Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Vaskularisasi Paru

Bronkus, jaringan ikat paru dan pleura visceralis menerima darah dari

arteri bronchial yang merupakan cabang dari aorta descendens. Vena

bronchiales (yang berhubungan dengan vena pulmonales) mengalirkan

darahnya kevena azigos dan vena hemiazigos4,5.

Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal

arteri pulmonalis. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler

alveoli masuk ke cabang-cabang vena pulmonalis yang mengikuti jaringan

ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonalis4,5.

Sirkulasi bronkial :

-nutrisi pada paru dan saluran napas

- tekanan pembuluh darah sistemik

- cenderung terjadi perdarahan lebih hebat

Sirkulasi pulmonar

3
- mengatur pertukaran gas

- tekanan rendah

Arteri pulmonal membentuk sistem tekanan rendah dan bertanggung

jawab untuk pertukaran gas. Arteri bronkial adalah bagian dari sirkulasi

sistemik dan membawa darah pada tekanan yang lebih tinggi dan laju aliran

yang lebih rendah serta bertanggung jawab untuk irigasi bronkus dan pleura

visceral. Meskipun kurang berkontribusi untuk aliran darah paru, arteri

bronkial adalah sumber hemoptisis yang paling banyak, meskipun arteri

sistemik non bronkial juga bisa terlibat. Persentase perdarahan yang lebih

rendah berasal dari arteri pulmonal dan mikrosirkulasi pulmonal.6

Pembuluh darah dalam sirkulasi bronkial yang menyebabkan perdarahan

biasanya yang baru terbentuk, umumnya sekunder untuk penyakit inflamasi

seperti ; bronkiektasis, abses paru, tuberkulosis. Dinding pembuluh darah

tersebut dikelilingi oleh serat otot polos yang berkontraksi jika terdapat

stimulasi fisik dan farmakologi. Embolisasi arteri adalah salah satu cara untuk

mengeliminasi neovaskularisasi tersebut. Namun, vasospasme arteri pulmonal

tidak sekuat bronkial karena dinding pembuluh nya lebih tipis dan tidak aktif

berkontraksi, serta hanya sedikit berespon terhadap stimulasi fisik dan

farmakologis. Penyebab tersering perdarahan arteri pulmonal adalah ulserasi

dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh hancurnya parenkim paru

akibat kanker paru atau necrotizing bacterial pneumonia. Namun demikian,

hal tersebut diatas tidak selalu mungkin untuk menentukan dari pembuluh

mana perdarahan berasal.6

4
B. DEFINISI

Sinonim batuk darah adalah hemoptoe atau hemoptysis. Hemoptysis

berasal dari bahasa Yunani yaitu haima yang berarti darah dan ptysis yang

berarti diludahkan. Menurut kamus kedokteran Dorland, hemoptysis atau

batuk darah adalah ekspektorasi darah atau mucus yang berdarah.3

Hemoptysis adalah mendahakkan darah yang berasal dari bronkus atau

paru. Hemoptysis bisa banyak atau bisa pula sedikit sehingga hanya berupa

garis merah cerah di dahak.9

Berdasarkan jumlah darah yang keluar, Pursel membagi batuk darah menjadi:3

Derajat 1 Bloodstreak

Derajat 2 1 – 30 cc

Derajat 3 30 – 150 cc

Derajat 4 150 – 500 cc

Massive 500 – 1000 cc atau lebih

Johnson membuat pembagian lain menurut jumlah darah yang keluar

menjadi:3

1. Single hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari.

2. Repeated hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7

hari dengan interval 2 sampai 3 hari.

