Anda di halaman 1dari 9

Latber

BTP adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan


dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa,
tekstur
dan memperpanjang daya simpan. Selain itu, juga dapat meningkatkan nilai
gizi
seperti protein, mineral dan vitamin (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu


diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak
penggunaanya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat.
Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama,
khusunya
generasi muda sebagai penerus pembangunan bamgsa. Di bidang pangan kita
memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu
pangan
yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu
bersaing
dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan
pembangunan gizi
nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan
nasional,
termasuk pengunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2008).

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan


bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba,
baik
bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan
kesehatan
lainnya maupun mikrobial non patogen yang dapat menyebabkan kerusakan
bahan
pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada
dasarnya
adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama
bahan
pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya
tidak diatur
dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi
pemakainya, baik
yang bersifat langsung, misalnya keracunan; maupun yang bersifat tidak
langsung
atau kumulatif, misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat
karsinogenik (Cahyadi, 2008)

Bahan pengawet dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan pengawet alami dan bahan
pengawet sintetis. Zat pengawet alami adalah pengawet yang berasal dari alam, contohnya
adalah garam dan gula. Sedangkan zat pengawet sintetis adalah bahan pengawet yang berasal
dari bahan kimia, contohnya adalah asam benzoat dan garamnya (Na dan K), asam propionat
dan garamnya (Na dan Ca), asam sorbat dan garamnya (Na, K, dan Ca), natrium nitrat dan
belerang dioksida. Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet
yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan, diantaranya formalin dan
boraks (Cahyadi, 2006).

Tipus formalin

2.1 pengertian dan karakteristik formalin

Formalin adalah zat kimia yang mengandung unsur karbon, hidrogen dan
oksigen dan mempunyai nama lain formaldehid. Secara fisik terdapat dalam
bentuk larutan tidak berwarna dengan kadar antara 37 - 40%. Formalin biasanya
mengandung alkohol/metanol sebesar 10 - 15% yang berfungsi sebagai stabilisator.
Karakteristik dari zat ini adalah mudah larut dalam air, mudah menguap,
mempunyai bau yang tajam dan iritatif walaupun ambang penguapannya hanya
1%, mudah terbakar bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak
dengan zat kimia tertentu. Di pasaran tersedia dalam bentuk yang sudah diencerkan
maupun dalam bentuk padat (Percikan Iman, 2006).

Berdasarkan sifat fisik dari formalin, maka banyak masyarakat yang


menggunakan formalin untuk berbagai keperluan. Diantaranya adalah untuk
industri, mengawetkan mayat dan juga sebagai pengawet bahan makanan, baik
dalam bentuk olahan ataupun segar seperti daging ayam walaupun sebenarnya
formalin ini bukan salah satu dari tambahan bahan makanan (TBM) seperti yang
dikeluarkan oleh BB POM. Formaldehid dasarnya merupakan bentuk gas, maka
jika ingin digunakan harus dilarutkan dulu dengan memasukkan dalam air dan
metanol agar bisa langsung digunakan. Formalin mempunyai sifat fisik larut dalam
air atau metanol. Formaldehid sendiri terdapat di alam, hal ini karena gas methane
terdapat dimana-mana yang jika teroksidasi maka akan menjadi formaldehid,
seperti ada di daun-daun busuk, sampah, gas buangan, asap rokok dan sebagainya
(Juliavantiel, 2007).

2.2 Karakteristik Formalin


Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH. Karena kecilnya
molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang
dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus NH2 dari protein yang ada pada tubuh
membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).
Menurut Hart (1983), formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat
menusuk. Di dalam larutan formalin terkandung 30-50% gas formaldehid dan ditambahkan
metanol sebanyak 10-15% untuk mencegah terjadinya polimerisasi formaldehid.
Formaldehid merupakan bentuk aldehid yang paling sederhana. Formaldehid bersifat
mudah terbakar, berbau tajam, tidak berwarna, dan mudah dipolimerisasi pada suhu ruang.
Formadehid bersifat larut di dalam air, aseton, benzene, dietil eter, kloroform, dan etanol
(IARC, 1982).
Pada suhu 150C, formaldehid mudah terdekomposisi menjadi metanol dan
karbonmonoksida. Formaldehid mudah dioksidasi oleh oksigen di atmosfer membentuk asam
format, yang kemudian diubah menjadi karbondioksida oleh sinar matahari (WHO, 2002).
Karakteristik fisiko kimia formaldehid menurut WHO (2002) :

2.2 fungsi formalin

Penggunaan formalin banyak digunakan dalam berbagai industri,


diantaranya industri tekstil, pembunuh kuman (desinfektan), makanan dan
sebagainya. Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut :
- pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal,
gudang dan pakaian
- pembasmi lalat dan berbagai serangga lain
- bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna dan bahan peledak
- dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan
kertas
- bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea
- bahan pembuatan produk parfum
- bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku
- pencegah korosi untuk sumur minyak
- bahan untuk insulasi busa
- bahan perekat untuk produk kayu lapis
- dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet
untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan
pencuci piring, shampoo, mobil, lilin pelembut dan karpet
(Opensource, 2007).
Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai
pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan serangga lainnya, bahan
pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Dalam dunia fotografi
biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk
berupa urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan
pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi busa, bahan
perekat untuk produk kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1 % )
digunakan sebagai pengawet, pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut,
perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet ( Astawan, 2006 ).
Sebenarnya formalin adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia kedokteran, misalnya
sebagai bahan pengawet mayat dan hewan-hewan untuk keperluan penelitian. Selain sebagai
bahan pengawet, formalin juga memiliki fungsi lain sebagai berikut.
a. Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme.
b. Desinfektan pada kandang ayam dan sebagainya.
c. Antihidrolik (penghambat keluarnya keringat) sehingga digunakan sebagai bahan pembuat
deodoran.
d. Bahan campuran dalam pembuatan kertas tisu untuk toilet.
e. Bahan baku industri pembuatan lem plywood, resin, maupun tekstil.

(Saparinto & Hidayati, 2006).

2.3 ciri makanan yang mengandung formalin

formalin hanya bertahan 2 hari saja, setelah itu akan menjadi asam dan rusak. Dan
dengan kadar formalin yang lebih rendah lagi yaitu 0,1 - 0,15 % dapat
mengawetkan tahu hingga 3 minggu. Ciriciri dari tahu berformalin ini adalah
bentuknya bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari, tidak busuk,
bau agak menyengat dan aroma kedelai sudah tidak nyata lagi
(Percikan Iman, 2006).
Penggunaan formalin digunakan pada bahan pangan adalah sebagai
pengawet. Ada beberapa ciri-ciri makanan yang mengandung formalin yang sering
digunakan oleh masyarakat, diantaranya adalah :
- Mie basah
Lebih kenyal, awet beberapa hari dan tidak mudah basi dibanding yang
tidak berformalin. Mi tampak mengkilat, liat, dan tidak lengket.
- Bakso
Lebih kenyal, aroma khas dari bakso tidak tercium, awet beberapa hari dan
tidak mudah busuk.
- Ikan Asin
Daging kenyal, utuh, lebih putih dan bersih dibandingkan ikan asin tanpa
formalin serta agak berwarna cokelat dan lebih tahan lama serta tidak rusak sampai
lebih dari sebulan pada suhu 25 oC.
- Ikan Segar
Warnanya putih bersih, dagingnya tidak kenyal, tidak berlendir, insangnya
berwarna merah tua bukan merah segar, tidak mudah busuk dan lalat tidak
mengerubunginya.
- Ayam Potong
Berwarna putih bersih, lebih awet, tidak mudah busuk dan agak sedikit
tegang serta lalat tidak mengerubunginya
Selain ciriciri makanan diatas bila mengandung formalin, masih banyak
lagi makanan lain yang mengandung formalin, tidak hanya makanan segar tapi
juga makanan olahan seperti bakso (Widyaningsih, 2006).

Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi


dengan protein, sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang
berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut. Hal
inilah yang menyebabkan formalin digunakan sebagai pengawet makanan terutama
yang mengandung protein (Cahyadi, 2006).

Bagi masyarakat awam, untuk dapat membedakan makanan yang


mengandung formalin tentu sangat sulit. Karena hal itu secara akurat hanya dapat
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia. Namun, BPOM
menyebutkan ciri-ciri umum beberapa makanan yang diduga mengandung
formalin:
a. Untuk jenis mie basah, kita bisa mengenali ciri-ciri sebagai berikut : Pertama,
mie basah tersebut tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar ( 25 0C), dan
bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 100C). Kedua, bau mie agak
menyengat, yakni bau khas formalin. Ketiga, mie basah ini tidak lengket lebih
mengkilap dibanding mie secara umumnya.
b. Untuk tahu yang mengandung formalin memiliki ciri-ciri umum pertama, tahu
tidak rusak hingga tiga hari pada suhu kamar dan bertahan lebih dari 15 hari pada
suhu lemari es. Kedua, tahu keras namun tidak padat. Ketiga, bau agak menyengat
khas bau formalin.
c. Untuk baso yang mengandung formalin, kita bisa mengenali ciri-ciri secara
umum. Pertama, tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar. Kedua, memiliki
tekstur yang sangat kenyal.
d. Untuk ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin, biasanya tidak rusak
sampai tiga hari pada suhu kamar. Warna insang pada ikan merah tua dan tidak
cemerlang, dengan warna daging putih bersih, warna mata merah, tubuh ikan
tampak bersih cemerlang, dijauhi lalat dan memiliki bau menyengat khas bau

formalin.
e. Untuk ikan asin yang mengandung formalin, menurut BPOM tidak rusak
sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar. Warna ikan asin bersih cerah,
namun tidak berbau khas ikan asin.
Ciri-ciri di atas memang hanya bersifat umum, namun setidaknya dapat
memberikan sedikit gambaran kepada kita tentang ciri makanan yang diduga
mengandung formalin. Karena bagaimanapun juga, harus tetap diwaspadai, jangan
sampai makanan yang kita konsumsi malah menuai penyakit, padahal seharusnya
makanan menjadi sumber kesehatan bagi tubuh saparindo dan haayati 2006

2.4 karakteristik bahan yang digunakan

2.5 reaksi kimiayang terjadi


Bab 5
Pada praktikum uji kandungan formalin sampel yang digunakan adalah tahu, lontong,
ikan asin, cilok, mie basah dan bakso. Pertama sampel tersebut disiapkan sebanyak 10 gram.
Kemudian diberikan dua perlakuan yang berbeda pada sampel tersebut yaitu dilakukan
perendaman dan tanpa perendaman. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
perendaman terhadap kandungan formalin dalam sampel. Kemudian sampel dicincang dan
dihaluskan supaya pelarutan zat-zat yang terdapat dalam sampel menjadi lebih mudah.
Selanjutnya ditambahkan 20 ml air mendidih. Hal ini bertujuan untuk mempermudah
pelarutan zat-zat yang terdapat di dalam sampel karena pengaruh suhu tinggi yang
dapat mepercepat laju reaksi.
Setelah itu ditunggu sampai campuran tersebut dingin supaya kandungan dalam
sampel benar-benar bereaksi dengan air. Selanjutnya diambil filtratnya kemudian ditetesi
dengan 4 tetes reagen A dan reagen B. Reagen ini berfungsi sebagai peraksi agar dapat
terjadi perubahan warna pada larutan sampel untuk menunjukkan ada atau tidaknya
kandungan formalin pada sampel. Selanjutnya, dilakukan pengocokan menggunakan
vortex untuk menghomogenkan larutan. kemudian ditunggu 5 sampai 10 menit agar
reaksi yang terjadi dalam larutan lebih optimal. Terakhir adalah dilakukan pengamatan
terhadap perubahan warna pada larutan tersebut. Apabila larutan berubah menjadi ungu
maka dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut positif mengandung formalin.

5.2 Analisis Data


Berdasarkan data pengamatan, dapat diketahui bahwa pada perlakuan tanpa perendaman,
sampel yang hasil ujinya terbukti positif mengandung formalin adalah ikan asin, mie basah
dan bakso. Setelah dilakukan pengujian dan pengamatan warna, sampel ikan asin memiliki
warna yang paling ungu, kemudian bakso agak ungu dan mie basah sedikit ungu. Hal ini
menunjukkan bahwa pada sampel ikan asin memiliki kandungan formalin yang paling
banyak, karena semakin berwarna ungu maka kandungan formalin pada sampel tersebut
semakin banyak.
Sedangkan pada perlakuan perendaman dengan air panas menunjukkan bahwa sampel
yang positif mengandung formalin adalah ikan asin dan bakso. Setelah dilakukan pengujian
sampel ikan asin memiliki warna yang paling ungu dan pada sampel bakso agak ungu. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel ikan asin memiliki kandungan formalin yang paling banyak,
karena semakin berwarna ungu maka kandungan formalin dalam sampel tersebut semakin
banyak. Pada perlakuan perendaman dengan air panas, sampel mie basah tidak terdeteksi
kandungan formalinnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses perendaman menggunakan air
panas dapat mempengaruhi kandungan formalin, yaitu dapat menurunkan kandungan
formalinnya.

Dapus

PrayitNo. A.H., Firdha M., Afina V.R., Tombak M.B., Bekti P.G., dan Soeparno. 2009.
Karakteristik Sosis Dengan Fortifikasi -Caroten Dari Labu Kuning (Cucurbita moschata).
Buletin Peternakan Vol. 33(2): 111-118. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Suprapti, Lies. 2005.
Tepung Tapioka Pembuatan dan Pem
anfaatannya
.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Astawan, Made. 2006. Mengenal Formalin dan bahayanya. Jakarta: Penebar Swadya

Widyaningsih, T.W, dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan.
Surabaya: Trubus Agirasana.

Pada perlakuan tanpa perendaman dengan air mendidih, didapatkan sampel ikan asin, mie basah
dan bakso mengandung formalin karena hasil uji menunjukkan positif (+). Pada sampel ikan asin
menunjukkan warna yang paling ungu. Kedua yaitu bakso dan yang terkecil yaitu mie basah.
Perbedaan ini mungkin dikarenakan konsentrasi formalin yang terdapat pada sampel tersebut
berbeda. Semakin pekat warna ungu pada sampel maka menunjukkan bahwa semakin banyak pula
konsentrasi formalin yang terapat pada sampel. Menurut Yuliarti (2007)Sedangkan sampel tahu,
lontong, dan cilok yang dianalisis ternyata tidak menunjukkan hasil uji yang positif (+) dan tidak
berwarna ungu. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahwa sampel tahu, lontong, dan cilok tersebut
tidak mengandung formalin. Namun, kemungkinan sampel tahu, lontong, dan cilok yang dianalisis
mengandung formalin, akan tetapi dalam konsentrasi yang sangat sedikit, sehingga saat dianalisis
kualitatif tidak menunjukkan hasil positif.tidak mengandung formalin. Hal ini didukung dengan hasil
uji yang menyatakan negatif (-) dan tidak berwarna ungu. Hal ini, mungkin dikarenakan adanya
perlakuan dengan perendaman pada air mendidih. Perendaman dengan air mendidih dapat
menurunkan kadar formalin yang terdapat pada sampel. Hal ini juga dapat diketahui bahwa
kandungan formalin yang sebelumnya ada pada sampel mie basah dan sekarang tidak ada
menunjukkan bahwa kadarnya sedikit.

Yuliarti. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Penerbit Andi

Anda mungkin juga menyukai