Anda di halaman 1dari 30

LBM 1 MODUL HERBAL SGD 8

OBAT TRADISIONAL SEBAGAI TERAPI ALTERNATIF KOMPLEMENTER

STEP 1

- Pengobatan komplementer alternatif


Pengobatan non konvensional yg ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative yg diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
kualitas, keamanan dan efektifitas yg tinggi berlandaskan ilmu biomedik yg belum diterima kedokteran
konvensional.
- Obat tradisional
Bahan atau ramuan yg berupa dari tumbuhan, hewan, mineral atau sediaan sarian kemudian bahan tsb
yg secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
- Spesifikasi
Standart untuk memenuhi pengobatan komplementer alternative. Perbedaan harus dijaskan secara
detail.
- Pengobatan konvensional
Ada 2. Pengobatan konvensional dan non konvensional.
Pengobatan konvensional : berbasis pada ilmu kedokteran konvensional yg telah lama berkembang
sebelum abad 19.

STEP 2
STEP 7

1. Apa perbedaan obat tradisional dan obat modern?


Perbedaan :
perbedaan modern herbal
Kandungan senyawa kimia 1 atau lebih atau sintetik. Campuran banyak senyawa
Kandungan senyawa kimia alami. Tidak jelas
murni
Efektifitas dan keamanan Ada bukti ilmiah atau uji Belum ada
klinik
Persamaan? (semua dalam table yaaaaa…)
1. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine)

Perbedaan Jamu OHT Fitofarmaka

Lambang

Keterangan  Logo berupa “RANTING Logo berupa “JARI-JARI •Logo berupa “JARI-JARI
Lambang DAUN TERLETAK DALAM DAUN (3 PASANG) DAUN (YANG KEMUDIAN
TERLETAK DALAM MEMBENTUK BINTANG)
LINGKARAN”, dan
LINGKARAN, dan TERLETAK DALAM
ditmpatkan pada bagian ditempatkan pada bagian LINGKARAN, dan
atas sebelah kiri dari atas sebelah kiri dari ditmpatkan pada bagian
wadah/pembungkus/brosur. wadah/pembungkus/brosur. atas sebelah kiri dari
Logo tersebut dicetak Logo tersebut dicetak wadah/pembungkus/brosur.
dengan warna hijau diatas dengan warna hijau diatas Logo tersebut dicetak
dasar putih atau warna lain dasar putih atau warna lain dengan warna hijau diatas
yang menyolok kontras dasar putih atau warna lain
yang menyolok kontras
dengan warna logo. yang menyolok kontras
dengan warna logo dengan warna logo.
 Tulisan “JAMU” harus jelas Tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR” harus jelas •Tulisan “FITOFARMAKA”
dan mudah dibaca, dicetak
dan mudah dibaca, dicetak harus jelas dan mudah
dengan warna hitam di dengan warna hitam di atas dibaca, dicetak dengan
atas dasar warna putih dasar warna putih atau warna hitam di atas dasar
atau warna lain yang warna lain yang menyolok warna putih atau warna lain
kontras dengan tulisan yang menyolok kontras
menyolok kontras dengan
“OBAT HERBAL dengan tulisan
tulisan “JAMU”. TERSTANDAR”. “FITOFARMAKA”.

Definisi Jamu adalah obat tradisional Sediaan obat bahan alam Sediaan obat yang telah
yang berisi seluruh bahan yang telah dibuktikan dibuktikan keamanan dan
tanaman yang menjadi keamanan dan khasiatnya khasiatnya, bahan bakunya
penyusun jamu tersebut. secara ilmiah dengan uji terdiri dari simplisia atau
praklinik dan bahan sediaan galenik yang telah
bakunya telah di memenuhi persyaratan
standarisasi. yang berlaku.

Kriteria •Aman sesuai dengan •Aman dibuktikan sesuai  Aman sesuai dengna
persyaratan yang ditetapkan dengan persyaratan yang persyaratan yang
telah ditetapkan
ditetapkan
•Klaim khasiat dibuktikan
berdasarakan data empiris •Klaim khasiat dibuktikan  Klaim khasiat harus
secara ilmiah/pra klinik dibuktikan berdasarkan
•Memenuhi persyaratan yang
uji klinik
telah berlaku. •Telah dilakukan
standarisasi terhadap  Telah dilakukan
bahan baku yang standarisasi terhadap
digunakan dalam produk bahan baku yang
digunakan dalam produk
jadi Memenuhi
persyaratan yang telah
berlaku
Peralatan Peralatan sederhana dibutuhkan peralatan yang Diperlukan peralatan
tidak sederhana dan lebih berteknologi modern,
mahal dari jamu tenaga ahli, dan biaya yang
tidak sedikit.

Pembuatan mengacu pada resep Ditunjang oleh pembuktian telah terstandar dgn uji
peninggalan leluhur ilmiah berupa penelitian klinis pada manusia.
praklinis. Penelitian ini
tidak memerlukan pembuktian
meliputi standarisasi
ilmiah secara uji klinis, tetapi
kandungan senyawa
cukup dengan bukti empiris
berkhasiat dalam bahan
penyusun, standarisasi
pembuatan ekstrak yang
higienis, serta uji
toksisitas akut maupun
kronis.

Contoh 1.JAMU GEMPUR BATU 1.Diapet ® SOHO, OHT •Nodiar (POM FF 031 500
(AIR MANCUR) diare (mencret) 361) (PT. Kimia Farma)
- Sonchi fol (daun
tempuyung). 2.Fitolac ® Kimia Farma, Komposisi :
OHT laktagoga (pelancar
- Strobilanthi fol (daun Attapulgite 300 mg
ASI)
kejibeling).
- Orthosiphonis fol (daun 3.Fitogaster ® Kimia Farma, Psidii Folium ekstrak 50 mg
kumis kucing). OHT karminatif (peluruh
kentut) Curcumae domesticae
- Phyllanthi herba (herba
Rhizoma ekstrak 7,5 mg
meniran).
4.Glucogard ® Phapros,
- Imperata rad (akar OHT diabetes (kencing Sebagai anti diare
alang-alang).
manis)
•Rheumaneer (POM FF
- Pinnatae rad (akar aren).
5.Irex Max ® Bintang 032 300 351) (PT. Nyonya
2. JAMU SIRNA KARANG
Toedjoe, OHT lemah Meneer)
(CAP JAGO)
syahwat (impoten -
- Strobilanthus crispus Komposisi:
aphrodisiaka)
(kejibeling)
Curcumae domesticae
- Ortosiphon stamineus 6.Kiranti Pegal Linu ®
Rhizoma 95 mg
(kumis kusing) Orang Tua, OHT pegal linu

- Phyllanthus niruri Zingiberis Rhizoma ekstrak


7.Kiranti Sehat Datang
(meniran) 85 mg
Bulan ® Orang Tua, OHT
- Hidrocotyle asitica (kaki sindrom prahaid (PMS -
Curcumae Rhizoma ekstrak
kuda) Pre-menstruation Syndrom)
120 mg
- Foeniculum vulgare 8.Sehat Kuat (Chang Panduratae Rhizoma
(adas) Sheuw Tian Ran Ling Yao) ekstrak 75 mg
- Curcuma xanthorrhiza ® Daun Teratai, OHT
(temulawak) kanker (neoplasma ganas) Retrofracti Fructus ekstrak
125 mg
- Alyxia stellata (pula sari)
9.Lelap ® SOHO, OHT
- Plantago major (daun gangguan tidur (hipnotika) Sebagai anti reumatik
urat)
10.Teh Songgolangit ® •Stimuno (POM FF 041 300
Songgolangit Herbal - 411, POM FF 041 600 421)
Surabaya, OHT rematik
(PT. Dexa Medica)
11.Stop Diar Plus ® Air
Mancur - Wonogiri, OHT Komposisi:
diare (mencret)
Phyllanthi Herba ekstrak 50
12.Virugon Cream ® mg
Konimex, OHT herpes
Sebagai imunomodulator
(dompo)
•Tensigrad Agromed ( POM
13.Tolak Angin ® Sido
FF 031 300 031, POM FF
Muncul, OHT masuk angin
031 300 041) (PT. Phapros)

Komposisi:

Apii Herba ekstrak 95 mg

Sebagai anti hipertensi

•X-Gra (POM FF 031 300


011, POM FF 031 300 021)
(PT. Phapros)

Komposisi:

Ganoderma lucidum 150


mg

Eurycomae Radix 50 mg

Panacis ginseng Radix 30


mg

Retrofracti Fructus 2,5 mg


Royal jelly 5 mg

www.ptphapros.co.id

2. Apa macam-macam obat tradisioal dan masing-masing perbedaannya?

Pengertian Obat Tradisional berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan bahan berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Adapun beberapa jenis Obat Tradisional adalah sebagai berikut :

1. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine)


Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu
disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan, pil, atau cairan. Umumnya, obat tradisional ini dibuat dengan
mengacu pada resep peninggalan leluhur. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah secara uji klinis, tetapi cukup
dengan bukti empiris. Selain adanya klaim khasiat yang dibuktikan secara empiris, jamu juga harus memenuhi
persyaratan keamanan dan standar mutu.

Definisi
Obat tradisional Indonesia. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, No: HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan Tata
Laksanan Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Tersntandar dan Fitofarmaka

Syarat
 Logo berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditmpatkan pada bagian atas sebelah
kiri dari wadah/pembungkus/brosur. Logo tersebut dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain
yang menyolok kontras dengan warna logo
 Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna
lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”.
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Tersnadar dan Fitofarmaka

Kriteria
 Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
 Klaim khasiat dibuktikan berdasarakan data empiris
 Memenuhi persyaratan yang telah berlaku.
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Tersnadar dan Fitofarmaka

2. Obat Herbal Terstandar (Standarized Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik tanaman obat, hewan,
maupun mineral. Dalam proses pembuatannya, dibutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal dari
jamu. Obat herbal terstandar umumnya ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis. Penelitian ini
meliputi standarisasi kandungan senyawa berkhasiat dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang
higienis, serta uji toksisitas akut maupun kronis.

Definisi
Sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan
bahan bakunya telah di standarisasi.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, No: HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan
Tata Laksanan Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Tersntandar dan Fitofarmaka

Syarat
 Logo berupa “JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada
bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur. Logo tersebut dicetak dengan warna hijau diatas
dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.
 Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas
dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.

Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Tersnadar dan Fitofarmaka

Kriteria
 Aman dibuktikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan
 Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik
 Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Tersnadar dan Fitofarmaka
Contoh :

1. Diapet ® SOHO, OHT diare (mencret)


2. Fitolac ® Kimia Farma, OHT laktagoga (pelancar ASI)
3. Fitogaster ® Kimia Farma, OHT karminatif (peluruh kentut)
4. Glucogard ® Phapros, OHT diabetes (kencing manis)
5. Irex Max ® Bintang Toedjoe, OHT lemah syahwat (impoten - aphrodisiaka)
6. Kiranti Pegal Linu ® Orang Tua, OHT pegal linu
7. Kiranti Sehat Datang Bulan ® Orang Tua, OHT sindrom prahaid (PMS - Pre-menstruation Syndrom)
8. Sehat Kuat (Chang Sheuw Tian Ran Ling Yao) ® Daun Teratai, OHT kanker (neoplasma ganas)
9. Lelap ® SOHO, OHT gangguan tidur (hipnotika)
10. Teh Songgolangit ® Songgolangit Herbal - Surabaya, OHT rematik
11. Stop Diar Plus ® Air Mancur - Wonogiri, OHT diare (mencret)
12. Virugon Cream ® Konimex, OHT herpes (dompo)
13. Tolak Angin ® Sido Muncul, OHT masuk angin

3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatannya telah terstandar
ditunjang oleh bukti ilmiah sampai uji klinis pada manusia. Karena itu, dalam pembuatannya diperlukan peralatan
berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit.

Secara ringkas kesimpulan dari penjelasan di atas beserta logonya (logo biasanya terletak di pembungkus, wadah,
etiket, atau brosur Obat Tradisional tersebut) masing-masing tabel di bawah ini adalah sebagai berikut :
Definisi
Sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan
galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No: 760/Menkes/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka

Syarat
 Logo berupa “JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM
LINGKARAN, dan ditmpatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur. Logo tersebut
dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.
 Tulisan “FITOFARMAKA” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna
putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka
 Ramuan
 Standar Bahan Baku
 Zat Kimia berkhasiat
Penggunaan zat kimia berkhasiat ( tunggal murni) dalam fitofarma dilarang
 Bentuk Sediaan
 Standar Fitofarmaka
Setiap fitofarmaka harus dapat dijamin kebenaran komposisi, keseragaman, komponen aktif dan
keamanannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. PAda analisis terhadap ramuan, sebagai baku
pembanding digunakan zat utama atau zat identitas lainnya. Secara bertahap industry harus mempertajam
perhatian terhadap galur fitokimia simplisia yang digunakan.
 Khasiat
Pernyataan khasiat harus menggunakan istilah medic, seperti diuretic, spasmolitik, analgetik, antipiretik.
 Dukungan Penelitian
Didukung oleh hasil pengujian, dengna protocol pengujian yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pengujian meliputi toksisitas, uji efek farmakologik, uji klinik,uji kualitas dan pengujian lain yang
dipersyaratkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No: 760/Menkes/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka

Kriteria
 Aman sesuai dengna persyaratan yang ditetapkan
 Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
 Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
 Memenuhi persyaratan yang telah berlaku
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Tersnadar dan Fitofarmaka

Uji klinik
Adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas,
keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit atau pengobatan segala penyakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No: 760/Menkes/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka

Syarat ujinya
Uji pra klinik
Uji klinis
 Uji klinis fase 1 : untuk melihat keamanan dan tolerasnsi yang dilakukan terhadap sukarelawan yang
sehat.
 Uji klinis fase 2 : terhadap sejumlah pasien di RS untuk menggunakan keputusan arah penggunaan dan
dosis serta uji khasiat dan keamanan terhadap pasien.
 Uji klinis fase 3 : terhadap pasien dalam jumlah besar.
 Uji klinis fase 4 : melihat efek setelah di pasarkan

Tahap-tahapan dalam proses pembuatan


Tahap-tahap Pelaksanaan
 Merencanakan tahap-tahap pelaksanaan uji klinik fitofarmaka termasuk formulasi, uji farmakologik
eksperimental dan uji kimia.
 Melaksanakan uji klinik fitofarmaka
 Melakukan evaluasi hasil uji klinik fitofarmaka
 Menyebar luaskan informasi tentang hasil uji klinik informatika kepada masyarakat (peneliti boleh
mempublikasikan pengujian yang dilakukan dengan memperhatikan kode etik publikasi ilmiah)
 Memantau penggunaan dan kemungkinan timbulnya efek samping fitofarmaka.
Tahap-tahap Pengembangan
 Pemilihan jenis obat tradisional yang akan mengalami pengujian dan pengembangan kearah fitofarmaka
berdasarkan prioritas yang digariskan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
 Pengujian Farmakologik
 Pengujian Toksisitas
a. Toksisitas akut waktunya 24 jam
b. Toksisitas sub akut waktunya 4 minggu – 3 bulan
c. Toksisitas kronik waktunya >3 bulan
 Pengujian Farmakodinamik
 Pengembangan sediaan (formulasi)
 Penapisan Fitokimia dan standarisasi sediaan
 Pengujian klinik

Kriteria
 Harus di buat dalam bentuk ekstrak atau fraksi yang terstandar
 Jaminan (quality) kualitas, dimana bahan simplisia dan produk akhir harus memenuhi persyaratan tentang
keajegan dari kandungan aktif
 Jaminan safety (keamanan), dimana produk akhir harus aman atay tidak toksik pada hewan coba yang
dipersyaratkan.
Contoh
Contoh-contoh Fitofarmaka:
 Nodiar (POM FF 031 500 361)
(PT. Kimia Farma)
Komposisi :
Attapulgite 300 mg
Psidii Folium ekstrak 50 mg
Curcumae domesticae Rhizoma ekstrak 7,5 mg
Sebagai anti diare

 Rheumaneer (POM FF 032 300 351)


(PT. Nyonya Meneer)
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
Sebagai anti reumatik

 Stimuno (POM FF 041 300 411, POM FF 041 600 421)


(PT. Dexa Medica)
Komposisi:
Phyllanthi Herba ekstrak 50 mg
Sebagai imunomodulator

 Tensigrad Agromed ( POM FF 031 300 031, POM FF 031 300 041)
(PT. Phapros)
Komposisi:
Apii Herba ekstrak 95 mg
Sebagai anti hipertensi

 X-Gra (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 021)


(PT. Phapros)
Komposisi:
Ganoderma lucidum 150 mg
Eurycomae Radix 50 mg
Panacis ginseng Radix 30 mg
Retrofracti Fructus 2,5 mg
Royal jelly 5 mg
Sebagai obat perangsang

Jenis-jenis Obat Tradisional yang dikembangkan Menjadi Fitofarmaka


Lampiran Permenkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992 tentang daftar obat tradisional yang
harus menjadi Fitofarmaka
• Antelmintik
• Anti ansietas (anti cemas)
• Anti asma
• Anti diabetes (hipoglikemik)
• Anti diare
• Anti hepatitis kronis
• Anti herpes genitalis
• Anti hiperlipidemia
• Anti hipertensi
• Anti hipertiroidisme
• Anti histamine
• Anti inflamasi
• Anti kanker
• Anti malaria
• Anti TBC
• Antitusif/ekspektoransia
• Disentri
• Dispepsia (gastritis)
• Diuretik

OBAT TRADISIONAL (JAMU) YANG AMAN

Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan Obat Tradisional yang aman :
1. Jangan mengkonsumsi jamu yang tidak terdaftar pada Depkes RI/tidak mencantumkan nomor TR dan nama
pabriknya;
2. Jangan terpengaruh hanya karena bungkus/label yang menarik pada jamu;
3. Jangan mengkonsumsi jamu dengan khasiat dapat menyembuhkan segala macam penyakit
4. Jangan membeli obat jamu dengan bungkus yang sudah rusak atau penandanya yang tidak jelas
5. Jangan membeli jamu yang sudah kedaluwarso
6. Jangan mengkonsumsi jamu dengan penambah obat modern/bahan kimia obat

Nomor Pendaftaran Obat Tradisional


1. Depkes RI/POM RI No. TR --> 9 digit (Obat Tradisional Lokal)
2. Depkes RI/POM RI No. TL --> 9 digit (Obat Tradisional Lisensi)
3. Depkes RI/POM RI No. TI --> 9 digit (Obat Tradisonal Impor)
4. Depkes RI/POM RI No. BTR --> 9 digit (Obat Tradisional Berbatasan Lokal)
5. Depkes RI/POM RI No. BTL --> 9 digit (Obat Tradisional Berbatasan Lisensi)
6. Depkes RI/POM RI No. BTI --> 9 digit (Obat Tradisional Berbatasan Impor)

Penandaan (Label/Etiket)
Memuat sekurang-kurangnya :
1. Nama obat tradisional
2. Ukuran kemasan (berat/isi bersih)
3. Nomor Pendaftaran --> Depkes RI TR/POM RI TR 9 digit
4. Nama dan alamat industri (sekurang-kurangnya nama kota diikuti kata INDONESIA)
5. Komposisi (nama latin bahan baku)
6. Khasiat (kegunaan)
7. Cara penggunaan
8. Peringatan / kontra indikasi (bila ada)
9. Kode produksi
10. Tanggal kadaluwarsa

Tingkat pembuktian?????
Didalam CPOBT ada standar khusus untuk pembuatan obat. Ada tingkat pembuktiannya.
a. Umum
b. Medium  menggunakan sampel manusia.

Apakah sama dengan klinik dan tingkat pembuktian?

3. Apa tujuan pembuatan permenkes RI No.1109/menkes/per/2007?


Berisi pengaturan trad-cam.
a. Memberikan perlindungan pd pasien
b. Menigkatka pelayanan mutu kesehatan
c. Memberikan kepastian hokum kpd masyarakat dan tenaga trad-cam
ISI :
Bab I : ketentuan umum pasal 1)
Bab II : tujuan pasal 2
Bab III : pengobatan komplementer alternative (pasal 3-9)
Bab IV : fasilitas pelayanan kesehatan (pasal 10-11)
Bab V : tenaga pengobatan komplementer alternatif (pasa 12-15)
Bab VI : registrasi (pasal 16-20)
Bab VII : syrat tugas atau ijin kerja petugas trad-cam (pasal 21-29)
Bab VIII : tenaga pengobatan trad-cam (pasal 30-34)
Bab IX : pencatatan dan pelaporan (pasal 35)
Bab X : pembinaan dan pengawasan (pasal 36-38)
Bab XI : ketentuan peralihan (pasal 39-40)
Bab XII : penutup (pasal 41)
4. Apa kelemahan dan kelebihan dari obat tradisional?
A. Jamu
Kelemahan :
- Efek farmakologi lemah
- Mudah tercemar mo
- Belum dilakukan uji klinis
- Uncualified praticioner
Kelebihan
- Memiliki efek komplementer untuk sinergisme  missal tanaman A punya efek antidiare, tapi obat tsb
juga punya efek meningkatkan nafsu makan untuk menmbantu penyembuhan diare.
- Memiliki lebih dari 1 efek farmakologi
- Harga lebih murah
- Lebih sesuai untuk penyakit metabolic dan degenerative. Karena untuk jangka waktu lama.

o Kelebihan obat tradisional


 memiliki efek samping yang saling mendukung jika berada dalam satu ramuan dengan komponen
yang berbeda
 memiliki efek samping yang relatif rendah
 Pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-
penyakit yang diakibatkan pertukaran zat di dalam tubuh dan keturunan.
o Kekurangan obat tradisional
 Takaran harus tepat. Jika tidak tepat, obat tradisional bisa tidak aman bagi tubuh dan kesehatan
manusia.
 Harus tepat memilih jenis obat sesuai dengan riwayat kesehatan masing-masing, sehingga tidak
menimbulkan efek samping yang membahayakan jiwa.
( Nahdloh, Sulastri )

Sifat Obat Tradisional


1. Memiliki efek samping relatif kecil jika digunakan secara tepat
2. Memiliki efek relatif lambat tetapi jelas manfaatnya
3. Bersifat holistik atau memiliki kombinasi efek dalam satu ramuan
4. Lebih sesuai untuk gangguan metabolik dan degeneratif
5. Banyak yang bersifat promotif dan preventif
Pemakaian Obat Herbal dalam Pengobatan Modern, dr. Noor Wijayahadi, Ph.D
 Harga obat-obatan berbahan dasar bahan kimia, produksi pabrik farmasi saat ini relatif
semakin mahal, sehingga masyarakat mulai mencari alternatif pengobatan yang lebih
murah dan mudah didapatkan.
 Akibat dari menurunnya citra pengobatan konvensional dari segi efktivitasnya untuk
mengatasi berbagai penyakit kronis, terutama yang berkaitan dengan sistem imunitas
dan penyakit degeneratif.
 Bahan ramuan obat tradisional mudah didapat disekitar kita. Dahkan dapat ditanam
sendiri.
 Efek samping yang ditimbulkan pbat tradisional dapat lebih kecil dibandingkan obat yang
terbuat dari bahan kimia.
 Sebagai salah satu metode alternatif pengobatan.
 Kandungan unsur kimia yang terkandung didalam obat tradisional sebenarnya menjadi
dasar pengobatab kedokteran modern. Artinya, pembuatan obat-obatan pabrik
menggunakan rumus kimia yang telah disitesis dari bahan alami ramuan tradisional.
Dari hasil sintesis rumus kimia inilah dilakukan uji klinis pada manusia, sampai akhirnya
ditemukan senyawa yang berkhasiat untuk mengobati suatu jenis penyakit
(Rifki Muslim, 2006)

Muslim. Rifki, 2006, Prospek Penggunaan Obat Tradisional pada Pelayanan


Kesehatan di Rumah Sakit, dalam: seminar Nasional “Prospek Obat Tradisional
dalam Perspektif Kesehatan Aspek Legalitas dan Rasionalitas”, Semarang.
. apa saja kekurangan dan kelebihan dr obat tradisional?
Keterangan Kelebihan Kekurangan
Jika penggunaannya Efek farmakologisnya
benar, obat tradisional lemah.
atau tanaman obat tidak
memiliki efek samping. Bahan baku obat belum
Kalaupun ada, efek standar.
sampingnya relatif kecil.
Bersifat higroskopis. Suatu
zat disebut higroskopis
jika zat tersebut
mempunyai kemampuan
menyerap molekul air
Obat Tradisional yang baik. Contohnya
madu, gliserin, etanol,
metanol, asam sulfat
pekat, dan natrium
hidroklorida pekat (soda
kaustik). Zat yang sangat
higroskopis akan larut
dalam molekul-molekul air
yang diserapnya sehingga
mudah rusak.

Umumnya, pengujian
bahan-bahan pengobatan
tradisional belum sampai
tahap uji klinis

Tanaman obat memiliki


suatu mekanisme yang
dapat menangkal dan
menetralkan efek samping
obat tradisional yang
dikenal dengan istilah
SEES (Side Effect
Eleminating Subtanted).
Efeknya lambat, tetapi
bersifat stimulan dan
konstruktif. Obat herbal
kapsul yang dikonsumsi,
efeknya baru bisa terasa
beberapa hari kemudian
(bisa sampai 10 hari
kemudian). Bahkan untuk
penyakit sedang/berat
atau menetap/menahun
hasilnya mungkin baru
bisa terlihat 1-6 bulan
kemudian. Walau perlahan
tapi sifatnya konstruktif,
misal organ tubuh terkait
diperbaiki & diremajakan
Merupakan gabungan
seluruh bahan aktif yang
terdapat pada satu atau
beberapa tanaman obat.
Jika hasil diagnosis sudah
jelas, pengobatan dan
perawatan umumnya
dapat dilakukan oleh
anggota keluarga sendiri
tanpa bantuan medis dan
sarana laboratoriumnya.
Tanaman obat sangat
efektif untuk penyakit yang
sulit disembuhkan dengan
obat kimia, seperti kanker,
tumor, darah tinggi, darah
rendah, diabetes,
hepatitis, dan stroke.
Harganya murah, bahkan
tidak memakan biaya
sama sekali karena bisa
ditanam sendiri. Harga
tanaman obat menjadi
mahal jika dikemas dalam
bentuk isolat, yakni
senyawa tertentu yang
diperoleh dalam bentuk
ekstrak tanaman.
Misalnya, Vincristin, yakni
obat kanker dari ekstrak
tanaman tapak dara
(Catharanthus Roseus).
Pada kasus-kasus Obat kimia memiliki efek
penyakit akut, bedah samping, baik secara
relatif lebih cepat teratasi. langsung maupun hasil
akumulasi. Bahan kimia
Terapi sampingan yang tidak bersifat organis
dilakukan bersama (alami), murni, tajam, dan
pengobatan kimia adalah reaktif (mudah bereaksi).
diet, perlakuan-perlakuan Sementara itu, tubuh
tertentu pada tubuh, manusia bersifat organis
seperti bedah operasi, dan dan kompleks. Dengan
manajemen stres. demikian, bahan kimia
bukan bahan yang benar-
Memusatkan pengobatan benar cocok untuk tubuh.
dengan menghilangkan Konsumsi bahan kimia
gejala penyakit. untuk tubuh “terpaksa”
dilakukan dengan
Sasaran pokok untuk berbagai batasan atau
menyembuhkan dan selama dapat diterima dan
mengurangi penyakit. ditoleransi oleh tubuh.

Menerapkan pengobatan Obat kimia sering kurang


OBAT KIMIA berdasarkan allopati efektif untuk penyakit
modern (obat-obatan yang tertentu. Banyak penyakit
meredakan gejala dalam belum ditemukan obatnya
waktu singkat). sehingga obat yang
digunakan lebih banyak
Telah melalui tahapan uji bersifat simtomatis
klinis. (menghilangkan gejalanya
saja) dan digunakan
Bersifat depresan. secara terus-menerus
sesuai dengan gejalanya.
Beberapa penyakit bahkan
belum diketahui sebabnya
dan pasien sering
berulang kali ke dokter
dan tidak mengalami
kemajuan atau malah
memburuk keadaannya.

Hampir seluruh obat kimia


yang digunakan
merupakan barang impor.
Ini dikarenakan untuk
memproduksi obat kimia
dibutuhkan teknologi yang
canggih, biaya yang
mahal, dan waktu
pengujian yang cukup
lama.

Mengandung hanya satu


zat aktif tunggal, hasil
isolasi bahan alami dan
sintetik.

Efeknya drastic dan


bersifat destruktif.

Relatif kurang efektif untuk


mengobati penyakit kronis,
efek samping pengobatan
lebih sering terjadi.

5. Apa saja tahapan untuk obat tradisional menjadi obat klinis?

Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/profesi dokter, maka hasil data empirik
harus didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut
hanya dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara sistematik. Tahapan pengembangan obat
tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai berikut.

1. Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional/obat herbal yang akan diteliti
dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan
adalah:
a. Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka kejadiannya
(berdasarkan pola penyakit)
b. Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
c. Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.

Sembilan spesies tanaman yang dipilih sebagai tanaman unggulan untuk diteliti lebih lanjut, termasuk uji
klinik, adalah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.), temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), kunyit
(Curcuma domestica Val.), jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.), sambiloto (Andrographis paniculata
Nees.), jahe (Zingiber officinale Rosc.), mengkudu (Morinda citrifolia L.), salam (Eugenia polyantha Wight.),
dan jambu biji (Psidium guajava L.).
Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk meneliti tanaman obat yang mendadak populer di kalangan
masyarakat. Sebagai contoh banyak penelitian belakangan ini dilakukan terhadap tanaman Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa) yang diklaim antara lain bermanfaat untuk penderita diabetes melitus dan buah merah
(Pandanus conoideus Lamk.) yang diklaim antara lain dapat menyembuhkan kanker dan AIDS.
2. Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan dikembangkan menjadi
fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba untuk melihat toksisitas
dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan
rencana pemberian pada manusia. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk
sementara satu spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies. Uji
farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada manusia, sedangkan uji
toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.
 Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas khusus yang meliputi uji
teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan
LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum
efek toksik pada organ, dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan
diberikan pada manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Pada uji
toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan pada uji toksisitas kronik obat
diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik dan kronik bertujuan untuk mengetahui
efek toksik obat tradisional pada pemberian jangka lama. Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas
ditentukan berdasarkan lama pemberian obat pada manusia (Tabel 4).

Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional agar masuk ke tahap
uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:
a. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial menimbulkan efek khusus seperti kanker,
cacat bawaan.
b. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia subur
c. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan penyakit tertentu misalnya kanker.
d. Obat digunakan secara kronik
 Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri
mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in
vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang diuji
dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan
in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia
3. Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar
Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia penentuan identitas, dan menentukan bentuk sediaan yang
sesuai. Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhi efek yang ditimbulkan. Bahan segar berbeda
efeknya dibandingkan dengan bahan yang telah dikeringkan. Proses pengolahan seperti direbus, diseduh
dapat merusak zat aktif tertentu yang bersifat termolabil. Sebagai contoh tanaman obat yang mengandung
minyak atsiri atau glikosida tidak boleh dibuat dalam bentuk decoct karena termolabil. Demikian pula
prosedur ekstraksi sangat mempengaruhi efek sediaan obat herbal yang dihasilkan. Ekstrak yang diproduksi
dengan jenis pelarut yang berbeda dapat memiliki efek terapi yang berbeda karena zat aktif yang terlarut
berbeda. Sebagai contoh daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) memiliki tiga jenis kandungan kimia
yang diduga berperan untuk pelangsing yaitu tanin, musilago, alkaloid. Ekstraksi yang dilakukan dengan
etanol 95% hanya melarutkan alkaloid dan sedikit tanin, sedangkan ekstraksi dengan air atau etanol 30%
didapatkan ketiga kandungan kimia daun jati belanda yaitu tanin, musilago, dan alkaloid tersari dengan baik
4. Uji klinik
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal harus dibuktikan khasiat dan
keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat moderen maka uji klinik berpembanding dengan
alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind controlled clinical trial) merupakan desain uji
klinik baku emas (gold standard). Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat
tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat
tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi.
Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan informed-
consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang penting untuk dapat
menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible). Uji klinik dibagi empat fase yaitu:
Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan tolerabilitas
obat tradisional
Fase II awal : dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas,tanpa pembanding
Fase II akhir : dilakukan pada pasien jumlah terbatas, denganpembanding
Fase III : uji klinik definitif
Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang
lambat timbulnya
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak menunjukkan efek samping
yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding.
Untuk obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan II)
guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.
Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang digunakan umumnya berdasarkan dosis empiris tidak
didasarkan dose-ranging study. Kesulitan yang dihadapi adalah dalam melakukan pembandingan secara
tersamar dengan plasebo atau obat standar. Obat tradisional mungkin mempunyai rasa atau bau khusus
sehingga sulit untuk dibuat tersamar.
Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia meskipun nampaknya cenderung
meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional
antara lain karena:
a. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik
b. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan aman pada uji
preklinik
c. Perlunya standardisasi bahan yang diuji
d. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis empiris, selain itu
kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor.
e. Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah laku di pasaran
Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa ini terdapat sejumlah obat bahan alam yang digolongkan
sebagai obat herbal terstandar dan dalam jumlah lebih sedikit digolongkan sebagai fitofarmaka.

(Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 8, Agustus 2007)

6. Apa persyaratan dari BPOM tentang obat tradisional?


a. Boleh edar dengan memenuhi kriteria :
Mengandung bahan yg menenuhi keamnan syarat dan mutu
Dibuat dengan menerapkan CPOTB
memenuhi persyaratan farmakope herbal indonesia atau persyaratan yang diakui lainnya
Brehasiat dibuktikan secara empiris, turun temurun dan atau ilmiah
Penandaan berisi info yg objektif, lengkap dan tidak menyesatkan
b. Dilarang mengandung :
Etil alcohol > 1% kecuali dalam sediaan tingtur yang pemakainnya dengan penegnceran
Bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berhasiat obat
Narkotika atau psikotropika dan atau bahan lain yg berdasarkan pertimbangan kesehatan dan atau
berdasar penelitian membahayakan kesehatan
c. Sediaan yg dilarang :

Intravagina, Tetes mata, Parenteral, supositoria

Obat herbal yang diproduksi dan dijual ke masyarakat umum harus memenuhi aturan yang ditetapkan oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), antara lain mengenai persyaratan obat tradisional, aturan kemasan, serta
pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).

Beberapa Persyaratan Obat Tradisional


Untuk serbuk (berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok; bahan bakunya berupa simplisia/bahan
kering):

 Kadar air tidak lebih dari 10%.


 Angka kapang (semacam jamur yang biasanya tumbuh pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama
tidak di olah), dan khamir (ragi) tidak lebih dari 10.
 Mikroba patogennya negatif/nol.
 Aflatoksin tidak lebih dari 30 bpj (bagian per juta).
 Serbuk dengan bahan baku simplisia dilarang ditambahkan bahan pengawet.
 Wadah tertutup baik, disimpan pada suhu kamar, ditempat kering dan terlindung dari sinar matahari.
Untuk kapsul (obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak):

 Waktu lunak tidak lebih dari 15 menit.


 Isi kapsul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
– Kadar air isi kapsul tidak lebih dari 10%

– Angka kapang dan khamir tidak lebih dari 10

– Aflatoksis tidak lebih dari 30 bpj.

– Dalam wadah tertutup baik, disimpan pada suhu kamar, ditempat kering dan terlindung dari sinar matahari.

Aturan Kemasan
Kemasan obat tradisional memiliki aturan-aturan yang jelas dari BPOM. Desain kemasan obat yang tidak memenuhi
ketentuan-ketentuan ini akan ditolak oleh BPOM, menjadikan produk tersebut tidak memiliki nomor registrasi dan
menjadi ilegal bila diedarkan.

Beberapa aturan Desain Kemasan Obat Tradisional BPOM:

1. Merek.

2. Ilustrasi.

3. Khasiat.

4. Nomor regristrasi.

5. Logo Obat Tradisional/Jamu dibagian kiri atas. Penggunaan warna logo juga tidak bisa diubah, standar warna
yang digunakan adalah warna hijau tua.

6. Nama produsen.

7. Komposisi produk.

8. Peringatan/Perhatian (optional dari BPOM).

9. Netto/Isi.

10. Khasiat produk pada kemasan obat tradisional harus sama dengan sertifikat yang diberikan oleh BPOM. Khasiat
tidak boleh dilebih-lebihkan.

11. Cantumkan cara penyimpanan agar kandungan produk tidak mudah kadaluarsa.

12. Dosis

13. Nomor produksi dan tanggal kadaluarsa, sehingga mudah mengecek tanggal produksi, ataupun hal lain seperti
pengajuan komplain dari konsumen atas ketidakpuasan isi produk.

14. Logo halal.

Aturan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik


Antara lain:

1. Bangunan
 Memenuhi persyaratan higienis dan sanitasi
 Tahan terhadap pengaruh cuaca, serta dapat mencegah masuknya rembesan dan masuk dan bersarangnya serangga,
binatang pengerat, burung dan binatang lainnya.
 Memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan.
 Memiliki ruangan atau tempat administrasi, ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang baru diterima dari
pemasok, tempat sortasi, tempat pencucian, ruang tempat pengeringan, tempat penyimpanan simplisia termasuk bahan
baku lainnya yang telah diluluskan, tempat penimbangan, ruang pengolahan, tempat penyimpanan produk setengah
jadi, ruang pengemasan, ruang penyimpan bahan pengemas, ruang penyimpanan produk jadi termasuk karantina
produk jadi, laboratorium atau tempat penguji mutu, toilet, ruang serba guna.
 Yang perlu diperhatikan antara lain:
– Ruangan pengolahan tidak boleh digunakan untuk lalu lintas umum dan tempat penyimpanan bahan yang tidak
termasuk dalam proses pengolahan.
– Ruang pengolahan produk tidak digunakan untuk kegiatan lain.

– Mempunyai sarana pembuangan dan atau pengolahan limbah yang memadai dan berfungsi dengan baik.

– Ventilasi udara serta pipa-pipa saluran dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran
terhadap produk.

– Bebas dari retakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan disanitasi.

– Ruangan atau tempat penyimpanan hendaklah cukup luas, terang dan memungkinkan penyimpanan bahan dan
produk jadi dalam keadaan kering, bersih dan teratur, dan lain-lain.

2. Peralatan
Ketentuan untuk peralatan antara lain

 Peralatan yang digunakan tidak menimbulkan serpihan atau akibat yang merugikan produk.
 Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya
secara teratur serta ditera menurut suatu program dan prosedur yang tepat.
 Penyaring yang menggunakan asbes tidak boleh digunakan.
 Bahan-bahan yang diperlukan untuk tujuan khusus, seperti bahan pelumas, bahan penyerap kelembaban, air kondensor
dan sejenisnya tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah.
 Peralatan pengolahan obat herbal berbentuk kapsul, antara lain:
– Alat ekstraksi bahan sampai mendapat ekstrak/serbuk yang memenuhi syarat yang ditetapkan.

– Alat atau mesin pencampur yang dapat menghasilkan campuran yang homogen.

– Alat atau mesin granulasi bahan untuk sediaan kapsul, bila diperlukan.

– Alat atau mesin pengering granul, bila diperlukan.

– Alat atau mesin pengisi kapsul yang dapat mengisikan campuran bahan ke dalam kapsul dengan bobot seragam.

– Alat atau mesin pengemas primer.

Karyawan
Beberapa aturan bagi karyawan antara lain:

 Hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum diterima menjadi karyawan maupun selama menjadi
karyawan yang dilakukan secara berkala.
 Karyawan yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat menurunkan kualitas produk dilarang
menangani bahan baku, bahan yang sedang dalam proses, bahan pengemas dan produk jadi sampai sembuh kembali.
 Karyawan hendaklah mencuci tangan dengan sabun atau detergent lain sebelum memasuki ruang pembuatan. Untuk
tujuan itu perlu dipasang tanda peringatan.
 Karyawan hendaklah melaporkan kepada atasan langsung setiap keadaan pabrik, peralatan atau personalia yang
menuntut penilaian mereka dapat menurunkan kualitas produk.
 Karyawan hendaklah menggunakan seragam kerja, penutup rambur, masker, sarung tangan, dan lain sebagainya yang
bersih sesuai dengan tugas yang dilaksanakan. Untuk tujuan itu disediakan tempat khusus untuk ganti pakaian.
 Dilarang merokok, makan dan minum serta perbuatan lain yang dapat mencemari mutu produk didalam ruangan
pembuatan dan ruang penyimpanan. Untuk tujuan ini perlu dipasang peringatan.

7. Apa saja ruang lingkup dari pengobatan komplementer alternative?


Sesuai pasal 4 :
a. Intervensi tubuh dan pikiran : hipnoterapi, mediasi, yoga, doa
b. System pelayanan pengobatan alternative : akupuntur, akupresur, aromaterapi
c. Cara penyembuhan manua : pijat urut, kiatsu, huwina
d. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah
e. Diet dan nutrisi untuk pengobatan dan pencegahan : diet mikro dan mkronutrient
f. Cara lain dalam diagnose dan pengobatan : terapi ozon, hiperbarik

8. Apa saja bentuk sediaan obat tradisional?


- Rajangan
- Serbuk : kadar air tidak boleh >10%, mikropatogen nol, bahan baku dari simplisia tidak boleh pengawet,
kapang tidak boleh > 10m, wadah tertutup baik, tersimpan dalam suhu ruang, terhindar dari matahari.
- Pil, kapsul, tablet
- Pastilles
- Parem
- Koyo

9. Apa perbedaan pengobatan konvensional dan non konvensional?


Peralatan medis nya aja udah beda
di cari nanti yaa
10. Apa hambatan dari Trad-cam ketika jamu akan diubah menjadi fitofarmaka?
DANA nya sayang, mahal
Exclude dana penelitian klinik nya
Nanti dicari ya

11. Apa persayaratan mutlak fitofarmaka?


SUDAH DI UJI KLINIK HINGGA FASE 4 dan terbukti tidak terdapat keluhan dari konsumen

1.Tahap seleksi
Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut:
 Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama
 Jenis obat alami yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar pengalaman pemakaian empiris
sebelumnya
 ·Jenis OA yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum
ada atau masih belum jelas pengobatannya.

2. Tahap biological screening, untuk menyaring:


 Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat terapetik (pra
klinik in vivo)
 Ada/ tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika ada, dan sistem organ
yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
3.Tahap penelitian farmakodinamik
 ·Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis organ tubuh
 ·Pra klinik, in vivo dan in vitro,
 ·Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui mekanisme kerja yang
lebih rinci dari calon fitofarmaka.
4. Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses)
· Toksisitas Subkronis
· Toksisitas akut
· Toksisitas khas/ khusus
5. Tahap pengembangan sediaan (formulasi)
· Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian
pada manusia.
Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
- Teknologi farmasi tahap awal
- Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan OA
- Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA
6. Tahap uji klinik pada manusia
Ada 4 fase yaitu:
Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat
Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas
Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2
Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat
uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.

Yang terlibat dalam pengujian


• Komisi Ahli Uji Fitofarmaka : menyusun & mengusulkan protokol uji fitofarmaka
• Sentra Uji Fitofarmaka : Instalasi pelayanan, spt Rumah Sakit, Laboratorium Pengujian atau lembaga
penelitian kesehatan
• Pelaksana Uji Fitofarmaka : Tim multidisipliner yg tdd dokter,apoteker dan tenaga ahli lainnya yg
mempunyai fasilitas, bersedia serta mampu melaksanakan uji fitofarmaka

2.3.3 Keuntungan Strandarisasi Fitofarmaka :

• Menghasilkan efek terapetik yang konsisten, reproducible & derajat keamanannya tinggi (dosis terkontrol).

• Semakin banyak obat tradisional dengan efikasi klinis yang dapat diuji pra klinik maupun klinik.

• Kebanyakan uji klinik telah menggunakan ekstrak terstandar.

2.4 Jenis Uji Fitofarmaka

1. Uji toksisitas

Uji toksisitas dibedakan menjadi tiga :

-Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat

ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji). pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui

2 rute pemberian (misalnya oral dan intravena). hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada

manusia. (LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji mati oleh

pemerian dosis tersebut)

- Uji Toksisitas Sub Akut

Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja dari obat tersebut,

pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3 dosis yang berbeda. toksisitas

sub-akut sebagai adanya perubahan berat badan serta perubahan lainnya dari hewan percobaan.
- Uji Toksisitas Kronik

Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian ini dilakukan selama 6

bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat). uji ini dilakukan apabila obat itu

nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

2. Uji farmakodinamik/efek farmakologik

Tahap ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas penqaruh farmakologik pada berbagai system biologik. Bila

diperlukan , penelitian dikerjakan pada hewan coba yang sesuai, baik secara invitro atau invivo.

Bila calon fitofarmaka sudah menjalani uji penapisan biologic (tahap 2) dan dipandang belum bias atau belum mungkin

untuk dikerjakan pengujian farmakodinamik , maka hal ini seyogyanya tidak merupakan penghambat

untuk lebih lanjut. Tahap pengujian farmakodinamik akan lebih banyak tergantung pada sarana dan prasarana yang ada,

baik perangkat lunak maupun perangkat keras.

3. Uji klinik

Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologi

tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan segala

penyakit.

Tujuan pokok uji klinik fitofarmaka adalah:

- Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam pencegahan atau pengobatan penyakit

maupun gejala penyakit.

- Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan keamanan dan manfaatnya.

Ilmu pengetahuan biomedik adalah ilmu yang meliputi anatomi, biokimia, histologi, biologi sel dan
molekuler, fisiologi, mikrobiologi, imunologi yang dijadikan dasar ilmu kedokteran klinik.
Pasal 4
1) Ruang lingkup pengobatan komplementer-alternatif yang berlandasakan ilmu pengetahuan
biomedik meliputi:
a. Intervensi Tubuh dan Pikiran (Mind and body interventions): hipnoterapi, mediasi, penyembuhan
spiritual, do’a dan yoga;
b. Sistem Pelayanan Pengobatan Alternatif (Alternative Systems of Medical Practice): akupuntur,
akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda;
c. Cara penyembuhan manual (Manual Healing Methods): chiropractice, healing touch, tuina,
shiatsu, osteopati, pijat urut;
d. Pengobatan farmakologi dan Biologi (Pharmacologic and Biologic Treatments): jamu, herbal,
gurah;
e. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan (Diet and Nutrition the Prevention and
Treatment of Disease): diet makro nutrient, mikro nutrient; dan
f. Cara Lain Dalam Diagnosa dan Pengobatan (Unclassified Diagnostic and Treatment Methods):
terapi ozon, hiperbarik, EECP (Enhanced External Counter Pulsation).
Permenkes RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-
Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai