Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenagkan. Sifatnya
sangat subjektif karna perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam
hal skala ataupun tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan dan mengefakuasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2008).

2. Teori Nyeri
a. Teori Spesivitas
Teori Spesivitas ini diperkenalkan oleh Descartes, teori ini menjelaskan
bahwa nyeri berjalan dari resepror-reseptor nyeri yang spesifik melalui
jalur neuroanatomik tertentu kepusat nyeri diotak (Andarmoyo, 2013).
b. Teori Pengontrolan Nyeri
Teori gate control dari Melzack dan Wall ( 1965) menyatakan bahwa
implus nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme pertahanan
disepanjang sistem saraf pusat, dimana implus nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan implus dihambat saat sebuah pertahanan
tertutup (Andarmoyo, 2013).

3. Klasifikasi Nyeri
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi:
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat), dan berlangsung
untuk waktu yang singkat (Andarmoyo, 2013).
2) Nyeri kronis
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermiten yang menetap
sepanjang suatu priode waktu, Nyeri ini berlangsung lama dengan
intensitas yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6
bulan (Andarmoyo, 2013).

b. Klasifikasi nyeribedasarkan asal


1) Nyeri nonsiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivitas
atau sensivitas nosiseptor perifer yang merupakan respetor khusus
yang mengantarkan stimulus naxious (Andarmoyo, 2013). Nyeri
nosiseptor ini dapat terjadi karna adanya adanya stimulus yang
mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain
(Andarmoyo, 2013).
2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang di dapat pada struktur saraf perifer maupun sentral , nyeri ini
lebih sulit diobati (Andarmoyo, 2013).

c. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi


1) Nyeri Superficial atau Kutaneus
Nyeri supervisial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit.
Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan berlokalisasi. Nyeri
biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam (Potter dan Perry, 2006
dalam Sulistyo, 2013). Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka
potong kecil atau laserasi.
2) Nyeri Viseral Dalam
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ
internal (Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013). Nyeri ini
bersifat difusi dan dapat menyebar kebeberapa arah. Nyeri ini
menimbulkan rasa tidak menyenangkan dan berkaitan dengan mual
dan gejala-gejala otonom. Contohnya sensasi pukul (crushing)
seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus
lambung.
3) Nyeri Alih ( Reffered Pain)
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karna
banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristik nyeri dapat
terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat
terasa dengan berbagai karakteristik (Potter dan Perry, 2006 dalam
Sulistyo, 2013). Contohnya nyeri yang terjadi pada infark miokard,
yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu empedu,
yang mengalihkan nyeri ke selangkangan.

4. Pengukuran Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat sangat sabjektif dan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda
(Andarmoyo, 2013).

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mugkin adalah


menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri, namun
pengukuran dengan pendekatan objektif juga tidak dapat memberikan
gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007 dalam Andarmoyo,
2013).
Beberapa skala intensitas nyeri:
a. Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana

(Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri,


Jogjakarta: Ar-Ruzz).

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor scale, VDS) merupakan


alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objekti.
Pendeskripsian VDS diranking dari tidak nyeri sampai nyeri yang
tidak tertahankan(Andarmoyo, 2013). Perawat menunjukkan klien
skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru
yang ia rasakan. Alat ini memungkinkan klien memilih sebuah ketegori
untuk mendeskripsikan nyeri (Andarmoyo, 2013).

b. Skala Intensitas Nyeri Numerik

(Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri,


Jogjakarta: Ar-Ruzz).

Skala penilaian numerik (Numerical rating scale, NRS) lebih digunakan


sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan
saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
(Andarmoyo, 2013).

c. Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale

(Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri,


Jogjakarta: Ar-Ruzz).

Skala analog visual ( Visual Analog Scale) merupakan suatu garis lurus,
yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya (Andarmoyo, 2013).
B. Konsep Asam Urat
1. Definisi Asam Urat
Gout Arthritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di
seluruh dunia. Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen
sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau
akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraselular. Gangguan
metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang
didefinisikan sebagai peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0 ml/dl
dan 6,0 mg/dl (Sudoyo, 2009).

Kadar asam urat laki-laki di dalam darah secara alami lebih tinggi
dibandingkan kadar asam urat pada wanita. karena wanita mempunyai
hormon esterogen yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat
urine. Kadar asam urat kaum pria cenderung meningkat sejalan dengan
peningkatan usia. Pada wanita, peningkatan itu dimulai sejak masa
monopouse. Kadar normal asam urat pada wanita adalah 2,4-6,0 mg/dl
dan pria 3,0-7,0 mg/dl. Jika melebihi nilai ini, maka seseorang
dikategorikan mengalami hiperurisemia. Hiperurisemia adalah
terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi batas
normal. Angka kejadian penyakit asam urat meningkat pada keadaan
asam urat tinggi lebih dari 9,0 mg/dl (Noviyanti, 2015).

2. Etiologi Asam Urat


Asam urat disebabkan karena tingginya asam urat dalam darah
(hiperuricemia) penyebab hiperuricemia antara lain:
a. Adanya gangguan metabolisme purin bawaan
b. Kelainan pembawaan sifat atau genetik
c. Kelebihan mengkonsumsi mkanan berkadar purin tinggi seperti
daging, jeroan, kepiting, kerang, keju, bayam, buncis, kancang tanah
d. Konsumsi minuman berakhohol
e. Penyakit seperti leukimia, kemoterapi dan radioterapi
f. Pengaruh obat-obatan tehadap asam urat yang ditimbulkan dapat
menghambat ekskresi asam urat dalam ginjal seperti aspirin dan
diuretik

3. Patofisiologi Asam Urat


Asam urat adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses
katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen
(asam deoksiribonukleat DNA ). Asam urat sebagian besar dieksresi
melalui ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Ketika
kadar asam urat meningkat, disebut hiperuresemia, penderita akan
mengalami pirai (gout). Penyebab hiperuresemia karena produksi yang
berlebihan atau ekresi yang menurun (seperti pada gagal ginjal).
Produksi yang berlebihan didapatkan pada penderita dengan keganasan,
terjadi turnover purin dan DNA sangat tinggi. Penyebab lain
hiperuresemia adalah alkohol, leukemia, karsinoma metastatik, multiple
myeloma, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, stress,
keracunan timbal, dan dehidrasi akibat pemakaian diuretik (Syukri,
2007)

Peningkatan kadar asam urat dalam urine disebut urikosuria. Asam urat
akan mengalami supersaturasi dan kristalisasi dalam urine yang akan
menjadi batu saluran kencing (BSK) sehingga menghambat sistem dari
fungsi ginjal. Eksresi asam urat dalam urine tergantung pada kadar asam
urat dalam darah, filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus asam urat ke
dalam urine. Asam urat kurang mengalami saturasi pada suasana urine
yang asam. Ketika pH urine naik maka asam urat tidak mengalami
kristalisasi dan tidak akan membentuk batu.

4. Manifestasi Klinis
a. Serangan asam urat biasanya timbul secara mendadak kebanyakan
linu atau nyeri menyerang pada malam hari atau pagi hari pada saat
bangun tidur
b. Kulit merah, bengkak, panas dan nyeri
c. Sendi sulit digerakkan
d. Demam tidak turun selama 3 hari
e. Jumlah sel darah putih meningkat
f. Diare atau muntah

5. Komplikasi
a. Merusak tulang akibat tofi (timbunan asam urat pada jaringan lunak)
b. Kelumpuhan sendi
c. Batu urat ginjal

C. Konsep Lansia
1. Pengertian lansia
Lansia atau menua adalah suatu yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Setiap manusia pasti mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan nyeri sampai menjadi tua. Tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi, lansia banyak menghadapi
berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi (Nugroho 2008).
2. Proses Menua
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa dengan menjadi
seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem
fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan
kematian. Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer,
merupakan proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai
pada masa awal kehidupan dan terus menerus berlangsung selama bertahun-
tahun, terlepas dari orang-orang lakukan untuk menundanya. Sedangkan
penuaan sekunder merupakan hasil penyakit, kesalahgunaan dan faktor-
faktor yang sebenarnya dapat berada dalam kontrol seseorang ( Feldman,
2005).
3. Klasifikasi lansia
a. Pralansia (Prasanelis) seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih,
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dari masalah kesehatan
(Depkes RI, 2003)
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
atau kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI,
2003)
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantungan pada bantuan orang lain (Depkes
RI, 2003)

D. Konsep Kompres Hangat

E. Konsep Parutan Jahe


F.

Anda mungkin juga menyukai