Anda di halaman 1dari 16

1.

ANATOMI PENCERNAAN BAGIAN BAWAH


1.1 MAKROKSOPIS

Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:


A. Duodenum: bentuknya melengkung seperti huruf C. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum
merupakan tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini
dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner
untuk memproduksi getah intestinum. Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum.

B. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas intestinum minor. Dengan perantaraan
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika
superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih
tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.

C. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5 m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di
sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter
dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke dalam
ileum.

Struktur usus besar


Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum
sampai kanalisani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm),
tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.
Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya
lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal
dalam muskulus ekterna membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut
dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan
akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran
sebanyak 500 ml/hari.
Bagian-bagian usus besar terdiri dari :
A. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang berisi
jaringan limfoit, menonjol dari ujung sekum.
B. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga divisi.
1. Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di sebelah kanan dan membalik secara horizontal
pada fleksura hepatika.
2. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri,
tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik.
3. Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara
di rektum.
C. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan
membuka ke eksterior di anus.

VASKULARISASI DAN INERVASI


1. Arteriae : berasal dari A.mesentrica superior, cabang –cabangnyamembentuk anyaman yaitu arcade jejunalis da ilei
A.ileocolica menujubagian bawah ileum
2. Vena : senama dengan arteri
3. Inervasi : simpatis dan parasimpatis berasal dari N. Vagus dari plexusmesentricus superior.

1
1.2 MIKROSKOPIS
Duodenum, Jejunum dan Illeum

Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan :


1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenuma, hampir lengkap
di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil, tempat lembaran visera dan
mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.
2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis usus halus. Ia
paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya stratum
longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang terakhir membentuk massa dinding usus.
Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara tunica
muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam
ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu, di sini
ditemukan neuroplexus meissner.
4. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam lipatan
sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup
dengan tonjolan, villi.

Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan
membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan valvula
koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan-lipatan
ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-
lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan
terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata
telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada permukaan luar
setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada
mikroskop cahaya.

Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tetapi, ada
beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna,
tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan
demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek
daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum
yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada
lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn (kelenjar intestinal)
terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus

DUODENUM

2
• Usus 12 jari, panjang 25 cm
• Epitel berlapis sel silindris dengan mikrovili membentuk striated borders
• Kel Brunner nyata, didalam sub mukosa
• Di lamina propria mengandung kelenjar intestinal
• Lamina propria juga mengandung serat serat jaringan ikat halus dengan sel retikulum , jaringan
limfoid difus dan atau limfonoduli
• Banyak tonjolan mirip jari yamg disebut vili
• Serosa tak sempurna, sebagian diganti adventisia
• Tempat bermuara duktus empedu dan pankreas

Gambaran
makroskopik duodenum

JEJENUM-ILEUM
 Tidak ada kelenjar duodenal ( brunner ) yang hanya terbatas pada bagian atas duodenum
 Dibagian akhir ileum terdapat kumpulan plaque peyeri dengan interval tertentu
 Didalam lumen terdapat vilus
 Epitel berlapis silindris dengan mikrovili dan sel goblet
 Tampak sebuah limfonodulus meluas dari lamina propria mukosa ke dalam submukosa ,
menerobos mukosa muskularis disekitarnya
 Villi jari paling besar
 Central lacteal berkembang sempurna, absorbsi maksimal
 Sel sel ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terlihat didalam jaringan ikat diantara lapisan
otot polos sirkular (dalam) dan longitudinal (luar) muskularis eksterna
 Di ileum terdapat sel khusus yang berfungsi untuk transport antigen dari lumen usus ke lapisan
bawah folikel limfoid, disebut Epitel asosiasi folikel (FAE)

jejenum

ileum

USUS BESAR (KOLON DAN MESENTRIUM)

3
 Kolon memiliki lapisan epitel,jaringan ikat, dan otot polos pada dindingnya seoerti pada usus
halus
 Di mukosa terdiri atas sel epitel selapis silindris, kelenjar intestinal , lamina propria dan
muskularis mukosa.
 Di submukosa dibawahnya mengandung sel dan jaringan ikat berbagai pembuluh darah dan
saraf
 Tampak kedua lapisan otot polos di muskularis eksterna.
 Serosa (peritoneum viseral dan mesentrium menutupi daerah kolon transversum dan kolon
sigmoid.
 Kolon tidak memiliki plika sirkularis dan vili, akibatnya permukaan lumen tampak licin.
 Didalam lamina propria dan submukosa dinding kolon dapat dijumpai limfonduli berbagai
ukuran.
 Lapisan sirkular dalam utuh , sedangkan lapisan longitudinal luar terbagi dalam tiga untaian
besar memanjang yang disebut taenia koli
 Sel ganglion parasimpatis pleksus saraf mientericus (auerbach) terdapat diantara kedua lapisan
otot muskularis eksterna
 Kolon transversum dan kolon sigmoid melekat ke tubuh oleh mesentrium
 Serosa merupakan bagian terluar , menutupi kolon transversum dan kolon sigmoid , tetapi
kolon ascendens dan descendens letaknya retroperitoneal dan lapisal luar permukaan
posteriornya adalah tunika adventitia

APPENDIKS
 Epitel berlapis dengan banyak sel goblet
 Lamina propria dibawahnya mengandung kelenjar intestinal (kripti lieberkuhn) dan mukosa
muskularis
 Kelenjar intestinal pada appendiks kurang berkembang , lebih pendek dan berjauhan letaknya
 Jaringan limfoid difus didalam lamina propria sangat banyak dan sering terlihat sampai ke
submukosa
 Submukosa sangat vaskuler dan banyak pembuluh darah
 Sel sel ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terlihat didalam jaringan ikat diantara lapisan
otot polos sirkular (dalam) dan longitudinal (luar) muskularis eksterna
 Lapisan terluar adalah serosa

REKTUM
 Epitel permukaan lumen dilapisi sel sel silindris dengan sel goblet
 Kelenjar intestinal , sel lemak dan sebaran limfonoduli didalam lamina propria serupa dengan
yang ada di kolon, namun kelenjar yang ada lebih panjang dan rapat dan terutama terdiri atas
sel goblet

4
 Dibawah lamina propria terdapat mukosa muskularis otot polos
 Sel sel ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terlihat didalam jaringan ikat diantara lapisan
otot polos sirkular (dalam) dan longitudinal (luar) muskularis eksterna
 Tunika adventitia menutupi bagian rektum dan serosa menutupi sisanya. Banyak pembuluh
darah terlihat di submukosa dan adventitia

ANAL CANAL
 Mukosa berganti dengan kulit.
 Tunika mukosa membentuk 5-10 lipatan longitudinal (columna analis Morgagni)
 Columna Morgagni terbentuk dari lipatan mukosa, sub mukosa dan beberapa serat otot polos
 Ujung distal columna analis dihubungkan oleh lipatan mukosa berbentuk bulan sabit kecil,
valvula analis.
 Valvula analis membentuk sejumlah resesus kecil disebut sinus analis atau Kriptus Morgagni.
 Valvula dan sinus analis membentuk garis bergelombang linea pectinata
 Lapisan otot sirkular muskularis eksterna bertambah tebal di bagian atas liang anus dan
membentuk sfingter ani interna.
 Dibagian bawah liang anus sfingter ani diganti oleh otot rangka yaitu sfingter ani eksterna.
 Diluar sfingter ini terdapat muskulus levator ani. Lapisan longitudinal muskularis eksterna
menipis dan hilang di jaringan ikat sfingter ani eksterna.

( Young, et al. 2000 ,


Junqueira, et al. 2007)

2. ILEUS OBSTRUKTIF
2.1 DEFINISI
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali
menutup atau menganggu jalannya isi usus.
(Sabara. 2007)
2.2 ETIOLOGI
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh:
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari
semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses
inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari
pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal) merupakan
yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan penyebab tersering pada
pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan
mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor
metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai
petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi
atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus
lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke
traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.

5
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma
operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan
sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

(Doherty et al. 2003)

2.3 KLASIFIKASI
2.4 PATOFISIOLOGI
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena
sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan
penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik untuk menyebabkan bakteriemia
(Price & Wilson, 1995).

Patofisiologi Ileus
Obstruksi

Segera
setelah
timbulnya ileus
obstruktif pada
ileus
obstruktif
sederhana,
distensi
timbul tepat
proksimal dan

menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi
usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode.
Gelombang peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di
didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran
auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi
lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah
dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan
distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan
konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar,
muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan

6
cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria.
Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi
dan syok
(Sabiston, 1995).

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada :


1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus

Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan
respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus
diperiksa (Winslet, 2002). Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia
sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas
tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada
ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam
abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya
waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada
saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi
terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai

Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan cairan yang
terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu. Setelah ia mereda, maka muntah
tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan
terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus
obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk
(fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan
isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi.

Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin membesar bila semakin ke distal
lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa
minimal atau absen pada keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus. Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
konstipasi absolut ( dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan
mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus
distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus,
usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini
memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus
besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan
pengganti obstipasi.

Dehidrasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah yanbg berulang-ulang dan
pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung
dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder. Hipokalemia bukan
merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat
dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia. Pada ileus
obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus
halus, tetapi intensitasnya lebih rendah. Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai
menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal kompeten. Muntah-muntah fekulen
paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan kebiasaan berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi
karena karsinoma dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi
dengan ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu minggu

(Sabiston, 1995)

2.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis

7
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam
perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar
umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus
halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan
peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah
dan menggeliat sewaktu serangan kolik
b) Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance
musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
c) Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’)
diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.

3. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukositosis (shift to the left)
b. Elevasi serum amilase

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian
berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Sering didapatkan peningkatan serum
amilase. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah
berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda - tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

4. Pemeriksaan Radiologi
Ditemukan usus halus berisi gas dan cairan. Ditemukan massa “coffe bean “. Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step
ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Pada kolon
bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang
reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus.
Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi. CT scan kadang - kadang
digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit
dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.

5. Pemeriksaan colok dubur


o Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
o Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
o Feses yang mengeras : skibala
o Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
o Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
o Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

(Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007)

Diagnosis banding: Apendisitis, adanya massa diperut yang disebabkan oleh volvulusi atau invaginasi, trauma abdomen.

(Sjamsuhudajat & Jong, 2004)

2.7 TATALAKSANA
Terapi umum
1.Istirahat

 Dirawat di ruangan gawat darurat


 Segera pasang sonde lambung (NGT)
 Selang rectal
 Pasang kateter

8
2.Diet

 Pasien puasa
 Nutrisi perenteral total sampai ada bising usus atau mulai flatus

3.Medikamentosa
Obat pertama :

 Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus


 Antibiotik

OBAT ANTIEMETIK
• Antagonis reseptor H1
• Antagonis reseptor muskarinik
• Antagonis reseptor dopamin
• Antagonis reseptor serotonin
• Cannabinoid
• Steroid

Antagonis reseptor H1
• Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
• Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada CTZ
• Efektif utk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada lambung
• Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
• Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
• KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)

Antagonis reseptor muskarinik


• Hyoscine
• Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
• Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
• Puncak antiemetik : 1-2 jam
• ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin

Antagonis reseptor dopamin


• Metoklopramid
• Domperidone • Phenothiazine

Metoklopramid
• Bekerja di CTZ
• P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
• ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak2 dan dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah
• Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
• Efek pada motilitas usus → diare

Domperidone
• Antagonis reseptor D2
• Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
• ES : diare

Phenothiazine
• Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai antiemetik
• Triethylperazine → hny sbg antiemetik
• Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
• Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
• Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin dan muskarinik
• Pemberian p.o., rektal, atau parenteral

Antagonis serotonin
• Serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh CNS atau lambung a transmitter emesis
• Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
• Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
• Pemberian p.o, injeksi IV pelan, infus

9
• T1/2 5 jam
• ES : sakit kepala, gangguan GIT

Cannabinoid
• Nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn rangsangan pada CTZ
• Pemberian : p.o, absorpsi baik
• T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
• ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi postural, halusinasi, dan reaksi psikotik

Steroid
• Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
• Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
• Mekanisme kerja → blm diketahui
• Sinergisme dg ondansetron

MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR

PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi

Bulk Laxative
• Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
• Polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
• Mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa hari
• ES : ringan

Osmotic Laxative
• Pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan volume cairan di lumen bowel→ mempercepat
transfer makanan ke usus halus →massa yg sangat besar masuk kolon → distensi →ekspulsi faeces
• Pencahar salin → garam MgSO4 dan Mg(OH)2
• Laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon → fermentasi → asam laktat dan asam asetat →
osmotik laksatif
• Efek baru timbul 1 – 2 hari

Faecal Softener
• Docusate sodium
• Menghasilkan feses yg lebih lumak
• Efek stimulan laksatif lemah

Stimulant Purgative
• Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
• Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
• ES : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
• Bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
• Sodium picosulfat → p.o.
• Preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam

OBAT YANG MENINGKATKAN MOTILITAS GIT

DOMPERIDONE
• Antagonis reseptor D2 a antiemetik
• Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya a menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah a
meningkatkan motilitas GIT
• Tidak menstimulasi sekresi asam lambung
• Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis
• ES : hiperprolaktinemia

METOKLOPRAMID
• Efek sentral → antiemetik
• Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi asam lambung

10
• Efeknya kecil pada motilitas usus bag. bawah
• Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik

CISAPRIDE
• Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT bag. atas
• Digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak mempunyai efek antiemetik
• ES : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi seperti elektrolit (kimia darah dan mineral) tidak seimbang, dehidrasi , lubang (perforasi) pada
usus infeksi, penyakit kuning (menguningnya kulit dan mata). Jika obstruksi memblok suplai darah ke usus, dapat
menyebabkan infeksi dan kematian jaringan (gangren). Risiko kematian jaringan terkait dengan penyebab penyumbatan dan
berapa lama setelah muncul. Hernia, volvulus, dan intususepsi membawa risiko gangren yang lebih tinggi.
Pada bayi yang baru lahir, ileus paralitik yang menghancurkan dinding usus (necrotizing enterocolitis) mengancam nyawa dan
dapat menyebabkan infeksi darah dan paru-paru.

2.9 PENCEGAHAN
Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini mungkin baik pencegahan primordial, primer, sekunder dan tersier
untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Demikian juga pada penyakit ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya ileus obstruktif dan menghindari akibat fatal yang disebabkan ileus obstruktif.
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor risiko terhadap ileus
obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan atau memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif
atau dengan melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam menjaga kesehatannya
oleh kemampuan masyarakat.
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat
menjadi sakit. Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk
mengadakan pencegahan pada masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :
a. Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b. Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh
c. Diet Serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyakit.
Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan.
d. Untuk membantu mencegah kanker kolorektal, makan diet seimbang rendah lemak dengan banyak sayur dan buah, tidak
merokok, dan segera untuk skrining kanker kolorektal setahun sekali setelah usia 50 tahun.
e. Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan mungkin memaksa satu
bagian dari usus untuk menonjol melalui daerah rentan dinding perut Anda.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara mendeteksi secara dini, dan
mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif
Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan menghindari komplikasi yang
dapat memperparah keadaan. Tindakan perawatan post operasi serta melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin.

2.10 PROGNOSIS
Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah > 36 jam mortalitasnya 25% sedangkan pasien yg dilakukan tindakan bedah < 36
jam mortalitasnya 8%. jika penyebabnya karsinoma, maka prognosisnya buruk.

3. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi
foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi
usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara
lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan gelung usus yang berbentuk U yang
dibedakan dari dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif
palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus

11
dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus.
Keadaan selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap
merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan
biaya yang sedikit.

Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus


Temuan Radiologis Osbtruksi Mekanik Ileus
Air-fluid Level Present proximal to obstruction Prominent throughout
Gas in small intestine Large bowel shape loops; stepladder Gas present diffusely; moveable
pattern
gas ini colon Absent or diminished Increase throughout
Thickened bowel wall Present if chronic or strangulation Present with inflamation
Intraabdominal fluid Rare Often present
Diapraghm Slightly elevated; normal motion Elevated; decrease motion
Gastrointestinal contrast media Rapid progression to point of Slow progression to colon
obstruction

Gambar 2.6 Dilatasi usus (Nobie, 2009) Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan
“string of pearls” sign (Nobie, 2009)

Gambar 2.8 Herring bone appearance Gambar 2.9 Coffee bean appearance

12
Gambar 2.10 Step ledder sign (Nobie, 2009)

a. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika
pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan
foto polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan
kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras.
Barium merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak
terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan penggunaannya
harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)

Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009)

b. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan menyingkirkan
penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat
membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma
dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm
pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk
mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal,
dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan kolon yang
mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi
gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan
dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras
intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari
abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.

13
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah (<50%) untuk mendeteksi
grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie,
2009)

Gambar 2.12 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium


(Khan, 2009)

Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus yang tidak diikuti dengan
distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)

c. CT enterography (CT enteroclysis)


Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis. Pemeriksaan ini merupakan
pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor,
operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat dilakukan
evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai
dengan penggunaan kontras dalam jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan
CT biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs
94%).(Nobie, 2009)
d. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya obstruksi. MRI juga
efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain
kurang terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie,
2009)

Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif

14
e. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat pergerakan
dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi.
USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain,
USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus
paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%. (Nobie, 2009)

Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium (Khan, 2009)

Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi multiple dari usus halus akibat
invaginasi (Hagen-Ansert, 2010
4. PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
5. TINDAKAN OPERASI MENURUT AJARAN ISLAM
Dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medis dengan syarat-syaratnya, dan bahwa
tidak ada dosa atas seorang muslim melakukannyauntuk meraih kesembuhan dari penyakit yang Allah ujikan kepadanya dengan
izin Allah.
Adapun dalil-dalil tersebut maka ia sebagai berikut:
Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).
Dalam ayat ini Allah memuji orang yang berusaha menghidupkan dan menyelamatkanjiwa dari kematian dan sudah
dimaklumi bahwa dalam banyak kasus operasi medis menjadisebab terselamatkannya jiwa dari kematian yang hampir dipastikan.
Tidak sedikit penyakit di mana kesembuhannya tergantung setelah Allah kepadaoperasi medis, tanpa operasi penyakit
penderita akan memburuk dan membahayakannya,jika tim medis melakukannya dan penderita sembuh dengan izin Allah berarti
mereka telahmenyelamatkannya. Tanpa ragu ini termasuk perbuatan yang dipuji oleh ayat di atas
 Hadits hijamah (berbekam)
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari).
Dari Jabir bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata, “Aku tidak meninggalkan tempat ini sebelum kamu
berbekam karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Padanya terdapat kesembuhan”. (HR. Al-Bukhari).
Hadits tersebut menetapkannya disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi bahwahijamah dilakukan dengan
membedah atau menyayat tempat tertentu pada tubuh untukmenyedot darah kotor dan membuangnya. Jadi disyariatkannya
hijamah merupakan dasardibolehkannya membedah tubuh untuk membuang penyakit atau penyebab penyakit.

 Hadits Jabir bin Abdullah


Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Kaab maka tabib tersebut
memotong pembuluh darahnya dan menempelnya dengan besi panas”. (HR. Muslim).
Dalam hadits ini Nabi SAW menyetujui apa yang dilakukan oleh tabib tersebut terhadap Ubay bin Kaab, dan apa
yang dilakukan oleh tabib tersebut adalah salah satubentuk operasi medis yaitu pemotongan terhadap anggota tertentu.

15
Kemudian dari sisi pertimbangan kebutuhan penderita kepada operasi yang tidaklepas dari dua kemungkinan yaitu
menyelamatkan hidup dan menjaga kesehatan,pertimbangan yang dalam kondisi tertentu bisa mencapai tingkat dharurat maka
tidak adaalasan yang rajih menolak operasi medis.
Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak membolehkansecara mutlak, syariat meletakkan
larangan pada tempatnya dan pembolehan padatempatnya, masing-masing diberi hak dan kadarnya.
Jika operasi medis memenuhi syarat-syarat yang diletakkan syariat maka dibolehkankarena dalam kondisi ini target
yang diharapkan yaitu kesembuhan dengan izin Allah bisadiwujudkan, sebaliknya jika tim medis berpandangan bahwa operasi
tidak bermanfaat, tidak mewujudkan sasarannya atau justru menambah penderitaan penderita maka dalam kondisi ini syariat
melarangnya.
Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islam dalam buku-buku mereka, syarat-
syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.
 Hendaknya operasi medis disyariatkan.
 Hendaknya penderita membutuhkannya.
 Hendaknya penderita mengizinkan.
 Hendaknya tim medis menguasai.
 Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
 Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
 Hendaknya operasi medis berakibat baik.
 Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita

16

Anda mungkin juga menyukai