Anda di halaman 1dari 19

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kanker Serviks


2.1.1 Pengertian Kanker Serviks
Karsinoma serviks merupakan jenis karsinoma yang paling banyak di
derita oleh wanita diberbagai negara berkembang dan merupakan masalah
kesehatan utama di seluruh dunia (Rina Amtarina, 2009:6).
Kanker serviks merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
pertumbuhan dan perkembangan sel secara abnormal pada organ reproduksi
wanita tepatnya pada organ serviks (Imam Rasjidi, 2007:5).
2.1.2 Etiologi
Penyebab kanker serviks yang paling utama yaitu infeksi dari Human
Papilloma Virus (HPV). Lebih dari 90% kanker mulut rahim adalah jenis
skuamosa yang mengandung DNA virus Human Papilloma Virus (HPV) dan
50% kanker serviks berhubungan dengan Human Papilloma Virus tipe 16.
Penyebaran virus ini terjadi melalui hubungan seksual (Imam Rasjidi,
2007:5).
2.1.3 Patogenesis
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) persisten dapat berkembang
menjadi Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS). Seorang wanita dengan seksual
aktif dapat terinfeksi oleh Human Papilloma Virus (HPV) risiko tinggi dan 80%
akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS dan HPV akan
menghilang dalam waktu 6-8 bulan. Sedangkan 20% dari yang terinfeksi virus
akan tidak menghilang dan berkembang menjadi infeksi yang persisten. NIS
akan bertahan atau berkembang menjadi NIS 3 dan pada akhirnya akan
berkembang menjadi invasif (Imam Rasjidi, 2007:5).

9
Menurut Stanley Robbins (2007) menjelaskan bahwa pemeriksaan
sitology dapat mendeteksi Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) atau Cervical
Intraepithelia Neoplasia (CIN) jauh sebelum tampak kelainan makroskopis.
Tindakan lanjut pada wanita membuktikan bahwa kelainan epitel pra kanker
mungkin mendahului terbentuknya kanker nyata selama bertahun-tahun dan
mungkin sampai 20 tahun.
Berdasarkan gambaran histologik kelainan pra kanker serviks dapat
diperingkatkan sebagai berikut:
1) CIN I: Displasia Ringan
2) CIN II: Displasia Sedang
3) CIN: Displasia berat dan karsinoma in situ
Human Papilloma Virus (HPV) mempunyai peran penting terjadinya
karsinoma serviks dan stadium pendahuluannya (displasia). Sekarang ini
dikenal ada 70 macam tipe virus HPV terutama tipa HPV6, HPV11, HPV16 dan
HPV18 sering terdapat dalam kelainan epitel vulva, vagina dan serviks. HPV6
dan HPV11 disebut dengan tipe-tipe non-onkogen, karena virus ini sering
dijumpai pada kondiloma dan derajat rendah displasia. Tipe onkogen HPV16
dan HPV18 dijumpai pada derajat lebih tinggi dysplasia dan karsinoma serviks.
DNA viral dari virus-virus onkogen ini dapat diintegrasikan ke dalam genom
sel. Protein viral di dalam sel yang terinfeksi oleh virus yang disebut dengan
HPV risiko tinggi yang menyebabkan instabilitas kromosomal, terjadinya
mutasi dalam DNA dan gangguan regulasi pertumbuhan. Protein viral
mengadakan interferensi dengan fungsi gen supresor yaitu dari dua macam
genetik yang diketahui bahwa ini memegang peran dalam terjadinya tumor.
Dari perubahan genetik yang berperan dalam terjadinya tumor. Dari perubahan
genetik yang berperan dalam terjadinya kanker yang terlama dikenal adalah
aktivasi gen yang menstimulasi pertumbuhan (C.J.H van de Velde, 1996: 497).

10
Melihat dari perjalanan kanker ini, hampir 90% kasus berasal dari epitel
permukaan (epitel skuamosa). Pada epitel tersebut akan telihat bakal kanker
yaitu pra kanker. Keadaan tersebut dimulai dari yang bersifat ringan sampai
karsinoma insitu yang semuanya dapat didiagnosa dengan skrining atau
penapisan. Dalam proses perkembangannya, dapat terjadi perubahan atau
perpindahan dari satu tingkat ke tingkat lain. Untuk terjadinya perubahan,
diperlukan watu 10-20 tahun. Namun jika sudah menjadi kanker stadium awal,
penyakit ini dapat menyebar ke daerah disekitar mulut rahim (M.N.Bustan,
2002:176).
2.1.4 Epidemiologi
Epidemiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang menyelidiki
penyebab dan cara pengendalian wabah (Budioro, 2002:3).
Angka kejadian dan angka kematian akibat kanker serviks di dunia
menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sedangkan di negara
berkembang masih menempati urutan teratas sebagai penyebab kematian akibat
kanker di usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di Negara berkembang.
Di Indonesia, setiap hari ditemukan 41 kasus baru dan 20 kasus meninggal
dunia. Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab kematian
utama pada wanita dan kasusnya menurun setelah diperkenalkan skrining
papsmear. Namun, hingga saat ini program skrining belum memasyarakat
sehingga angka kejadian kanker serviks masih tetap tinggi (Imam Rasjidi,
2007:2).
Karsinoma serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian
perempuan yang berhubungan dengan karsinoma. Di perkirakan di seluruh
dunia terjadi 500.000 karsinoma serviks baru dan 250.000 kematian setiap
tahunnya dan ± 80% terjadi di negara sedang berkembang. Insiden karsinoma di
Indonesia diperkirakan ± 40.000 kasus pertahun dan masih merupakan
karsinoma pada perempuan yang tersering. Mortalitas karsinoma serviks masih
tinggi karena 90% terdiagnosis pada stadium invasif, lanjut, bahkan terminal.

11
skrining papsmear untuk menemukan lesi prakanker di Indonesia tidak terbukti
mampu menurunkan insidensi dan angka kematian akibat karsinoma serviks.
Hal ini disebabkan karena di Indonesia, berdasarkan metaanalisis akurasi dari
papsmear bervariasi sangat lebar antara satu pusat dengan pusat lain. Selain itu
juga dipengaruhi oleh keterbatasan pengetahuan, status sosial ekonomi,
kebudayaan dan politik, geografi dan demografi (Rina Amtarina, 2009:9).
Perkembangan pra kanker serviks menjadi kanker serviks sering
terlewati dari pengamatan sehingga mortalitas karsinoma serviks masih tetap
tinggi. Berbeda dengan negara maju, skrining papsmear terbukti mampu
menemukan lesi pra kanker, menurunkan insiden dan sekaligus menurunkan
angka kematian akibat karsinoma serviks. Insiden karsinoma serviks turun
antara 70-80% dalam 10 tahun sejak program skrining dimulai (Rina Amtarina,
2009:9).
2.1.5 Gejala Klinis
Kecepatan pertumbuhan kanker serviks tidak sama antara kasus yang
satu dengan kasus yang lain. Namun, pada penyakit yang pertumbuhannya
sangat lambat bila diabaikan sampai lama akan juga tidak mungkin terobati.
Jika tumor tumbuh berjalan dengan sangt cepat, bila dikenali sejak dini akan
mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik. Semakin dini penyakit tersebut
dideteksi dan dilakukan terapi yang adekuat semakin memberi hasil terapi yang
sempurna (Imam Rasjidi, 2007:10).
Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam jaringan
bawahnya,kanker ini masih mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda dini
kanker mulut rahim tidak spesifik seperti adanya keputihan yang agak banyak
dan kadang bercak perdarahan yang umumnya diabaikan oleh penderita (Imam
Rasjidi, 2007:10).
Tanda yang lebih klasik adalah adanya perdarahan yang berulang atau
terjadinya perdarahan setelah bersetubuh dengan pasangannya atau saat
membersihkan vagina. Dengan bertambahnya pertumbuhan penyakit ini,

12
perdarahan akan semakin lama dan akan semakin meningkat jumlahnya.
Namun kadang-kadang diartikan bahwa perdarahan yang terjadi dikarenakan
haid yang berlangsung lama dan banyak. Pada kasus kanker serviks juga biasa
dijumpa keputihan yang banyak dan berbau busuk berasal dari tumor tersebut
(Imam Rasjidi, 2007:10). Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar ke
rongga panggul dapat dijumpai tanda-tanda lain berupa nyeri yang menjalar ke
panggul atau kaki.
Beberapa penderita mengeluh nyeri saat berkemih, kencing berdarah,
perdarahan saat buang air besar. Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai
bawah dapat menimbulkan bengkak pada tungkai bawah (Imam Rasjidi,
2007:10).
Gejala yang timbul setelah terjadi karsinoma insitu yaitu keputihan,
perdarahan pasca senggama dan pengeluaran cairan encer dari vagina. Jika
sudah menjadi karsinoma invasif akan ditemukan gejala seperti perdarahan
spontan, perdarahan pasca senggama, keluar cairan (keputihan) dan rasa tidak
nyaman saat melakukan hubungan seksual (M.N.Bustan,2002:177).
2.1.6 Faktor Risiko Kanker Serviks
Insiden CIN meningkat pada usia sekitar 30 tahun, sedangkan untuk
karsinoma invasif adalah sekitar 45 tahun. Lesi pra kanker memerlukan waktu
bertahun-tahun, mungkin berpuluh tahun untuk berkembang menjadi kanker
nyata.
Faktor risiko penting terhadap terjadinya CIN dan karsinoma invasif
adalah sebagai berikut:
1) Usia dini saat berhubungan seksual
2) Memiliki banyak pasangan seksual
3) Pasangan laki-laki mempunyai riwayat banyak pasangan
4) Infeksi oleh Human Papilloma Virus (HPV)

13
Banyak faktor lain yang dikaitkan dengan keempat faktor di atas,
termasuk peningkatan insidens pada kelompok sosial ekonomi lemah, jarang
timbul pada perawan, dan keterkaitan wanita yang sering hamil (jumlah
paritas). Faktor ini menunjukan secara kuat kemungkinan penularan seksual
suatu agen penyebab. Human Papilloma Virus (HPV) ditemukan pada 85%
sampai 90% lesi pra kanker dan neoplasma invasif dan secara lebih spesifik.
Meskipun banyak wanita yang menderita virus ini, hanya sebagian yang
menderita kanker, yang menandakan bahwa adanya faktor lain yang
berpengaruh pada risiko kanker serviks. Diantara berbagai faktor risiko yang
sudah dipastikan adalah merokok dan imunodefisiensi eksogen ataupun
endogen.
Misalnya karsinoma ini meningkat pada perempuan terinfeksi
imunodefisiensi manusia (Stanley Robbins, 2007:767-768).
Tingginya angka kejadian kanker serviks ditemukan pada wanita yang
menikah pada usia muda. Terdapat pula peningkatan dua kali lipat pada wanita
yang mulai berhubungan seksual sebelum usia 16 tahun. Wanita yang menikah
dengan seorang pria yang pernah mempunyai istri, yang mempunyai riwayat
penyakit kanker serviks, kejadian kanker serviks pada kelompok wanita itu jadi
meningkat (M.N.Bustan, 2002:78).
Menurut Imam Rasjidi (2007), terdapat faktor lain yang berhubungan
dengan kanker serviks yaitu aktivitas seksual yang terlalu muda (< 16 tahun),
jumlah pasangan banyak (> 4 orang), dan adanya riwayat pernah menderita
kondiloma. Karena hubungannya yang erat dengan insfeksi Human
PapillomaVirus (HPV), wanita yang menderita penurunan sistim imun atau
menggunakan obat untuk menekan sistim imunnya sangat berisiko untuk
terjadinya kanker serviks (Imam Rasjidi, 2007:9).

14
Faktor lain adalah bahan karsinogenik spesifik dari tembakau yang
terdapat pada serviks wanita perokok. Bahan ini merusak DNA sel epitel
skuamosa dan bersama infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dapat
mengakibatkan keganasan (Imam Rasjidi, 2007:9).
Dari penelitian Sapto Wiyono (2008) dapat diketahui bahwa faktor
risiko yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks adalah wanita yang
melakukan pernikahan dini, hal tersebut disebabkan karena pada usia tersebut
terjadi perubahan lokasi sambungan skuamokolumner sehingga relatif lebih
peka terhadap stimulasi onkogen.
Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Sapto Wiyono (2008),
ada faktor lain penyebab kanker serviks yaitu jumlah paritas lebih dari 3
mengakibatkan frekuensi kanker serviks menjadi 3 kali dan pekerja seksual
merupakan kelompok risiko tinggi oleh karena tingginya kemungkinan infeksi
HPV. Studi epidemiologik menunjukan 90-95% kanker serviks berkaitan
dengan infeksi HPV yang ditularkan melalui hubungan seksual.
2.1.7 Derajat Keparahan Kanker Serviks
Menurut M.N.Bustan (2002), tingkat kelainan akibat terjadinya kanker
servik dapat berupa :
1) Dysplasia ringan
2) Dysplasia sedang
3) Dysplasia penuh
4) Dysplasia insitu
5) Dysplasia invasive
Pembagian internasional terjadi atas prakarsa International Federation
of Gynecology and Obstetrics(FIGO)2000 :
Stadium Keterangan
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepitel
Stadium 1 Karsinoma hanya terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri
harus dikesampingkan).

15
Stadium Ia1 Karsinoma pre klinis (hanya didiagnosis dengan menggunakan
mikroskop), kedalaman infiltrasi kurang dari 3 mm.
Stadium Ia2 Lesi-lesi yang dapat diukur mikroskopik dengan kedalaman invasi
3 sampai 5mm dari membran basal dan lebar tidak lebih dari 7
mm
Stadium Ib Lesi-lesi dengan ukuran yang lebih besar dari pada yang disebutkan
dalam stadium Ia2.
Stadium Ib1 Diameter kurang dari 4cm.
Stadium Ib2 Diameter tumor lebih dari 4cm.
Stadium II Karinoma meluas diluar serviks, tetapi belum sampai dinding
pelvis, karsinoma tumbuh kedalam vagina, tetapi tidak sampai
sepertiga bagian bawah.
Stadium IIa Tidak ada perluasan ke dalam parametrium
Stadium IIb Jelas ada perluasan ke dalam parametrium.
Stadium III Karsinoma telah meluas sampai dinding pelvis. Pada pemeriksaan
rektal tidak terdapat ruangan bebas karsinoma antara tumor dan
dinding pelvis, tumor tumbuh sampai sepertiga bagian bawah
vagina. Adanya hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi
cocok dalam stadium ini, kecuali disebabkan karena kelainan lain.
Stadium IIIa Tidak ada perluasan sampai dinding pelvis, tetapi pertumbuhan
terus sampai sepertiga bagian bawah vagina.
Stadium IIIb Perluasan sampai dinding pelvis atau hidronefrosis atau ginjal
yang tidak berfungsi.
Stadium IV Karsinoma telah meluas sampai diluar pelvis minor atau secara
klinis telah tumbuh ke dalam mukosa kandung kencing atau
rektum.
Stadium Iva Pertumbuhan tumor tembus dalam organ-organ sekelilingnya.
Stadium IVb Perluasan ke organ-organ jarak jauh.

16
Dalam perjalanannya, kanker serviks membutuhkan waktu cukup lama
dari kondisi normal sampai menjadi kanker. Dalam penelitian secara
epidemiologi dan laboratorium ada beberapa faktor yang berperan secara
langsung dan tidak langsung. Dalam pemantauan perjalanan penyakit,
diagnosis dysplasia sering ditemukan pada usia 20 tahunan. Karsinoma insitu
ditemukan pada usia 25- 35 tahun dan kanker serviks invasif pada usia 40
tahun (M.N.Bustan, 2002:178).
Kondisi pra kanker sampai karsinoma insitu (stadium 0) sering tidak
menunjukan gejala karena proses penyakitnya berada di dalam lapisan epitel
dan belum menimbulkan perubahan yang nyata dari serviks (M.N.Bustan,
2002:178).
2.1.8 Deteksi Dini Kanker Serviks
Deteksi dini atau pencegahan sekunder merupakan pemeriksaan atau
tes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukan adanya gejala penyakit
untuk menemukan adanya penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada
stadium pra klinik.
Deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan dengan pemeriksaan
papsmear dan kolkoskopi. Kolkoskopi jarang dilakukan karena memerlukan
biaya yang mahal, kurang praktis, dan memerlukan biopsi. Bentuk
pemeriksaan yang paling utama dianjurkan yaitu papsmear. Pemeriksaan ini
sederhana, cepat, dan tidak sakit (M.N.Bustan, 2002:178).
Secara umum kasus kanker serviks dan kematian karena kanker serviks
dapat terdeteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah serviks
dengan cara pemeriksaan sitologi menggunakan tes papsmear. American
College of Obstetrician and Gynecologist (ACOG), American Cancer Society
(ACS) dan USPreventive Task Force (USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa
setiap wanita seharusnya melakukan tes papsmear untuk deteksi dini kanker
serviks saat 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual pada saat usia 21
tahun (Imam Rasdji, 2007:11).

17
Syarat deteksi dini suatu penyakit :
1) Penyakit tersebut mempunyai akibat yang sangat serius, fatal, morbiditas
lama, dan mortalitas tinggi.
2) Penyakit tersebut harus mempunyai cara pengobatan dan bila digunakan
padakasus yang ditemukan melalui skrining, efektivitasnya harus lebih
tinggi.
3) Penyakit tersebut mempunyai fase pra klinik yang panjang dan
prevalensinya tinggi diantara populasi yang di skrining karena kalau
prevalensinya rendah, maka yang terdeteksi juga akan rendah.
4) Tes yang dipakai harus memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi,
dan biaya pemeriksaan tidak mahal.
Imam Rasjidi (2007), menyebutkan program pemeriksaan atau
skrining yang dianjurkan (WHO, 2002) untuk kanker serviks yaitu sebagai
berikut :
1) Skrining pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 35-40 tahun.
2) Kalau fasilitas tersedia lakukan setiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun.
3) Kalau fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun.
4) Ideal atau optimal, lakukakan tiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.

2.2 Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)


Pada tahun 1985 WHO merekomendasikan suatu pendekatan alternatif
bagi negara yang sedang berkembang dengan konsep down staging terhadap
kanker serviks, salah satunya yaitu dengan cara IVA (Inspeksi Visual Asam
Asetat). Pengolesan asam asetat 3-5% pada serviks, pada epitel abnormal akan
memberikan gambaran bercak putih yang disebut dengan bercak aceto white
epithelium. Gambaran ini muncul karena tingginya tingkat kepadatan inti dan
konsentrasi protein. Hal ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada serviks
dengan mata telanjang (tanpa pembesaran) yang dikenal sebagai pemeriksaan
IVA (Sapto Wiyono,117).

18
IVA merupakan metode yang digunakan untuk deteksi dini kanker serviks
yang murah meriah menggunakan asam asetat 3- 5% dan tergolong sederhana dan
memiliki keakuratan 90%. Tujuan dari pemeriksaan dengan menggunakan IVA
yaitu untuk mendeteksi adanya sel-sel pada serviks yang tidak lazim (abnormal)
(Yani Widyastutik:82).
Pada pemeriksaan IVA tingkatnya sudah kelas III yang ditemukan sel-sel
abnormal yang meragukan untuk keganasan (abnormal), antara lain disebabkan
oleh peradangan yang berat yang dapat disembuhkan menjadi normal kembali,
follow up pengobatan radang dan kontrol lebih kurang tiga bulan (Yani
Widyastutik:82).
2.2.1 Kategori Pemeriksaan IVA
Menurut Laila Nurrana (2001) ada beberapa kategori yang dapat
dipergunakan untuk pemeriksaan IVA yaitu sebagai berikut :
1) IVA Negatif = Serviks normal.
2) IVA Radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya (polip serviks).
3) IVA Positif = Ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan
metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks pra kanker
(displasia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
4) IVA-Kanker Serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini
(stadium IB-IIA).

19
Menurut M. Farid Aziz, dkk, (2006), kategori penemuan IVA sebagai
berikut :
Tebel 2.2 Kategori Temuan IVA
Normal Licin, merah muda, bentuk porsio normal
Atipik  Servisitis (Inflamasi, hiperemis) banyak
fluor ektropion polip atau ada cervical
wart.
 Plak atau bercak putih (epitel acetiwhite)
Abnormal Pertumbuhan seperti bunga kol
(Lesi Pra Kanker)
Kanker Serviks Terdapat perdarahan

2.2.2 Pelaksanaan Skrining IVA


Menurut Laila Nurrana (2001) untuk melaksanakan deteksi dini dengan
metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut:
1) Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
2) Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi
litotomi.
3) Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
4) Spekulum vagina
5) Asam asetat (3-5%)
6) Swab-lidi berkapas
7) Sarung tangan
2.2.3 Teknik IVA
Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) adalah pemeriksaan
yang dapat dilakukan oleh tenaga medis misalnya dokter, bidan dan paramedis.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati serviks yang telah diolesi dengan
asam asetat atau asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan

20
penglihatan mata telanjang. Pemberian asam asetat akan mempengaruhi epitel
abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaris cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraseluler yangbersifat hipertonik ini menarik cairan dari intraseluler
sehingga membran akankolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai
akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan
diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel
abnormal akan berwarna putih (aceto white epithelum) (M. Farid Aziz, dkk,
2006:112)
Dengan tampilan porsio dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes
IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsy .Jika penemuan tes
IVA positif oleh bidan, maka di beberapa negara bidan tersebut dapat langsung
melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini tentu mengandung kelemahan
kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif (Laila Nurrana, 2001:24).
Jika semakin putih dan semakin jelas bercak putik yang terlihat, maka
semakin tinggi derajat kelainan histologinya. Demikian pula, semakin tajam
batas lesinya, maka semakin tinggi derajat kelainan jaringannya. Dibutuhkan
satu sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel.
serviks yang diberi asam asetat 5%, akan memberikan respon lebih cepat dari
pada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga
dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks yang
normal (homogen) dan bercak putih. Lesi yang tampak sebelum pemberian
asam asetat bukan merupakan epitel putih tetapi disebut leukoplakia dan
biasanya disebabkan proses keratosis (M. Farid Aziz, dkk, 2006:113).
2.2.4 Kelebihan Pemeriksaan IVA
Menurut M. Farid Aziz, dkk (2006), sebagai suatu pemeriksaan
skrining alternatif, pemeriksaan IVA memiliki beberapa manfaat lebih jika
dibandingkan dengan pemeriksaan yang sudah ada yaitu sebagai berikut :
1) Lebih mudah dan murah.
2) Peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana.

21
3) Hasil pemeriksaan dapat segera diperoleh sehingga tidak memerlukan
kunjungan ulang.
4) Cakupannya lebih luas
5) Pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skinner untuk memeriksa
sediaan sitologi.

2.3 Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Kunjungan Inspeksi Visual


Asam Asetat (IVA)
Adapun faktor yang berhubungan dengan rendahnya kunjungan
InspeksiVisual Asam Asetat (IVA) adalah sebagai berikut :
2.3.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
2.3.1.1 Tingkat Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakanya
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan
(Soekidjo Notoatmodjo, 2002:16).
Pendidikan merupakan proses perubahan perilaku menuju kepada
kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan
hasil prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia, dan usaha lembaga-
lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan merupakan tingkat
kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan (Budioro
Brotosaputro, 2002:16).
Cara pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun tidak formal
untuk memberi pengertian dan mengubah perilaku (Juli Soemirat,2002:211).
Tingkat pendidikan seseorang mempunyai hubungan dalam memberikan
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang mempunyai
pendidikan yang lebih tinggi dalam menghadapi ide-ide baru akan lebih
banyak menggunakan rasio dari pada emosi (Eka Rini N, 2007:34).

22
Pendidikan mempunyai efek yang signifikan terhadap pengetahuan,
sikap dan perilaku seseorang. Semakin tinggi pendidikannya diharapkan
seseorang dapat memiliki wawasan pemikiran yang lebih luas, walaupun
faktor eksternal lain tetap memberikan pengaruh (Najoan Warouw,2005:3).
Tingkat pendidikan yang didapatkan seseorang dapat mempengaruhi
perilaku hidup sehat seseorang. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
makin tinggi perilaku kesehatan seseorang dalam upaya pencegahan suatu
penyakit termasuk pelaksanaan deteksi dini kanker serviks.
2.3.1.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan dari ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (Over Behavior). Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan, biasanya pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman
yang berasal dari berbagai macam sumber (Soekidjo Notoatmodjo,
2003:121).
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:128-129), proses perubahan
pengetahuan melalui enam tingkatan yaitu sebagai berikut :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajarisebelumnya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut dengan benar.
3) Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya).

23
4) Analisis (Analysis)
Analisis yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komonen, tetapi masih dalam stuktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
Pengetahuan yang cukup mengenai bahaya dari kanker serviks dapat
membantu meningkatkan kesadaran seseorang untuk melaksnakan deteksi
dini kanker serviks. Makin rendah pengetahuan seseorang tentang kanker
serviks maka makin besar pula dampak yang akan terjadi baik terhadap
dirinya sendiri maupun keluarganya. Sebaliknya pengetahuan yang baik
tentang kanker serviks akan meminimalkan seseorang terkena dampak
negatifnya (Indah Entjang,1981:55).
2.3.1.3 Sikap
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu objek (Soekidjo Notoatmodjo). Sikap terbentuk dengan adanya
interaksi yang dialami individu. Interaksi ini mengandung arti yang lebih
mendalam sehingga terjadi hubungan yang saling mempengaruhi antar
individu, juga dengan lingkungan fisik maupun dengan lingkungan
psikologis disekitarnya (Soekidjo Notoatmodjo,2003:124).
Menurut Abu Ahmadi (1999:16), sikap dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Sikap positif, yaitu sikap yang menunjukan atau memperlihatkan,
menerima,mengakui, menyetujui, serta menunjukkan norma-norma yang
berlaku dimana individu itu berada.

24
2) Sikap negatif, yaitu sikap yang menunjukan atau memperlihatkan
penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku
dimana individu itu berada.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:126), sikap terdiri dari berbagai
Tingkatan :
1) Menerima (Receiving)
Menerima artinya yaitu orang mau dan memperhatikan stimulus
yangdiberikan.
2) Merespon (Responding)
Merespon artinya yaitu memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3) Menghargai
Menghargai yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
4) Bertanggung jawab
Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilih dengan
segala risiko.
Jika seseorang bersikap bahwa kanker serviks tidak menimbulkan
dampak yang negatif terhadap dirinya dan keluarganya maka hal tersebut
tidak memicu kesadaran orang tersebut untuk melakukan deteksi dini kanker
serviks.
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan dalam bentuk pendapat atau pernyataan
responden pada suatu objek (Soekidjo Notoatmodjo,2003:123).
2.3.1.4 Status Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh manusia
khususnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seseorang bekerja karena
ingin ada yang dicapai dan dengan bekerja seseorang berharap akan
memperoleh kepuasan yang lebih. Bertambahnya lapangan pekerjaan akan

25
mendorong wanita untuk bekerja terutama disektor swasta. Namun disisi lain
hal tersebut juga berdampak pada partisipasi wanita dalam mengikuti
pemeriksaan kanker serviks yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Tiban
Baru (Pandji Anoraga, 2005:120).
2.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
untuk memperoleh informasi tentang masalah yang ada. Fasilitas kesehatan
misalnya puskesmas. Fasilitas ini pada hakekatnya memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan.
2.3.2.1 Akses Informasi
Akses informasi dan fasilitas kesehatan pada hakekatnya mendukung
atau memungkinkan terwujudnya pelaksanaan deteksi dini kanker serviks,
faktor ini disebut faktor pendukung. Akses informasi mengenai kesehatan
reproduksi terutama kesehatan reproduksi wanita dapat diperoleh dari
majalah, poster, televisi, buku kesehatan dan lainnya (Soekidjo Notoatmodjo,
2003:21).
2.3.2.2 Jarak Fasilitas Kesehatan (Puskesmas)
Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan khususnya puskesmas
disebabkan oleh faktor jarak tempat puskemas yang terlalu jauh dengan
tempat tinggal masyarakat, tariff yang tinggi, pelayanan yang kurang
memuaskan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003: 179).
2.3.3 Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)
2.3.3.1 Peran Kader Kesehatan
Menurut DEPKES RI (2005), kader adalah anggota masyarakat yang
dipilih untuk menangani masalah kesehatan, baik per seorangan maupun
masyarakat, serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan
tempat pelayanan kesehatan dasar. Kader mempunyai peran mengontrol
kesehatan bayi dan balita serta kesehatan ibu. Selain itu, kader kesehatan juga

26
mempuyai tugas untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
masalah kesehatan yang terjadi.
2.3.3.2 Penyuluhan Kesehatan
Menurut UU Kesehatan No 23 Tahun 1992, untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya
kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, promotif, penyembuhan (kuratif),
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan yang dilaksanakan antara lain melalui
kegiatan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan diselenggarakan guna
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat
untuk hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan.
Materi penyuluhan berisi tentang pengertian, etiologi, patofisiologi,
prognosis, bahaya, dan pencegahan yang tepat.
2.3.3.3 Dukungan Anggota Keluarga
Soekidjo Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa faktor lingkungan
dapat pula mempengaruhi perilaku seseorang, terutama dalam memutuskan
sesuatu untuk kelangsungan hidupnya. Panutan dari keluarga sangat penting
dalam memberi motivasi dan dorongan untuk melakukan suatu kegiatan,
terutama pada masyarakat pedesaan. Pengertian dan pemahaman yang baik
serta benar dari lingkungan sekitar akan memberikan motivasi bagi individu
untuk ikut serta dalam melakukan deteksi dini kanker serviks.

27

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen10 halaman
    Bab Iv
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • BAB V Put
    BAB V Put
    Dokumen5 halaman
    BAB V Put
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • EPILEPSI
    EPILEPSI
    Dokumen28 halaman
    EPILEPSI
    FadilLoveMama
    100% (1)
  • BAB II Revisi 2
    BAB II Revisi 2
    Dokumen20 halaman
    BAB II Revisi 2
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • PPTB Bo
    PPTB Bo
    Dokumen20 halaman
    PPTB Bo
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen11 halaman
    Bab Ii
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Karya Tulis Ilmiah
    Karya Tulis Ilmiah
    Dokumen1 halaman
    Karya Tulis Ilmiah
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen31 halaman
    Bab Ii
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen26 halaman
    PPT
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Anaste PTF
    Anaste PTF
    Dokumen14 halaman
    Anaste PTF
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • KUESIONER PENELITIAN Revisi1
    KUESIONER PENELITIAN Revisi1
    Dokumen9 halaman
    KUESIONER PENELITIAN Revisi1
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • TSAH
    TSAH
    Dokumen22 halaman
    TSAH
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen25 halaman
    Bab Ii
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • I. Identitas Pasien
    I. Identitas Pasien
    Dokumen28 halaman
    I. Identitas Pasien
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen8 halaman
    Laporan Kasus
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Tugas Responsi
    Tugas Responsi
    Dokumen6 halaman
    Tugas Responsi
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Labirinitis Lala
    Labirinitis Lala
    Dokumen13 halaman
    Labirinitis Lala
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Dengue
    Lapsus Dengue
    Dokumen37 halaman
    Lapsus Dengue
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Amenorea Sekunder
    Amenorea Sekunder
    Dokumen33 halaman
    Amenorea Sekunder
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • PPTB Bo
    PPTB Bo
    Dokumen20 halaman
    PPTB Bo
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Ensefalitis (Anya)
    Ensefalitis (Anya)
    Dokumen1 halaman
    Ensefalitis (Anya)
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Referat LALA
    Referat LALA
    Dokumen25 halaman
    Referat LALA
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi: Disusun Oleh
    Imunisasi: Disusun Oleh
    Dokumen21 halaman
    Imunisasi: Disusun Oleh
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Hemoptisis Puty
    Hemoptisis Puty
    Dokumen31 halaman
    Hemoptisis Puty
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • PH
    PH
    Dokumen8 halaman
    PH
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Paper Otomikosis
    Paper Otomikosis
    Dokumen12 halaman
    Paper Otomikosis
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat
  • Tonsilitis
    Tonsilitis
    Dokumen24 halaman
    Tonsilitis
    Maiyusvela Eka Crisna
    Belum ada peringkat