3. Frank hemoptysis yaitu bila yang keluar darah saja tanpa dahak.

5
Pseudohemoptysis adalah membatukkan darah yang bukan berasal

dari saluran napas bagian bawah. Hemoptysis palsu seperti ini dapat berasal

dari rongga mulut, hidung, faring, lidah atau bahkan hematemesis

(perdarahan saluran cerna bagian atas) yang masuk ke tenggorokan dan

memancing refleks batuk. Pseudohemoptysis juga bisa timbul pada pasien

yang mengalami kolonisasi kuman Serratia marcescens yang berwarna

merah. Kolonisasi ini sering timbul pada pasien yang dirawat serta menerima

antibiotik berspektrum luas dan ventilator mekanik. Hemoptysis palsu juga

dapat berasal dari kelebihan dosis rifampisin dan juga kejadian malingering

atau pasien yang melukai diri sendiri sehingga tampak sebagai batuk darah.9

C. ETIOLOGI

Penyakit yang mendasari terjadinya hemoptisis melibatkan jalan

napas, parenkim paru, atau vena pulmonalis. Penyebab yang sering dari

hemoptisis adalah penyakit saluran pernapasan. Penyakit yang paling sering

menghasilkan hemoptisis adalah bronkiektasis, bronkitis kronis dan kanker

paru, meskipun ini akan bervariasi tergantung dari studi populasi.6

Berdasarkan usia penderita, Pursel membagi batuk darah menjadi:2

a. Anak-anak dan remaja:

 Bronkiektasis

 Stenosis mitral

 Tuberkulosis

b. Umur 20 – 40 tahun:

6
 Tuberkulosis

 Bronkiektasis

 Stenosis mitral

c. Umur lebih dari 40 tahun:

 Karsinoma bronkogen

 Tuberkulosis

 Bronkiektasis

7
D. PATOGENESIS

Arteri – arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran napas (

dari bronkus utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan limfoid

intra pulmonar, serta persarafan di daerah hilus. Arteri pulmonalis yang pada

dasarnya adalah membawa darah dari vena sistemik, memperdarahi jaringan

parenkim paru, termasuk bronkiolus respiratorius. Anastomosis arteri dan vena

bronkopulmonar, yang merupakan hubungan antara ke-2 sumber perdarahan

di atas, terjadi di dekat persambungan antara bronkiolus respiratorius dan

terminalis. Anastomosis ini memungkinkan ke-2 sumber darah untuk saling

mengimbangi. Apabila aliran dari salah satu sistem meningkat maka pada

sistem yang lain akan menurun. Studi arteriografi menunjukkan bahwa 92%

hemoptisis berasal dari arteri-arteri bronkialis.9

Patogenesis hemoptisis bergantung dari tipe dan lokasi dari kelainan.

Secara umum bila perdarahan berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan

adalah dari sirkulasi bronkialis, sedang bila lesi di parenkim maka perdarahan

adalah dari sirkulasi pulmoner. Pada keadaan kronik dimana terjadi

perdarahan berulang maka perdarahan seringkali berhubungan dengan

peningkatan vaskularitas di lokasi yang terlibat.6

1. Batuk darah pada tuberculosis pada umumnya terjadi oleh karena: 7,8

a. Adanya Rasmussen’s aneurysm yang pecah.

Teori dimana terjadi perdarahan aneurisma dari Rasmussen ini

telah lama dianut, tetapi beberapa laporan otopsi lebih membuktikan

terdapat hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari

8
arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan. Setelah

berkembangnya arteriografi dapat dibuktikan bahwa pada setiap proses

paru terjadi hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis

yang berperan memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terdapat

kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk

pertukaran gas. Oleh karena itu terdapatnya Rasmussen aneurisma

pada kaverna tuberculosis yang merupakan asal perdarahan diragukan.

b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari

basil tuberkulosa yang menginfeksi parenkim paru.

2. Batuk darah pada karsinoma paru :

Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus

atau berasal dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya

pembuluh darah kecil pada area tumor atau invasi tumor ke pembuluh

darah pulmoner.

3. Batuk darah pada bronkiektasis:

a. Mukosa bronkus yang udem mengalami infeksi dan trauma batuk

menyebabkan perdarahan.

b. Terjadi anastomose antara pembuluh darah bronchial dan pulmonal

dan juga terjadi aneurisma, bila pecah terjadi perdarahan.

c. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding

bronkus yang mengalami ektasis.

4. Batuk darah pada bronkitis kronis

9
Terjadi oleh karena mukosa yang udem akibat radang, terobek oleh

mekanisme batuk.

5. Batuk darah pada abses paru:

Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar

menutup, maka pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat

trauma pada saat batuk.

6. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut:

a. Bila batuk darah ringan, perdarahan terjadi secara perdiapedesis,

karena tekanan dalam vena pulmonalis tinggi menyebabkan rupture

vena pulmonalis atau distensi kapiler sehingga darah merah masuk ke

alveoli.

b. Menurut ferguson, batuk darah terjadi karena pecahnya varises di

mukosa bronkus.

c. Pada otopsi ternyata ada anastomose vena pulmonalis dan vena

bronkialis yang hebat sehingga tampak seperti varises.

Menurut Wood, hemoptisis pada mitral stenosis dapat terjadi karena :

1) Apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronkial yang melebar,

2) Sputum dengan bercak darah pada saat serangan paroxysmal

nocturnal dipsnea

3) Sputum seperti karat (pinky frothy) oleh karena edema paru yang

jelas

4) Infark paru

5) Bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus.

10
Diluar negeri, keluhan hemoptisis sudah jarang ditemukan dan

biasanya merupakan stadium akhir, sedangkan di Indonesia sering

ditemukan dan didiagnosa secara keliru sebagai Tuberkulosis Paru

pada awalnya.

7. Batuk darah pada infark paru:

Pada infark paru karena adanya penutupan arteri, maka terjadi

anastomose. Selain itu juga terjadi reflek spasme dari vena di daerah

tersebut, akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana butir-butir darah masuk

ke alveoli dan terjadi batuk darah.

8. Batuk darah pada Good Pasture syndrome:

Terjadi kelainan pada membran basalis alveol kapiler yaitu

terbentuknya antibody to glomerular basement membrane (anti GBM Ab)

lebih spesifiknya kolagen tipe IV pada paru sehingga membuat hilangnya

keutuhan membranan basalis epithelial-endotelial dan memudahkan

masuknya sel darah merah dan netrofil masuk ke dalam alveoli.

9. Batuk darah pada infeksi jamur:

Terjadi friksi pada pergerakan mycetoma dan terjadi pelepasan

antikoagulan serta enzim proteoitik yang menyerupai tripsin dari jamur.

10. Batuk darah pada batuk keras:

Sifat khas bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak

bercampur di dalamnya.

a. Kelenjar getah bening yang mengapur, waktu batuk terjadi erosi pada

bronkus yang berdekatan.

11
b. Mungkin bronkolit yang ada pada saat batuk menggeser lumennya.

c. Batuk yang keras dan berulang-ulang merobek mukosa bronkus.

11. Cedera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami

transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk

darah.

E. KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut Pusel:3

+ batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis

dalam sputum

++ batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml

+++ batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml

++++ batuk dengan perdarahan 150-500 ml

Massive batuk dengan perdarahan 500-1000 ml atau lebih

Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan : 5

1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam

Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada

bronkitis.

2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam

Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya

pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.

12
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam

Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.

4. Pseudohemoptisis

Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas

laring) atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan

buatan (factitious).

Johnson membuat pembagian lain menurut jumlah darah yang keluar

menjadi:3

1. Single hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari.

2. Repeated hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7 hari

dengan interval 2 sampai 3 hari.

3. Frank hemoptysis yaitu bila yang keluar darah saja tanpa dahak.

F. MANIFESTASI KLINIS

Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa

perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal

dari nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita

tersebut benar-benar batuk darah dan bukan muntah darah

13
Perbedaan Batuk Darah Dengan Muntah Darah 9
No Keadaan Batuk Darah Muntah Darah

1 Prodromal Darah dibatukkan dengan Darah dimuntahkan


rasa panas di tenggorokan dengan rasa mual
(Stomach Distress)
2 Onset Darah dibatukkan, dapat Darah dimuntahkan, dapat
disertai dengan muntah disertai dengan batuk
3 Tampilan Darah berbuih Darah tidak berbuih
4 Warna Merah segar Merah tua
5 Isi Lekosit, mikroorganisme, Sisa makanan
hemosiderin, makrofag
6 Ph Alkalis Asam
7 Riwayat Penyakit paru Peminum alkohol, ulcus
penyakit dahulu pepticum, kelainan hepar
(RPD)
8 Anemis Kadang tidak dijumpai Sering disertai anemis
9 Tinja Blood test (-) / Blood Test (+) /
Benzidine Test (-) Benzidine Test (+)

Kriteria batuk darah: 7

1. Batuk darah ringan (<25cc/24 jam).

2. Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam).

3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang

mengeluarkan darah sedikitnya 600 ml dalam 24 jam).

G. DIAGNOSIS

1. Anamnesis 10-14

- Membedakan antara hemoptisis, pseudohemoptisis, atau hematemesis.

14
Hemoptisis : Tidak disertai mual dan muntah, berbusa, berwarna

merah cerah atau merah muda dan menggumpal

Hematemesis : Disertai mual dan muntah, biasanya tidak berbusa,

berwarna cokelat atau hitam dan terdapat partikel makanan.

- Durasi Batuk Darah

Hemoptisis kronik, tapi sedikit-sedikit, kemungkinan karsinoma.

Hemoptisis berulang selama berbulan-bulan hingga tahunan,

kemungkinan bronkiektasis.

Hemoptisis berhubungan dengan menstruasi, kemungkinan

endometriosis paru.

- Warna dahak (merah segar, hitam), berbusa, ada campuran makanan.

- Keluhan lain, seperti demam, sesak napas, nyeri dada, penurunan berat

badan dan nafsu makan, keringat malam.

- Riwayat penyakit dan konsumsi obat-obatan, seperti penyakit paru,

jantung, gangguan kelainan darah, pemakaian obat antikoagulasi,

pemasangan trakeostomi.

2. Pemeriksaan Fisik 10-14

- Tidak didapatkan darah pada orofaring dan nasofaring

- Terdapat ronki basah/kering, wheezing lokal (kemungkinan

penyumbatan oleh Ca, atau bekuan darah) , pleural friction rub ( pada

emboli paru atau infark paru)

- Pada jantung terdapat tanda gagal jantung, hipertensi pulmonal,

stenosis mitral.

15
- Clubbing finger : memberikan petunjuk kemungkinan keganasan

intratorakal dan supurasi intratorakal (abses paru, bronkiektasis).

Evaluasi awal yang lengkap, harus menyertai : 6

1. Pemeriksaan Laboratorium dengan hitung darah lengkap, parameter

koagulasi dan biokimia.

2. Saturasi Oksigen dan analisa gas darah untuk mengetahui dampak

hemoptisis terhadap oksigenasi dan koagulasi

3. Spirometri : Hemoptisis aktif adalah kontraindikasi abssolut untuk

dilakukan pemeriksaan spirometri. Setelah perdarahan terkendali,

spirometri dilakukan untuk menentukan fungsi respirasi pasien. Hal ini

sangat berperan terutama jika akan dilakukan intervensi bedah

terhadap pasien.

4. Elektrokardiogram : terutama jika diduga terdapat penyakit jantung

atau tromboemboli paru.

5. Transthoracic echocardiogram : untuk mendeteksi endokarditis,

stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, tanda-tanda hipertensi

pulmonal, atau adanya shunt karena malformasi arteriovenous.

6. Studi sitologi dan mikrobiologi sputum.

7. Mantoux test pada pasien yang diduga Tuberkulosis dan kultur darah

atau serologi jika terduga penyakit infeksius.

16
3. Pemeriksaan penunjang

a. Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap

penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan

tempat perdarahannya.3 Pemeriksan foto thoraks merupakan salah satu

komponen penting dalam pemeriksaan untuk mengetahui penyebab

perdarahan terutama kelainan parenkim paru, misalnya pemeriksaan

dengan kaviti, tumor, infiltrat dan atelektasis. Perdarahan intra-alveolar

menimbulkan pola infiltrat retikulonodular. Namun demikian

gambaran foto thoraks bisa normal ataupun tidak informatif.15

17
b. Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis,

sebab sebagian penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan

X-foto toraks.5

c. Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan

dapat diambil dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak

langsung).5 Pemeriksaan sputum yang dapat dilakukan adalah untuk

pemeriksaan bakteri pewarnaan gram, basil tahan asam (BTA).

Pemeriksaan dahak sitologi dilakukan apabila penderita berusia >40

tahun dan perokok. Biakan kuman juga dapat dilakukan terutama

untuk BTA dan jamur.15

d. Laboratorium 16

a. Pemeriksaan darah tepi lengkap

Peningkatan Hb dan Ht kehilangan darah yang akut

Leukosit meningkat  infeksi

Trombositopenia koagulopati

Trombositosis  kanker paru

b. CT dan BT; PT dan APTT jika dicurigai adanya koagulopati atau

pasien menerima warfarain/heparin

c. Analisa gas darah arterial harus diukur jika pasien sesak yang jelas

dan sianosis.

e. Pemeriksaan bronkoskopi

Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan

sekaligus untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak

18
terjadi penyumbatan. Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan

berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat

diketahui.3,5

Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : 3

1) Bila radiologik tidak didapatkan kelainan

2) Batuk darah yang berulang

3) Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik

Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan

diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun

waktu yang tepat untukmelakukannya merupakan pendapat yang

masih kontroversial, mengingatbahwa selama masa perdarahan,

bronkoskopi akan menimbulkan batuk yanglebih impulsif,

sehingga dapat memperhebat perdarahan disampingmemperburuk

fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptik dapat

menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk

menentukan lokasiperdarahan.3

Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior,

bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop

metal sangat bermanfaat dalammembersihkan jalan napas dari

bekuan darah serta mengambil benda asing,disamping itu dapat

melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya

perdarahan.3

19
H. DIAGNOSIS BANDING 6

I. PENATALAKSANAAN

Tujuan : untuk mempertahankan jalan napas dan menghentikan perdarahan.10-


14

Jika perdarahan sedikit atau berupa bercak dan pertukaran gas tidak

terganggu maka sebaiknya diagnosis ditegakkan terlebih dahulu untuk

menentukan terapi yang sesuai.10-14

Jika terjadi perdarahan masif maka prioritasnya adalah mempertahankan

jalan napas dan pertukaran gas. Kemudian perlu segera ditentukan lokasi dari

perdarahan dan dilakukan intervensi bedah.10-14

Manajemen hemoptisis di rumah sakit :6

1. Tirah baring dengan posisi kepala lebih rendah dan tubuh dimiringkan ke

arah sisi paru yang diduga sumber perdarahan.

2. Pemantauan tanda - tanda vital ( tekanan darah, frekuensi nafas, frekuensi

nadi, saturasi oksigen) dan kuantitas batuk darah.

20
3. Pemberian Oksigen (jika perlu). Pada beberapa kasus dengan perdarahan

masif, perlu dilakukan intubasi hingga pemasangan ventilator mekanik.

4. Pemberian antitusif untuk mengontrol batuk (pada pasien batuk kuat

dengan darah minimal/bercak)

5. Terapi antibiotik secara empiris berguna pada hemoptisis yang terkait

dengan infeksi saluran napas dan umumnya untuk mencegah komplikasi.

6. Puasa total untuk menghindari bronkoaspirasi dan untuk memfasilitasi

terlaksananya pemeriksaan yang penting, seperti bronkoskopi, CT, atau

angiogram.

7. Pemberian infus, tersedianya cadangan darah dan transfusi darah, serta

resusitasi cairan jika perlu.

8. Antifibrinolitik ( aminokaproat, asam traneksamat )

Asam traneksamat dapat mengurangi durasi dan volume perdarahan,

dengan risiko jangka pendek yang rendah untuk penyakit tromboemboli

Terapi Pembedahan

Indikasi Operasi 10-14

Operasi dilakukan untuk mencari dan menghentikan sumber perdarahan.

Tindakan operasi diindikasikan pada :

- Batuk darah lebih sama dengan 600cc/24 jam, tidak berhenti

dengan observasi.

21
- Batuk darah 100-250cc/24 jam, Hb<10, observasi tidak berhenti.

- Batuk darah 100-250cc/24 jam, Hb<10, observasi 48 jam tidak

berhenti.

Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masif

yang sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru

adekuat, tidak ada kontraindikasi bedah.17

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.

Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan:17

a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian

pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan

tindakan operasi.

Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya

hemoptisis yang berulang dapat dicegah.

Tindakan bedah meliputi:15,17

1. Reseksi paru: lobektomi atau pneumonektomi

Reseksi paru ditujukan untuk membuang sisa-sisa kerusakan akibat

penyakit dasarnya. Macam reseksi:

- Pneumonektomi: reseksi satu paru seluruhnya

- Bilobektomi : reseksi dua lobus

- Lobektomi : reseksi satu lobus

- Wedgeresection: reseksi sebagian kecil jaringan paru

- Enukleasi : bila kelainan patologis kecil dan jinak

22
- Segmentektomi: reseksi segmen bronkopulmonal

Berdasarkan foto thoraks dan pemeriksaan faal paru, luasnya

operasi dapat ditentukan sebelum operasi. Prinsipnya adalah

mempertahankan sebanyak mungkin jaringan paru yang dianggap

sehat. Luas dan jenis lesi (proses inflamasi, abses atau kavitas)

menentukan jenis reseksi yang akan dilaksanakan.

2. Terapi kolaps: pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisia, torakoplasti,

frenikolisis (membuat paralise N. phrenicus).

Terapi kolaps bertujuan untuk mengistirahatkan bagian paru yang

sakit dengan cara membuat kolaps jaringan paru yang sakit tersebut.

Pendapat ini benar untuk kelainan berbentuk kavitas, tetapi cara ini

banyak ditinggalkan karena komplikasinya banyak.

Prosedur yang termasuk dalam kelompok terapi kolaps:

- Pneumotoraks artificial yaitu dengan memasukkan udara ke rongga

pleura kemudian secara bertahap ditambahkan udara sehingga

teracapai kolaps pada jaringan paru yang sakit. Bila paru kolaps

maka bagian tersebut dapat istirahat sehingga mempercepat proses

penyembuhan. Bila terdapat adhesi dan paru tidak dapat kolaps

dilakukan intrapleuralpneumonolysis (operasi Jacoboes), tetapi

sering terjadi komplikasi perdarahan. Karena sering terjadi

empyema setelah pneumotorak artifisial, tindakan ini sudah tidak

dilakukan lagi.

23
- Pneumoperitoneum yaitu tindakan memasukkan udara ke rongga

peritoneum dengan tujuan menaikkan diafragma agar terjadi kolaps

pada jaringan paru dengan harapan lesi di apikal akan menyembuh.

- Paralise nervus phrenicus yaitu dengan cara anestesi local nervus

phrenicus dibebaskan dari perlekatannya di M. scalenus anterior,

kemudian saraf dirusak (crushed) sehingga timbul paralise

diafragma. Akibatnya akan terjadi elevasi diafragma dan

diharapkan apeks paru dapat diistirahatkan sehingga, terjadi proses

penyembuhan.

- Torakoplasti yaitu suatu bentuk operasi dimana kolaps paru terjadi

dengan cara menghilangkan supporting framework-nya, misalkan

dengan membuang tulang iga dari dinding dada. Indikasi

torakoplasti:

Dulu: torakoplasti hampir selalu dilakukan setelah lobektomi atau

pneumonektomi dengan tujuan meminimalisasi kemungkinan

terjadinya over distensi parenkim paru yang tersisa selain itu dead

space akan segera menutup (obliterasi) sehingga resiko

terbentuknya fistula bronkopleural dan empiema dapat dikurangi.

Sekarang: kebutuhan torakoplasti diragukan dan dilakukan bila

direncanakan reseksi lebih dari 1 lobus atau mengatasi komplikasi

tindakan reseksi seperti fistula bronkopleura dan empiema.

3. Lain-lain: embolisasi artifisial.

24
Embolisasi artifisial atau Bronchial Artery Embolization (BAE)

adalah penyuntikan gel foam atau polivinil alcohol melalui katerisasi

pada arteri bronkialis. Menurut Ingbar embolisasi berhasil

menghentikan perdarahan 95%. Dengan meningkatnya penggunaan

embolisasi arteriografi, sekarang penggunaan tindakan pembedahan

untuk pengelolaan batuk darah massif mulai ditinggalkan.

J. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat mengancam jiwa penderita adalah asfiksia,

sufokasi dan kegagalan sirkulasi akibat kehilangan banyak darah dalam waktu

singkat. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah penyebaran penyakit ke

sisi paru yang sehat dan atelektasis. Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan

saluran napas sehingga paru bagian distal akan mengalami kolaps dan terjadi

atelektasis. Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan saluran napas sehingga

paru bagian distal akan mengalami kolaps dan terjadi atelektasis.15

Tingkat kegawatan dari batuk darah ditentukan oleh 3 faktor:9

1. Terjadinya asfiksia karena adanya pembekuan darah dalam saluran

pernapasan. Pada dasarnya asfiksia tergantung dari:

a. Frekuensi batuk darah

b. Jumlah darah yang dikeluarkan

c. Kecemasan penderita

d. Siklus inspirasi

e. Reflek batuk yang buruk

25
f. Posisi penderita

2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya batuk darah

dapat menimbulkan syok hipovolemik. Bila jumlah perdarahan

banyak maka digolongkan dalam massive hemoptysis. Kriteria

massive hemoptysis menurut Yeoh adalah perdarahan 200 cc dalam

24 jam sedangkan menurut Sdeo adalah perdarahan lebih dari 600

cc dalam 24 jam.

3. Aspirasi pneumonia

Infeksi yang terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah

perdarahan. Aspirasi adalah masuknya bekuan darah ke dalam

jaringan paru yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Meliputi bagian yang luas dari paru

b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih kecil

c. Disamping perdarahan dapat pula disebabkan oleh masuknya

cairan lambung ke dalam paru karena penutupan glottis yang

tidak sempurna

d. Dapat diikuti sekunder infeksi.

Aspirasi pneumonia merupakan keadaan berat karena saluran

napas dan bagian fungsional paru tidak dapat berfungsi dengan

baik.

26
K. PROGNOSIS

Pada batuk darah idiopatik prognosisnya baik, kecuali jika penderita

mengalami batuk darah yang rekuren. Pada batuk darah sekunder ada

beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu:5,8,9

1. Derajat batuk darah.

Pada single hemoptysis mempunyai prognosis baik, sedang batuk

darah yang profus dan bergumpal-gumpal prognosisnya jelek.

2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan batuk darah.

Pada karsinoma bronkogenik prognosisnya jelek.

3. Kecepatan dalam penatalaksanaan batuk darah massif.

Misalnya tindakan trakeostomi, bronkoskopi atau tindakan bedah

pada saat yang tepat.

Menurut Crocco, pasien dengan batuk darah massif (600 ml) dalam

waktu:

- Kurang dari 4 jam mempunyai mortality rate 71%.

- 4 – 6 jam mempunyai mortality rate 22%.

- 16 – 48 jam mempunyai mortality rate 5%.

27

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen10 halaman
    Bab Iv
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • BAB II Revisi 2
    BAB II Revisi 2
    Dokumen20 halaman
    BAB II Revisi 2
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Karya Tulis Ilmiah
    Karya Tulis Ilmiah
    Dokumen1 halaman
    Karya Tulis Ilmiah
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen26 halaman
    PPT
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • BAB V Put
    BAB V Put
    Dokumen5 halaman
    BAB V Put
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen31 halaman
    Bab Ii
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • EPILEPSI
    EPILEPSI
    Dokumen28 halaman
    EPILEPSI
    FadilLoveMama
    100% (1)
  • BAB II Revisi1
    BAB II Revisi1
    Dokumen19 halaman
    BAB II Revisi1
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen11 halaman
    Bab Ii
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • KUESIONER PENELITIAN Revisi1
    KUESIONER PENELITIAN Revisi1
    Dokumen9 halaman
    KUESIONER PENELITIAN Revisi1
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • PPTB Bo
    PPTB Bo
    Dokumen20 halaman
    PPTB Bo
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • TSAH
    TSAH
    Dokumen22 halaman
    TSAH
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Referat LALA
    Referat LALA
    Dokumen25 halaman
    Referat LALA
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • I. Identitas Pasien
    I. Identitas Pasien
    Dokumen28 halaman
    I. Identitas Pasien
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Dengue
    Lapsus Dengue
    Dokumen37 halaman
    Lapsus Dengue
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen8 halaman
    Laporan Kasus
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Labirinitis Lala
    Labirinitis Lala
    Dokumen13 halaman
    Labirinitis Lala
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Tugas Responsi
    Tugas Responsi
    Dokumen6 halaman
    Tugas Responsi
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Anaste PTF
    Anaste PTF
    Dokumen14 halaman
    Anaste PTF
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Ensefalitis (Anya)
    Ensefalitis (Anya)
    Dokumen1 halaman
    Ensefalitis (Anya)
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Hemoptisis Puty
    Hemoptisis Puty
    Dokumen31 halaman
    Hemoptisis Puty
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Amenorea
    Amenorea
    Dokumen33 halaman
    Amenorea
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi: Disusun Oleh
    Imunisasi: Disusun Oleh
    Dokumen21 halaman
    Imunisasi: Disusun Oleh
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Paper Otomikosis
    Paper Otomikosis
    Dokumen12 halaman
    Paper Otomikosis
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • PPTB Bo
    PPTB Bo
    Dokumen20 halaman
    PPTB Bo
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • PH
    PH
    Dokumen8 halaman
    PH
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Tonsilitis
    Tonsilitis
    Dokumen24 halaman
    Tonsilitis
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat