Anda di halaman 1dari 8

KERTAS KERJA AKADEMIK HUKUM PERDATA

KAITAN DOMISILI DENGAN UU KEPENDUDUKAN

Disusun oleh:
Enggri Harba, NPM 1302160382

KELAS 3A

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA-STAN


D-III AKUNTANSI (ALIH PROGRAM)
TAHUN ANGGARAN 2016/2017
PENDAHULUAN

1. Domisili

Domisili adalah terjemahan dari domicile atau woonplaats yang artinya tempat tinggal. Menurut Prof.
Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan SH., Domisili atau tempat kediaman itu adalah
Tempat dimana seseorang dianggap hadir mengenai hal melakukan hak-haknya dan memenuhi
kewajibannya juga meskipun kenyataannya dia tidak berada di tempat tersebut. Menurut kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, tempat kediaman itu acapkali diartikan sebagai rumah atau kota.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal
dimana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau dimana ia berkediaman. Menetapkan tempat
kediaman seseorang itu cukup sulit karena selalu berpindah-pindah. Untuk memudahkan hal tersebut,
maka dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis).

Tempat kediaman hukum adalah tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir dan berhubungan
dengan hal untuk melakukan hak-haknya serta kewajiban-kewajibannya, meskipun sesungguhnya
mungkin ia bertempat tinggal di lain tempat. Menurut Pasal 77, Pasal 1393; 2 KUHPerdata, tempat
tinggal itu adalah Tempat tinggal dimana sesuatu perbuatan hukum harus dilakukan. Bagi orang
yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu, maka tempat tinggal dianggap dimana ia sungguh-
sungguh berada.

Jenis-jenis domisili terbagi atas, yaitu:

a. Tempat tinggal sesungguhnya adalah tempat yang bertalian dengan hak-hak melakukan
wewenang pada umumnya. Tempat tinggal sesungguhnya dibedakan antara lain:
1) Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak terikat/tergantung hubungannya dengan orang
lain.
2) Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yang ditentukan oleh hubungan yang ada antara
seseorang dengan orang lain. Misalnya: tempat tinggal suami istri, tempat tinggal anak
yang belum dewasa di rumah orang tuanya, orang di bawah pengampuan di tempat
kuratornya.
b. Tempat tinggal yang dipilih, yaitu tempat tinggal yang berhubungan dengan hal-hal melakukan
perbuatan hukum tertentu saja. Tempat tinggal yang dipilih ini untuk memudahkan pihak lain
atau untuk kepentingan pihak yang memilih tempat tinggal tersebut. Tempat tinggal yang
dipilih ada 2 (dua) macam yaitu:
1) Tempat kediaman yang dipilih atas dasar undang-undang misalnya dalam hukum acara
dalam menentukan waktu eksekusi dari vonis.
2) Tempat kediaman yang dipilih secara bebas misalnya dalam melakukan pembayaran
memilih kantor notaris. (Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi M. Sofwan, SH.)

Menurut Prof. Subekti SH., ada juga yang disebut rumah kematian atau domisili penghabisan,
yaitu rumah di mana seseorang meninggal dunia. Rumah penghabisan ini mempunyai arti penting
sebagai berikut:

a. Menentukan hukum waris yang harus diterapkan.


b. Menentukan kewenangan mengadili kalau ada gugatan.

Sedangkan tempat kediaman untuk Badan Hukum disebut tempat kedudukan badan hukum ialah
tempat dimana pengurusnya menetap. Menurut KUHPerdata domisili/tempat tinggal itu ada dua jenis,
yaitu:

a. Tempat tinggal umum, terdiri atas:


1) Tempat tinggal sukarela atau bebas.
Pasal 17 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal
dimana ia menempatkan kediaman utamanya. Dalam hal seseorang tidak mempunyai
tempat kediaman utama maka tempat tinggal dimana ia benar-benar berdiam adalah tempat
tinggalnya.
2) Tempat tinggal yang bergantung pada orang lain.
Wanita bersuami mengikuti suaminya;
Anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal orang tuanya;
Orang dewasa yang di bawah pengampuan mengikuti kuratornya; dan
Pekerja/buruh yang mengikuti tempat tinggal majikannya.
b. Tempat tinggal khusus
Menurut Pasal 24 KUHPerdata ada (2) dua macam, yaitu:
1) Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-undang (pasal 106 ayat 2
KUHPerdata).
2) Tempat tinggal yang dipilih secara sukarela harus dilakukan secara tertulis artinya harus
dengan akta (pasal 24 ayat 1 KUHPerdata), bila ia pindah maka untuk tindakan hukum
yang dilakukannya ia tetap bertempat tinggal di tempat yang lama.

Arti pentingnya domisili untuk seseorang domisili itu penting untuk seseorang dalam hal sebagai
berikut:
a. Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat dimana berbagai perbuatan hukum harus
dilakukan. Misalnya mengajukan gugatan maka pengadilan mana yang berwenang mengadili.
(Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi M Sofwan, SH)
b. Untuk mengetahui dengan siapakah seseorang itu melakukan hubungan hokum serta apa yang
menjadi hak dan kewajiban masing-masing. (Menurut H. Riduan Syahrani, SH)
c. Untuk membatasi kewenangan berhak seseorang.

2. Catatan Sipil

Catatan Sipil adalah catatan kependudukan/kewarganegaraan oleh pemerintah untuk memberikan


kedudukan hukum terhadap peristiwa yang membawa akibat hukum keperdataan dari diri seseorang
dimulai sejak kelahiran sampai peristiwa kematian. Akta adalah surat yang diperbuat demikian oleh
atau dihadapan pegawai yang berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua
belah pihak dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan hukum
tentang segala hal yang disebut di dalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan
perhal pada akta itu. (Pasal 165 Staatslad Tahun 1941 Nomor 84)

Akta Catatan Sipil adalah akta yang memuat catatan peristiwa-peristiwa penting kehidupan seseorang
yaitu : kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan/pengesahan anak dan kematian. Kegunaan akta
catatan sipil antara lain:

a. Akta catatan sipil merupakan surat bukti paling kuat dalam menentukan kedudukan hukum
seseorang.
b. Merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan hukum pembuktian sempurna di depan
hakim.
c. Memberikan kepastian hukum sebesar-besarnya tentang kejadian-kejadian mengenai kelahiran,
perkawinan, perceraian, pengakuan/pengesahan anak dan kematian.
d. Dari segi praktisnya akta-akta kelahiran dari catatan sipil dapat dipergunakan untuk tanda bukti
otentik dalam hal pengurusan pasport Kewarganegaraan dan KTP.
e. Keperluan sekolah, Masuk ABRI dan utama menentukan status ahli waris dan sebagainya.
PEMBAHASAN

Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah
disahkan oleh DPR RI pada tanggal 26 November 2013 merupakan perubahan yang mendasar dibidang
administrasi kependudukan. Tujuan utama dari perubahan UU dimaksud adalah untuk meningkatkan
efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, menjamin akurasi data
kependudukan dan ketunggalan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta ketunggalan dokumen
kependudukan.

Perubahan substansial yang mendasar dalam perubahan UU Nomor 23 Tahun 2006 yang terdapat pada
UU Nomor 24 Tahun 2013 adalah sebagai berikut:

1. Masa Berlaku KTP Elektronik (KTP-el)


a. Masa berlaku KTP-el yang semula 5 (lima) tahun diubah menjadi berlaku seumur hidup
sepanjang tidak ada perubahan elemen data dalam KTP (pasal 64 ayat 7 huruf a UU No. 24
Tahun 2013).
b. KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 ini,
ditetapkan berlaku seumur hidup (pasal 101 point c UU No. 24 Tahun 2013).
2. Penggunaan Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri
Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari data kependudukan
kabupaten/kota, merupakan satu-satunya data kependudukan yang digunakan untuk semua
keperluan yaitu alokasi anggaran (termasuk untuk perhitungan DAU), pelayanan publik,
perencanaan pembangunan, pembangunan demokrasi, penegakan hukum, dan pencegahan kriminal
(pasal 58 UU No. 24 Tahun 2013).
3. Pencetakan Dokumen/Personalisasi KTP-el
Pencetakan dokumen/personalisasi KTP-el yang selama ini dilaksanakan terpusat di Jakarta akan
diserahkan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota pada Tahun 2014
(pasal 8 ayat 1 huruf c UU No. 24 Tahun 2013).
4. Penerbitan Akta Kelahiran yang Pelaporannya melebihi Batas Waktu 1 (satu) Tahun
Semula penerbitan tersebut memerlukan penetapan Pengadilan Negeri, cukup diubah dengan
Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 30 April 2013.
5. Penerbitan Akta Pencatatan Sipil
Semula dilaksanakan di tempat terjadinya Peristiwa Penting, diubah menjadi penerbitannya di
tempat domisili penduduk.
6. Pengakuan dan Pengesahan Anak
Dibatasi hanya untuk anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama
tetapi belum sah menurut hukum negara (pasal 49 ayat 2). Pengesahan anak yang selama ini hanya
dengan catatan pinggir diubah menjadi Akta Pengesahan Anak (pasal 49 ayat 3 UU No. 24 Tahun
2013).
7. Pengurusan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Tidak Dipungut Biaya
Larangan untuk tidak dipungut biaya semula hanya untuk penerbitan KTP-el, diubah menjadi
untuk semua dokumen kependudukan seperti KK, KTP-el, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta
Kematian, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan lain-lain (pasal 79A UU No. 24 Tahun
2013).
8. Pencatatan Kematian
Pelaporan pencatatan kematian yang semula menjadi kewajiban penduduk, diubah menjadi
kewajiban RT atau nama lain untuk melaporkan setiap kematian warganya kepada Instansi
Pelaksana (pasal 44 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Pelaporan tersebut dilakukan secara
berjenjang melalui RW atau nama lain, Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Dengan kebijakan ini
diharapkan cakupan pencatatan kematian akan meningkat secara signifikan.
9. Stelsel Aktif
Semula stelsel aktif diwajibkan kepada penduduk, diubah menjadi stelsel aktif diwajibkan kepada
pemerintah melalui petugas.
10. Petugas Registrasi
a. Petugas Registrasi membantu Kepala Desa atau Lurah dan Instansi Pelaksana dalam
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).
b. Petugas Registrasi diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota.
c. Petugas Registrasi harus PNS, diubah diutamakan PNS (pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun
2013.
11. Pengangkatan Pejabat Struktural pada Unit Kerja Administrasi Kependudukan
a. Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Provinsi,
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Gubernur (pasal 83A ayat
1 UU No. 24 Tahun 2013).
b. Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di
Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan
Bupati/Walikota melalui Gubernur (pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).
c. Penilaian kinerja Pejabat Struktural tersebut dilakukan secara periodik oleh Menteri Dalam
Negeri (pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).
12. Pendanaan Program dan Kegiatan Adminduk Dibebankan pada APBN
Pendanaan untuk penyelenggaraan program dan kegiatan administrasi kependudukan, baik di
provinsi maupun kabupaten/kota dianggarkan dalam APBN (pasal 87A UU No. 24 Tahun 2013)
dan dimulai pada APBN-P Tahun Anggaran 2014 (pasal 87B UU No. 24 Tahun 2013), dengan
demikian berarti sebelum tersedia APBN-P tahun 2014, pendanaannya masih tetap menggunakan
APBD.
13. Penambahan Sanksi
a. Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data
kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 75.000.000 (pasal 94 UU No. 24 Tahun
2013).
b. Setiap pejabat dan petugas pada Desa/Kelurahan, Kecamatan, UPTD, Instansi Pelaksana yang
memerintahkan dan/atau memfasilitasi pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan
dan penerbitan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 75.000.000 (pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).
c. Setiap orang atau Badan Hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau
mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (pasal 95B UU No. 24
Tahun 2013).
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai