Anda di halaman 1dari 17

Tinjauan Pustaka

Pendahuluan

Pada masa yang lalu pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang
disebabkan oleh Str. pneumonia dan atipikal yang disebabkan kuman atipik seperti halnya M.
pneumoniae. Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain seperti H. influenzae, S. aureus
dan bakteri Gram negatif memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh Str.
Pneumonia, dan bakteri lain dan virus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan
pneumonia oleh M. pneumoniae. Sebaliknya Legionella spp dan virus dapat memberikan
gambaran pneumonia yang bervariasi luas.1

Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan pneumonia yang


terjadi di rumah sakit-Pneumonia Nosokomial (PN) kepada kelompok pneumonia yang
berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV) (ventilator associated pneumonia-VAP) dan
yang didapat di pusat perawatan kesehatan (PPK) (healthcare-associated pneumonia-HCAP) dan
pneumonia komunitas yang didapat di masyarakat.1

Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang alveolar.
Istilah infeksi respiratori bawah seringkali digunakan untuk mencakup penyakit bronchitis,
bronkiolitis, pneumonia atau kombinasi ketiganya. Pneumonitis adalah istilah umum untuk
proses inflamasi paru yang dapat berkaitan atau tidak dengan konsolidasi paru. Pneumonia
lobaris menggambarkan pneumonia yang terlokalisir pada satu satu atau lebih lobus paru.
Pneumoni atipikal mendeskripsikan pola selain pneumonia lobaris. Bronkopneumonia
mengacu pada area bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat
menyebabkan obstruksi saluran respiratori berkaliber kecil dan menyebabkan konsolidasi yang
merata ke lobules yang berdekatan. Pneumonia interstitial mengacu pada proses inflamasi pada
interstisium yang terdiri dari dinding alveolus, kantung dan duktus alveolar serta bronkiolus.
Pneumonitis interstisial khas pada infeksi virus akut tetapi dapat juga akibat dari proses infeksi
kronik.2

19
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut. Penyebabnya
adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, maupun
pengaruh tidak langsung dari penyakit lain.1 Pada pneumonia sebagian besar disebabkan oleh
mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi
dll).2 Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma
pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus,
influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza virus.4

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan
anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak
yang lebih bear dan remaja, selain bakteri tersebut sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumonia.4

Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri
yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophiluus
influenza, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri-bakteri ini
umumnya responsif terhadap pengobatan dengan antibiotic beta-laktam. Di lain pihak, terdapat
pneumonia yang tidak responsif dengan antibiotik beta-laktam dan dikenal sebagai pneumonia
atipik. Pneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia
pneumonia.4

Pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas seperti napas cepat,
dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Pada umumnya, pneumonia dikatergorikan
dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah
penderita pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk
atau bersin. Selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke ke saluran pernapasan melalui
proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara penularan langsung, yaitu percikan
droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin, dan berbiacara langsung terhirup oleh

20
orang disekitar penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi
saluran pernapasan penderita.2

Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap meningkatnya kejadi pneumonia pada


blita, baik dari aspek individu anak, perilaku orang tua (ibu), maupun lingkungan. Kondisi
lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan perilaku penggunaan bahan
bakar dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit seperti TB, katarak, dan
pneumonia. Hunian yang padat penghuni, pencemaran udara dalam ruang akibat penggunaan
bahan bakar padat (kayu bakar/ arang), dan perilaku merokok dari orang tua merupakan faktor
lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan balita terhadap pneumonia.3

Pneumonia pada anak secara klinis sulit dibedakan antara pneumonia bakterial dan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan
perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial
awitannya lebih cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata
pada pemeriksaan radiologis. Maka itu, pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi
umumnya sebagian besar pasien diberikan antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat
disingkirkan.4

Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu: 1)


pneumonia masyarakat (community-acquired pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat
dan 2) pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia), bila
infeksinya didapat di RS. Selain berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk
pneumonia ini juga berbeda dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, penyakit dasar atau
penaykit penyerta dan prognosisnya. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan infeksi
sekunder pada berbagai penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spectrum etiologinya berbeda
dengan infeksi yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, gejala klinis, derajat beratnya
penyakit, dan komplikasi yang timbul lebih kompleks. Pneumonia yang didapat di RS
memerlukan penanganan khusus sesuai dengan penyakit dasarnya.4,5

Pneumonia komunitas adalah pneumoni yang terjadi akibat infeksi diluar RS, sedangkan
pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi > 48 jam atau lebih setelah dirawat di RS,
baik di ruang rawat umum maupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator. PBV adalah

21
pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pada pusat
perawatan kesehatan (PPK) termasuk pasien yang dirawat oleh perawatan akut di RS selama 2
hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal di rumah perawatan (nursing
home atau long-term care facility), mendapat AB intravena, kemoterapi, atau perawatan luka
dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik RS atau klinik hemodialisa.1

Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambara klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan
anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptoccous
group B dan bakteri Gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumonia.4

Tabel 1. Etiologi Pneumonia4


Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
citomegalovirus
Herper simpleks virus
3 minggu 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis

22
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza virus Ureaplasma urealyticum
Parainfluenza 1,2,3 Virus
respiratory syncytial virus Cytomegalovirus
4 bulan 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza virus
Parainfluenza virus
respiratory syncytial virus
5 tahun remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr virus
Influenza virus
Parainfluenza Rinovirus
Varisela zoster
Rino virus
respiratory syncytial virus

Patogenesis

Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam saluran penafasan
bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan hematogen. Dalam keadaan normal saluran

23
nafas mulai dari trakea ke bawah berada dalam keadaan steril dengan adanya mekanisme
pertahanan paru-paru seperti refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan sistem limfatik.
Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini terganggu atau mikroorganisme yang masuk sangat
banyak dan virulensi.
Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar,
sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi
mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA
sekretori, dan imunoglobulin lain. Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui
saluran nafas, mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.

24
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin
dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-
sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula.

Gambar 1. Patogenesis Pneumonia

25
Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di
negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia,
lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi
di afrika dan asia tenggara. Menurt survei kesehatan nasional tahun 2001, 27% kematian bayi
dan 22,8 % kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorius, terutama
pneumonia.4
Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun,
sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih
dari 5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang. Pola bakteri penyebab
pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Di negara berkembang,
pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Namun secara umum bakteri yang
berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae,
Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan
Mycoplasma pneumoniae.4

Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang
karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya dijumpai
pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya
berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada anak virus lebih sering menjadi penyebab
daripada bakteri. Pada infeksi bakteri harus ada infeksi kronis yang mendasari.3

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara

26
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.
Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

- Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi
sela iga.
- Palpasi : fokal fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit
- Perkusi : Sonor memendek sampai beda
- Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah
halus sampai sedang.

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Perifer Lengkap


Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan
leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000/mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat
(>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada
keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia
pneumonia kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat
dengan sel PMN berkisar antar 300 100.000/mm3, protein > 2,5 g/dL dan glukosa relatif
lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap
darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaaan darah perifer lengkap dan
LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.4

2. Uji Serologis
Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A
dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibody seperti antistreptolisin O, streptozim,
atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk
konfirmasi diperlukan serum fase akut dan fase konvalesen (paired sera).4

27
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri
tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia,
serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, campak, parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan
B, dan Adeno, peningkatan antibody IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.4

3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologk untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali
pada pneumonia berat yang di rawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, specimen
dapat berasal dari usap tenggorok, secret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura,
atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitive bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bacteremia sangat rendah
sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 10-3-%
ditemukan bakteripada kultur darah. Pada anak besar dan remaja, specimen untuk
pemeriksaan mikrobiologik dapat berasal dari sputum, baik untuk pewarnaan gram maupun
kultur. Spesimen memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 leukosit
dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran
kecil. Spesimen dan nasofaring untuk kultur maupun untuk deteksi antigen bakteri kurang
bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring.4
Kultur darah positif pada infeksi Mikoplasma dan Klamidia, oleh karena itu tidak rutin
dianjurkan. Pemeriksaan PCR memerlukan laboratorium yang canggih di samping tidak
selalu tersedia, hasil PCR positif pun tidak selalu menunjukkan diagnosis pasti.4

4. Pemeriksaan Rontgen Toraks


Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada
pneumonia tidak selalu berhubungan dnegan gambara klinis. Kadang-kadang bercak-bercak
sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi,
resolusi infiltrate sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala kliniks
menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foo rontgen toraks
tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit
memburuk, atau tindak lanjut.4

28
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di
Instalasi Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Lynch dkk,
mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks meningkatkan
sensitivitas dan spesifitas penegakan diagnosis pneumonia pada anak.4
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrate ringan pada satu
paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan bawah lesi
pneumonia pada anak tebanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan
di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan predictor perjalanan
penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.4
Beberapa faktor teknis radiologis dan faktor non infeksi dapat menyebabkan gambaran
yang menyerupai pneumonia pada foto rontgen toraks.
Faktor teknis radiologis:
Intensitas sinar rendah (underpenetration)
grid pada film tidak merata
kurang inspirasi
Faktor noninfeksi:
bayangan timus
bayangan payudara
gambaran atelectasis

29
Gambaran atelektasis sulit dibedakan dengan gambara pneumonia pada foto rontgen
toraks. Atelekstasis disebabkan oleh berbagai penyebab seperti kompresi ekstrinsik pada
bronkus (malformasi kongenital, limfadenopati, tumor, penyakit kardiovaskular, web, atau
ring) dan obstruksi bronkial intrinsic (benda asing, edema, inflamasi, bronkomalasia atau
stenosis, tumor, dan sumbatan mukus). Di samping itu, penyakit paru noninfeksi dapat juga
menyebabkan atelectasis, misalnya penyakit membran hialin atau edema paru.4
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi
pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrate intersisial merata, dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopenumonia, dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada
pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan
berbagai ukuran.4
Gambaran foro rontgen toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada
beberapa kasus terlihat sangat mirip gambaran foto rontgen pneumonia virus. Selain itu,
dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus bawah, infiltrate
intersisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau
subsegmen. Biasanya lesi foto rontgen toraks lebih berat daripada gambaran klinisnya.
Meskipun tidak terdapat gambaran foto rontgen toraks yang khas, tetapi bila terdapat
gambaran retikulonoduler fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh onfelso
Mikoplasma. Demikian pula bila terlihat gambaran perkabutan atau ground-glass
consolidation, serta transient pseudoconsolidation karena infiltrate intersisial yang
konfluens, patut dipertimbangkan adanya infeksi Mikoplasma. Gambaran radiologis
pneumonia Klamidia sulit dibedakan dengan pneumonia Mikoplasma.4
Meskipun terdapat beberapa pola yang memberikan kecenderungan, secara umum
gambaran foto rontgen toraks tidak dapat membedakan secara pasti antar pneumonia virus,
bakteri, Mikoplasma, atau campuran mikroorganisme tersebut.4

Diagnosis
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu
mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia

30
pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan
sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah
demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipneu, batuk, napas
cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas yang melemah.4
Akibat tingginya angka morboditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam
upaya penangulangannya, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
sederhana. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi napas cepat, sesak napas, dan berabagai
tanda berbahayaagar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai engan
menghitung frekuensi napas seama saru menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak
napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dnding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik
naoas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan 5 tahun adalah tidak
dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk. Tanda bahaya pada bayi
berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan
demam/badan terasa dingin.4

Klasifikasi bronkopneumonia:
- Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih
sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
a. 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
b. 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
c. 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun.

Tidak perlu dirawat, berikan antibiotic oral

- Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas,
tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

31
Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu di rawat-inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic
yang sesuai, serat tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian carian intravenam
terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah.
Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak
terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.4
Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasikan pengobatan.
Terapi antibiotic harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan
oleh bakteri.4
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobiologis cepar, Oleh karena itu, antibiotic dipilih berdasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta
faktor epidemiologis.4
Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia ringan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotik
tunggal oral dengan efektifitas mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan
bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari
mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang dibeikan adalah 25 mg/kgBB,
sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol.4
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya
aktivitas ganda terhadap S. pneumonia dengan bakteri atipik.4
Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap beta-laktam dan kloramfenikol,

32
dpat diberikan antibiotic lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan
petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal.4
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotic intravena harus dimulai sesegera
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,
antibiotic yan direkomendasikan adalah antibiotic spektrum luas seperti kombinasi beta-
laktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah
stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotic oral selama 10 hari.4
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotic beta-laktam dengan/atau tanpa klavulanat, pada kasus yang lebih berat diberikan beta-
laktam/klavlanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi
ketiga. Bila pasien sudahtidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotic diganti dengan
antibiotik oral dan berobat jalan.4
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotic beta-
laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol. Feyzullah dkk,
melaporkan hasil perbandingan pemberian antibiotic pada anak dengan pneumonia berat berusia
2-24 bulan. Antibiotik yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000
U/kgBB setiap 4 jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena
(50 mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata memilki
efektivitas yang sama.4
Akan tetapi, banyak peneliti melaporkan resistensi Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenza mikroorganisme paling penting penyebab pneumonia pada anak terhadap
kloramfenikol.4
Komplikasi
Pneumonia bakterial seringkali menyebabkan cairan inflamasi terkumpul di ruang pleura,
kondisi ini mengakibatkan efusi parapneumonik atau apabila cairan tersebut purulen disebut
empiema. Efusi dalam jumlah kecil tidak memerlukan terapi. Efusi dalam jumlah besar akan
membatasi pernapasan dan harus dilakukan tindakan drainase. Diseksi udara di antara jaringan
paru mengakibatkan timbulnya pneumatokel, atau timbulnya kantung udara. Jaringan parut pada

33
saluran respiratori dan dan parenkim paru akan menyebabkan terjadinya dilatasi bronkus dan
mengakibatkan bronkiektasis dan peningkatan risiko terjadinya infeksi berulang.3
Pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan paru dapat menyebabkan
terjadinya abses paru. Abses paru merupakan kasus yang jarang terjadi pada anak dan umumnya
disebabkan oleh aspirasi pneumonia atau infeksi di belakang brokus yang mengalami obstruksi.
Lokasi yang seringkali terkena adalah segmen superior lobus inferior, dimana materi yang
teraspirasi terlokalisir saat anak meminum sesuatu yang mengakibatkan aspirasi. Bakteri yang
biasanya mendominasi adalah bakteri anaerob, bersama dengan bakteri Streptococcus, E. Colli,
Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus. Pemeriksaan
rontgen toraks atau CT-Scan akan menunjukkan adanya lesi kavitas, seringkali dengan adanya
air fluid level yang diliputi oleh inflamasi parenkim. Apabila kavitas tersebut terhubung dengan
bronkus, maka kuman dapat diisolasi dari sputum. Bronkoskopi diagnostic sebaiknya dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya benda asing dan untuk mengambil specimen
mikrobiologi. Abses paru umumnya merespons pemberian terapi antimikroba dengan
klindamisin, penisilin G atau ampisilin sulbaktam.3
Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia denagn cepat dan sembuh sempurna,
walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi
normal. Pada beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau dapat
berulang. Pada kasus seperti ini, kemunkinan adanya penyakit lain yang harus diinvestigasi lebih
lanjut, seperti dengan uji tuberculin, pemeriksaan hidroklorida keringat untuk penyakit kistik
fibrosis, pemeriksaan immunoglobulin serum dan determinasi sub kelas igG, bronkoskopi untuk
identifikasi kelainan anatomis arau mencari benda asing, dan pemeriksaan barium meal untuk
mencari refluks gastroesofageal.3

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan Z. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h. 1608-10.


2. Anwar A, Dharmayanti I. Pneumonia pada anak balita di Indonesia. Jakarta : Kesmas, Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014.
3. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Ilmu kesehatan anak esensial.
Singapura: Elsevier; 2014.h. 527-34,
4. Said M. Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2013.h. 350-64.
5. Fadhila A. Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan bronkopneumonia pada pasien bayi
laki-laki berusia 6 bulan. Lampung: Medula, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013

35

Anda mungkin juga menyukai