oleh
Tri Astutik S. Kep.
NIM 132311101017
Laporan kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker paru di ruang
rawat inap anturium telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : November 2017
Tempat: Ruang rawat inap anturium RSD dr. Soebandi Jember
(..) (..)
NIP NIP
LAPORAN PENDAHULUAN
KANKER PARU
Oleh: Tri Astutik, S. Kep
Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai
alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesik memiliki peran untuk
terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini
terjadi pada alveolus alveolus di paru melalui sistem kapiler. Paru-paru terletak
pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma.
Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru- paru kiri mempunyai dua. Pada paru
kanan lobus lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus medius dan lobus
inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan lobus
inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri
yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula
pulmonis. Di antara lobus lobus paru kanan terdapat dua ssura, yakni ssura
horizontalis dan ssura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus
inferior paru kiri terdapat ssura obliqua. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi
beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary Segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang
yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001)
Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk
mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk
mengembang dan mengempis ini di sebabkan karena adanya surfactan yang
dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2. Namun selain itu mengembang dan
mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh otot otot dinding thoraks dan otot
pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di dalam cavum pleura.
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura
(Guyton, 2007).
Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah.
B. Fisiologi Paru
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atrnosfer (Guyton,
2007).
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon
dioksida tersebut (West, 2004).
1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
dan dari sel
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol
ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi
dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa
faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor
darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu
perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan
aliran darah (Guyton, 2007).
1. Usia
Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan dapat berkurang
sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan terjadi
penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan
kapasitas paru.
2. Jenis kelamin
Fungsi Ventilasi pada laki-laki lebih tinggi 20-25% dari pada wanita,
karena ukuran anatomi paru laki-laki lebih besar dibandingkan wanita.
Selain itu, aktivitas laki-laki lebih tinggi sehingga recoil dan compliance
paru sudah terlatih.
Seorang yang memiliki tubuh tinggi dan besar, fungsi ventilasi parunya
lebih tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek (Guyton, 2007).
I. KONSEP PENYAKIT
a. Pengertian
Kanker paru atau karsinoma bronkhogenik adalah tumor malignan yang
timbul dari epitelium bronkial (Baughman & Hackley, 2000). Kanker paru
adalah neoplasma ganas yang muncul dari epitel bronkus (Brashers, 2008).
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price & Wilson,
2005).Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel sel yang mengalami
proliferasi dalam paru (Underwood, 2000).Berdasarkan definisi kanker
paru dari beberapa literatur, maka dapat disimpulkan bahwa kanker paru
adalah suatu penyakit pertumbuhan sel epitel bronkus yang abnormal dan
bersifat ganas.
b. Klasifikasi
Tipe dari kanker paru mencakup empat tipe histologis mayor yaitu
karsinoma large cell, adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, dan
karsinoma small cell.Untuk kepentingan klinis dan terapi, serta
berdasarkan jenis selnya, kanker paru diklasifikasikan menjadi dua
kategori yaitu kanker paru sel kecil (Small Cell Lung Cancer/SCLC, 25%
dari semua kanker paru) dan kanker paru non-SCLC (Non-Small Cell
Lung Cancer/NSCLC, 75% dari semua kanker paru) (Asih & Effendy,
2004). Klasifikasi dua kategori kanker paru sebagai berikut (Muttaqin,
2008; Brashers, 2008; Corwin, 2009; Otto, 2003) :
1. Karsinoma small cell/Kanker paru sel kecil (Small Cell Lung
Cancer/SCLC)
Kanker paru sel kecil muncul dari sel neuro endokrin di dalam
bronkus. Kanker paru sel kecil secara biologis dan klinis berbeda dari
seluruh tipe lainnya. Secara mikroskopis, kanker ini terbentuk dari sel-
sel kecil (sekitar 2 kali ukuran limfosit) dengan inti hiperkromatik
pekat dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini mirip biji oat sehingga diberi
nama karsinoma sel oat. Kanker ini memiliki waktu pembelahan yang
tercepat. Kanker jenis ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai
pada perokok dan memiliki prognosis paling buruk. Kanker ini
merupakan kanker yang sangat agresif dan biasanya sudah
bermetastasis saat terdiagnosis.Metastasis awal dapat mencapai
mediastinum dan kelenjar limfe hilus, sering pula dijumpai penyebaran
hematogen ke organ-organ distal seperti otak, hati, sumsum tulang.
Walaupun biasanya telah mencapai metastasis pada saat diagnosis
karena perjalanan penyakit yang agresif dan pertumbuhan yang cepat,
kanker ini merupakan tipe kanker paru yang paling sensitif terhadap
kemoterapi dan radiasi. Oleh karena kanker ini sering terjadi pada
bagian tengah dari toraks, biasanya akan terjadi pneumonia
pascaobstruktif dan atelektasis.
2. Kanker paru non-SCLC (Non-Small Cell Lung Cancer/NSCLC)
a. Adenokarsinoma
Adenokarsinoma muncul dari sel kelenjar dalam epitel bronkus dan
lokasinya seringkali di bagian perifer segmen bronkus (bronkiolus
terkecil dan septum alveolus), sering tampak sebagai infiltrat dan
bukan massa pada foto rontgen, dan terkadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial
kronis. Kanker ini seringkali dikenali secara mikroskopis karena
gambarannya yang menyerupai kelenjar dan menghasilkan musin,
termasuk tipe asiner, papiler, padat, dan bronkioalveolar. Kanker ini
biasanya berukuran kecil dan tumbuh lambat, tetapi bermetastasis
sejak dini dan angka bertahan hidup sampai 5 tahunnya buruk. Lesi
seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium
awal dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala-gejala
tertentu sampai terjadi metastasis yang luas. Kanker ini merupakan
tipe kanker tersering, terutama pada wanita. Adenokarsinoma
adalah satu-satunya tipe histologi kanker paru yang tidak belum
diketahui secara jelas berkaitan dengan kebiasaan merokok.
b. Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa muncul dari epitel skuamosa bronkus dan
sering berlokasi sentral (pada sisi tempat bronkus masuk ke paru
yang disebut hilus), sering menyebabkan okulta dan bermetastasis
lambat. Kanker ini berdiferensiasi sedang atau buruk, terdapat pada
bagian tengah paru. Kanker ini jelas berkaitan dengan asap rokok
dan pajanan dengan toksik lingkungan, seperti asbestos dan
komponen polusi udara. Karena bronkus pada derajat tertentu
mengalami obstruksi, dapat terjadi atelektasis absorpsi dan
pneumonia, iritasi atau ulserasi serta penurunan kapasitas ventilasi
yang biasanya ditandai dengan batuk dan hemoptisis. Prognosis
kanker ini paling baik, yaitu kemungkinan hidup 5 tahun jika
didiagnosis sebelum metastasis.
c. Karsinoma large cell/kanker paru sel besar
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan
berdiferensiasi sangat cepat. Karsinoma ini memiliki sitoplasma
yang besar dan bermacam-macam ukuran inti. Sel-sel ini
cenderung tumbuh di jaringan paru perifer. Sel ini juga memiliki
daya tumbuh yang cepat dengan penyebaran ekstensif ke tempat
lainnya, prognosis kanker ini paling buruk di antara jenis kanker
paru lainnya. Kanker ini kemungkinan berasal dari adenokarsinoma
maupun skuamosa, tetapi kanker jenis ini sangat anaplastik
(tumbuh tanpa bentuk atau struktur) sehingga asal selnya tidak bisa
teridentifikasi. Kanker ini berkaitan erat dengan merokok dan
menyebabkan nyeri dada.
