Anda di halaman 1dari 19

A.

Latar Belakang

Ekstraksi atau penyarian adalah proses pemisahan suatu zat atau


beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi
biasanya dilakukan untuk memisahkan dua zat berdasarkan perbedaan
kelarutan. Simplisia yang disaring, mengandung zat aktif yang dapat larut
dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain.
Ekstraksi dipengaruhi oleh derajat kehalusan serbuk dan perbedaan
konsentrasi (Depkes RI, 1986). Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip
perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut, melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non-
polar dalam pelarut non-polar. Kecepatan untuk mencapai kesetimbangan
umumnya tergantung pada suhu, pH, ukuran partikel dan gerakan partikel.
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder, yang bagian bawah diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan
dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan
zat aktif dari sel–sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan
diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan
(Anonim, 1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator. Bentuk
perkolator ada tiga macam yaitu perkolator berbentuk tabung, perkolator
berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong (Anonim, 1986). Perkolasi
dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat
halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan
penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam.
Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan
cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran
dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia tetap
terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan
selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya.

1
2

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,


kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik dibandingkan
dengan cara maserasi karena aliran cairan penyari menyebabkan adanya
pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih
rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. Dan juga
karena ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler
tersebut,maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas,
sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. Untuk menghindari
kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari,maka cara perkolasi diganti
dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan pemekatan sari dengan
pemanasan pada reperkolaso tidak dilakukan pemekatan. Reperkolasi
dilakukan dengan cara sinplisia dibagi dalam beberapa percolator.
Hal – hal yang Perlu Diperhatikan Pada Metode Perkolasi, sebagai berikut:
1. Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dilakukan tanpa
pemanasan.
2. Untuk ekstrak cair dengan penyari etanol, hasil akhir sebaiknya
dibiarkan ditempat sejuk selama 1 bulan, kemudian disaring sambil
mencegah penguapan.
3. Untuk ekstrak cair dengan penyari air, segera dihangatkan pada suhu
90oC, dienapkan dan diserkai kemudian diuapkan pada tekanan rendah
tidak lebih dari 50oC hingga diperoleh konsentrasi yang dikehendaki.
4. Bagian leher percolator diberikan kapas atau gabus bertoreh. Kapas
atau gabus bertoreh diusahakan tidak basah oleh air kecuali bila
penyari mengandung air. Untuk penggunaan gabus, sebaiknya dilapisi
dengan kertas saring yang bagian tepinya digunting supaya dapat
menempel pada dinding percolator.
5. Pemindahan massa ke percolator dilakukan sedikit demi sedikit sambil
ditekan. Penekanan bertujuan untuk mengatur kecepatan aliran
penyari. Bila zat tidak tersari sempurna, penekanan dilakukan dengan
agak kuat. Selain itu, bila perkolat tidak menetes, massa terlalu padat
atau serbuk simplisia terlalu halus, maka percolator harus dibongkar.
Lalu dimasukkan kembali dengan penekanan agak longgar bila perlu
dicampur dengan sejumlah kerikil yang bersih.
6. Cairan penyari yang dituangkan harus selalu dijaga agar selapis cairan
penyari selalu ada dipermukaan massa, diusahakan agar kecepatan
cairan penyari sama dengan kecepatan sari menetes.
7. Penambahan cairan penyari dilakukan setelah massa didiamkan selama
24 jam.
8. Kecepatan aliran percolator diatur 1 mL/menit.

Perbedaan utama perkolasi dengan maserasi terdapat pada pola


penggunaan pelarut, dimana pada maserasi pelarut hanya di pakai untuk
merendam bahan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan pada
perkolasi pelarut dibuat mengalir. Kelebihan dari metode perkolasi
antaralain: tidak terjadi kejenuhan, Pengaliran meningkatkan difusi
(dengan dialiri cairan penyari sehingga zat seperti terdorong untuk keluar
dari sel). Sedangkan kekurangannya, antaralain: cairan penyari lebih
banyak, resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara
terbuka (Arief TQ, Mochammad., 2004).

Carian penyari yang digunakan adalah etanol 70%. Etanol tidak


menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas
bahan obat terlarut. Keuntungan lain, etanol mampu mengendapkan
albumin dan menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan sebagai
cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan,
khususnya campuran etanol-air. Etanol (70%) sangat efektif dalam
menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan penganggu
hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi. Farmakope
Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol,
etanol-air atau eter. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak

3
4

menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid,


damar dan klorofil. Lemak, malam, tanin dan saponin hanya sedikit larut.
Dengan demikian zat pengganggu yang terlarut hanya terbatas. Untuk
meningkatkan penyarian biasanya menggunakan campuran etanol dan air.
Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang disari
(Anonim, 1986).
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam
yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Menurut peraturan
perundang-undangan pasal 1 tahun 1995, Obat tradisional merupakan
bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut, yang
secara turun-temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat (Depkes, 1995).
Tanaman di Indonesia banyak memberikan manfaat. Salah satunya
adalah salam (Syzygium polyanthum). Tanaman salam mempunyai
kandungan kimia minyak atsiri 0,2% (sitral, eugenol), flvonoid (katekin
dan rutin), tannin dan metil kavicol (methyl chavicol) yang dikenal juga
sebagai estragole atau p-allylanisole. Senyawa tersebut mempunyai
aktivitas sebagai antioksidan. Tanin dan flvonoid merupakan bahan aktif
yang mempunyai efek anti inflmasi dan antimikroba (Adjirni, 1999;
Katzer, 2001; Sumono dan Wulan, 2009; Lelono, dkk, 2013). Minyak
atsiri secara umum mempunyai efek sebagai antimikroba, analgesik, dan
meningkatkan kemampuan fagosit. Minyak atsiri daun salam terdiri dari
fenol sederhana, asam fenolat misal asam galat, seskui terpenoid, dan
lakton. Juga mengandung saponin, lemak, dan karbohidrat. Dari beberapa
bukti bahan aktif tanaman salam maka tanaman salam mempunyai efek
farmakologis. Daun salam juga mengandung beberapa vitamin, di
antaranya vitamin C, vitamin A,vitamin E, thiamin, riboflvin, niacin,
vitamin B6, vitamin B12, dan folat. Beberapa mineral pada daun salam
yaitu selenium, kalsium, magnesium, seng, sodium, potassium, besi, dan
phospor.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Dorlan (2002), Boyer dan Liu
(2004), Hardhani (2008), Pidrayanti (2008), dan Muhtadi (2010) tentang
berbagai manfaat dari daun salam antaralain, Mengurangi dislipidemia
,khususnya hipertrigliseridemia. Senyawa-senyawa yang diduga mampu
menurunkan kadar hipertrigliseridemia tersebut adalah niasin, serat,
tannin, dan vitamin C. Mekanisme kerja tannin yaitu bereaksi dengan
protein mukosa dan sel epitel usus sehingga menghambat penyerapan
lemak (Dorlan, 2002). Berdasarkan hal tersebut maka daun salam
berpotensi untuk dipakai sebagai bahan obat untuk menurunkan kadar
trigliserida pada manusia, Menurunkan kadar LDL, berpotensi
menurunkan kadar asam urat juga dapat dimanfaatkan sebagai rempah atau
bumbu dapur yang berfungsi menjadi pengharum dan penyedap alami
aneka masakan.

Klasifikasi Daun Salam (Syzygium polyanthum)

Klasifikasi Daun Salam (Syzygium polyanthum) dalam taksonomi


tumbuhan digolongkan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub kelas : Dialypetalae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Jenis : (Syzygium polyanthum)

5
6

B. Tujuan Praktikum
Dapat memahami dan melakukan proses pembuatan ekstrak suatu
tanaman obat dengan cara perkolasi dan dapat merancang bentuk
sediaan yang cocok dan bernilai komersial.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Simplisia daun salam
b. Cairan penyari
c. Aerosil
d. Bahan pengemas
2. Bahan
a. Perkolator
b. Blender dan penggilingan
c. Ayakan serbuk
d. Pengaduk
e. Erlenmeyer
f. Beaker glass
g. Corong kaca
h. Kain flanel
i. Cawan porselen
3. Gambar Bagian Alat
D. Prosedur Kerja

Siapkan 50 gram serbuk daun salam kering

Tambahkan cairan penyari sebanyak ½ ad sama banyak dari bobot serbuk

Rendam selama 2 jam

Bagian bawah perkolator diisi dengan kapas dan di beri kertas saring di
atasnya

Tambahkan bahan yang sudah dibasahi dan tambahkan cairan penyari ± ¾ perkolator

Biarkan termaserasi selama 24 jam

Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit

Perkolat di tampung dalam wadah yang disediakan

Tambahkan cairan berulang-ulang sampai cairan


diatas serbuk menjadi jernih

Perkolat yang diperoleh diuapkan dalam cawan


porselin dengan pemanasan diatas penangas air
disertai dengan pengurangan tekanan sampai ekstrak
kental

7
8

E. Pembahasan

Praktikum kali ini mempelajari tentang metode ekstraksi perkolasi.


Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif dari tanaman
menggunakan pelarut, tetapi pelarutnya diuapkan kembali sehingga zat
aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuknya dapat kental atau kering tergantung
apakah sebagian saja pelarut yang diuapkan atau seluruhnya. Perkolasi
adalah metode ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir
yang selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit
sekunder dari bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan
panas. Ekstraksi dilakukan dalam bejana yang dilengkapi kran untuk
mengeluarkan pelarut pada bagian bawah. Perbedaan utama dengan
maserasi terdapat pada pola penggunaan pelarut, dimana pada maserasi
pelarut hanya di pakai untuk merendam bahan dalam waktu yang cukup
lama, sedangkan pada perkolasi pelarut dibuat mengalir. Cara perkolasi
lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena aliran cairan penyari
menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang
konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi. Selain itu, ruangan di antara serbuk-serbuk simplisia
membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari.karena kecilnya
saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi
lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Penambahan pelarut dilakukan secara terus menerus, sehingga
proses ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang baru. Dengan
demikian diperlukan pola penambahan pelarut secara terus menerus, hal
ini dapat dilakukan dengan menggunakan pola penetesan pelarut dari
bejana terpisah disesuaikan dengan jumlah pelarut yang keluar, atau
dengan penambahan pelarut dalam jumlah besar secara berkala. Yang
perlu diperhatikan jangan sampai bahan kehabisan pelarut. Proses
ekstraksi dilakukan sampai seluruh metabolit sekunder habis tersari,
pengamatan sederhana untuk mengindikasikannya dengan warna pelarut,
dimana bila pelarut sudah tidak lagi berwarna biasanya metabolit sudah
tersari. Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut
(perkolator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan
pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir
turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk
kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi
proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana tidak
terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena akan terjadi
keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam seldengan cairan
disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar
perbedaan kosentrasi tadi selalu dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi
total secara teoritis dimungkinkan atau praktis jumlah bahan yang dapat
diekstraksi mencapai 95% (Voight,1995).
Tanaman yang digunakan dalam praktikum yaitu Daun Salam
(Syzygium polyanthum), daun salam pada umumnya digunakan sebagai
obat sakit perut. Ternyata khasiat daun salam tidak hanya itu, melainkan
juga dapat digunakan untuk menghentikan buang air besar yang
berlebihan. Tidak hanya pada daunnya, namun pohon salam ini dapat
dimanfaatkan mulai dari akar, kulit batang dan buah. Terdapat beberapa
kandungan yang ada didalam pohon salam antara lain minyak essensial,
minyak atsiri, tanin dan flavonoid. Dengan kandungan tersebut maka
pohon salam banyak dimanfaatkan dengan mengolahnya untuk mengobati
berbagai macam penyakit antara lain melancarkan peredaran darah,
mengatasi asam urat, kolesterol tinggi, radang lambung, diare, gatal-gatal,
stroke, Kencing manis (Diabetes mellitus), Tekanan darah tinggi
(Hipertensi), Radang lambung/maag (gastritis) dan Diare. Penggunaan
sebagai obat diare oleh masyarakat dengan menggunakan rebusan tanpa
takaran yang jelas sehingga penggunaannya belum dapat di
pertanggungjawabkan.
Proses praktikum dilakukan dengan cara menimbang serbuk
simplisia sebanyak 50 gram. Pada praktikum kali ini digunakan penyari

9
10

etanol 70% sebanyak 1000 mL. Karena yang tersedia adalah etanol 96%
maka praktikan diharuskan membuat pengenceran etanol terlebih dahulu
dengan cara mengambil etanol 96% sebanyak 520 mL kemudian
ditambahkan aquadest sampai volume mencapai 1000 mL. Setelah dibuat
pengenceran etanol selanjutnya praktikan membasahi serbuk simplisia
dengan larutan penyari, pada praktikum ini digunakan penyari secukupnya
untuk membasahi serbuk simplisia. Simplisia yang telah dibasahi
kemudian dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan didiamkan sekurang-
kurangnya selama 2 jam. Pembasahan dan pendiaman ini bertujuan agar
sel-sel simplisia mengembang sempurna sehingga cairan penyari akan
mudah menembus sel. Setelah 2 jam massa dipindahkan sedikit demi
sedikit ke dalam percolator tabung yang sebelumnya telah dilapisi kertas
saring yang telah dibasahi oleh etanol. Ini berujuan untuk menjaga
kecepatan aliran cairan penyari, jika kertas saring dibasahi dengan air
maka air yang bersifat polar akan mempercepat aliran cairan. Serbuk
simplisia dimasukkan sedikit demi sedikit sambil sesekali ditekan hati-
hati, ini juga bertujuan untuk mengatur aliran dari cairan penyari. Setelah
serbuk simplisia dimasukkan semuanya kemudian dimasukkan cairan
penyari kedalam percolator melalui dinding percolator agar cairan penyari
rata mengenai serbuk simplisia dan supaya tidak terbentuk lubang
ditengah-tengah serbuk simplisia. Setelah semuanya siap kenudian
dimasukkan percolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian
cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 mL per menit. Kemudian
cairan penyari ditambahkan berulang-ulang sehingga selalu ada selapis
cairan penyari diatas simplisia. Setelah itu hasil dari perkolasi diuapkan
diatas waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.
Setelah diperoleh ekstrak kental maka dapat dihitung
randemennya. Menghitung randemennya dengan cara pertama, timbang
pot obat yang masih kosong, kemudian timbang pot obat yang telah berisi
ekstrak kental. Untuk mengetahui bobot ekstrak yang diperoleh maka
bobot pot obat yang berisi ekstrak dikurangi dengan bobot pot obat
kosong. Hasil dari pengurangan tersebut itulah bobot ekstrak yang
diperoleh. Pada praktikum kali ini diperoleh ekstrak daun salam dengan
bobot 7,89 gram. Setelah diperoleh bobot ekstrak kental maka dihitung
randemennya dengan cara bobot ekstrak yang diperoleh dibagi dengan
jumlah simplisia yang ditimbang kemudian dikalikan dengan 100%. Pada
praktikum ini diperoleh hasil randemennya yaitu sebesar 3,156%.

11
12

F. Hasil Perhitungan

Bobot Simplisia hasil (gram atau ml)


Rendemen = x 100%
Bobot dimplidia awal (gram)

Diketahui :
Bobot simplisia awal : 250 gram
Bobot simplisia akhir : 7,89 gram

Jadi Rendemen simplisia dengan metode Maserasi adalah:

7,89 gram
= x 100%
250 gram
= 3,156%
G. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan cairan
penyari yang selalu baru melalui serbuk simplisia yang telah
dibasahi.
b. Penyari yang dilakukan adalah etanol 70% yang sebelumnya
telah dilakukan pengenceran terlebih dahulu yaitu dari etanol
96%. Etanol merupakan cairan penyari yang memiliki harga
yang mahal namun memiliki banyak keuntungan karena sulit
ditumbuhi kapang, sifatnya netral, tidak beracun, dan
absorbsinya juga baik.
c. Bobot ekstrak kental daun salam yang diperoleh sebanyak 7,89
gr.
d. Randemen ekstrak yang diperoleh sebesar 3,156 %.

2. Saran
a. Perlu memperhatikan kebersihan ruangan juga alat dan bahan
supaya bahan tidak terkontaminasi dengan zat-zat yang tidak
diinginkan.
b. Sebaiknya praktikan lebih teliti pada saat praktikum
berlangsung. Seperti pada saat perhitungan pengenceran etanol,
praktikan harus teliti agar hasil pencarian sesuai dengan yang
diharapkan. Kemudian saat penimbangan serbuk simplisia,
sebaiknya praktikan harus jeli membaca angka pada timbangan
analitik agar tidak salah pada saat penimbangan.

13
14

DAFTAR PUSTAKA

Adjirni. 1999. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 5, Nomor 3.


Jakarta:Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia.

Arief TQ, Mochammad., 2004. Pengantar Metode Penelitian untuk Kesehatan.


Klaten Selatan : CSGF.

Anonim., 1986, Sediaan Galenik, Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia,


Jakarta.

Ansel Howard C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas


Indonesia, Jakarta.

DepKes RI., 1995, Kodifikasi peraturan perundang-undangan obat tradisional,


departemen kesehatan RI, Jakarta.

DepKes RI., 1986, Sediaan Galenik, Departemen kesehatan RI, Jakarta.

DepKes RI., 1977, Materi Medika Indonesia, jilid : 1-4, departemen kesehatan RI,
Jakarta.

Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland, 24thed. Huriawati Hartanto, editor.


Jakarta: EGC. 2002.

Lelono, R.A.A. dan Tachibana, S., 2013, Bioassay-guided isolation and


identifiation of antioxidative compounds from the bark of Eugenia
polyantha. Pakistan Journal of Biological Sciences, 16(16): 812-818.

Hardhani, A. S. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Salam (Eugenia


polyantha) terhadap Kadar Trigliserida Serum Tikus Jantan Galur
Wistar Hiperlipidemia. Karya tulis ilmiah, Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, Semarang.
Jeanelle, Boyer and Hai, Liu Rui. 2004. Apple phytochemical and their health
benefis. Nutrition journal. 3:5.

Katzer, G. 2001. Indonesian Bay-Leaf (Eugenia polyantha Wight.), http://gernot-


katzers-spicepages.com/engl/Euge_pol.html. diakses 14 November
2015.

Muhtadi., Suhendi, A., W, Nurcahyanti., Sutrisna, EM. 2010. Potensi Daun Salam
(Syzigiumpolyanthum Walp.) dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn)
sebagai Kandidat Obat Herbal Terstandar Asam Urat.
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/3207. Diakses 29
Desember 2013.

Pidrayanti, L.T.M.U. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Salam (Eugenia


polyantha) terhadap Kadar LDL Kolesterol Serum Tikus Jantan Galur
Wistar. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Semarang.

Sumono, A. dan Wulan, S.D.A. 2009. Kemampuan air rebusan daun salam
(Eugeni apolyantha W.) dalam menurunkan jumlah koloni bakteri
Streptococcus sp.Majalah Farmasi Indonesia, 20(3), 112- 117.

Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh


Soendari Noerono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 566- 567.

15
16

LAMPIRAN

Timbangan Analitik Alat Perkolator

Hasil Perkolat Penimbangan Kertas saring


Penimbangan Cawan Porselin

17
18

Produk Perkolasi

Pada praktikum perkolasi kali ini, ekstrak hasil perkolasi di buat sebuah
produk yaitu kapsul daun salam yang berguna untuk mengatasi gangguan
pencernaan. Pembuatan produk teh tersebut dilakukan dengan cara:

1. Lelehkan atau cairan perkolasi hingga meleleh rata. Hal ini di


lakukan untuk memudahkan saat pencampran serbuk daun salam
dengan ekstrak kental yang sudah membeku di dalam frizer.
2. Hitung dosis yang akan digunakan untuk membuat kapsul.
3. Setelah perhitungan selesai, timbang zat pengisi/ zat tambahan.
Dalam praktik kali ini menggunakan aerosil.
4. Tuangkan ekstrak kenal hasil perkolasi ke dalam mortir.
5. Tambahkan aerosol sedikit demi sedikit aduk sampai homogeny
dan tercampur rata.
6. Setelah itu, masukkan ke dalam kapsul. Beri etiket.
7. Masukkan kapsul ke dalam wadah yang sudah di sediakan. Simpan
ke dalam tempat yang aman.

Perhitungan dosis ekstrak daun salam untuk mengatasi gangguan


pencernaan. Dosis dalam litelatur : 15 gram simplisia kering,
minum 1x sehari.

Simplisia basah ~ simplisia kering ~ ekstrak basah ~ ekstrak kering

1000gram ~ 250 gram ~ 14,68 gram ~ 0,64 gram

~ 15 gram ~ 0,380 gram ~ 16,71

Ekstrak basah ~ 250 gram simplisia kering :

156,77 gram – 148,88 = 7,89


Ekstrak kering ~250 gram simplisia kering:
15 x 7,89
= 250 gram = 0,47

Ekstak basah ~ 15 gram simplisia kering


0,47 x 6,35
= = 0,38
7,89

Ekstak kering ~ 15 gram simplisia kering


6,35
= = 16,71
0,38

Jumlah kapsul
6,35
= 0,38 = 16,71, sehingga dibuat kapul sebanyak 16 buah. Dengan
tambahan aerosil sebanyak:

500 – 380 = 120 x 16 kapsul = 1,920 gram~ 2 gram.

Hasil produk :

19

Anda mungkin juga menyukai