik, tetapi juga suasana kerja diantaranya para tenaga keperawatan dan tenaga
lainnya , juga meliputi jumlah persediaan dan kelayakan perawatan agar memudahkan
pelaksanaan tugas. Oleh karena itu tujuan supervisi adalah :

1. Mengorganisasikan staf dan pelaksanan keperawatan


2. Melatih staf dan pelaksana keperawatan
3. Memberikan arahan dalam pelaksanaan tugasnya agar menyadari dan mengerti terhadap
peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan.
4. Memberikan layanan kemampuan staf dan pelaksana keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan.

D. KOMPETENSI
Seorang supervisor harus memiliki kemampuan dalam :
1. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf
dan pelaksana keperawatan.
2. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf/pelaksana keperawatan
3. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf dan pelaskanaan
keperawatan
4. Proses kelompok (dinamika kelompok)
5. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksanaan
keperawatan
6. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat
7. Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan lebih baik.

E. FUNGSI
1. Dalam keperawatan fungsi supervisi adalah untuk mengatur dan mengorganisir proses
pemberian pelayanan keperawatan yang menyangkut pelaksanaan kebijakan pelayanan
keperawatan tentang standar asuhan yang telah disepakati.
2. Fungsi utama supervisi modern adalah menilai dalam memperbaiki factor-factor yang
mempengaruhi proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan.
3. Fungsi utama supervisi dalam keperawatan adalah mengkoordinasikan, menstimuli, dan
mendorong ke arah peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
4. Fungsi supervisi adalah membantu (assisting), memberi support (supporting) dan
mengajak untuk diikutsertakan (sharing).
F. PRINSIP
Prinsip-prinsip supervisi dalam keperawatan adalah :
1. Didasarkan atas hubungan profesional dan bukan pribadi
2. Kegiatan yang direncanakan secara matang
3. Bersifat edukatif, supporting dan informal
4. Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksanaan keperawatan
5. Membentuk suatu kerjasama yang demokratis antara supervisor dan staf dan pelaksana
keperawatan.
6. Harus objektif dan sanggup mengadakan “self evaluation”.
7. Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan masing-masing
8. Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan.
9. Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan.

G. KARAKTERISTIK
Dalam keperawatan, supervisi yang baik apabila memiliki karekteristik :
1. Mencerminkan kegiatan asuhan keprawatan yang sesungguhnya
2. Mencerminkan pola organisasi/struktur organisasi keperawatan yang ada
3. Kegiatan yang berkesinambungan yang teratur atau berkala
4. Dilaksanakan oleh atasan langsung (Kepala unit/Kepala Ruangan atau penanggung jawab
yang ditunjuk).
5. Menunjukkan kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan.

H. CARA SUPERVISI
1. Langsung
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi
modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian
petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Cara memberikan pengarahan yang efektif
adalah :
 Pengarahan harus lengkap
 Mudah dipahami
 Menggunakan kata-kata yang tepat
 Berbicara dengan jelas dan lambat
 Berikan arahan yang logis
 Hindari memberikan banyak arahan pada satu saat
 Pastikan bahwa arahan dipahami
 Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut
2. Tidak langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan,. Supervisor tidak melihat
langsung kejadian di lapangan, sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik
dapat diberikan secara tertulis.

I. KEGIATAN RUTIN SUPERVISOR


Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor setiap harinya (bittel,a987)
adalah sebagai berikut:
1. Sebelum pertukaran shift (15-30 menit)
 Mengecek kecukupan fasilitas/peralatan/sarana untuk hari itu
 Mengecek jadwal kerja
2. Pada waktu mulai shift (15-30 menit)
 Mengecek personil yang ada
 Menganalisa keseimbangan personil dan pekerjaan
 Mengatur pekerjaan
 Mengidentifikasi kendala yang muncul
 Mencari jalan supaya pekerjaan dapat diselesaikan.
3. Sepanjang hari dinas (6-7 jam):
 Mengecek pekerjaan setiap personil, dapat mengarahkan, instruksi, mengoreksi atau
memberikan latihan sesuai kebutuhannya.
 Mengecek kemajuan pekerjaan dari personil sehingga dapat segera membantu apabila
diperlukan
 Mengecek pekerjaan rumah tangga
 Mengecek kembali pekerjaan personil dan kenyamanan kerja, terutama untuk personil
baru.
 Berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan, permintaan bantuan atau hal-hal yang
terkait.
 Mengatur jam istirahat personil
 Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada saat itu dan mencari cara
memudahkannya.
 Mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi operasional
 Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya
 Mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja
 Menyiapkan dan melaporkan secara rutin mengenai pekerjaan.
4. Sekali dalam sehari (15-30 menit)
Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinu untuk 15 menit. Melihat
dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi seperti : Keterlambatan pekerjaan, lamanya
mengambil barang, kesulitan pekerjaan dan lain sebagainya.
5. Sebelum pulang
 Membuat daftar masalah yang belum terselesaikan dan berusaha untuk memecahkan
persoalan tersebut keesokan harinya.
 Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek hasilnya,
kecukupan material dan peralatannya.
 Lengkapi laporan harian sebelum pulang
 Membuat daftar pekerjaan untuk harinya, membawa pulang memperlajari di rumah
sebelum pergi bekerja kembali.

J. SUPERVISOR KEPERAWATAN
Yang termasuk supervisor keperawatan adalah:
1. Kepala ruangan, kepala ruangan bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan
keperawatan diunit kerjanya. Kepala rungan merupakan ujung tombak penentu tercapai
tidaknya tujuan pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan dan
pendokumentasian di unit kerjanya.
2. Pengawas Keperawatan, beberapa ruangan atau unit pelayanan berada di bawah satu
instalasi, pengawas perawatan bertanggung jawab dalam melakukan supervisi pada
areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang berada dalam satu instalasi tertentu,
misalnya instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan dan lain-lain.
3. Kepala seksi, beberapa instansi digabung dibawah satu pengawasan kepala seksi. Kepala
seksi mengawasi pengawas keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan
seluruh perawat secara tidak langsung.
4. Kepala Bidang keperawatan, Kabid Keperawatan bertanggung jawab untuk melakukan
supervisi kepada kepala seksi secara langsung dan semua perawat secara tidak langsung.

Dengan demikian supervisi berikatan dengan struktur organisasi yang menggambarkan


garis tanggung jawab, siapa yang menjadi supervisor dan siapa yang disupervisi.

K. PERAN DAN FUNGSI KEPALA RUANGAN


Pada kesempayan ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah peran dan fungsi kepala
ruangan dalam meningkatkan asuhan keperawatan, melalui supervisi.
Menutur Depkes RI 1994, “ Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawat
profersional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan
pelayanan keperawatan di satu ruang rawat.”
Tanggung jawab kepala rungan dapat diidentifikasi sesuai dengan perannya meliputi:
1. Manajemen personalia/ketenagaan, meliputi penerimaan, seleksi, orientasi,
pengembangan tenaga, penilain penampilan kerja, promosi dan penyediaan ketenagaan
staf keperawatan.
2. Manajemen operasional, meliputi perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan dalam
pelayanan keperawatan.
3. Manajemn kuliatas pelayan, meliputi pengembangan standar asuhan keperarawatan,
program kendali mutu, program evaluasi team dan persiapan untuk akreditasi pelayanan
keperawatan.
4. Manajemen finansial, meliputi budget, cost control dalam pelayanan keperawatan.

L. PENERAPAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN


Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang
kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai maka
diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan kepeminpinan khususnya bagi kepala
rungan menurut Kron (1981) kegiatan tersebut meliputi: Perencanaan dan pengorganisasian,
membuat penugasan dan memberi pengarahan, pemberian bimbingan, mendorong kerja
sama dan berpartisipasi, melakukan koordinasi kegiatan dan melakukan evaluasi hasil
penampilan kerja. Melalui kegiatan-kegiatan ini diharapkan kepala ruangan dapat melakukan
tanggung jawabnya sebagai manajer dan pemimpin yang efektif.
Dalam melaksanakan pelayanan dan asuhan keperawatan kepala ruangan sebagai
pemimpin bertanggung jawab dalam :
1) Membantu perawat lain mencapai tujuan yang ditentukan
2) Mengarahkan kegiatan-kegiatan keperawatan
3) Bertanggung jawab atas tindakan keperawatan yang dilakukan
4) Pelaksanaan keperawatan sebagai standar
5) Penyelesaian pekerjaan dengan benar
6) Pencapaian tujuan keperawatan
7) Memperhatikan kesejahteraan bawahan
8) Memotivasi bawahan
BAB VI
PENUTUP
DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA
Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major medical centers.
Ann Intern Med 104, (3):410
Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered nursing.
Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Thrd
edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition. St.Louis:
Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby
Year Book
Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology nursing 14 (1):20,
1988

Anda mungkin juga menyukai