Dalam mempelajari penginderaan jauh bidang hidrologi maka fokus kita adalah kajian permukaan yaitu berupa
proses hidrologi yang ada di permukaan, sehingga sebelum kita melakukan identifikasi, deteksi dan analisis
dengan menggunakan data-data penginderaan jauh maka pengetahuan mengenai hidrologi harus dimengerti
Kelangkaan mengenai data hidrologi seperti debit Run off merupakan masalah umum yang sering dijumpai
sebagian DAS di Indonesia, sedangkan dalam pengelolaan DAS diperlukan informasi yang saling terkait secara
cepat dan tepat. Informasi mengenai daerah aliran sungai meliputi wilayah yang luas dan berada pada daerah yang
sulit dijangkau dalam hubungannya dengan informasi debit puncak. Penerapan teknik penginderaan jauh berguna
mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif dari lingkungan terestrial yang di dalamnya mencakup tentang studi
hidrologi. Data tersebut lebih lazim dalam sifat spasial dan ditampilkan dalam bentuk peta, dan peta-peta tersebut
merupakan peta tematik yang menggambarkan variasi spasial dari fenomena tunggal atau hubungan antar
Citra pengeinderaan jauh merupakan gambaran relatif lengkap tentang obyek dipermukaan bumi. Setiap obyek
yang tidak terlindung oleh obyek lain tergambar pada citra pengeinderaan jauh, yang ujud dan letaknya mirip
dengan keadaan sebenarnya di medan. Pemanfaatan citra pengeinderaan jauh salah satunya digunakan untuk
mendeteksi, mengidentifikasi, dan memetakan kenampakan-kenampakan hidrologi yang berada pada permukaan
seperti penyebaran nilai koefisien aliran permukaan dan debit aliran maupun di bawah permukaan bumi seperti
memetakan kondisi air tanah. Penyadapan informasi hidrologi melalui citra pengeinderaan jauh dapat dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung. Penyadapan informasi hidrologi melalui citra pengeinderaan jauh secara
langsung umumnya lebih ditujukan untuk identifikasi morfometri daerah aliran sungai (DAS), seperti bentuk dan
luas DAS, pola aliran, dan lain sebagainya, sedangkan penyadapan informasi hidrologi melalui citra pengeinderaan
jauh secara tidak langsung lebih ditekankan kepada identifikasi karakteristik fisik daerah berdasarkan
infiltrasi tanah. Penggunaan teknik penginderaan jauh untuk membantu survei dan pemetaan hidrologi dapat
mengurangi biaya, waktu serta tenaga bila dibandingkan dengan pengukuran secara terestrial (puguh, 2005).
Pendekatan hidromorfometri dapat menjelaskan hubungan antara aspek-aspek morfometri dan variabel-variabel
hidrologi (Seyhan, 1976). Pendekatan hidromorfometri dapat menjelaskan respon limpasan maupun masukan air
ke tanah di dalam suatu sistem DAS sebagai reaksi dari variabel morfometri DAS terhadap masukan hujan. Selain
variabel morfometri, variabel fisik permukan lahan lainnya seperti vegetasi, penggunaan lahan, yang membantu
dalam analisis hidrologi dapat disadap dari citra pengeinderaan jauh. Untuk data hidrologi lainnya seperti kondisi
air tanah yang tidak dapat disadap dari citra pengeinderaan jauh memerlukan data bantu dari informasi lain.
Melalui interpretasi citra pengeinderaan jauh karakteristik wilayah daerah aliran sungai dapat dengan mudah
diidentifikasi. Kenampakan-kenampakan yang berkaitan dengan evaluasi medan seperti morfometri, topografi,
pola aliran, erosi, vegetasi dan penggunaan lahan berhubungan erat dengan proses hidrologi dapat disadap
melalui citra pengeinderaan jauh, sehingga dengan menggunakan data penginderaan jauh, citra pengeinderaan
jauh dapat memberikan informasi secara keseluruhan dan mencakup aspek-aspek yang terkait (puguh, 2005).
I. Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu tentang air yang ada di bumi, yaitu keterdapatannya, sifat-sifat fisis dan kimiawinya,
sirkulasi dan penyebarannya, serta reaksinya terhadap lingkungan, termasuk hubungannya dengan kehidupan.
(Sianawati, 2009)
Secara meteorologis, air merupakan unsur pokok paling penting dalam atmofer bumi. Air terdapat sampai pada
ketinggian 12.000 hingga 14.000 meter, dalam jumlah yang kisarannya mulai dari nol di atas beberapa gunung
serta gurun sampai empat persen di atas samudera dan laut. Bila seluruh uap air berkondensasi (atau mengembun)
menjadi cairan, maka seluruh permukaan bumi akan tertutup dengan curah hujan kira-kira sebanyak 2,5 cm. Air
terdapat di atmosfer dalam tiga bentuk: dalam bentuk uap yang tak kasat mata, dalam bentuk butir cairan dan
hablur es. Kedua bentuk yang terakhir merupakan curahan yang kelihatan, yakni hujan, hujan es, dan salju.
(lablink)
Gerakan air di permukaan bumi ini merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke
permukaan tanah dan kembali lagi ke laut secara berangsur-angsur. Matahari mengeluarkan energi panas yang
akan menyebabkan terjadinya evaporasi di laut atau tubuh-tubuh perairan. Evaporasi akan menyebabkan
terjadinya uap air tersebut terbawa angin melintasi daratan yang bergunung atau datar, apabila keadaan atmosfer
memungkinkan sebagian dari uap air akan turun menjadi hujan. Dalam daur hidrologi komponen masukan utama
berupa air hujan, air hujan yang jatuh di permukaan akan tertahan sementara di sungai, danau, dalam tanah
sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia. (Asdak, 1995). Gambar 1. merupakan siklus hidrologi
Evaporasi dan evapotranspirasi akibat adanya energi panas matahari dapat menyebabkan air yang ada di
permukaan, dalam vegetasi, dalam lengas tanah serta laut mengalami penguapan dan menjadi uap air di atmosfer
yang akan menyebabkan terjadinya hujan. Uap air yang jatuh sebagai hujan akan menempati ruang-ruang
dipermukaan. Air hujan sebagian akan menjadi aliran permukaan (runoff), meresap kedalam tanah (infiltrasi),
Air hujan yang ada di permukaan akan mengalir sesuai dengan topografi dari tempat yang tinggi menuju pada
tempat yang rendah. Aliran permukaan tersebut ada yang mengalir secara bebas (overlandflow) dan mengalir
secara langsung (runoff). Apabila pada permukaan terdapat suatu cekungan maka aliran air akan tertampung
sementara untuk kemudian mengalir pada system sungai menuju ke hilir/laut. Air permukaan yang melalui
peresapan ke dalam tanah (infiltrasi) sebagian akan menjadi aliran antara dan sebagian yang ter-perkolasi
(pergerakan air dari lengas tak jenus ke mintakat jenuh) akan menjadi air tanah. Sedangkan air hujan yang jatuh
pada vegetasi terdapat beberapa proses, jatuh melalui sela-sela daun/ tajuk (througfall), mengalir ke bawah
melalui batang pohon (streamflow), serta ada yang tidak sampai ke permukaan karena telah mengalami penguapan
Analisis kuantitatif dari konsep siklus hidrologi (neraca air), siklus dibatasi oleh kondisi fisik tertentu seperti DAS
atau sebidang lahan, dan di dalamnya menerima masukan (input), proses, dan keluaran (output). Masukan (input)
mencakup presipitasi dengan berbagai bentuknya. Keluaran (output) mencakup dua keluaran utama yaitu
evaporasi dan limpasan serta bocoran akifer, sedangkan proses meliputi berbagai transfer air yang terjadi dalam
system siklus tersebut. Pendekatan kedua ini apabila dikaji lebih jauh bentuknya sama dengan pendekatan
pertama yaitu neraca air atau hidrologi, namun prosedur perhitungannya lebih komplek.
P =Ea + Q + DS
dimana:
P = presipitasi
Seyhan (1977), Menyatakan bahwa respon sistem DAS dapat ditinjau dari tiga segi yaitu hujan (sebagai input),
sistem DAS (sebagai operator), dan debit runoff (sebagai output). Sistem DAS sebagai operator mengubah hujan
P(t) menjadi debit runoff Q(t). Sistem DAS yang merupakan lahan total dan permukaan air yang dibatasi oleh
topografi merupakan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit runoff. Besarnya hujan yang akan
menjadi debit runoff tergantung pada karakteristik setiap DAS. Sistem DAS yang bertindak sebagai operator yang
mengubah hujan P(t) menjadi debit runoff Q(t) dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagi berikut : MASUKAN –>
Sekitar 396.000 km3 air naik ke atmosfer tiap tahun, 84% berasal dari samudera, 16% dari darat (danau, sungai,
tanah, tanaman) à EVAPOTRANSPIRASI ; 75% air yang naik langsung jatuh ke samudera ; 10% jatuh ke tanah,
mengalir kembali ke samudera ;15% meresap ke dalam tanah dimanfaatkan tanaman dll
Dalam membicarakan permasalahan mengenai hidrologi ditekankan pada tinjauan menyeluruh komponen-
komponen hidrologi, pengaruhnya satu terhadap yang lain serta kaitannya dengan komponen lain di luar jalur
hidrologi perlu dilakukan, sehingga pembahasan masalah hidrologi tidak lepas membicakan masalah DAS (Daerah
Aliran Sungai), yang merupakan daerah tangkapan air dengan dibatasi punggungan/igir gunung sehingga air yang
jatuh akan tertampung dan mengalir melalui riil-riil sungai dan terpusat menuju pada titik outlet. Gambar 2.
DAS mempunyai suatu keterkaitan antara faktor biotik, abiotik dan budaya serta interaksi yang saling berpengaruh
dari DAS bagian hulu, tengah dan hilir. Factor biotik merupakan makluk hidup yang menempati ruang DAS, factor
abiotik merupakan permukaan lahan DAS tersebut sedangkan budaya adalah sifat dan perilaku masyarakat
Kawasan hulu DAS merupakan suatu daerah topografi tinggi kemiringan lebih besar dari 15 %, alur sungai rapat
dan merupakan daerah konservasi. Kemiringan yang terjal menyebabkan aliran langsung permukaan sangat tinggi
akan tetapi apabila konservasi pada daerah hulu ini relative baik, vegetasi dengan kerapatan tinggi dan system
drainase yang tertata serta kondisi tanah yang stabil maka aliran langsung permukaan tersebut akan tertahan dan
sebagian besar meresap ke dalam tanah, sehingga cadangan air dalam tanah sangat tinggi. Akan tetapi apabila
konservasi daerah hulu yang buruk baik dari segi pengelolaan vegetasi dan tanah maka air hujan yang jatuh
sebagian besar akan menjadi aliran langsung permukaan dan masuk pada system sungai. Hal ini dapat
menyebabkan longsor pada wilayah hulu dan menjadikan banjir di kawasan tengah dan hilir DAS. Wilayah hulu
DAS merupakan daerah yang penting karena berfungsi sebagai perlindungan terhadap seluruh DAS karena
konservasi yang dilakukan pada hulu DAS akan berdampak pada seluruh DAS.
Karakteristik DAS pada umumnya tercermin dari penggunaan lahan, jenis tanah, topografi, kemiringan, panjang
lereng, serta pola aliran yang ada. Pola aliran dalam das dapat terbentuk dari karakteristik fisik dari DAS. Pola
aliran merupakan pola dari organisasi atau hubungan keruangan dari lembah-lembah, baik yang dialiri sungai
maupun lembah yang kering atau tidak dialiri sungai (riil). Pola aliran dipengaruhi oleh lereng, kekerasan batuan,
struktur, sejarah diastrofisme, sejarah geologi dan geomerfologi dari daerah alairan sungai. Dengan demikian pola
aliran sangat berguna dalam interpretasi kenampakan geomorfologis, batuan dan struktur geologi.
Dalam interpretasi pola aliran dapat mudah dilakukan dengan pemanfaatan data penginderaan jauh baik citra foto
ataupun non foto sangat terlebih lagi apabila data penginderaan jauh yang stereoskopis (foto udara) dengan
menampakkan 3 dimensional, sehingga hasil yang didapatkan akan maksimal. Citra satelit yang paling baik
digunakan untuk mengetahui pola aliran adalah citra radar (ifsar) yang menghasilkan kenampakan tiga dimensi
yang paling baik. Pola aliran mempunyai berbagai jenis pola, diantaranya ialah dendritic, paralel, radial, trelis,
rectangular, centripetal, angular dan multibasinal. Gambar 3. merupakan jenis-jenis pola aliran sungai dalam DAS.
Pola Aliran Sungai
1. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam.
Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen
dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.
2. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk sudut
siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan patahan.
3. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan
sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan
monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.
4. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau
hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling
antara yang lunak dan resisten.
5. Deranged : pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek yang arahnya tidak menentu,
payau dan pada daerah basah mencirikan daerah glacial bagian bawah.
6. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik. Berkembang pada vulkan atau dome.
7. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah. Berkembang di kaldera, karater, atau
cekungan tertutup lainnya.
8. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hampir tegak lurus.
Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras.
9. Pinnate : Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk sudut lancip dengan
sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.
10. Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama, melainkan hilang ke bawah
permukaan. Berkembang pada topografi karst. Tabel 1. merupakan pola pengaliran dengan karaktersitiknya.
Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi terhadap bentuk sungai dan jaringannya adalah dinamika
struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif serta lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya
pensesaran, pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi sungai. Kontrol
struktur pasif mempengaruhi arah dari sistem sungai karena kegiatan tektonik aktif. Sedangkan batuan dapat
mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan
batuan terhadap erosi. Tabel 2. merupakan tabel kontrol struktur terhadap bentuk sungai
Apabila dilihat dari sudut pandang klasifikasi geologi terhadap sistem aliran maka, dapat dibedakan berupa aliran
air influent, effluent, dan intermitent (sama). Identifikasi sistem aliran ini perlu diketahui karena berkaitan dengan
pencemaran pada sungai yang akan mempengaruhi kondisi air tanah yang dipergunakan dalam pemenuhan
1. Influent : Sistem aliran sungai dimana air sungai masuk ke dalam tanah memberikan pasokan terhadap air
tanah. Sehingga apabila ada suatu pencemaran pada sungai maka akan dapat membahayakan kondisi air
tanah yang digunakan sebagai air minum.
2. Effluent : Air tanah memberikan masukan/pasokan pada sistem aliran sungai. Pada umumnya aliran sungai
berlangsung sepanjang tahun (perenial)
3. Intermitent. Gambar 5. merupakan klasifikasi geologi terhadap sistem aliran sungai.
Sumber Gambar : Asdak, 1995
II. C. Sungai Berdasarkan Asal Kejadiannya (Arah Jurus Dan Kemiringan Formasi)
Order sungai secara resmi diusulkan pada tahun 1952 oleh Arthur Newell Strahler, seorang geoscience profesor
di Universitas Columbia di New York City, dalam artikelnya “Hypsometric (Area Ketinggian) Analisis Topologi
Erosional.”
Morfometri adalah nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai
(DAS). Menurut Susilo, 2006 karakteristik DAS yang penting dapat dikaji berdasarkan hasil analisis morfometri.
pengaliran mencerminkan volume air yang dapat dihasilkan dari curah hujan yang jatuh di daerah tersebut. Curah
hujan yang konstan dan seragam untuk seluruh daerah pengaliran merupakan asumsi yang umum dalam
pemodelan hidrologi.
Panjang daerah aliran sungai biasanya didefinisikan sebagai jarak yang diukur sepanjang sungai utama
darioutlet hingga batas DAS. Sungai biasanya tidak akan mencapai batas DAS, sehingga perlu ditarik garis
perpanjangan mulai dari ujung sungai hingga batas DAS dengan memperhatikan arah aliran. Meskipun daerah
pengaliran dan panjang DAS merupakan ukuran dari DAS tetapi keduanya mencerminkan aspek ukuran yang
berbeda. Daerah pengaliran digunakan sebagai indikasi potensi hujan dalam menghasilkan sejumlah volume air,
sedangkan panjang DAS biasanya digunakan dalam perhitungan waktu tempuh yang dibutuhkan oleh air untuk
Banjir merupakan besaran yang mencerminkan momentum runoff dan lereng merupakan faktor penting dalam
momentum tersebut. Lereng DAS mencerminkan tingkat perubahan elevasi dalam jarak tertentu sepanjang arah
aliran utama. Lereng diukur berdasarkan perbedaan elevasi (ΔE) antara kedua ujung sungai utama dibagi dengan
S = ΔE/L
Beda elevasi (ΔE) tidak selalu menjadi atau mencerminkan beda elevasi maksimum dalam DAS. Elevasi tertinggi
biasanya terdapat sepanjang batas DAS dan ujung dari sungai atau aliran utama umumnya tidak mencapai batas
DAS.
Bentuk DAS mempunyai variasi yang tak terhingga dan bentuk ini dianggap mencerminkan bagaimana aliran air
mencapai outlet. DAS yang berbentuk lingkaran akan menyebabkan air dari seluruh bagian DAS
mencapai outletdalam waktu yang relatif sama. Akibatnya puncak aliran terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
Sejumlah parameter telah dikembangkan untuk menentukan bentuk DAS antara lain
Panjang terhadap pusat DAS (Lca): Jarak (dalam satuan mil) yang diukur sepanjang sungai utama
dari outlethingga kesuatu titik di pusat DAS.
Faktor bentuk /Shape Factor (Ll) : Ll = (LLca)0.3 ; L adalah panjang DAS (mil)
Circularity ratio (Fc) : Fc = P/(4πA)0.5 ; P adalah keliling DAS (ft) dan A adalah luas DAS (ft2)
Circularity ration (Rc) : Rc = A/A0 ; A0 adalah luas suatu lingkaran yang mempunyai keliling sama dengan
keliling DAS.
Elongation Ration (Re) : Re = 2/Lm(A/π)0.5 ; Lm adalah panjang maksimum DAS (ft) yang sejajar dengan
sungai utama.
Kerapatan aliran atau timbunan aliran permukaan merupakan panjang aliran sungai per kilometer persegi luas
DAS (jumlah seluruh panjang alur sungai dalam luas DAS). Kerapatan aliran dapat dituliskan menggunakan
persamaan :
Dd = L/A
Keterangan :
Selain karakteristik DAS seperti yang disebutkan di atas, penggunaan lahan dan curah hujan merupakan
karakteristik DAS yang tidak kalah pentingnya. Penggunaan lahan dan curah hujan memang tidak terkait dengan
morfometri DAS, namun dalam kajian tentang banjir dengan menggunakan DAS sebagai unit analisis, keduanya
Semakin besar nilai kerapatan aliran semakin baik sistem pengaliran sehingga semakin besar air larian total
(infiltrasi kecil) dan semakin kecil air tanah yang tersimpan. Kerapatan aliran mempunyai hubungan dengan
perilaku laju air larian, jumlah total air larian, dan jumlah air tanah yang tersimpan. Tabel 3. merupakan pengaruh
Air permukaan merupakan bagian dari hujan yang mengalir di permukaan, merupakan lapisan aliran yang tipis
yang pada akhirnya aliran ini akan berkumpul pada suatu sungai. Bentuk-bentuk air permukaan ini meliputi pada
sungai, danau, rawa sedangkan apabila air permukaan tersebut masih pada permukaan tanah yang bebas maka
sering disebut sebagai overland flow . Aliran permukaan langsung (runoff) terjadi apabila jumlah curah hujan
melampui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Gambar 8. merupakan proses aliran permukaan
Sumber : Seyhan, 1990
Pada gambar tersebut air hujan yang merupakan input jatuh ke permukaan, ada sebagian yang hilang dan ada
yang mengalami kelebihan. Aliran permukaan total (debit sungai) berasal aliran permukaan langsung, aliran bawah
permukaan (lapisan antara), dan berasal dari debit air tanah hasil perkolasi dari air hujan.Volume total dari aliran
permukaan diakibatkan oleh faktor iklim (banyaknya presipitasi ; banyaknya evapotranspirasi) dan factor DAS
(ukuran ; ketinggian). Distribusi waktu limpasan (aliran permukaan) menurut seyhan, 1977 :
1.
1. Faktor Meterologis
1. Presipitasi (tipe, intensitas, lama, agihan kawasan, agihan waktu, arah gerakan hujan, frekuensi
terjadinya, presipitasi yang mendahului)
2. Meteorologis (radiasi matahari, suhu, kelembaban, kecepatan angina, tekanan atmosfer), yang
mempengaruhi evapotranspirasi
2. Faktor DAS
1. Topografi (bentuk, kemiringan)
2. Geologi (permeabilitas dan kapasitas akuifer)
3. Tipe Tanah
4. Vegetasi (penutupan vegetasi, pertumbuhan tanaman dalam saluran)
5. Jaringan Drainase (urutan sungai dan kerapatan sungai)
3. Faktor Manusia
1. Struktur hidrolik
2. Teknik Pertanian
3. Urbanisasi
Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur
pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran
sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per
satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).
A. Velocity Method
Q = A.V
Pada prinsipnya adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran. Penampang basah (A) diperoleh
dengan pengukuran lebar permukaan air dan pengukuran kedalaman dengan tongkat pengukur atau kabel
pengukur. Kecepatan aliran (V) dapat diukur dengan metode : metode current-meter dan metode apung. Current
meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus). Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-
baling (proppeler type) dan tipe canting (cup type). Oleh karena distribusi kecepatan aliran di sungai tidak sama
baik arah vertikal maupun horisontal, maka pengukuran kecepatan aliran dengan alat ini tidak cukup pada satu
titik. Debit aliran sungai dapat diukur dengan beberapa metode. Tidak semua metode pengukuran debit cocok
digunakan. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai, tingkat turbulensi aliran) dan tingkat
Q=AxkxU
dimana
Q = debit (m3/det)
k = koefisien pelampung
luas penampang (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran lebar saluran (L) dan kedalaman saluran (D)
luas penampang basah ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman air dan lebar permukaan air.
Kedalaman dapat diukur dengan mistar pengukur, kabel atau tali.
berdasarkan jumlah putaran baling-baling per waktu putarannya (N = putaran/dt). Kecepatan aliran V = aN + b
dimana a dan b adalah nilai kalibrasi alat current meter. Hitung jumlah putaran dan waktu putaran baling-baling
(dengan stopwatch).
Current meter diturunkan kedalam aliran air dengan kecepatan penurunan yang konstant dari permukaan dan
setelah mencapai dasar sungai diangkat lagi ke atas dengan kecepatan yang sama.
dari data tersebut dapat diketahui besarnya debit. Hidrograf tinggi muka air dihasilkan dari rekaman alat yang
Bentuk DAS akan mempengaruhi kecepatan aliran yang menyebabkan perbedaan nilai Debit, Gambar 9.
Selain pengaruh dari bentuk DAS yang mempengaruhi TC dan bentuk lengkung hidrograf, arah hujan juga
menentukan besarnya TC dan bentuk lengkung hidrograf. seperti pada gambar 10. dibawah ini
Debit puncak pada suatu DAS dapat dihitung dengan menggunakan persamaan rasional ;
Qp = 0.278CiA
di mana:
i = intensitas hujan (mm/jam) ketika lama hujan (tr) pada DAS tersebut sama dengan waktu konsentrasinya
(tc)
Q = CiA [S/A]^0.25
di mana:
C = koefisien limpasan
A = luas DAS
Aliran Laminer adalah aliran fluida yang bergerak dengan kondisi lapisan-lapisan (lanima-lamina) membentuk
Aliran Turbulen adalah aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak secara acak dan tidak stabil dengan
Aliran Turbulent
Air tanah merupakan air yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan. Air tawar yang berada dipermukaan
bumi ini sebagian besar berupa air tanah yaitu sekitar 97 % dan 2 % sisanya ada di sungai, danau, rawau, dan
cekungan-cekungan permukaan. Asal air tanah juga dipergunakan sebagai monsep dalam menggolongkan air
tanah ke dalam 4 tipe yang jelas (Told, 1959 dan Dam, 1966) yaitu :
1. Air meteorik : air ini berasal dari atmosfer dan mencapai mintakat kejenuhan baik secara langsung maupun
tidak langsung
1. Air Juvenil : air ini merupakan air baru yang ditambahkan pada mintakat kejenuhan dari kerak bumi yang
dalam, menurut sumber spesifiknya :
1. air magmatik
2. air gunung api dan air kosmik (yang dibawa meteor)
1. Air diremajakan : air yang untuk sementara waktu telah dikeluarkan dari daur hidrologi oleh pelapukan,
maupun oleh sebab-sebab lain, kembali kke daur lagi dengaan proses-proses metamorfis.
2. Air konat : air yang dijebak pada beberapa batuan sedimen atau gunung pada saat asal mulanya. Air tersebut
biasanya sangat mineralisasi dan mempunyai salinitas yang lebih tinggi dari pada air laut. Gambar 10.
merupakan siklus air tanah, (Suyono, Adji, 2008)
1. Curah Hujan
2. Material Batuan
3. Geomorfologi/ Lereng
4. Vegetasi
AKUIFER
Suyono, Adji, 2008. Aqui = air ; ferre = menerima dan mengalirkan : Formasi atau perlapisan jenuh (saturated)
dan lolos air yang mampu menyimpan dan mengalirkan airtanah dalam jumlah yang besar = untuk mengaliri/
menjadi sumber suatu sumur, sungai atau mata air. Contoh : pasir, kerikil, kerakal, dll. Aquifer ini bisa
berupaakuifer tertekan (confined), akuifer bebas (unconfined), dan akuifer bertengger (perched)
• Hydraulic head/ water table terletak diatas batas atas aquifernya,biasa disebut piezometric/ potentiometric
• Karena tekanan, kadang- kadang muka airtanah aquifer tertekan pada sumur bor dapat melebihi permukaan
• Terletak diatas unconfined aquifer, dan aliran airtanah ke bawah tertahan oleh confining layer yang tidak
kontinyu
Tipe Akuifer
Porositas Batuan
Porositas atau kesarangan batuan adalah rasio antara volume pori-pori batuan dengan total volume batuan
akuifer. Gambar 11. merupakan gambar porositas terhadap tipe partikel dan rekahan.
c) Sortasi sedimen bagus, terisi oleh endapan yang porus, secara keseluruhan porositas bagus
d) Sortasi sedimen bagus tetapi porositas berkurang karena deposit mineral yang tidak porus pada pori- pori
V. Mata Air
Mata air merupakan pemusatan pengeluaran ait tanah yang muncul dipermukaan tanah sebagai arus dari aliran
air. Mata air dapat berupa rembesan yang keluar secara perlahan-lahan dan menyebar pada permukaan tanah.
Menurut tolman (1937), faktor faktor yang mempengaruhi keadaan mataair adalah :
1.
1.
1. curah hujan ;
2. karakteristik hidrologi material permukaan tanah terutama kelulusannya ;
3. topografi ;
4. karakteristik hidrologi formasi akuifer, dan
5. struktur geologi.
b. Klasifikasi mataair berdasarkan debit; Meinzer mengemukakan delapan kelas mataair berdasarkan debit,
I > 10 m3/detik
II 1 – 10 m3/detik
0,1 – 1 m3/detik
III
IV 10 – 100 l3/detik
V 1 – 10 l3/detik
VI 0,1 – 1 l3/detik
– mataair vulkanik
– mata air celah
Tenaga gravitasi
– mataair cekungan, biasanya disebabkan permukaan tanah yang memotong muka air tanah
– mataair kontak, muncul pada daerah kontak antara batuan lulus air dan kedap air
– mataair pada batuan kedap, terjadi pada saluran atau retakan di batuan kedap
– mataair retakan atau pipa, matair yang terjadi dari pipa lava, pelarutan atau retakan batuan yang
Hidrotermis merupakan mataair yang panas biasa mempunyai kandungan mineral yang tinggi. Hal ini terjadi
pelepasan air dan uap yang selalu berasosiasi dengan batuan vulkanik dan cenderung berada pada gradien
hidrotermis besar. Air tanah dipanaskan dari bawah oleh magma dan timbul ke permukaan tanah sebagai mataair
panas. Geyser merupakan mataair panas yang mengeluarkan airnya secara periodik dan biasanya terdapat pada
daerah vulkanik. Geiser terjadi akibat tenaga uap panas pada saluran air bawah tanah. Gambar X merupakan
fenomena geotermis.
VI. Presipitasi
Presipitasi/hujan adalah peristiwa turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dapat berbagai bentuk (Es, air,
Salju), bersifat alamiah yaitu perubahan bentuk dari uap air menjadi curah hujan sebagai proses kondensasi di
atmosfer. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1). bentuk
medan/topografi ; (2). arah lereng medan ; (3). arah angin yang sejajar dengan garis pantai ; (4). jarak perjalanan
Dua per tiga dari bumi kita ini mengandung air dan sisanya adalah daratan. Air itu tersimpan dalam banyak wadah
seperti samudera, lautan, sungai dan danau. Air yang terdapat di berbagai wadah dan air yang ada di daun
tumbuhan ataupun permukaan tanah akan mengalami penguapan atau evaporasi dengan bantuan matahari.
Proses penguapan air dari tumbuh-tumbuhan itu dinamakan transpirasi. Kemudian uap-uap air tersebut akan
mengalami proses kondensasi atau pemadatan yang akhirnya menjadi awan. Awan-awan itu akan bergerak ke
tempat yang berbeda dengan bantuan hembusan angin baik secara vertikal maupun horizontal. Gerakan angin
vertikal ke atas menyebabkan awan bergumpal. Gerakan angin tersebut menyebabkan gumpalan awan semakin
membesar dan saling bertindih-tindih. Akhirnya gumpalan awan berhasil mencapai atmosfir yang bersuhu lebih
dingin. Di sinilah butiran-butiran air dan es mulai terbentuk. Lama-kelamaan angin tidak dapat lagi menopang
beratnya awan dan akhirnya awan yang sudah berisi air ini mengalami presipitasi atau proses jatuhnya hujan air,
hujan es dan sebagainya ke bumi. Indonesia terbagi menjadi dua yaitu musim hujan dan musim kemarau. Setiap
musim berlangsung selama enam bulan. Musim kemarau terjadi pada bulan April sampai September. Sedangkan
musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai Maret. Klasifikasi presipitasi dapat dilakukan baik atas dasar
genesis (asal mula dan proses terjadinya) dan atas dasar bentuk presipitasi.
1) Hujan Frontal
Sumber Gambar : Aboutdivil.com
Hujan frontal adalah hujan yang terjadi di daerah front, yang disebabkan oleh pertemuan dua massa udara yang
berbeda temperaturnya. Massa udara panas/lembab bertemu dengan massa udara dingin/padat sehingga
berkondensasi dan terjadilah hujan, dengan kata lain udara panas naik di atas suatu tepi frontal yang dingin.
Hujan Konveksi
Jenis hujan ini terjadi karena udara naik disebabkan adanya pemanasan tinggi dipermukaan dan mendingin
membentuk awan setelah itu presipitasi. Terdapat di daerah tropis antara 23,5o LU – 23,5o LS. Oleh karena itu
disebut juga hujan naik tropis. Arus konveksi menyebabkan uap air di ekuator naik secara vertikal sebagai akibat
pemanasan air laut terus menerus. Terjadilah kondensasi dan turun hujan. Itulah sebabnya jenis hujan ini
dinamakan juga hujan ekuatorial atau hujan konveksi. Disebut juga hujan zenithal karena pada umumnya hujan
terjadi pada waktu matahari melalui zenit daerah itu. Semua tempat di daerah tropis itu mendapat dua kali hujan
Terjadi karena udara yang mengandung uap air dipaksa oleh angin mendaki lereng pegunungan yang makin ke
atas makin dingin sehingga terjadi kondensasi, terbentuklah awan dan jatuh sebagai hujan. Hujan yang jatuh
pada lereng yang dilaluinya disebut hujan orografis, sedangkan di lereng sebelahnya bertiup angin jatuh yang
4) Hujan Siklonal
Hujan Siklonal
yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar. Pendinginan sinklonik
terjadi dalam dua bentuk. Siklonik non frontal dan siklonik frontal (poin 1). Jika terjadi tekanan rendah di suatu
daerah, udara akan mengalir secara horizontal dari wilayah sekitarnya (tekanan tinggi), menyebabkan udara di
daerah tekanan rendah untuk mengangkat. Ketika mengangkat mendinginkan udara hangat ke bawah pada sikap
yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena
adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, secara
teoritis hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei
sampai Agustus.
Klasifikasi berdasarkan bentuk secara mendasar dapat dibedakan presipitasi vertikal dan presipitasi horeisontal.
1) Hujan : Air yang jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan dari uap air di atmosfer, apabila hujan
deras maka curahan air yang turun dari awan yang temperaturnya di atas titik beku dan diameter butirannya
kurang lebih 7 mm ;
3) Salju/snow : terdiri dari kristal-kristal es yang temperatur udaranya berada di bawah titik beku ( 0 derajat) ;
4) Hujan es batu : merupakan curahan batu es yang turun di dalam cuaca panas dari awan yang temperaturnya
5) Sleet : campuran hujan dan salju, hujan ini disebut juga sebagai glaze (salju basah).
2) Kabut : uap air yang dikondensasikan menjadi partikel-partikel air halus di dekat permukaan tanah
3) Embun beku : bentuk kabut yang membeku di atas permukaan tanah dan vegetasi
4) Embun : air yang dikondensasikan sebagai air di atas permukaan tubuh yang dingin (permukaan tanah dan
vegetasi) terutama pada malam hari, embun ini menguap di pagi hari.
5) Kondensasi pada es dan dalam tanah : kondensasi juga menghasilkan presipitasi dari udara basah hangat
yang mengalir di atas lembaran es dan pada iklim sedang di dalam sentimeter bagian atas tanah.
Keragaman Presipitasi
1. Garis Lintang
2. Ketinggian tempat
Frekuensi: mengacu pada harapan tebal hujan tertentu akan jatuh pada saat tertentu
Poligon Thiessen
Peta Isohyet
VII. Evapotranspirasi
Evapotranspiration efek gabungan penguapan air dari tanah basah dan transpirasi air oleh tanaman yang
tumbuh (Kijne, 1974)
Potential Evapotranspiration (Ep), jumlah maksimum uap yang dapat dipindahkan dari daerah ke atmosfer
bawah kondisi meteorologi yang ada
Actual Evapotranspiration (Ea), jumlah maksimum uap yang dapat dipindahkan dari daerah ke atmosfer yang
tidak hanya tergantung pada kondisi meteorologi yang sudah ada, tetapi juga pada ketersediaan air untuk
memenuhi permintaan atmosfer dan, dalam kasus vegetasi, kemampuannya untuk mengekstrak kelembaban
dari tanah
Seringkali, para ilmuwan membedakan antara dua aspek yang berbeda dari Evapotranspirasi: Evapotranspirasi
potensial dan Evapotranspirasi aktual. Evapotranspirasi Potensial atau PE adalah ukuran kemampuan atmosfer
untuk menghilangkan air dari permukaan melalui proses penguapan dan transpirasi dengan asumsi tidak ada
kontrol pada persediaan air. Evapotranspirasi Aktual atau AE adalah jumlah air yang benar-benar dihapus dari
permukaan akibat proses penguapan dan transpirasi. Ilmuwan mempertimbangkan kedua jenis Evapotranspirasi
untuk tujuan praktis pengelolaan sumber daya air. Manusia di seluruh dunia terlibat dalam produksi berbagai
tanaman tanaman. Banyak dari tanaman ini tumbuh di lingkungan yang secara alami kekurangan air. Akibatnya,
irigasi yang digunakan untuk melengkapi kebutuhan air tanaman. Banyaknya air tambahan yang dibutuhkan untuk
Angin adalah faktor terpenting kedua mempengaruhi potensi Evapotranspirasi. Angin molekul air
memungkinkan untuk dihapus dari permukaan tanah dengan proses yang dikenal sebagai difusi eddy.
Laju Evapotranspirasi dikaitkan dengan gradien uap tekanan antara permukaan tanah dan lapisan atmosfer
menerima air yang menguap.
1. Faktor-faktor meteorologi: Radiasi matahari, Suhu udara dan permukaan, Kelembaban,Angin, Tekanan
Barometer
2. Faktor-faktor geografi: Kualitas air, Jeluk tubuh air, Ukuran dan bentuk permukaan air.
3. Faktor-faktor lainnya: Kandungan lengas tanah, Karakteristik kapiler tanah, Jeluk muka airtanah, Warna
tanah, Tipe kerapatan dan tingginya vegetasi, Ketersediaan air.
Teknik penginderaan jauh merupakan teknik pengumpulan data dan informasi tentang obyek atau gejala di muka
bumi dengan menggunakan sensor tanpa ada hubungan langsung dengan obyek atau gejala yang dikaji (Lillesand
dan Kiefer, 1979). Dengan penggunaan foto udara informasi mengenai karakteristik fisik lahan dapat tersadap,
sehingga dapat membantu dalam mengatasi permasalahan hidrologi permukaan melalui interpretasi foto udara.
Menurut Gunawan (1992) interpretasi hidrologi pada teknik penginderaan jauh diarahkan untuk menduga
Penggunaan citra penginderaan jauh untuk pemetaan hidrologi permukaan cukup didekati dengan mendasarkan
pada elemen-elemen lahan dan karakteristik citra. Sedangkan untuk survey dan pemetaan hidrologi dibawah
yang mempengaruhi. Penyadapan data mengenai karakteristik fisik lahan melalui foto udara digunakan sebagai
dilakukan interpretasi melalui citra penginderaan jauh. Dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, ada
tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi adalah pengamatan atas
adanya suatu obyek, identifikasi adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan
keterangan yang cukup, sedangkan analisis adalah keterangan rinci dari tahap akhir interpretasi yang berguna
untuk memberikan kesimpulan dari informasi yang ada. Pengukuran dengan data penginderaan jauh digunakan
sama dengan perhitungan pada keadaan lapangan, walapun ada suatu modifikasi guna mendapatkan nilai dari
citra.
***
Copyright
Puguh Dwi Raharjo. 2010. Ekstraksi Informasi Hidrologi dengan Menggunakan Data
Penginderaan Jauh.https://puguhdraharjo.wordpress.com/2010/03/18/ektraksi-hidrologi-dengan-
penginderaan-jau/