c. Stadium
Penentuan tadium kanker paru terbagi dua, yaitu pembagian stadium dari
segi anatomis untuk menentukan luasnya penyebaran tumor dan
kemungkinannya untuk dioperasi, dan stadium dari segi fisiologis untuk
menentukan kemampuan pasien untuk bertahan terhadap berbagai
pengobatan antitumor. Pembagian stadium berdasarkan sistem TNM
(Tumor, Nodule, Metastasis) untuk kanker paru dilakukan oleh American
Join Committee on Cancer (AJCC) yang dapat dilihat pada tabel di bawah
ini (Muttaqin, 2008) :
Tumor Primer Kelenjar Limfe
Metastasis Jauh (M)
(T) Regional (N)
Tx Tumor primer tidak N Kelenjar limfe Mx Metastasis
bisa diukur x tidak bisa tidak bisa
diperiksa diketahui
T0 Tidak ada tumor N Tidak ada M0 Tidak ada
T1 Tumor < 5 cm 0 metastasis ke metastasis
T1a Tumor di atas fascia kelenjar limfe jauh
superficialis regional
T1b Tumor invasi atau
terletak di bawah
fascia superficialis
T2 Tumor > 5 cm N Ada metastasis ke M1 Ada
T2a Tumor di atas fascia 1 kelenjar limfe metastasis
superficialis
T2b Tumor invasi atau regional jauh
terletak di bawah
fascia superficialis
Stadium Grade T N M
IA G 1-2 T1a-T1b N0 M0
IB G 1-2 T2a N0 M0
II A G 1-2 T2b N0 M0
II B G 3-4 T1a-T1b N0 M0
II C G 3-4 T2a N0 M0
III G 3-4 T2b N0 M0
IV Any G Any T N1 M0
Any G Any T N0 M1
d. Etiologi
Etiologi kanker paru belum dapat diketahui secara tepat, tetapi ada tiga
faktor yang dicurigai bertanggung jawab dalam peningkatan angka
kejadian penyakit ini, yaitu merokok, bahaya industri, dan polusi
udara(Muttaqin, 2008). Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan
kanker paru antara lain (Muttaqin, 2008; Otto, 2003) :
1. Merokok
Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat
dibandingkan dengan bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini
berkaitan dengan riwayat jumlah merokok dalam tahun serta faktor
saat mulai merokok (semakin muda individu memulai merokok,
semakin besar resiko terjadinya kanker paru). Faktor lain yang juga
dipertimbangkan termasuk di dalamnya jenis rokok yang diisap
(kandungan tar, rokok filter, dan kretek). Perokok pasif beresiko tinggi
untuk mengalami kanker paru. Dengan kata lain, individu yang secara
tidak sengaja terpajan asap rokok juga beresiko mengalami kanker
paru.
2. Polusi udara
Ada berbagai karsinogen telah diidentifikasi, termasuk di dalamnya
adalah sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan dari pengolahan
dan pabrik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih
besar di daerah perkotaan sebagai akibat penumpukan polutan dan
emisi kendaraan bermotor.
3. Polusi lingkungan kerja (industri)
Pajanan industri terhadap beberapa agens diperkirakan menyebabkan
seseorang mendapat resiko yang besar mengalami kanker paru, yaitu
gas mustard, radon, asbestos, radioisotop, hidrokarbon aromatik
polisiklik (saat ini banyak dalam bentuk minyak mentah, batu bara,
produk pembakaran material organik), nikel, krom, haloeter, bijih besi,
arsen inorganik, debu kayu, dan minyak isopropil.
4. Rendahnya asupan vitamin A
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perokok yang dietnya
rendah vitamin A dapat memperbesar resiko terjadinya kanker paru.
Hipotesis ini didapatkan dari beberapa penelitian yang menyimpulkan
bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan jumlah sel-sel
kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi vitamin A yang turut berperan
dalam pengaturan diferensiasi sel.
5. Ras dan sosioekonomi
Mortalitas kanker paru lebih tinggi pada orang bukan kulit putih
dibandingkan dengan kulit putih yang mungkin berhubungan dengan
kebiasaan merokok dan menggunakan rokok tanpa filter oleh kulit
hitam.
6. Letak geografis
Kelompok geografis kanker paru pada pria dilaporkan sepanjang Teluk
Meksiko dan daerah pantai Antlantik tenggara. Mortalitas terendah
adalah pada daerah pertanian dan daerah pedesaan.
7. Riwayat keluarga dan riwayat kesehatan
Resiko kanker paru meningkat pada orang dengan riwayat penyakit
paru sebelumnya atau adanya riwayat kanker paru dalam keluarga. Gen
spesifik yang merupakan predisposisi terjadinya kanker paru pada usia
yang lebih muda terdeteksi pada 47% kasus pada saat pasien berusia
sekitar 60 tahun.
e. Patofisiologi
Asap rokok mengandung sekitar 60 macam karsinogen (termasuk benzena,
nitrosamine (NNK), dan oksidan) yang dapat menyebabkan mutasi DNA.
Respon tubuh terhadap adanya senyawa karsinogen adalah melakukan
detoksifikasi zat karsinogen tersebut sehingga akan diekskresi ke luar
tubuh. Kanker paru terjadi pada perokok yang tidak memiliki kemampuan
metabolis untuk mendetoksifikasi karsinogen tersebut secara adekuat
sehingga memicu terjadinya mutasi DNA. Tumor paru terjadi dari banyak
pajanan karsinogen dan bukan karena satu kejadian pencetus (serangan
berulang). Diperkirakan bahwa perlu antara 10-20 mutasi genetika untuk
menciptakan sebuah tumor. Beberapa mutasi yang lebih sering yang telah
teridentifikasi meliputi penghilangan lengan pendek kromosom #3,
aktivasi onkogen (jun, fos, ras, dan myc), dan inaktivasi gen supresor
tumor yang berfungsi untuk proses apoptosis sel akibat mutasi (p53, RB,
DKN2). Dalam bronkus yang terpajan karsinogen, sel-sel displastik
menjadi karsinoma in situ, kemudian karsinoma bronkogenik. Sel-sel
kanker memproduksi faktor pertumbuhan autokrin (misalnya faktor
pertumbuhan epitel, faktor pertumbuhan jaringan) yang mendorong
pertumbuhan tumor (Brashers, 2008).
3. Bronkhoskopi
Bronkhoskopi yang disertai biopsi adalah teknik yang paling baik
dalam mendiagnosis karsinoma sel skuamosa yang biasanya terletak di
daerah sentral paru. Pelaksanaan bronkhoskopi yang paling sering
adalah menggunakan bronkhoskopi serat optik. Tindakan ini bertujuan
sebagai tindakan diagnostik, caranya dengan mengambil sampel
langsung ke tempat lesi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi.
4. Sitologi
Biopsi kelenjar skalenus adalah cara terbaik untuk mendiagnosis sel-
sel kanker yang tidak terjangkau oleh bronkhoskopi. Pemeriksaan
sitologi sputum, bilasan bronkhus, dan pemeriksaan cairan pleura juga
memainkan peranan penting dalam menegakkan diagnosis kanker
paru. Pemeriksaan histologi maupun penetapan stadium penyakit
sangat penting untuk menentukan prognosis dari rencana pengobatan.
5. Biopsi kelenjar limfe supraklavikula atau skalenus untuk mengevaluasi
penyebaran sel kanker ke dalam kelenjar limfe regional.
6. Biopsi tempat-tempat metastasis
7. Biopsi hati atau sumsum tulang diindikasikan pada SCLC akibat
kemungkinan besar metastasis ke sumsum tulang.
8. Pemeriksaan hitung sel darah lengkap dan kimia darah mungkin
meliputi pansitopenia karena keterlibatan sumsum tulang,
ketidakseimbangan elektrolit akibat endokrin, dan peningkatan enzim
hati.
9. CT scan dengan aspirasi tumor menggunakan jarum halus digunakan
untuk lesi kecil dan perifer yang tidak mungkin terlihat dengan
bronkhoskopi.
10. Mediastinoskopisering kali berguna untuk menentukan diagnosis dan
memisahkan tumor-tumor yang dapat atau tidak dapat dioperasi serta
mengevaluasi keterlibatan mediastinum.
11. Torakosintesis atau biopsicairan pleura untuk pemeriksaan sitologi.
12. Pindai tulang untuk mengevaluasi metastasis ke tulang.
13. CT scan abdomen atau hati sangat berguna jika metastasis sel kanker
telah mencapai abdomen atau hati.
14. CT atau MRI kepala untuk mengevaluasi metastasis ke otak pada
SCLC.
15. Foto polos tulang dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
kerusakan tulang yang diakibatkan oleh metastasis sel kanker ke dalam
tulang.
h. Penatalaksanaan
Inti penatalaksanaan pada kanker paru meliputi (Brashers, 2008, Otto,
2003) :
1. Pencegahan
Berhenti merokok adalah satu-satunya upaya pencegahan yang paling
efektif, meskipun resikonya tidak pernah kembali ke normal. Diet
tinggi buah dan sayuran terbukti mengurangi resiko kanker.
Antioksidan memiliki hasil campuran. Beberapa studi memperlihatkan
bahwa kadar retinoid dan vitamin E dapat mengurangi resiko kanker,
tetapi beberapa studi memperlihatkan peningkatan resiko kanker yang
bermakna pada perokok yang mengkonsumsi beta karoten. Metode
kemoprevensi eksperimental lainnya adalah N-asetilsistein dan obat
anti-inflamasi.
2. Penatalaksanaan umum
Diagnosis jaringan penting untuk merencanakan asuhan, NSCLC dan
SCLC ditangani secara berbeda. Begitu diagnosis ditegakkan, pasien
yang mendapat informasi dengan baik dapat memilih apa dan
bagaimana terapi terbaik yang tepat. Memaksimalkan nutrisi dan
memantau adanya depresi dan kecemasan dapat membantu
mempersiapkan pasien untuk penanganan. Kakheksia kanker
merupakan penyumbang utama terhadap morbiditas, obat yang
mungkin berguna meliputi metoklopramid, tetrahidrokanabinol,
megestrol, dan steroid.
3. Pembedahan
Untuk semua tipe, kanker paru merupakan penyakit bedah bila
memungkinkan. Reseksi tumor secara komplet merupakan harapan
terbaik untuk penyembuhan. Agresivitas rencana operasi tergantung
pada operabilitas pasien dan resektabilitas tumor. Mengoptimalkan
kekuatan dan stamina pasien sebelum operasi sangat penting. Pada
NSCLC, pasien yang relatif sehat bisa menjadi kandidat bedah
meskipun mereka sudah dalam stadium III. Pada SCLC, hanya sedikit
tumor yang ditemukan resektabel (dapat direseksi/dibuang). Prosedur
bedah berkisar dari reseksi melalui torakoskopi sampai lobektomi
sampai reseksi paru dengan diseksi mediastinum. Komplikasi akibat
prosedur ini adalah pneumotoraks, emboli paru, pneumonia,
perdarahan, dan infeksi.
4. Kemoterapi
Kemoterapi terutama bila digunakan untuk tumor stadium lanjut, dapat
memperbaiki ketahanan hidup pada NSCLC. SCLC merespon secara
dramatis terhadap kemoterapi dengan respon tumor 75% sampai 85%
dengan peningkatan ketahanan hidup yang bermakna, tetapi relaps
tidak bisa dihindari pada kebanyakan pasien. Regimen obat yang
paling sering digunakan meliputi sisplatin dalam kombinasi dengan
Adriamycin, siklofosfamid, vinkristin, etoposida, karboplatin,
irinotekan, topotekan, parkitaksel, doketaksel, edatreksat, gemsitabin,
ifosfamida, dan vinorelbin.
5. Radiasi
NSCLC berespon cukup baik dalam perawatan paliatif, namun harapan
kesembuhan masih kecil. SCLC berespon baik terhadap radiasi, tetapi
perpanjangan waktu ketahanan hidup tidak sebaik dengan kemoterapi.
Iradiasi kranial profilaksis dapat mengurangi relaps di otak tetapi
berhubungan dengan toksisitas berat dan keuntungan ketahanan
hidupnya kecil.
6. Terapi metastasis
a) Metastasis otak
Terapi yang digunakan adalah terapi paliatif untuk memperbaiki
defisit neurologis pasien, yang akan memberikan perbaikan
kualitas hidup pasien. Pengelolaan akut akibat peningkatan tekanan
intrakranial, adalah dengan memberikan kortikosteroid dosis tinggi
atau triamsinolon, diikuti dengan radiasi seluruh otak. Pasien
tertentu dapat memperoleh manfaat dengan dilakukannya reseksi
lesi soliter diikuti dengan radiasi.
b) Metastasis tulang
Pengobatan narkotik, obat-obatan antiinflamasi lokal nonsteroid
dan radiasi merupakan terapi yang biasa dilakukan dan
memberikan hasil yang baik dengan meningkatkan kenyamanan
dan kemampuan pasien bergerak dan berjalan. Pengelolaan
ortopedik dapat dilakukan untuk membuat keadaan spinal yang
stabil dan mencegah penekanan sumsum tulang belakang. Fiksasi
profilaksis lesi metastasis pada tulang panjang dengan kawat atau
implant dapat mencegah fraktur patologis dan memastikan
kemampuan bergerak atau kontrol ekstremitas atas yang baik.
Kombinasi kemoterapi juga dapat membantu meringankan atau
menghilangkan proses yang menyakitkan ini.
c) Metastasis hati
Kemoterapi sistemik mungkin memberikan hasil yang efektif untuk
mengatasi gejala dalam waktu singkat, tetapi bagaimanapun juga
metastasis ke hati merupakan proses keganasan yang seringkali
cepat mematikan. Pasien dengan metastasis ke hati yang
menyakitkan dapat merasa lebih nyaman dengan pemberian
narkotik dan blok pleksus abdominal.
d) Metastasis jantung
Terapi pada umumnya bersifat konservatif dan berupa
perikardiosintesis, kemoterapi sistemik, atau pemberian zat-zat
lainnya secara intraperikardial. Tamponade jantung dapat diterapi
dengan baik dan mudah dengan pembuatan lubang di bawah
anestesi lokal.
7. Lain-lain
a) Terapi laser melalui bronkoskopi dapat bersifat paliatif terutama
pada pasien dengan hemoptisis berat.
b) Terapi fotodinamik.
c) Brakiterapi endobronkial.
d) Modifier respon biologis (antibodi monoklonal terhadap faktor
pertumbuhan, interleukin).
e) Terapi gen (transfecting dengan p53, terapi antisense, vaksin
tumor).
i. Komplikasi
Komplikasi pada kanker paru dapat dikategorikan menjadi (Otto, 2003) :
1. Komplikasi akibat metastasis sel kanker
Abses otak, kerusakan hati, kanker tulang, endokarditis, hematorak,
kanker jantung, resiko infeksi, atelektasis, abses paru.
2. Komplikasi akibat tindakan pembedahan
Efusi pleura, pneumotoraks, emboli paru, pneumonia, perdarahan, dan
infeksi.
CLINICAL PATHWAY
Faktor predisposisi inhalasi zat karsinogen dari:
Merokok, bahaya industri, dan polusi udara
Perubahan epitel termasuk displasia, metaplasia, hingga menjadi sel-sel ganas yang
besar dan berdiferensiasi (neoplasma)
Keluhan sistemik, batuk yang bervariasi, mual, malaise, Metastasis ke pleura dan
kelelahan, sesak nafas, ketidaktahuan akan prognosis, dinding dada
ketakutan akan kematian dan keganasan penyakit
Medula spinalis
Hipotalamus danretikuler
Sistem aktivasi sistem limbik
Nyeri akut Persepsi nyeri
I. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe, lokasi dan keparahan cedera
meliputi :
1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal
MRS.
2) Keluhan utama, biasanya bervariasi seperti keluhan batuk, batuk
produktif, batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada.
3) Riwayat penyakit sekarang (keluhan saat ini), biasanya keluhan hampir
sama dengan jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyai awitan
(onset) yang khas.
4) Riwayat penyakit dahulu, walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan
didapatkan keluhan batuk jangka panjang dan penurunan berat badan
secara signifikan.
5) Riwayat penyakit keluarga, jika ada anggota keluarga yang pernah
mengalami kanker paru maka anggota keluarga yang lain memiliki resiko
untuk terkena kanker paru.
6) Genogram
7) Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon)
8) Pemeriksaan fisik head to toe, keadaan umum, TTV
9) Data fokus (berdasarkan pemeriksaan fisik)
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin, dispnea karena aktivitas.
Tanda : kelelahan (biasanya pada stadium lanjut).
2) Sirkulasi
Gejala : obstruksi vena kava
Tanda : takikardia, disritmia, bunyi jantung seperti gesekan
(pericardial) akibat adanya efusi.
3) Integritas ego
Gejala : perasaan takut (hasil pembedahan), menolak kondisi
keganasan penyakit.
Tanda : kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang sering diulang-
ulang.
4) Eliminasi
Gejala : diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil), peningkatan
frekuensi/jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan berat badan, anoreksia, penurunan intake nutrisi,
kesulitan menelan, haus.
Tanda : kurus / kakheksia (biasanya pada stadium lanjut), edema
wajah/leher dan dada-punggung (obstruksi vena kava), edema
wajah/periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil), glukosuria (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada (biasanya tidak muncul pada stadium awal) yang
biasanya dapat dipengaruhi oleh posisi, nyeri bahu/tangan
(khususnya pada karsinoma sel besar atau adenokarsinoma), nyeri
abdomen hilang timbul.
7) Pernafasan
Gejala : batuk ringan atau perubahan pola batuk biasanya dan atau
produksi sputum, nafas pendek, suara serak akibat paralisis pita
suara.
Tanda : dispnea yang semakin parah saat bekerja, peningkatan taktil
fremitus (menunjukkan konsolidasi), krekels/mengi pada saat
inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara akibat adanya
tumor), krekels/mengi menetap, deviasi trakea (akibat metastasis
tumor pada trakea).
8) Keamanan
Tanda : kemungkinan demam (sel besar atau karsinoma), kemerahan,
kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
9) Seksualitas
Tanda : ginekomastia (perubahan hormon neoplastik, karsinoma sel
besar), amenorea/impotensi (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil.
10) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi (foto thorax PA dan bronkhografi).
2) Pemeriksaan laboratorium (sitologi, pemeriksaan fungsi paru dan
GDA, tes kulit, tes darah lengkap, tes urine).
3) Pemeriksaan histopatologi (bronkhoskopi, biopsy, torakotomi,
mediastinoskopi, torakosintesis).
4) Pencitraan (CT scan dan MRI).
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Asih, N.G.Y,& Effendy, C. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Baughman, D.C,& Hackley, J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: buku saku untuk
Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Brashers, V. L. 2008. Aplikasi klinis patofisiologi: pemeriksaan & manajemen. Jakarta:
EGC.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Joane. 2004. Nursing Intervention Classification. Mosby : USA.
Joane. 2004. Nursing Outcomes Classification. Mosby : USA.
Nurarif, A.H,& Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action Publishing.
Otto, S. E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC.
Price,S.A, & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Underwood, J.C.E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: EGC.