Anda di halaman 1dari 49

Di Indonesia, Kasus Kanker Payudara dan

Serviks Tertinggi

Ilustrasi kampanye mencegah kanker. (xamthonenature.com)

Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemkes) mencatat dari sekian banyak kanker yang
menyerang penduduk Indonesia, kanker payudara dan kanker leher rahim (serviks) tertingi
kasusnya di seluruh Rumah Sakit (RS).

Berdasarkan Sistem Informasi RS (SIRS), jumlah pasien rawat jalan maupun rawat inap pada
kanker payudara terbanyak yaitu 12.014 orang (28,7%) dan kanker serviks 5.349 orang (12,8%).

Baru disusul kanker leukimia sebanyak 4.342 orang (10,4%, lymphoma 3.486 orang (8,3%) dan
kanker paru 3.244 orang (7,8%). Sementara berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi
kanker di Indonesia sendiri sudah mencapai 1,4 per 1000 penduduk, dan merupakan penyebab
kematian nomor tujuh.

Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemkes, dr Ekowati Rahajeng, mengungkapkan


permasalahan kanker di Indonesia tidak jauh berbeda dengan negara berkembang lainnya, yaitu
sumber dan prioritas penanganannya terbatas. Penanganan penyakit kanker di Indonesia
menghadapi berbagai kendala yang menyebabkan hampir 70% penderita ditemukan dalam
keadaan sudah stadium lanjut.

Di antaranya masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit


kanker. Ini terkait dengan umumnya orang mempercayai mitos. Misalnya, bahwa kanker tidak
dapat dideteksi, tidak bisa dicegah dan disembuhkan.

"Pada kenyataannya dengan perkembangan teknologi saat ini kanker bisa dideteksi dini. Kanker
juga bisa dikatakan sebagai penyakit gaya hidup karena dapat dicegah dengan melakukan gaya
hidup sehat dan menjauhkan faktor risiko terkena kanker," kata Ekowati dalam temu media
tentang Hari Kanker Sedunia, yang diperingati setiap tanggal 4 Februari, di Jakarta, Selasa (4/2).
Secara nasional, tema Hari Kanker Sedunia tahun 2014 mengangkat soal mitos yang menjadi
salah satu kendala penanganan kanker di Indonesia.

Padahal, menurut Ekowati , lebih dari 40% dari semua kanker dapat dicegah. Bahkan beberapa
jenis yang paling umum, seperti kanker payudara, kolerektal, dan leher rahim dapat disembuhkan
jika terdeteksi dini.

Bahkan kanker tidak harus menjadi genetik murni karena bisa dicegah apabila menghindari
faktor risikonya, seperti terpapar asap rokok, diet rendah serat, paparan sinar ultraviolet, dan
berhubungan seksual yang tidak sehat.

Kendala lainnya, kata Ekowati, yaitu belum ada program deteksi dini massal yang terorganisir
secara maksimal. Saat ini capaian deteksi dini kanker, khusus leher rahim dan payudara mauh
jauh dari harapan.

Dari seluruh penduduk berusia 30 sampai 50 tahun yang berisiko tinggi sebanyak 36,7 juta lebih,
yang mendapatkan deteksi dini baru 1,75% atau 644.951 jiwa. Padahal target pemerintah adalah
80%.

"Kalau tidak bahu membahu susah tercapai. Karena banyak faktor kendala, meskipun Kemkes
sendiri sudah menyediakan deteksi dini baik itu melalui metode IVA, cryo, dan suspect leher
rahim di seluruh
puskesmas di daerah," katanya.

Di samping itu, keterbatasan masyarakat untuk memperoleh pengobatan yang berkualitas karena
masalah ekonomi dan transportasi juga menjadi kendala. Namun, kini masyarakat tidak perlu
khawatir kerena adanya
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) semua pemeriksaan dan pengobatan kanker di fasilitas
kesehatan dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

"Khusus deteksi dini payudara dan serviks sudah dijamin dalam program JKN. Bahkan Perpres
69/2013 menjamin bahwa pemeriksaan dan cryo terapi ditamggung dengan nilai sekitrar Rp150,
dan IVA sebesar Rp25.000 per orang," katanya.

Yang belum dikaver adalah perawatan paliatif untuk pasien yang hidup dengan kanker. Selain
rasa sakit luar biasa sebagai efek dar terapi, biaya yang dikeluarkan sangat mahal. Namun,
Kemkes sedang mengupayakan agar paliatif masuk dalam JKN.

Selain itu, faktor sosial kultur masyarakat yang tidak menunjang, seperti percaya pada
pengobatan alternatif, tradisional atau dukun juga menjadi kendala.

Sementara Ketua Umum Perhimpunan Onkolog Indonesia (POI), Drajat Suardi, mengatakan
penyakit kanker di Indonesia masih seperti fenomen gunung es. Hanya sedikit kasus yang
terungkap, tetapi kondisi riilnya
jauh lebih besar dan tidak terjangkau.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2005 memprediksikan kematian akibat kanker
sebanyak 7 juta jiwa di dunia. Sedangkan kasus baru sebanyak 11 juta, dan yang masih hidup
dengan kanker sebanyak 25
juta orang.

Tetapi pada tahun 2030, jumlah ini akan meningkat drastis. Kematian meningkat tiga kali lipat,
yaitu 17 juta orang, kasus baru menjadi 27 juta orang, dan yang hidup dengan kanker naik 75
juta orang. Sementara
di Indonesia, orang yang meninggal karena kanker meningkat 200% dan yang hidup dengan
kanker 300%. Sementara 70% negara di dunia adalah negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Oleh karena itu kita perlu langkah antisipasi sekarang, supaya prediksi ini tidak terjadi. Salah
satu pijakan untuk kita bergerak adalah registrasi kanker," katanya.

Sayangnya, kata Drajat, data kanker di Indonesia masih sebatas di rumah sakit, belum pendataan
berbasis komunitas atau langsung di masyarakat. Meskipun butuh waktu panjang, registrasi
berbasis komunitas ini penting mengetahui kasus riil di masyarakat guna prediksi ke depan dan
bentuk penanganannya.

Untuk penanganan kanker di Indonesia, Ekowati menambahkan, diprioritaskan pada jenis yang
tertinggi. Kegiatan penemuan kasus kanker terutama dilakukan melalui deteksi dini pada stadium
awal, sehingga lebih cepat diobati dan peluang sembuh lebih besar.

Sedangkan skrining ditujukan kepada orang ytang asimptomatik (tidak bergejala), sehingga
dapat diobati sebelum menjadi kanker. Contohnya, kanker serviks dilakukan skrining dengan
metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) untuk menemukan lesi prakanker.

Program ini, lanjut Ekowati, disertai dengan penemuan dan tatalaksana kanker serta program
paliatif kanker guna meningkatkan kualitas hidup, juga memperpanjang umur harapan hidup
penderita stadium lanjut.

Untuk deteksi dini kanker serviks dan payudara dilakukan melalui pemeriksaan IVA dan Clinical
Breast Examination (CBE). Sampai saat ini sudah terlaksana di 32 provinsi, 207 kabupaten, dan
717 puskesmas.

Kemkes juga menciptakan pelatih yang akan melatih tenaga puskesmas untuk siap melakukan
deteksi dini. Saat ini sebanyak 184 pelatih yang disiapkan.

"Tahun ini kita akan mempercepat pelatihan, sehingga semua tenaga puskesmas terlatih dan siap
melakukan deteksi dini kanker serviks dan payudara secara massal. Karena wanita usia 30
sampai 50 tahun setidaknya dalam 5 tahun sekali perlu melakukan deteksi dini untuk kedua
kanker tersebut," katanya.

http://www.beritasatu.com/kesehatan/164592-di-indonesia-kasus-kanker-payudara-dan-serviks-
tertinggi.html
ANGKA KEMATIAN WANITA OLEH KANKER SERVIK
Kanker serviks merupakan jenis penyakit berbahaya yang menyerang wanita. Penyebab utama kanker
serviks (kanker leher rahim) adalah human papilloma virus (HPV) atau virus papiloma manusia. Virus ini
ditemukan pada 77% perempuan yang terjangkit HIV-positif dan sisa nya kepada wanita siapa saja.

Bahkan kanker ini akan menyerang siapa saja dalam rentan usia yang tak terbatas. Perempuan tidak
sadar ketika Human Papiloma Virus (HPV) menyerangnya. Dan biasanya akan menimbulkan keluhan ata
gejala saat penyait sudah berada pada stadium lanjut.

Menurut WHO jumlah penderita kanker di dunia setiap tahun bertambah sekitar 7 juta orang, dan dua
per tiga diantaranya berada di negara-negara yang sedang berkembang. Jika tidak dikendalikan,
diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun
2030. Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang (International
Union Against Cancer /UICC, 2009).

Di Indonesia kanker serviks sendiri merupakan ancaman bagi wanita karena sesuai data yang ditemukan
setiap hari 40 wanita yang dinyatakan kanker serviks , 20 diantaranya meninggal dunia. Di dunia setiap
dua menit sekali wanita yang telah terdiagnosa kanker serviks meninggal dua menit sekali.

Dimana tiap tahun diperkirakan terdapat 100 penderita baru per 100.000 penduduk. Ini berarti dari
jumlah 237 juta penduduk, ada sekitar 237.000 penderita kanker baru setiap tahunnya. Sejalan dengan
itu, data empiris juga menunjukkan bahwa kematian akibat kanker dari tahun ke tahun terus meningkat.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, sekitar 5,7 % kematian semua umur disebabkan oleh kanker
ganas. Menurut Prof. Tjandra Yoga, di Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per 1000
penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi,
cedera, perinatal, dan DM (Riskesdas, 2007).
Sedangkan berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara
menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%), disusul kanker
leher rahim (11,78%).
Faktor risiko yang menyebabkan tingginya kejadian kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7%,
obesitas umum penduduk berusia ≥ 15 tahun pada laki-laki 13,9% dan pada perempuan 23,8%.
Prevalensi kurang konsumsi buah dan sayur 93,6%, konsumsi makanan diawetkan 6,3%, makanan
berlemak 12,8%, dan makanan dengan penyedap 77,8%. Sedangkan prevalensi kurang aktivitas fisik
sebesar 48,2% (data Riskesdas tahun 2007).
Tingginya tingkat kematian akibat kanker terutama di Indonesia antara lain disebabkan karena
terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya kanker, tanda-tanda dini dari kanker, faktor-
faktor resiko terkena kanker, cara penanggulangannya secara benar serta membiasakan diri dengan pola
hidup sehat. Tidak sedikit dari mereka yang terkena kanker, datang berobat ketempat.

http://ginekologimetropole.blogspot.com/2013/12/angka-kematian-wanita-oleh-kanker-servik.html

TEMPO Interaktif, Jakarta - Penyakit seksual sering kali diidentikkan dengan perilaku seks
bebas atau perilaku seks menyimpang. Begitu juga dengan penyakit kanker serviks. Kanker
serviks adalah kanker yang menyerang bagian leher rahim (serviks). Letaknya antara lubang
sanggama (vagina) dan rahim (uterus). Kanker ini menyerang kaum hawa.

Kanker ini disebabkan oleh human papilomma virus (HPV). Ada 100 tipe HPV. Namun yang
paling banyak menyebabkan kanker serviks adalah tipe 16 dan 18. Dua tipe ini menyebabkan 70
persen kanker serviks di seluruh dunia. Sisanya disebabkan oleh HPV tipe lain, di antaranya 31,
33, dan 45.

Prof Dr dr Andrijono, Sp.OG (K), menyatakan kanker serviks ditularkan melalui kontak kulit,
umumnya melalui hubungan seks. Umumnya yang terserang adalah mereka yang pernah
berhubungan seks atau yang sudah menikah. "Tapi tanpa penetrasi seks, bisa saja tertular," kata
Ketua Kehormatan Asia-Oceania Research Organization in Genital Infection and Neoplasia itu.

Andrijono menyatakan HPV adalah virus yang umum, yang mungkin juga menular melalui kulit
tangan. "Makanya, jaga selalu kebersihan tangan," kata dia berpesan. Selain itu, kanker mulut
juga mungkin berkaitan dengan HPV. Ini diduga karena melakukan seks oral.
Namun kenapa pria tak bisa tertular? Pada pria, HPV bisa menyebabkan kanker kulit di bagian
alat vital, walau tak banyak. "Mungkin karena pria memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik
daripada wanita," ujarnya.

Menurut data Globocan 2008, kanker di seluruh dunia mencapai 530.232 kasus. Asia memiliki
312.990 kasus kanker serviks alias 59 persen. Baik dari jumlah global maupun di Asia, 58 persen
meninggal. Kanker serviks merupakan kanker terbanyak nomor dua di seluruh dunia maupun di
Indonesia. Menurut WHO, tiap tahun ada 500 ribu kasus baru kanker serviks di dunia.
Separuhnya berakhir dengan kematian dan hampir 80 persen kasus terjadi di negara
berpendapatan rendah.
Bagaimana dengan Indonesia? Andrijono menyatakan data kanker serviks secara nasional
memang susah.
Namun, berdasarkan data yang masuk ke rumah sakit, lebih dari 70 persen kasus kanker serviks
ditemukan saat sudah stadium lanjut. "Mereka umumnya telat memeriksakan," kata Andrijono.
Pasalnya, mereka awam mengenai penyakit ini. Padahal kanker serviks lama berkembang biak.
"Masa inkubasinya bisa sekitar 7 hingga 10 tahun," kata dia. Tapi ada juga yang berkembang
dengan cepat.

Di Indonesia, angka kejadian setiap satu jam seorang perempuan meninggal karena kanker
serviks. Andrijono mengusulkan kepada pemerintah agar tes deteksi kanker serviks menjadi
program nasional. Dalam pertemuan dua tahunan AOGIN di Bali dua pekan lalu, tema yang
dipilih adalah "Holistic Approach to Eradicate Cervical Cancer". Andrijono berharap, dengan
pendekatan yang menyeluruh, kanker serviks sudah bisa diketahui dan diobati sejak masih dalam
bentuk lesi pra-kanker.

Kanker serviks merupakan jenis kanker peringkat dua yang banyak menyerang kaum wanita.
Berdasarkan data statistik rumah sakit di Indonesia pada 2008, kanker payudara menduduki
peringkat pertama (13,8 persen). Kanker serviks mencapai 10,3 persen.

Menteri Kesehatan dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, PhD, menyatakan pemerintah sudah
mencanangkan tes deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks. "Kini sudah mencakup 14
provinsi atau 42 persen, yang tersebar di 68 kabupaten/kota," kata dia di Bali. Sasaran tes deteksi
dini adalah mereka yang berusia 30 hingga 50 tahun. Targetnya, pada 2014, semua provinsi
sudah terjamah oleh tes deteksi dini dengan metode IVA. Saat ini angka kejadian serviks adalah
17,6/100 ribu wanita.

Padahal biaya deteksi dini untuk pencegahan sangat murah dibanding biaya pengobatan.
Dari range usia, umumnya penderita kanker ini di rentang usia 30 tahun ke atas. "Tapi yang usia
18 tahun juga ada," kata dr Laila Nuranna, SpOG (K), salah satu pendiri Inisiatif Pencegahan
Kanker Serviks Indonesia (Ipkasi). Di Bali, tren penderita kanker serviks makin muda.

Menurut Prof Dr dr Ketut Suwiyoga, SpOG (K), dibanding 1980-an, pada 2010, rata-rata usia
penderita kanker serviks makin muda. Pada 1980-an, rata-rata penderita kanker serviks berada di
usia 52,5 tahun. "Tapi kini sudah di usia 39,2 tahun," kata guru besar obstetri dan ginekologi dari
Universitas Udayana ini. Menurut dia, hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup seks bebas.

Selain itu, faktor menikah dini. Menurut dr Ketut, menikah sebaiknya umur 20 tahun bagi
wanita. Pasalnya, jika masih muda atau di bawah usia itu, daya tahan tubuh wanita masih lemah
sehingga berisiko kena kanker serviks.

http://gaya.tempo.co/read/news/2011/03/30/060323807/waspada-kanker-serviks

Kesadaran untuk Deteksi Dini Kanker


Serviks Masih Rendah
Posted on Friday, July 4th, 2014 at 08:54.
Gerakan Nasional Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

Jakarta – Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Nila Moeloek menyayangkan masih
rendahnya angka kesadaran perempuan Indonesia untuk melakukan deteksi dini kanker leher
rahim atau serviks. Padahal, bila dideteksi dan ditemukan dini, tingkat kesembuhan jenis kanker
semacam ini lebih tinggi.

“[Diperkirakan] tingginya angka kasus kanker serviks di Indonesia karena tidak cepat terdeteksi.
Pada stadium awal, kanker ini tidak menimbulkan gejala atau keluhan sama sekali. Ketika
berobat, tahu-tahu sudah pada stadium lanjut. Cakupan skrining juga masih sangat rendah,
kurang dari lima persen,” kata Nila Moeloek saat acara pencanangan “Gerakan Nasional Deteksi
Dini Kanker Leher Rahim” yang digelar BPJS Kesehatan dan YKI di Tangerang, Kamid (26/6).

Kanker serviks disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) yang menyerang leher rahim
dan membutuhkan proses yang panjang antara 3-20 tahun untuk menjadi sebuah kanker.
Dijelaskan Nila Moeloek, penyebaran virus ini terjadi melalui hubungan seksual. Sehingga bila
seseorang sudah pernah melakukan hubungan intim, ia menyarankan untuk rutin melakukan
skrining IVA atau tes Papsmear.

“Bila ada keputihan dengan bau menyengat dan flek di luar masa menstruasi, kondisi ini juga
perlu dicurigai dan harus segera melakukan pemeriksaan. Namun sebaiknya melakukan skrining
sebelum timbul gejala karena biayanya jauh lebih murah. Apalagi pemerintah juga telah
menanggungnya lewat program Jaminan Kesehatan Nasional,” ujar dia.

Seperti diketahui, kanker serviks merupakan kanker terganas nomor dua yang menyerang kaum
perempuan setelah kanker payudara. Di Indonesia, prevalensi kasus kanker serviks cukup tinggi.
Berdasarkan data dari Globocan 2008, ditemukan 20 kasus kematian akibat kanker serviks setiap
harinya. Penyakit ini juga menjadi penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia.

http://yayasankankerindonesia.org/2014/kesadaran-untuk-deteksi-dini-kanker-serviks-masih-
rendah/
P2P- Penemuan Kasus HIV/AIDS pada Triwulan 1 Tahun 2014 sudah mencapai 31 orang, atau
rata-rata 10 kasus ditemukan selama kurun waktu 3 bulan. Sehinggaa apabila dikumulatifkan
dengan akhir tahun 2013 (774) sudah mencapai 805 kasus. Data dan fakta membuktikan bahwa
68% masih di dominasi kaum laki-laki, 85% kelompok umur produktif antara 21-40 tahun, dan
diantaranya 50% dengan status menikah, serta 50% dengan tingkat pendidikan telah menamatkan
SMA, Sedangkan kasus AIDS tercatat 77 kasus.

Perlu diketahui bahwa HIV/AIDS saat ini bukan milik populasi yang berisiko tinggi, tetapi
kenyataan lain membuktikan bahwa Ibu Rumah Tangga pun sudah mulai terancam bahkan
bayinya juga.

Hal lain pun mengalami pergeseran risiko seperti tahun-tahun sebelumnya pengguna narkoba
suntik mendominasi penyebab penularan tertinggi HIV, namun saat ini ternyata kalangan
heteroseks yang mendominasi. Perubahan ini tentunya didasari dari gencarnya program
penggunaan jarum suktik steril yang disediakan di layanan kesehatan, sehingga kasus di
penngguna narkoba suntik menurun. Tentunya hal ini perlu penelitian lebih jauh, faktor-faktor
apa saja yang dapat menurunnya kasus di penasun dan bisa meningkat di kelompok heteroseks.
Data di Kabupaten Cirebon untuk penularan HIV dari pengguna suntik semakin menyusut
dimana hanya 20%, tetapi dari heteroseks jauh sekali peningkatannya sehingga tercatat kurang
lebih menjadi 80%.

Dengan semakin meningkatnya penemuan kasus HIV, perlu kiranya disikapi dengan strategi
yang tepat dan cepat. Diantaranya adalah penyiapan layanan kesehatan di semua lini, baik di
Puskesmas, Rumah Sakit mapun di masyarakat sendiri. Dimana saat ini peranserta masyarakat
dalam penanggulangan HIV/AIDS sangat diperlukan, sehingga 3 Zero dapat diatasi melalui
layanan komprehesif yang berkesinambungan. Artinya sektor pemerintah, swasta, dunia usaha
dan masyarakat secara bersama-sama dan bersinergi dalam penanggulangannya.
Read more at http://dinkes.cirebonkab.go.id/artikel/tahun-2013-hivaids-di-kabupaten-cirebon-
kumulatif-774-kasus.html#oJt6b9Uyb4PvZQeb.99

Read more at http://dinkes.cirebonkab.go.id/category/news#W0cxGd6cd7ORRkwV.99

http://dinkes.cirebonkab.go.id/category/news

JUDUL HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR (WUS)
DENGAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS BULELENG I
Ni Made Sri Dewi L

Sari
Masih tingginya insiden kanker serviks di Indonesia disebabkan oleh kurangnya kesadaran
perempuan yang sudah menikah untuk melakukan deteksi dini (tes Pap smear atau tes IVA)
karena kurangnya pengetahuan mereka mengenai pentingnya pemeriksaan IVA.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi Penelitian adalah WUS yang ada di wilayah keja Puskesmas Buleleng I yang
berjumlah 10960 orang dan sampel berjumlah 40 orang, dengan teknik simple random sampling.
Instrumen kuesioner untuk data pengetahuan, sikapdan pemeriksaan IVA yang diuji dengan
analisis Regresi Logistik.

penelitian ini didapatkan pengetahuan WUS (p=0,007), sikap WUS (p=0,014) dan secara
simultan pengetahuan dan sikap WUS berpengaruh terhadap perilaku pemeriksaan IVA di
Puskesmas Buleleng I, Kecamatan Buleleng, sebesar 72,7%. Terdapat hubungan positif antara
tingkat pengetahuan dan sikap WUS dengan pemeriksaan IVA di Puskesmas Buleleng I.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap WUS, Perilaku pemeriksaan IVA

http://jurnal.pasca.uns.ac.id/index.php/pdpk/article/view/229

Bahaya Kanker Serviks Bagi Wanita


Menurut perkiraan Departemen Kesehatan saat ini ada sekitar 200 ribu kasus setiap tahunnya.Penderita kanker
mulut rahim di Indonesia ternyata jumlahnya sangat banyak. Menurutperkiraan Departemen
Kesehatan saat ini ada sekitar 100 kasusper 100 ribu penduduk atau200 ribu kasus setiap tahunnya. Selain itu, lebih
dari 70 persen kasus yang datang ke rumahsakitditemukan dalam keadaan stadium lanjut.Menurut Dr.
Bambang Dwipoyono SpOG dari divisi Kanker Ginekologik RS Kanker DharmaisJakarta, faktor
resiko epidemiologik penyumbang terjadinya dan berkembangnya kanker serviksadalah infeksi virus
papiloma manusia atau Human Virus Papilloma (HVP). Akibat yangditimbulkan penyakit ini
diantaranya berupa penurunan harapan hidup, lamanya penderitaan,dan tingginya biaya pengobatan.
“Karena itu upaya prevensi harus mulai dilakukan,” tegasBambang.Dia menyebutkan, berdasarkan data
RS Kanker Dharmais, pasien yang menderita kanker serviks pada stadium lanjut pada tahun 1993-1997 sebanyak
710 kasus baru. Sebesar 65persen pasien datang pada stadium lanjut (IIB-IV). Angka ketahanan hidup dalam dua
tahunstadium lanjut tersebut berkisar 53,2 persen dan untuk stadium awal hampir 90
persen.Bambang juga menambahkan, penelitian yang dilakukan Bank Dunia mendukung pendapatbahwa
program penapisan kanker serviks tak hanya menyelamatkan jiwa tapi juga biaya yangdikeluarkan jadi murah.
Sebagai perbandingan, program penapisan untuk satu orang untuksetiap lima tahun menghabiskan US$100 dan
wanita tersebut masih dapat bekerja karenaterhindar dari kanker serviks. Tapi di sisi lain, biaya
pengobatan kanker US$2600 dan wanitatersebut tak dapat bekerja lagi.Penelitian yang dilakukan oleh
Wartiman dkk tahun 1999 mendapatkan 75,56% penderita di 16rumah sakit di Jawa Barat menunjukkan
tingginya kejadian kanker serviks meningkatan duakali lipat pada perempuan yang mulai berhubungan seksual
sebelum usia 16 tahun dankejadian kanker serviks meningkat pada perempuan yang berganti-ganti
pasangan.Akibat yang ditimbulkan penyakit kanker mulut rahim diantaranya berupa penurunan harapanhidup,
lamanya penderitaan, dan tingginya biaya pengobatan. Berdasar data DepartemenKesehatan, di Indonesia terdapat
90-100 kasus kanker leher rahim per 100.000 penduduk.Setiap tahun terjadi 200.000 kasus kanker
serviks (Ca Serviks). Memang tidak semua kanker berakibat kematian, namun setidaknya kanker ini
menurunkan kualitas hidup manusia,khususnya perempuan.Jika menilik perjalanan penyakit itu, menurut
Bambang, hampir 90 persen kasus berasal dariepitel permukaan (epitel skuamosa). Didapatkan suatu keadaan
yang disebut pembakal kanker atau prakanker. Keadaan tersebut dimulai dari yang bersifat ringan sampai menjadi
karsinomain situ yang semuanya dapat didiagnosa dengan skrining atau penapisan. Dalam
prosesperkembangannya, dapat terjadi perubahan atau perpindahan daru satu tingkat ke tingkat yanglain. “Dari
yang ringan ke yang lebih berat atau sebaliknya,” papar Bambang.Terjadinya perubahan tersebut diperlukan
keadaan yang “cocok”, sehingga untuk menjadikanker diperlukan waktu 10-20 tahun. Namun jika sudah menjadi
kanker stadium awal, penyakitini dapat menyebar ke daerah di sekitar mulut rahim.Kondisi prakanker sampai
karsinoma in situ (stadium 0) sering tak menunjukkan gejala karenaproses penyakitnya berada di dalam lapisan
epitel dan belum menimbulkan perubahan yangnyata dari mulut rahim. Pada akhirnya gejala yang ditimbulkan
adalah keputihan, perdarahanpaska sanggama dan pengeluaran cairan encer dari vagina. Lalu jika sudah menjadi
invasive
http://www.scribd.com/doc/78299717/CA-SERVIK#scribd

Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit tidak menular
(Non-communicable diseases atau NCD). NCD merupakan penyebab kematian terbesar di dunia.
Dari 57 juta kematian pada tahun 2008, 63% (36 juta kematian) disebabkan oleh NCD, terutama
oleh karena penyakit kardiovaskuler (17 juta kematian), kanker (7,6 juta kematian), penyakit
paru kronis (4,2 juta kematian) dan diabetes (1,3 juta kematian). Sekitar seperempat dari jumlah
kematian akibat NCD di dunia terjadi pada usia sebelum 60 tahun. Angka kematian akibat NCD
lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah seluruh kematian karena penyebab lainnya. Berbeda
dengan pendapat secara umum, 80% kematian akibat NCD justru terdapat di negara-negara
dengan berpendapatan rendah-menengah. NCD merupakan penyebab kematian tertinggi di
sebagian besar negara-negara di Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara dan Pasifik
Barat (WHO, 2010).

Kematian akibat NCD diproyeksikan meningkat 15% secara global antara tahun 2010 dan 2020,
hingga mencapai 44 juta kematian. Peningkatan tertinggi (diperkirakan sebesar 20%) akan terjadi
di negara-negara Afrika, Asia Tenggara dan Mediterania Timur. Akan tetapi negara-negara yang
diperkirakan mempunyai jumlah angka kematian tertinggi pada tahun 2020 adalah Asia
Tenggara (10,4 juta kematian) dan Pasifik Barat (12,3 juta kematian) (WHO, 2010).

Pada dekade mendatang, kanker diprediksi sebagai penyebab kesakitan dan kematian yang
semakin penting di seluruh dunia. Tantangan untuk pengendalian kanker sangat besar, ditambah
dengan karakteristik populasi dengan usia yang semakin lanjut. Oleh karenanya, peningkatan
prevalensi penyakit kanker sulit dihindari. Diperkirakan pada tahun 2008 terdapat 12,7 juta
kasus kanker baru, dan angka ini diprediksi menjadi sebesar 21,4 juta kasus pada tahun 2030.
Dua pertiga kasus tersebut terdapat di negara-negara dengan sosial ekonomi rendah-menengah
(WHO, 2010).

Khusus penyakit kanker, the World Cancer Report mengestimasi bahwa terdapat 12,4 juta kasus
baru dan 7,6 juta kematian pada tahun 2008 (IARC, 2008). Angka estimasi jumlah kasus baru
ini sedikit lebih rendah daripada estimasi WHO (2010). Kejadian kanker yang terbanyak adalah
kanker paru (1,52 juta kasus), kanker payudara (1,29 kasus) dan kanker kolorektal (1,15 juta
kasus). Sedangkan kematian tertinggi disebabkan oleh karena kanker paru (1,31 juta kematian),
kanker lambung (780.000 kematian) dan kanker hati (699.999 kematian) (IARC, 2008).

Seperti halnya pada NCD, sebagian besar kejadian dan kematian akibat kanker juga terdapat
pada negara-negara kurang-sedang berkembang. Secara umum, 53% dari jumlah total kasus
kanker baru dan 60% dari jumlah kematian akibat kanker terdapat di negara-negara kurang-
sedang berkembang. Pada laki-laki, kanker prostat merupakan penyakit kanker terbanyak di
negara-negara maju (643.000 kasus, 20,2% dari total kasus kanker baru), akan tetapi hanya 5,6%
(197.000 kasus) di negara kurang berkembang. Sedangkan kanker paru (530.000 kasus atau
15.3%), merupakan penyakit kanker yang terbanyak di negara-negara kurang-sedang
berkembang. Pada wanita, jenis kanker yang terbanyak adalah kanker payudara, yaitu
diperkirakan sebesar 715.000 kasus baru di negara maju dan 577.000 di negara kurang-sedang
berkembang (IARC, 2008).

Gambar 1. Jenis Diagnosa Kanker Terbanyak, 2008 (WHO, 2010)

Di wilayah Asia Tenggara, pada tahun 2008 diperkirakan terdapat 1,6 juta kasus kanker baru dan
1,1 juta kematian akibat kanker. Angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 2,8 juta kasus
kanker baru dan 1,9 juta kasus meninggal. Pada laki-laki, diperkirakan terdapat 758.000 kasus
kanker baru dengan jenis kanker terbanyak adalah kanker paru, diikuti dengan kanker mulut,
kanker faring, kanker esofagus, kanker lambung, kanker kolorektal, kanker hati dan kanker
laring. Sedangkan para perempuan diperkirakan terhadap 831.000 kasus kanker baru dengan
jenis kanker terbanyak adalah kanker serviks dan payudara. Perbedaan jenis kanker ini
menyebabkan jumlah kematian kanker yang lebih tinggi pada pria (557.000 kematian) daripada
wanita (515,000 kematian) (IARC, 2008).

Di Indonesia, hasil survei Riset Kesehatan Dasar menunjukkan angka prevalensi penyakit
tumor/kanker sebesar 4,3 per 1000 penduduk (Kementerian Kesehatan, 2007). Kanker sebagai
penyebab kematian menempati urutan ke tujuh (5,7% dari seluruh penyebab kematian) setelah
kematian akibat stroke, tuberkulosis, hipertensi, cedera, perinatal, dan diabetes melitus.

Data dari WHO (2010) menunjukkan bahwa pada laki-laki, jenis kanker yang terbanyak di
Indonesia adalah kanker paru, sedangkan pada perempuan adalah kanker payudara (lihat Gambar
1). Menurut data rawat inap rumah sakit, insidensi kanker tertinggi di Indonesia secara umum
adalah kanker payudara sebanyak 8.082 kasus (18,4%), diikuti dengan kanker leher rahim 4.544
kasus (10.3%), kanker hati dan saluran empedu 3.618 kasus (8,2%), leukemia 3.189 kasus
(7,3%), Limphoma Non Hodgkin 2.862 kasus (6,5%), kanker bronkhus dan paru 2.537 kasus
(5,8%), kanker ovarium 2.314 kasus (5,3%), kanker rektosigmiod rektum dan anus 1.861 kasus
(4,2%), kanker kolon 1.635 kasus (3,7%), dan kanker kelenjar getah bening 1.022 kasus (2,3%).
(Sistem Informasi Rumah Sakit Indonesia, 2008).

Menurut penelitian yang pernah dilakukan, prevalensi kanker berdasar provinsi menunjukkan
bahwa ada 5 provinsi yang prevalensi kankernya melebihi prevalensi kanker nasional (>5.03%),
yaitu Provinsi DIY sebesar 9.66%, Provinsi Jawa Tengah sebesar 8.06%, Provinsi DKI Jakarta
sebesar 7.44%, Provinsi Banten sebesar 6.35%, dan Provinsi Sulawesi Utara sebesar 5.76%.
Kemudian jika berdasarkan odds ratio dari 12 jenis tumor ada diteliti menunjukkan bahwa tumor
ovarium dan servix uteri mempunyai prevalensi sebesar 19.3% dengan 95% CI 17.8 – 20.9,
sedangkan odds ratio yang terendah adalah tumor saluran pernafasan yang mempunyai
prevalensi 0.6% dengan 95% CI 0.4 – 0.9. (Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang
mempengaruhinya di Indonesia, Ratih Oemiati, Ekowati Rahajeng, Antonius Yudi Kristianto,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2011).

Berikut merupakan prevalensi kanker bila dilihat per provinsi.

Tabel 1. Kasus Tumor Menurut Provinsi di Indonesia

No Provinsi Prevalensi 95% CI


1 DI Aceh 2.68 2.06 – 3.49
2 Sumatera Utara 2.88 2.33 – 3.56
3 Sumatera Barat 5.57 4.72 – 6.58
4 Riau 3.24 2.43 – 3.42
5 Jambi 3.34 2.44 – 4.58
6 Sumatera Selatan 1.91 1.33 – 2.74
7 Bengkulu 3.68 2.84 – 4.76
No Provinsi Prevalensi 95% CI
8 Lampung 3.6 2.82 – 4.59
9 Bangka Belitung 2.01 1.32 – 3.06
10 Kepulauan Riau 3.83 2.29 – 6.39
11 DKI Jakarta 7.44 6.02 – 9.20
12 Jawa Barat 5.47 4.89 – 6.12
13 Jawa Tengah 8.06 7.37 – 8.81
14 DI Yogyakarta 9.66 7.92 – 11.76
15 Jawa Timur 4.41 3.94 – 4.94
16 Banten 6.35 5.03 – 8.02
17 Bali 4.93 3.79 – 6.38
18 Nusa Tenggara Barat 2.84 1.99 – 4.03
19 Nusa Tenggara Timur 3.35 2.77 – 4.05
20 Kalimantan Barat 2.45 1.88 – 3.18
21 Kalimantan Tengah 3.84 2.97 – 4.95
22 Kalimantan Selatan 3.91 3.06 – 4.99
23 Kalimantan Timur 3.59 2.80 – 4.60
24 Sulawesi Utara 5.76 4.36 – 7.60
25 Sulawesi Tengah 4.5 3.56 – 5.68
26 Sulawesi Selatan 4.78 4.12 – 5.54
27 Sulawesi Tenggara 2.6 1.99 – 3.41
28 Gorontalo 3.21 2.21 – 4.67
29 Sulawesi Barat 2.45 1.46 – 4.10
30 Maluku 1.54 0.83 – 2.86
31 Maluku Utara 1.95 0.91 – 4.20
32 Papua Barat 2.75 1.44 – 5.26
33 Papua 3.23 2.17 – 4.79
Indonesia 5.03 4.82 – 5.24
Sumber: (Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang mempengaruhinya di Indonesia, Ratih
Oemiati, Ekowati Rahajeng, Antonius Yudi Kristianto, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2011).

Sedangkan prevalensi tumor menurut jenisnya sebagai berikut.

Tabel 2. Prevalensi Tumor Menurut Jenis atau Lokasi Tumor

No Jenis Kanker OR 95% CI


1 Mata, otak, dan SSP 4.6 3.8 – 5.5
2 Bibir, rongga mulut, tenggorokan 5.1 4.3 – 6.0
3 Kelenjar gondok dan kelenjar endokrin 12.5 11.3 – 13.9
4 Saluran pernafasan (paru) 0.6 0.4 – 0.9
5 Payudara 15.6 14.2 – 17.1
6 Saluran cerna (usus, hati) 5.6 4.8 – 6.5
7 Ovarium, servix uteri 19.3 17.8 – 20.9
8 Prostat 3.7 3.0 – 4.5
9 Kulit 14.9 13.5 – 16.5
10 Jaringan lunak 11.8 10.6 – 13.1
11 Tulang dan tulang rawan 4.6 3.9 – 5.6
12 Darah 0.9 0.6 – 1.4
Total 0.6 0.5 – 0.7

Sumber: (Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang mempengaruhinya di Indonesia, Ratih
Oemiati, Ekowati Rahajeng, Antonius Yudi Kristianto, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2011).

Beban epidemiologis penyakit kanker yang semakin tinggi merupakan beban tambahan bagi
Indonesia yang pada saat ini masih memerangi penyakit-penyakit menular. Penanggulangan
kanker mencakup kelima aspek yang tertera dalam model pengendalian kanker yang
komprehensif, yaitu surveilans, pencegahan primer, deteksi dini atau skrining, pengobatan dan
pelayanan paliatif. Oleh karenanya diperlukan pelayanan yang komprehensif di tingkat
pelayanan primer di puskesmas, pelayanan sekunder di rumah sakit serta rumah sakit rujukan,
serta sistem rujukan yang efektif.

Pelayanan diagnosis, pengobatan, dan pelayanan paliatif untuk kanker bertumpu pada pelayanan
yang disediakan oleh rumah sakit. Di Indonesia, pelayanan pemerintah untuk pasien kanker
diberikan oleh satu rumah sakit pemerintah khusus kanker (yaitu Rumah Sakit Kanker Dharmais)
dan rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas pelayanan untuk pasien kanker (terutama
rumah sakit tipe A dan B), dengan dukungan dari sektor swasta dan LSM seperti misalnya
Yayasan Kanker Indonesia. Rumah sakit tipe C juga menyediakan fasilitas pelayanan kanker
dengan ruang lingkup layanan dan kecanggihan-kelengkapan pelayanan yang terbatas.

Beban pasien kanker yang ditangani di Indonesia belum dapat dilaporkan secara akurat
mengingat sistem registrasi pasien kanker (Cancer Registry) yang belum mempunyai cakupan
yang luas. Berbagai keterbatasan layanan untuk penyakit kanker tersebut akan diminimalkan
dengan pendirian ICC (International Cancer Center) Sardjito dengan tujuan agar dapat
meningkatkan kualitas layanan terhadap penyakit kanker.

Pengembangan pelayanan berstandar internasional sangat penting mengingat fakta secara umum
bahwa jumlah warga negara Indonesia yang berobat ke luar negeri semakin meningkat dari tahun
ke tahun. General Manager National Healthcare Group International Business Development
Unit (NHG IBDU) mengungkapkan bahwa wisatawan medis yang berobat ke Singapura
mencapai 200.000 orang per tahun, dan 50% nya adalah warga negara Indonesia. Artinya ada
sekitar 100.000 warga Indonesia berobat ke Singapura tiap tahun, atau sekitar 273 pasien setiap
harinya. Sedangkan Chooi Yee Choong, direktur regional, ASEAN (Islands) International
Operations mengungkapkan pernyataan yang serupa, “Setiap tahun sekitar 300.000 pasien asing
berobat ke Singapura. Indonesia termasuk 3 besar jaringan rumah sakit milik pemerintah
Singapura, diantaranya RS Alexandra, RS National University, dan RS Tan Tock Seng. Secara
keseluruhan, pasien dari luar Singapura yang dirawat di RS Tan Tock Seng pada tahun 2005
sebanyak 49.000 orang. Dari jumlah tersebut, 44% atau sekitar 11.000 orang dari Indonesia, 50%
diantaranya berasal dari Jakarta.”

Data lainnya menyebutkan jumlah pasien Indonesia yang berobat ke RS Larn Wah Ee Malaysia
mencapai 12.000 per tahun atau sekitar 32 pasien per hari. Di RS Adventist Malaysia jumlah
pasien Indonesia yang terjaring mencapai 14.000 per tahun atau sekitar 38 pasien per hari. Warga
Sumatera Utara dan sekitarnya yang berobat ke Penang, Malaysia mencapai 1,000 orang setiap
bulannya.

Selain Singapura, tujuan berobat pasien asal Indonesia adalah Malaysia dan Ghuang Zou di Cina.
Kepergian mereka ke negara lain tersebut tentu saja dengan membawa dana besar. Data tahun
2006 menyebutkan bahwa jumlah devisa negara yang tersedot ke rumah sakit di luar negeri
mencapai USD 600 juta per tahun. Bila saja dana tersebut tidak “lari” ke luar negeri, dapat
dipastikan dana tersebut dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan tenaga pelayanan
kesehatan dalam negeri. Masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan di luar negeri oleh
karena tidak puas dengan pelayanan kesehatan di Indonesia.

http://manajemenrumahsakit.net/2014/01/prevalensi-kanker-di-indonesia-dan-dunia/

Kanker leher rahim merupakan keganasan yang menyerang leher rahim atau cervix, yaitu bagian
terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang sanggama (vagina). Sekitar 80% dari kasus
kanker leher rahim disebabkan oleh virus Human Papilloma (HPV). Pada kebanyakan wanita
tidak menunjukkan gejala. Adapun gejala yang perlu diwaspadai antara lain:
1. Pendarahan tidak normal, yang bisa berupa pendarahan sesudah berhubungan intim,
pendarahan abnormal di luar waktu haid, dan pendarahan sesudah menopause
2. Keluar cairan berwarna kekuningan dan berbau dari vagina
3. Sakit atau nyeri pada pinggul dan kaki

Untuk mengetahui gejala bisa dilakukan Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), merupakan

skrining kanker leher rahim yang dilakukan dengan melihat


langsung leher rahim yang telah dioles dengan larutan asam asetat. Skrining ini merupakan
skrining yang paling sederhana, cepat, dan murah. Atau Pemeriksaan sitologi (Pap Smear),
adalah pemeriksaan untuk melihat sel-sel leher rahim dimana sampel diambil melalui liang
vagina. Terdapat dua macam Pap Smear, yaitu Pap Smear Konvensional dan Sitologi Serviks
Berbasis Cairan (SSBC). Sitologi Serviks Berbasis Cairan (SSBC) merupakan metode baru
untuk meningkatkan keakuratan deteksi kelainan sel-sel leher rahim. Atau dapat juga dengan
melakukan Pemeriksaan HPV-DNA, merupakan pemeriksaan molekuler yang secara langsung
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya Human Papilloma Virus (HPV) pada sel-sel yang
diambil dari leher rahim. Oleh karena itu, semua wanita yang pernah melakukan hubungan
seksual sangat dianjurkan untuk melakukan skrining kanker leher rahim secara rutin. Jika Anda
berusia <21 tahun, skrining dengan pap smear dilakukan 3 tahun setelah hubungan seksual
pertama, apabila hasilnya normal, maka selanjutnya dilakukan setahun sekali. Antara 21-30
tahun, skrining dengan pemeriksaan pap smear dilakukan setiap tahun atau sesuai dengan saran
dokter apabila terdapat hasil yang tidak normal. >30 tahun, pemeriksaan pap smear dan HPV-
DNA dilakukan secara berkala. Wanita berusia >30 tahun yang telah aktif secara seksual berisiko
tinggi mengalami infeksi HPV yang menetap dan hal ini berkaitan erat dengan kanker leher
rahim. Pencegahan yang dapat dilakukan

 Berperilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengkonsumsi
makanan yang kaya nutrisi, dan tidak merokok.
 Bersihkan organ vital setiap saat dengan tisu.
 Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari.
 Lakukan pemeriksaan pap smear dan HPV-DNA secara rutin untuk deteksi dini kanker leher
rahim.

Semakin dini terdeteksi, semakin tinggi pula peluang sembuhnya. Kanker leher rahim
merupakan salah satu jenis kanker yang paling dapat dicegah dan paling dapat disembuhkan
dibandingkan dengan jenis kanker lainnya. Awalnya penyakit ini menyerang mulut dan leher
rahim, kemudian sel-sel kanker itu menyebar ke organ-organ lain, sehingga dapat menyebabkan
kematian.
Tags: Cirebon, kanker, rahim

http://www.cirebonmedia.com/education/2014/08/25/kanker-leher-rahim/

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS kota Cirebon menyelenggarakan pemeriksaan


sitologi (Pap Smear) gratis. Pap smear adalah pemeriksaan untuk melihat sel-sel leher rahim
dimana sampel diambil melalui liang vagina. Terdapat dua macam Pap Smear, yaitu Pap Smear
Konvensional dan Sitologi Serviks Berbasis Cairan (SSBC). Sitologi Serviks Berbasis Cairan
(SSBC) merupakan metode baru untuk meningkatkan keakuratan deteksi kelainan sel-sel leher
rahim. Pemeriksaan ini hanya untuk wanita yang sudah menikah.

Salah seorang pelaksana kegiatan pemeriksaan pap smear yaitu Bidan Reni Susanti yang
beralamat di BTN Katiasa Baru no 8a ( depan terminal bus Harjamukti, Kota Cirebon). Reni
membuka praktek dari jam 16.00 sd 20.00 wib. Bagi yang ingin memeriksakan dirinya silahkan
menghubung Bidan Reni, di no 081322226602 atau datang langsung di jam praktek. Sekali lagi
tanpa dipungut biaya. “ Pemeriksaannya tidak lama, hanya mengambil sample cairan yang
kemudian cairan itu dikirim ke patologi anatomi untuk mendapatkan data akurat apakah terdapat
potensi kanker rahim.” Jelasnya.

Tags: BPJS, Cirebon, kanker, kesehatan

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks Dengan Sikap Ibu Untuk
Melakukan Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)”
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan penyebab kematian kedua di dunia (WHO, 2005) dan penyebab kematian yang
kelima di Indonesia (Survei Kesehatan Rumah Tangga, 2001), sedangkan menurut Departemen
Kesehatan (2001) merupakan penyeban kematian nomor satu dari keseluruhan kanker. Kanker yang
terbanyak dialami wanita Indonesia adalah Kanker Serviks (36 % dari semua kanker pada wanita) dan 70
% ditemukan dalam tahap lanjut. Tingginya angka ini biasanya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan
dan kesadaran akan bahaya Kanker Serviks. Kanker serviks atau mulut rahim merupakan penyebab
utama kematian karena kanker di kalangan perempuan di Indonesia. Hal ini disebabkan mayoritas
penderita datang untuk berobat ketika keadaan kesehatannya telah kritis atau ketika penyakitnya sudah
stadium lanjut.
Kejadian kanker serviks di Kota Malang merupakan kanker tertinggi pada tahun 2006, kejadian kanker
serviks sebesar 141 kasus (14,1 %) dari total kasus kanker tapi di tahun 2007 ditemukan 226 kasus
(22,6%) dari total 999 kasus dengan rata-rata saat ini adalah 200 kasus baru (20%) dalam setahun.
(Maisyah, 2008).
Kanker mulut rahim adalah Kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi
wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang
senggama (vagina). Layaknya semua kanker, kanker mulut rahim terjadi ditandai dengan adanya
pertumbuhan sel-sel pada mulut rahim yang tidak lazim (abnormal). Tetapi sebelum sel-sel tersebut
menjadi sel-sel kanker, terjadi beberapa perubahan yang dialami oleh sel-sel tersebut. Perubahan sel-sel
tersebut biasanya memakan waktu sampai bertahun-tahun sebelum sel-sel tadi berubah menjadi sel-sel
kanker. Selama jeda tersebut, pengobatan yang tepat akan segera dapat menghentikan sel-sel yang
abnormal tersebut sebelum berubah menjadi sel kanker. (http://obormedia.com/ diakses 25 Mei 2010)
Penyebab dari kanker ini adalah virus yang dikenal sebagai Human Papilloma Virus (HPV) yaitu sejenis
virus yang menyerang manusia. Terdapat 100 tipe HPV dimana sebagian besar tidak bahaya, tidak
menimbulkan gejala yang terlihat dan akan hilang dengan sendirinya. Infeksi HPV paling sering terjadi
pada kalangan dewasa muda (18-28 tahun). Perkembangan HPV ke arah kanker serviks pada infeksi
pertama tergantung dari jenis HPV-nya. HPV tipe resiko rendah atau tinggi dapat menyebabkan kelainan
yang disebut pra kanker. Tipe HPV yang beresiko rendah hampir tidak beresiko tapi dapat menimbulkan
Genetalia Warts (penyakit kutil kelamin). Walaupun sebagian besar infeksi HPV akan sembuh dengan
sendirinya dalam 1-2 tahun karena adanya sistem kekebalan tubuh alami, namun infeksi yang menetap
yang disebabkan oleh HPV tipe tinggi dapat mengarah pada kanker serviks. Buruknya gaya hidup
seseorang dapat menjadi penunjang meningkatnya jumlah penderita kanker ini. Kebiasaan merokok,
kurang mengkonsumsi vitamin C, vitamin E dan asam folat dapat menjadi penyebabnya. Jika
mengkonsumsi makanan bergizi akan membuat daya tahan tubuh meningkat dan dapat mengusir virus
HPV. (http://www.beritaterkinionline.com/2009 diakses 24 Mei 2010)
Sering kali kanker serviks ini tidak menimbulkan gejala tetapi jika sudah berkembang menjadi kanker
serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti perdarahan serta keputihan pada organ reproduksi yang
tidak normal, sakit saat buang air kecil dan rasa sakit saat berhubungan seksual. Wanita yang
berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan beresiko tinggi terkena
infeksi. Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada satu
pasangan saja. Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan ditemukannya sel-sel
abnormal di bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui tes Pap Smear, atau yang baru-baru ini
disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA).
Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman
(1925), dilakukan dengan cara melihat langsung leher rahim yang telah dioles dengan larutan asam
asetat 3 hingga 5 persen. Jika tidak ada perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil
pemeriksaan dinyatakan negatif. Sebaliknya, jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul
plak putih, maka dinyatakan positif lesi (pucat) atau kelainan prakanker. Terdapat empat kategori yang
dapat diketahui dari hasil pemeriksaan dengan metode IVA. Pertama, IVA negatif, artinya tidak ada
tanda atau gejala kanker mulut rahim atau serviks normal. Kedua, IVA radang, artinya serviks dengan
radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya seperti polip serviks. Ketiga, IVA positif yaitu ditemukan
bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan screening kanker
serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks prakanker. Dan
keempat, IVA kanker serviks, ini pun masih memberikan harapan hidup bagi penderitanya jika masih
pada stadium invasive dini. (http://harianjoglosemar.com diakses 26 Mei 2010)
Berdasarkan data hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Dinas Kesehatan Kota Malang
didapatkan bahwa jumlah penduduk wanita usia subur di Kelurahan Kedungkandang sebanyak 3007
orang dan terdapat Pasangan Usia Subur sebanyak 3013 pasangan. Hasil kegiatan pemeriksaan deteksi
dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) per Januari-Mei 2010
di Kota Malang dengan hasil IVA negatif sebanyak 153 kasus dan IVA positif sebanyak 11 kasus,
sedangkan di Kelurahan Kedungkandang dengan hasil pemeriksaan IVA negatif sebanyak 29 kasus dan
hasil IVA positif sebanyak 2 kasus.
Dalam upaya memerangi kanker servik di masyarakat banyak menemui kendala. Masalah dalam upaya
pemeriksaan kanker serviks dengan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) adalah keengganan
para perempuan diperiksa karena malu. Penyebab lain seperti keraguan akan pentingnya pemeriksaan,
kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, ketidaktahuan yang dilakukan saat
pemeriksaan, serta ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman
dan penelitian terbukti bahwa sikap untuk merespon suatu obyek yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada sikap yang tidak didasari oleh pengetahuan. Namun banyaknya masalah yang
berkaitan dengan masyarakat tersebut dapat dihilangkan melalui pendidikan terhadap pasien dan
hubungan yang baik antara dokter, bidan atau tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan edukasi
tentang kanker serviks. Dengan begitu banyaknya angka kejadian kanker serviks, sepatutnya bidan
sebagai tenaga kesehatan terdepan dalam menurunkan angka kejadian kanker serviks dengan metode
yang sederhana yaitu tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah “Adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk yang
melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk
melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks
2. Untuk mengetahui sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
3. Untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu
untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai suatu pengalaman penelitian dan pengembangan wawasan terhadap bidang Kebidanan serta
melengkapi tugas akhir pembelajaran.
1.4.2 Bagi Institusi
1. Mengembangkan ilmu untuk meningkatkan prestasi khususnya dalam kebidanan pada mahasiswa
kebidanan dan mahasiswa pendidikan kesehatan lainnya.
2. Sebagai referensi atau masukan bagi pembaca untuk melakukan penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi Masyarakat yang Diteliti
Memberikan informasi kepada masyarakat luas terutama pada kaum wanita tentang bahaya kanker
mulut rahim (kanker serviks) dengan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
1.4.4 Bagi Peneliti Berikutnya
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan
dengan tingkat pengetahuan dengan perilaku dalam melaksanakan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tau dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu objek tertentu, (Notoatmodjo, 2009). Pengindraan yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba.
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia, sebagai hasil penggunaan panca indra yang
berbeda sekali dengan kepercayaan (believe), takhayul (supertition) dan pemasangan penerangan yang
keliru (missinformation), (Soekarno, 2009).
Pengetahuan merupakan hasil yang didapat dari suatu objek yang telah diketahui melalui panca indra.
2.1.1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2009) pengetahuan di dalam domain kognitif dibagi menjadi 6 tingkatan, yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yg
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tingkat ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Untuk mengetahui dan mengukur bahwa orang tahu apa yang telah dipelajari, maka digunakan
kata kerja, antara lain: menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan
kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang
diberikan.
4) Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-
komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari pengguna kata kerja, seperti dapat digambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu keseluruhan yang baru atau dengan kata lain menyusun formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap tori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang sudah ada.
2.1.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2009), cara memperoleh pengetahuan ada 2, yaitu:
1) Cara Kuno / Cara Non Ilmiah
a. Cara coba salah
Yaitu cara tradisional yang pernah digunakan dalam memperoleh pengetahuan cara ini digunakan
sebelum ada peradaban sebagai usaha pemecahan masalah. Menggunakan kemungkinan pemecahan
masalah dan apabila tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan yang lain.
b. Cara kekuasaan / otoritas yaitu cara kebiasaan
Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan untuk orang-orang tanpa melalui pengalaman dan kebiasaan-
kebiasaan ini seolah-olah diterima dengan sumbernya sebagai kebenaran mutlak.
c. Berdasarkan pengamatan
Yaitu suatu upaya untuk memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
pernah dialami dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
2) Cara Modern / Cara Ilmiah
Metode yang digunakan cara baru / modern dalam memperoleh pengetahuan yang lebih sistematis,
logis, dan ilmiah. Dimana pengetahuan ini diperoleh dengan mengadakan observasi langsung dan
membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan obyek yang diamatinya.
2.1.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ada 2, yaitu: (Notoatmodjo, 2009)
1) Faktor internal yang terdiri dari :
a) Usia
Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan berkembang sesuai pengetahuan yang
pernah di dapat juga dari pengalaman.
b) Intelegensia
Yaitu dengan tingginya intelegensia orang dapat bertindak cepat, tepat, dan mudah dalam mengambil
keputusan, sesorang yang mempunyai intelegensia yang rendah akan bertingkah laku lambat dalam
pengambilan keputusan.
2) Faktor eksternal yang terdiri dari :
a) Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap pengetahuan. Seseorang berpendidikan tinggi
pengetahuannya akan berbeda dengan orang berpendidikan rendah.
b) Lingkungan
Seseorang yang hidup dalam lingkungan yang berpikir luas maka pengetahuannya akan lebih baik dari
pada orang yang tinggal di lingkungan yang berpikir sempit.
c) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang yang tidak bekerja karena
dengan berkerja seseorang akan banyak mendapat informasi dan pengalaman.
d) Sosial Budaya
Seseorang yang hidup dalam heterogenitas sosial dan budaya yang berpengaruh turun menurun itu
tinggi, maka pengetahuannya akan lebih baik dari pada orang yang tinggal di heterogenitas yang rendah
yang berpikiran sempit.

2.1.2Konsep Kanker Serviks


2.1.2.1 Pengertian
Kanker serviks (Kanker Leher Rahim) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam serviks / leher rahim
(bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker serviks biasanya menyerang
wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan
10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam
rahim.(Amalia, 2009).
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Pada saat
ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan terapi utama penyakit ini di
masa mendatang. Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis
sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif dan sekaligus prediksi prognosisnya.(Prawirohardjo,
2009 )
2.1.2.2 Etiologi
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga
mengubah perilakunya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini. Berbeda dengan penyakit lain pada umumnya, kanker
serviks uteri adalah penyakit yang fatal sehingga tidak etis untuk melakukan percobaan klinis pada
manusia. Observasi untuk mencari penyebabnya terus berkembang mulai dari 150 tahun yang lalu
dimana kaum biarawati jarang menderita kanker serviks hingga akhir-akhir ini pada infeksi HPV tipe
tetentu.(Prawirohardjo, 2009)
1) Human Papilloma Virus (HPV)
Hubungan antara infeksi HPV dengan kanker serviks pertama kali dicetuskan oleh Harold zur Hassen
pada tahun 1980. Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus).
Lebih dari 90% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui
hubungan seksual. Virus ini menginfeksi membrana basalis pada daerah metaplasia dan zona
transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya untuk berkembang biak, virus
ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang. Dewasa ini infeksi HPV cenderung terus
meningkatdan terus dilakukan usaha-usaha untuk mengidentifikasikasi tipe virus ini. Dari hasil
pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda hingga saat ini dikenal lebih dari 200 tipe HPV. Kebanyakan
infeksi HPV bersifat jinak.
2) Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinoma baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah.
Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic amine yang sangat karsinogen
dan mutagen, sedang bila dikunyah menghasilkan netrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang
dihisap terdapat digetah serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko karsinogen infeksi virus, bahkan
membuktikan bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga dapat
menyebabkan neoplasma serviks.
3) Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini
Aktivitas seksual terlalu muda (usia <18 tahun). 4) Berganti-ganti pasangan seksual Infeksi ini terjadi
melalui kontak langsung. Pemakaian kondom tidak cukup aman untuk mencegah penyebaran virus ini
karena kondom hanya menutupi sebagian organ genital saja sementara labia, skrotum, dan daerah anal
tidak terlindungi. Jumlah pasangan seksual yang tinggi (>4 orang), dan juga resiko meningkat bila ia
berhubungan dengan pria beresiko tinggi atau yang mengidap kondiloma akuminata.
5) Gangguan sistem kekebalan
6) Pemakaian pil KB
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 4 tahun dapat maningkatkan resiko
1,5-2,5 kali.
7) Infeksi herpes genitalis atau infeksi clamidia menahun
8) Golongan ekonomi lemah dan pengetahuan rendah (karena tidak mampu melakukan skrining secara
rutin)
2.1.2.3 Tanda dan Gejala
Perubahan kanker serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali
jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan skrining. Gejala awal yang baru muncul, antara
lain : (Prawirohardjo, 2009)
1) Adanya sekret vagina yang agak banyak dan kadang-kadang dengan bercak perdarahan
2) Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan hubungan
seksual dan setelah menopause
3) Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak)
4) Keputihan yang menetap dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah atau
hitam serta berbau busuk.
Gejala dari kanker servik stadium lanjut, antara lain : (Amalia, 2009)
1) Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan
2) Nyeri panggul, punggung, punggung atau tungkai
3) Dari vagina keluar air kemih atau tinja
4) Patah tulang (fraktur).
2.1.2.4 Stadium
Stadium kanker serviks ditentukan melalui pemeriksaan klinik dan sebaiknya dilakukan dibawah
pengaruh anestesia umum. Penentuan stadium ini harus mempunyai hubungan dengan kondisi klinis,
didukung oleh bukti-bukti klinis dan sederhana.
Penentuan stadium kanker serviks menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO) masih berdasarkan pada pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto toraks serta
sistoskopi dan rektoskopi.
Tabel 2.1 Stadium Kanker Serviks
Stadium Ciri-ciri
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intra epitelia
Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan)
Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat
secara langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium 1b.
Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7mm.
Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm dan lebar tidak lebih dari 7mm
Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm tapi kurang dari 5mm dan lebar tidak
lebih dari 7mm
Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari 1a
Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4mm
Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4cm
Stadium II Telah menyebar pada vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium
belum mencapai dinding panggul
Stadium IIa Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium
Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul
Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul
Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis (gangguan fungsi ginjal)
Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduktif
Stadium Ciri-ciri
Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum
Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul
Sumber : International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO),2000
2.1.2.5 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut : (Amalia, 2009)
1) Pap smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker secara akurat dan dengan biaya yang tidak
terlalu mahal.
Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
• Normal
• Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
• Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
• Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
• Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh
lainnya)
2) Biopsi
Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anestesia dan dapat dilakukan secara rawat jalan.
Lokasi biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang masih sehat dan hindari biopsi jaringan nekrosis
pada lesi besar.
3) Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
4) IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Pemeriksaan yang pemeriksanya dokter/bidan/paramedis terlatih mengamati serviks yang telah diberi
asam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata
telanjang).
2.1.2.6 Pengobatan
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium
penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi. Macam
pengobatannya antara lain : (Amalia, 2009)
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali
dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (Loop Electrosurgical Excision
Procedure).
Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini
disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.

2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) ini efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada
daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya.
3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada
kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti kanker bisa diberikan
melalui suntikan IV atau Oral.
4. Terapi biologis
Digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Yang paling
sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.
Atas dasar hal-hal tesebut diatas, dan dengan mempertimbangkan cost-effective dan maka WHO
menyarankan sebagai berikut : (Ramli, 2007)
1) Skrining pada setiap wanita sekali dalam hidupnya pada wanita berumur 35-40 tahun
2) Kalau fasilitas tersedia, lakukan setiap 10 tahun pada wanita berumur 35-55 tahun
3) Kalau fasilitas tersedia lebih, maka lakukan setiap 5 tahun pada wanita berumur 35-55 tahun
4) Ideal atau jadual yang optimal, setiap 3 tahun pada wanita yang berumur 25-60 tahun

2.1.3 Konsep Sikap


2.1.3.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik, dan sebagainya). (Notoatmodjo, 2009).
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif
ajeg, disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk respons atau
berprilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (Walgito, 2007).
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan
sikap yang menjadi objek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu objek, tidak ada
sikap tanpa objek. Sikap mungkin terarah terhadap benda-benda, orang-orang tetapi juga peristiwa,
pandangan, lembaga, terhadap norma, nilai-nilai, dan lain-lain (Azwar, 2007).
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam
kehidupan sehari – hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap sutu stimulus sosial.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindaka atau
perilaku ( Mubarok, 2007).
Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara
konsisten.
2.1.3.2 Struktur Sikap
Menurut Sunaryo (2009), struktur sikap memiliki tiga komponen :
1. Komponen kognitif (cognitive)
Dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi kepercayaan individu. Kepercayaan tersebut
berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu mempersepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang
dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan
emosional dan informasi dari orang lain.
2. Komponen afektif (komponen emosional)
Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subyektif individu, terhadap obyek sikap, baik yang
positif (rasa senang), maupun yang negatif (rasa tidak senang).
3. Komponen konatif
Disebut juga komponen perilaku yaitu komponen sikap yang berkaitan preisposisi atau kecenderungan
bertindak terhadap objek sikap yang dihadapi.
2.1.3.3 Komponen Pokok Sikap
Sikap itu terdiri dari 3 komponen, antara lain :
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
Artinya, bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Artinya, sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap
adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
2.1.3.4 Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2009), sikap memiliki empat tingkatan, yaitu :
1. Menerima (receiving)
Pada tingkat ini, individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang diberikan.
2. Merespon (responding)
Sikap individu yang dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan.
3. Menghargai (valuing)
Sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap individu yang bertanggung jawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya.
2.1.3.5 Ciri-Ciri Sikap
Ciri-ciri sikap menurut Sunaryo (2009), yaitu :
1. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnability) dan dibentuk berdasarkan pengalaman
dan latihan sepanjang perkembangan individu dalammenghadapi hubungan objek.
2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.
4. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan/banyak objek.
5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan dengan pengetahuan.
2.1.3.6 Macam – Macam Sikap
Menurut Azwar (2008), sikap terdiri dari :
1. Sikap Positif
Kecenderungan bertindak adalah solider, simpati, menyesuaikan diri terhadap norma.
2. Sikap Negatif
Kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, malas, dan tidak menyukai objek tertentu.
2.1.3.7 Pengukuran Sikap
Dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Secara langsung
Subyek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah atau hal yang
dihadapkan kepadanya. Jenis-jenis pengukuran sikap secara langsung yaitu :
a. Langsung berstruktur
Mengukur sukap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun dalam suatu alat
yang telah ditentukan dan langsung diberikan kepada subyek yang diteliti.
Contoh :
1). Pengukuran sikap dengan skala Bogardus
Menyusun pertanyaan berdasarkan jarak sosial.
2). Pengukuran sikap dengan skala Thurston
Mengukur sikap juga menggunakan metode “equal Appearing Intervals”. Skala yang telah disusun
sedemikian rupa sehingga merupakan range dari yang menyenangkan (favorable) sampai tidak
menyenangkan (unfavorable).
3). Pengukuran sikap dengan skala Likert
Responden diberikan pertanyaan dengan kategori jawaban yang telah dituliskan dan pada umumnya 1-5
kategori jawaban.
Sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1).
b. Langsung tak berstruktur
Pengukuran sikap yang sederhana dan tidak diperlukan persiapan mendalam. Misal : wawancara bebas,
pengamatan langsung, survei.
2. Secara tidak langsung
Pengukuran sikap dengan menggunakan test, dengan menggunakan skala semantik-diferensial yang
berstandar (Sunaryo, 2009).
2.1.3.8 Faktor – Faktor Pembentukan dan Perubahan Sikap
Menurut Azwar (2008), ada beberapa fakto dalam membentuk atau mengubah sikap individu, yaitu :
1. Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu cenderung memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang lain yang
dianggapnya penting.
3. Pengaruh Kebudayaan
Kita memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan kita mendapat reinforcement (penguatan,
ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
4. Media Massa
Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
sikap bagi hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila kuat akan
memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuk sikap tertentu.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah
mengherankan kalau konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu.
2.1.3.9 Cara Pembentukan Dan Perubahan Sikap
Menurut Azwar (2008), cara pembentukan dan perubahan sikap antara lain :
1. Adopsi
Kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus-menerus, lama-kelamaan secara bertahap
diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2. Deferensiasi
Dengan berkembangnya intelegasia, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia,
maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya.
3. Integrasi
Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap dimulai dengan berbagai pengalaman yang
berhubungan dengan satu hal tertentu.
4. Trauma
Trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa
orang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya
sikap.

2.1.3.10 Skala Sikap


Skala sikap ( attitude scales ) berupa kumpulan pernyataan – pernyataan mengenai suatu objek sikap.
Salah satu sifat skala sikap adalah isi pernyatannya yang dapat berupa pernyataan langsung yang jelas
tujuan ukurnya akan tetapi dapat pula berupa pertanyaan tidak langsung yang tampak kurang jelas
tujuan ukurnya bagi responden. Respons individu terhadap stimulus ( pertanyaan – pertanyaan ) sikap
yang berupa jawaban setuju atau tidak setuju ( Azwar, 2008).
• Pertanyaan favorable :
SS : 4
S:3
RR : 2
TS : 1
STS : 0
• Pertanyaan unfavorable :
SS : 0
S:1
RR : 2
TS : 3
STS : 4

Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
RR : Ragu-Ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Skala Likert
Skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau
masalah yang ada di masyarakat atau dialaminya (Aziz, 2007).
T= 50+10
Keterangan :
T : tingkat sikap responden
x : skor responden pada skala sikap menolak diubah menjadi skor T
x : skor kelompok
s : deviasi standar skor kelompok
Kriteria sikap :
Favourable : bila nilai T > mean T
Unfavourable : bila niali T < mean T Dalam bukunya Azwar (2008) menjelaskan bahwa Brannon
meringkaskan beberapa faktor yang dapat menghambat pencurahan sikap melalui skala sikap, antara
lain : 1. Setiap jawaban yang memiliki alternatif tertentu dan terbatas akan membatasi pula keleluasaan
individu dalam mengkomunikasikan sikapnya. 2. Bahasa standar yang dapat diterima umum yang
digunakan dalam skala sikap mungkin tidak mampu mengungkapkan reaksi – reaksi asli dan tipikal. 3.
Pertanyaan – pertanyaan standar dan formal tidak mampu mengungkapkan kompleksitas, nuansa –
nuansa, ataupun warna sesungguhnya dari sikap individu yang sebenarnya. 4. Dalam setiap kumpulan
respons yang diberikan oleh manusia tentu sedikit – banyak akan terdapat eror atau kekeliruan. 5.
Jawaban responden dipengaruhi oleh hasrat dan keinginan mereka sendiri akan penerimaan sosial,
persetujuan sosial ( social approval ) dan keinginan untuk tidak keluar dari norma yang dapat diterima
oleh masyarakat. 6. Situasi interviu sebelum pengukuran, situasi sewaktu penyajian skala, karakteristik
pertanyaan sebelumya, harapan subjek mengenai tujuan pengukuran itu dan banyak lagi aspek yang ada
dalam situasi pengungkapan sikap.

2.1.4 Konsep IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

2.1.4.1 Pengertian Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah Pemeriksaan yang
pemeriksanya dokter/bidan/paramedis terlatih mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/asam
cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang). Dengan
metode ini juga dapat diidentifikasi lesi prakanker serviks, baik Lesi Intraepitel Serviks Derajat Tinggi
(LISDT), maupun Lesi Intraepitel Serviks Derajat Rendah (LISDR). Adanya tampilan bercak putih setelah
pulasan asam asetat mengindikasikan kemungkinan adanya lesi prakanker serviks. Metode ini relatif
mudah dan dapat dilakukan oleh dokter umum, bidan atau perawat yang telah terlatih sehingga jumlah
profesi bidan di Indonesia yang potensial dapat dilatih agar dapat melakukan skrining kanker serviks
yaitu sejumlah 84.789 orang (Data Tahun 2004).

2.1.4.2 Manfaat dari Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Dalam pemeriksaan IVA
(Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) mempunyai beberapa manfaat yaitu, antara lain : 1) Efektif (tidak
jauh berbeda dengan uji diagnostik standar) 2) Lebih mudah dan murah 3) Peralatan yang dibutuhkan
lebih sederhana 4) Hasilnya segera diperoleh sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang 5)
Cakupannya lebih luas 6) Pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk memeriksa
sediaan sitologi

2.1.4.3 Teknik-teknik pelaksanaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Untuk melaksanakan
skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut : (Ramli, 2007) • Ruangan
tertutup • Meja / tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi •
Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks • Spekulum vagina • Asam asetat 3-5 % • Swab (lidi
berkapas) • Sarung tangan Langkah-langkahnya, antara lain : 1. Berikan Inform consent untuk
persetujuan tindakan. Pasien akan mendapatkan penjelasan tentang prosedur yang akan dijalankan.
Pastikan privasi dan kenyamanan pasien tetap terjaga saat pemeriksaan. 2. Pasien dibaringkan dengan
posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk dan kaki melebar). 3. Genetalia akan dilihat secara
visual apakah ada kelainan dengan bantuan pencahayaan yang cukup. 4. Spekulum (alat pelebar)
dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat serviks (leher rahim). 5. Cermati
serviks dan lakukan penelitian : Apakah mencurigakan kanker. Bila tampilan serviks sudah dicurigai
kanker, pemeriksaan IVA dengan memulas asam asetat tidak perlu dilanjutkan. 6. Dengan menggunakan
pipet atau kapas. Larutan asam asetan 3-5 % diteteskan ke serviks. Asam asetat berfungsi menimbulkan
dehidrasi sel yang membuat penggumpalan protein. 7. Diamkan hingga ±1 menit, reaksinya pada serviks
sudah dapat dilihat. Akhirnya lakukan penilainan seperti pada tabel. Tabel. 2.2 Penilaian Tampilan Epitel
pada Serviks Normal Licin,merah muda, bentuk porsio normal Atipik Servisitis (inflamasi,hiperemis)
banyak fluor ektropion polip atau cervical wart Abnormal (indikasi Lesi Prakanker Serviks) Plak putih,
epitel acetowhite (bercak putih) Kanker serviks Pertumbuhan seperti bungan kol, pertumbuhan mudah
berdarah Sumber : Ramli, 2007 Gambar. 2.1 Tampilan Epitel Pada Serviks

2.1.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks Dengan Sikap Ibu Untuk Melakukan
Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Menurut Roger dalam Notoatmojo (2009), pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Perbedaan berbagai hasil penelitian mungkin disebabkan oleh perbedaan kondisi masyarakat, seperti
tingginya arus informasi yang diterima masyarakat setempat. Rendahnya tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai pentingnya deteksi dini kanker serviks di Indonesia banyak disebabkan oleh
kurangnya tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap kanker serviks serta informasi mengenai cara
pencegahan dan deteksi dininya. Dalam upaya memerangi kanker servik di masyarakat banyak menemui
kendala. Masalah dalam upaya pemeriksaan kanker serviks dengan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat) adalah keengganan para perempuan diperiksa karena malu. Penyebab lain seperti keraguan
akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, ketidaktahuan
yang dilakukan saat pemeriksaan, serta ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari
pengalaman yang berasal dari berbagai sumber informasi sehingga dapat membentuk suatu keyakinan
bagi seseorang. Sehingga dalam upaya peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai tes IVA
(Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) perlu dilakukan sosialisasi mengenai tes IVA (Inspeksi Visual
dengan Asam Asetat) yang dapat diterima melalui televisi, radio, majalah, serta kader ataupun petugas
kesehatan dalam masyarakat.

2.2 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema berikut : Keterangan : Area yang
diteliti : Area yang tidak ditelitui : Gambar

2.2 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks Dengan
Sikap Ibu Untuk Melakukan Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) 2.3 Hipotesis Hipotesis adalah
jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Dari hasil kerangka konsep
tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker servik dengan sikap ibu untuk melakukan tes
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) maka peneliti dapat memberikan hipotesa bahwa ada
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk melakukan tes
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) di RW 7 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan
Kedungkandang Kota Malang.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain Penelitian adalah Suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum
perencanaan akhir pengumpulan data dan digunakan untuk mengidentifikasi struktur dimana
penenlitian dilaksanakan. (Nursalam, 2008). Desain penelitian ini menggunakan korelasi, maka
penelitian yang digunakan adalah survey cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time aproach). Dengan studi ini akan diperoleh
prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel independen) dihubungkan dengan penyebab (variabel
dependen). (Nursalam, 2008 :edisi 2). Penelitian ini menjelaskan tentang hubungan tingkat pengetahuan
ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat).

3.2 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian adalah Pentahapan atau langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah yang dilakukan
dalam melakukan penelitian (kegiatan sejak awal sampai akhir penelitian). Gambar 3.3 Kerangka
Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks Dengan Sikap Ibu Untuk
Melakukan Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

3.3 Sampling Desain

3.3.1 Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Notoatmojo,
2002). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh wanita pasangan usia subur yang berada di RW 7
Kelurahan Kedungkandang Kecamatan Kedungkandang Kota Malang sebanyak 171 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
subyek penelitian melalui sampling. (Nursalam, 2008). Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah
sebagian wanita pasangan usia subur yang berada di RW 7 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan
Kedungkandang Kota Malang yang memenuhi kriteria. Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan
dengan menggunakan rumus: Keterangan: n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi d : Tingkat kesalahan
yang dipilih (d= 0,05) (Nursalam, 2008)

3.3.3 Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari populasi target
yang terjangkau dan akan diteliti. (Nursalam, 2008). Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Ibu yang ada di tempat saat penelitian 2. Ibu yang sudah menikah 3. Ibu yang bisa membaca dan
menulis

3.3.4 Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. (Nursalam, 2008). 1. Ibu yang tidak sedang berada di
tempat penelitian 2. Ibu yang sakit saat penelitian 3. Ibu yang tidak bisa membaca dan menulis 4. Ibu
yang tidak mempunyai anak

3.3.5 Teknik Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling (jugdemen sampling) adalah suatu
teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi yang sesuai dengan kriteria
peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian) sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik
populasi yang telah dikenal sebelumnya. (Nursalam, 2008).

3.4 Identifikasi Variabel

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. (Arikunto,
2007).

3.4.1 Variabel Independen Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain.
(Nursalam, 2008: 97). Pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks.

3.4.2 Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain,
variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau
pengaruh dari variabel bebas. (Nursalam, 2008: 98). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah sikap
ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang apa yang
diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Tabel 3.3 Definisi Operasional hubungan
tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat). Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Kategori 1.
Variabel independen : Tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks Merupakan hasil tau dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu tentang kanker serviks yang
diharapkan dapat memberikan pengetahuan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks Pengetahuan
tentang kanker serviks : 1. Pengertian kanker serviks 2. Penyebab kanker serviks 3. Tanda dan gejala
kanker serviks 4. Stadium pada kanker serviks 5. Pengobatan kanker serviks Kuesioner Ordinal Jawaban :
Benar :skor 1 Salah : skor 0 Kemudian diklasifikasikan : - Pengetahuan baik : 76-100 % - Pengetahuan
cukup : 56-75 % - Pengetahuan kurang : 40- 55 % - Pengetahuan tidak baik : < 40 % (Arikunto,2007)
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Kategori 2. Variabel dependen : Sikap ibu untuk
melakukan tes IVA Merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu stimulus atau objek untuk
melakukan deteksi dini adanya kanker serviks dengan tes IVA Sikap ibu untuk melakukan tes IVA
Kuesioner Nominal Dengan kategori : - Positif T > mean T
- Negative
T < mean T (Aziz,2007) 3.6 Skoring Skoring adalah pemberian skor penelitian setelah data terkumpul.
(Arikunto,2007). Jawaban wawancara yang telah terkumpul masing-masing pertanyaan mempunyai nilai
yaitu skor 1 jika benar, skor 0 jika salah, dan skor 0 untuk yang tidak menjawab. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut : Keterangan : SP : Skor yang diperoleh SM : Skor maksimal N : Nilai yang didapat
Kategori prosentase tingkat pengetahuan tentang kanker serviks, yaitu: Jika skor 76 – 100 %
Pengetahuan ibu Baik : dinilai 4 Jika skor 56 – 75 % Pengetahuan ibu Cukup : dinilai 3 Jika skor 40 – 55 %
Pengetahuan ibu Kurang : dinilai 2 Jika skor < 40 % Pengetahuan ibu Tidak baik : dinilai 1 Untuk
menganalisa data dari aspek sikap ibu untuk melakukan tes IVA pengukuran dilakukan dengan kuesioner
sikap, dan kemudian diberi skor. Kemudian skor untuk sikap dijumlahkan semua untuk pengukuran sikap
mempergunakan skala Likert kemudian dilakukan perhitungan tingkat sikap dengan rumus (Azwar,
2008) : T= 50+10 Keterangan : T : tingkat sikap responden x : skor responden pada skala sikap menolak
diubah menjadi skor T x : skor kelompok s : deviasi standar skor kelompok Kriteria sikap : Favorabel : bila
nilai T > 1
Unfavorable : bila nilai T < 1 3.7 Waktu dan Tempat 3.7.1 Waktu Penelitian dilakukan bulan Mei-Juni
2011

3.7.2 Tempat Penelitian ini dilaksanakan di RW 7 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan Kedungkandang


Kota Malang 3.8 Pengumpulan Data Dan Analisis Data

3.8.1 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan jenis instrumen angket kuisioner. Pada
jenis pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab
pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan menggunakan pertanyaan terstruktur, subyek hanya menjawab
sesuai dengan yang sudah ditetapkan oleh peneliti. (Nursalam, 2008).

3.8.2 Pengumpulan Data 1) Dokumentasi / arsip 2) Quisioner 3) Penelitian 3.8.3 Pengolahan Data Pada
penelitian ini mendapatkan data tentang pengetahuan, peneliti membuat kuesioner. Pada variabel
pengetahuan jenis kuesioner yang dibuat adalah kuesioner tertutup dengan bentuk kuesioner adalah
pilihan ganda dimana jawaban sudah disediakan sehingga responden dapat memilih (Arikunto, 2002).
Sedangkan untuk memperoleh data tentang sikap, peneliti telah membuat daftar skala sikap yaitu
metode pengungkapan dalam bentuk self report yang hingga kini dianggap sebagai instrumen yang
paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan yang harus dijawab individu
(Azwar, 2003). Setelah kuesioner dan skala sikap dibuat, lalu diuji validitas dan reliabilitasnya pada
wanita yang memenuhi kriteria inklusi yang ikut terlibat dalam proses penelitian. Uji coba instrumen
dilakukan pada 20 responden. Uji validitas dilakukan dengan analisis butir kuesioner menggunakan
rumus korelasi Product moment melalui program komputer SPSS. Skor yang ada pada butir
dikorelasikan dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai X dan skor total dipandang sebagai Y.
Rumus korelasi produt moment: r = Keterangan : X = skor pertanyaan no. 1 Y = skor total N= jumlah
responden untuk menguji instrumen Dengan diperoleh indeks validitas setiap butir dapat diketahui
manakah yang memenuhi syarat validitas. Uji validitas kuesioner ini menghasilkan indeks korelasi (r)
pada rentang. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat dapat dipercaya atau
diandalkan (Notoatmodjo, 2005). Uji reliabilitas kuesioner dalam proposal penelitian dilakukan dengan
internal consisteny (tehnik konsistensi Internal) dilakukan dengan memfokuskan diri pada unsur – unsur
internal yaitu butir – butir pertanyaan atau soal. Pengukuran reliabilitas instrumen dilakukan dengan
Alpna Cronbah dengan taraf signifikasi 5%, rumus : r1 = keterangan : K = Banyaknya item soal S1² =
Jumlah varians item S1² = Varians total Jika pengujian kuesioner didapatkan nilai r: > 0,600 maka
kuesioner dinyatakan reliabel.
Menurut Ibnu Fajar, dkk (2009) langkah-langkah pengolahan data terdiri beberapa tahap, antara lain :
1) Editing
Editing adalah merupakan kegiatan memeriksa kembali kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah diisi
pada saat pengumpulan data.
2) Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data ke dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan
kode-kode tertentu. Peneliti memberi tanda kode jawaban responden sesuai ketentuan.
• Kode Responden :
R1 : Responden 1
R2 : Responden 2
R3 : Responden 3, dan seterusnya.
• Kode Pertanyaan :
Pertanyaan no 1 diberi kode 1, pertanyaan no 2 diberi kode 2, pertanyaan no 3 diberi kode 3, dan
seterusnya.
3) Tabulating
Tabulating merupakan proses pengolahan data yang bertujuan untuk membuat tabel-tabel yang dapat
memberikan gambaran statistik.
3.8.4 Analisa Data
Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara sistematis terhadap data yang
telah dikumpulkan dengan tujuan supaya trend dan relationship bisa dideteksi. (Nursalam, 2001). Teknik
pengolahan data pada penelitian dilakukan menggunakan chi-square dengan rumus :

X2=
Keterangan :
Oij : Jumlah observasi pada kasus-kasus yang dikategorikan dalam baris ke-1 dalam kolom ke-j
Eij : Jumlah kasus yang diharapkan yang dikategorikan dalam baris ke-1 dalam kolom ke-j
i : Baris
j : Kolom
(Fajar, 2009)
Hasil Chi Square yaitu apabila X2 hitung > X2 tabel maka H1 diterima berarti ada hubungan antar
variabel, sebaliknya jika X2 hitung < X2 tabel maka H1 ditolak berarti tidak ada hubungan antar variabel.

3.9 Etika Penelitian


Masalah etika penelitian kebidanan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian,
mengingat penelitian kebidanan berhubungan langsung dengan manusia. Maka dari segi etika penelitian
harus diperhatikan, masalah etika harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut : (Aziz, 2007).
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan menjadi Responden)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dari
penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan sampel, peneliti tidak mencantumkan nama dan subyek pada lembar
observasi, tetapi lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah didapatkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, haknya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.

http://angiesudibyo.blogspot.com/2011/06/hubungan-tingkat-pengetahuan-ibu.html

Prevalensi Kanker di Indonesia dan Dunia

Senin, 6 January 2014 05:09 5 Comments

Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit tidak menular
(Non-communicable diseases atau NCD). NCD merupakan penyebab kematian terbesar di dunia.
Dari 57 juta kematian pada tahun 2008, 63% (36 juta kematian) disebabkan oleh NCD, terutama
oleh karena penyakit kardiovaskuler (17 juta kematian), kanker (7,6 juta kematian), penyakit
paru kronis (4,2 juta kematian) dan diabetes (1,3 juta kematian). Sekitar seperempat dari jumlah
kematian akibat NCD di dunia terjadi pada usia sebelum 60 tahun. Angka kematian akibat NCD
lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah seluruh kematian karena penyebab lainnya. Berbeda
dengan pendapat secara umum, 80% kematian akibat NCD justru terdapat di negara-negara
dengan berpendapatan rendah-menengah. NCD merupakan penyebab kematian tertinggi di
sebagian besar negara-negara di Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara dan Pasifik
Barat (WHO, 2010).

Kematian akibat NCD diproyeksikan meningkat 15% secara global antara tahun 2010 dan 2020,
hingga mencapai 44 juta kematian. Peningkatan tertinggi (diperkirakan sebesar 20%) akan terjadi
di negara-negara Afrika, Asia Tenggara dan Mediterania Timur. Akan tetapi negara-negara yang
diperkirakan mempunyai jumlah angka kematian tertinggi pada tahun 2020 adalah Asia
Tenggara (10,4 juta kematian) dan Pasifik Barat (12,3 juta kematian) (WHO, 2010).

Pada dekade mendatang, kanker diprediksi sebagai penyebab kesakitan dan kematian yang
semakin penting di seluruh dunia. Tantangan untuk pengendalian kanker sangat besar, ditambah
dengan karakteristik populasi dengan usia yang semakin lanjut. Oleh karenanya, peningkatan
prevalensi penyakit kanker sulit dihindari. Diperkirakan pada tahun 2008 terdapat 12,7 juta
kasus kanker baru, dan angka ini diprediksi menjadi sebesar 21,4 juta kasus pada tahun 2030.
Dua pertiga kasus tersebut terdapat di negara-negara dengan sosial ekonomi rendah-menengah
(WHO, 2010).

Khusus penyakit kanker, the World Cancer Report mengestimasi bahwa terdapat 12,4 juta kasus
baru dan 7,6 juta kematian pada tahun 2008 (IARC, 2008). Angka estimasi jumlah kasus baru
ini sedikit lebih rendah daripada estimasi WHO (2010). Kejadian kanker yang terbanyak adalah
kanker paru (1,52 juta kasus), kanker payudara (1,29 kasus) dan kanker kolorektal (1,15 juta
kasus). Sedangkan kematian tertinggi disebabkan oleh karena kanker paru (1,31 juta kematian),
kanker lambung (780.000 kematian) dan kanker hati (699.999 kematian) (IARC, 2008).

Seperti halnya pada NCD, sebagian besar kejadian dan kematian akibat kanker juga terdapat
pada negara-negara kurang-sedang berkembang. Secara umum, 53% dari jumlah total kasus
kanker baru dan 60% dari jumlah kematian akibat kanker terdapat di negara-negara kurang-
sedang berkembang. Pada laki-laki, kanker prostat merupakan penyakit kanker terbanyak di
negara-negara maju (643.000 kasus, 20,2% dari total kasus kanker baru), akan tetapi hanya 5,6%
(197.000 kasus) di negara kurang berkembang. Sedangkan kanker paru (530.000 kasus atau
15.3%), merupakan penyakit kanker yang terbanyak di negara-negara kurang-sedang
berkembang. Pada wanita, jenis kanker yang terbanyak adalah kanker payudara, yaitu
diperkirakan sebesar 715.000 kasus baru di negara maju dan 577.000 di negara kurang-sedang
berkembang (IARC, 2008).
Gambar 1. Jenis Diagnosa Kanker Terbanyak, 2008 (WHO, 2010)

Di wilayah Asia Tenggara, pada tahun 2008 diperkirakan terdapat 1,6 juta kasus kanker baru dan
1,1 juta kematian akibat kanker. Angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 2,8 juta kasus
kanker baru dan 1,9 juta kasus meninggal. Pada laki-laki, diperkirakan terdapat 758.000 kasus
kanker baru dengan jenis kanker terbanyak adalah kanker paru, diikuti dengan kanker mulut,
kanker faring, kanker esofagus, kanker lambung, kanker kolorektal, kanker hati dan kanker
laring. Sedangkan para perempuan diperkirakan terhadap 831.000 kasus kanker baru dengan
jenis kanker terbanyak adalah kanker serviks dan payudara. Perbedaan jenis kanker ini
menyebabkan jumlah kematian kanker yang lebih tinggi pada pria (557.000 kematian) daripada
wanita (515,000 kematian) (IARC, 2008).

Di Indonesia, hasil survei Riset Kesehatan Dasar menunjukkan angka prevalensi penyakit
tumor/kanker sebesar 4,3 per 1000 penduduk (Kementerian Kesehatan, 2007). Kanker sebagai
penyebab kematian menempati urutan ke tujuh (5,7% dari seluruh penyebab kematian) setelah
kematian akibat stroke, tuberkulosis, hipertensi, cedera, perinatal, dan diabetes melitus.

Data dari WHO (2010) menunjukkan bahwa pada laki-laki, jenis kanker yang terbanyak di
Indonesia adalah kanker paru, sedangkan pada perempuan adalah kanker payudara (lihat Gambar
1). Menurut data rawat inap rumah sakit, insidensi kanker tertinggi di Indonesia secara umum
adalah kanker payudara sebanyak 8.082 kasus (18,4%), diikuti dengan kanker leher rahim 4.544
kasus (10.3%), kanker hati dan saluran empedu 3.618 kasus (8,2%), leukemia 3.189 kasus
(7,3%), Limphoma Non Hodgkin 2.862 kasus (6,5%), kanker bronkhus dan paru 2.537 kasus
(5,8%), kanker ovarium 2.314 kasus (5,3%), kanker rektosigmiod rektum dan anus 1.861 kasus
(4,2%), kanker kolon 1.635 kasus (3,7%), dan kanker kelenjar getah bening 1.022 kasus (2,3%).
(Sistem Informasi Rumah Sakit Indonesia, 2008).

Menurut penelitian yang pernah dilakukan, prevalensi kanker berdasar provinsi menunjukkan
bahwa ada 5 provinsi yang prevalensi kankernya melebihi prevalensi kanker nasional (>5.03%),
yaitu Provinsi DIY sebesar 9.66%, Provinsi Jawa Tengah sebesar 8.06%, Provinsi DKI Jakarta
sebesar 7.44%, Provinsi Banten sebesar 6.35%, dan Provinsi Sulawesi Utara sebesar 5.76%.
Kemudian jika berdasarkan odds ratio dari 12 jenis tumor ada diteliti menunjukkan bahwa tumor
ovarium dan servix uteri mempunyai prevalensi sebesar 19.3% dengan 95% CI 17.8 – 20.9,
sedangkan odds ratio yang terendah adalah tumor saluran pernafasan yang mempunyai
prevalensi 0.6% dengan 95% CI 0.4 – 0.9. (Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang
mempengaruhinya di Indonesia, Ratih Oemiati, Ekowati Rahajeng, Antonius Yudi Kristianto,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2011).

Berikut merupakan prevalensi kanker bila dilihat per provinsi.

Tabel 1. Kasus Tumor Menurut Provinsi di Indonesia

No Provinsi Prevalensi 95% CI

1 DI Aceh 2.68 2.06 – 3.49

2 Sumatera Utara 2.88 2.33 – 3.56

3 Sumatera Barat 5.57 4.72 – 6.58

4 Riau 3.24 2.43 – 3.42

5 Jambi 3.34 2.44 – 4.58

6 Sumatera Selatan 1.91 1.33 – 2.74

7 Bengkulu 3.68 2.84 – 4.76

8 Lampung 3.6 2.82 – 4.59

9 Bangka Belitung 2.01 1.32 – 3.06

10 Kepulauan Riau 3.83 2.29 – 6.39


No Provinsi Prevalensi 95% CI

11 DKI Jakarta 7.44 6.02 – 9.20

12 Jawa Barat 5.47 4.89 – 6.12

13 Jawa Tengah 8.06 7.37 – 8.81

14 DI Yogyakarta 9.66 7.92 – 11.76

15 Jawa Timur 4.41 3.94 – 4.94

16 Banten 6.35 5.03 – 8.02

17 Bali 4.93 3.79 – 6.38

18 Nusa Tenggara Barat 2.84 1.99 – 4.03

19 Nusa Tenggara Timur 3.35 2.77 – 4.05

20 Kalimantan Barat 2.45 1.88 – 3.18

21 Kalimantan Tengah 3.84 2.97 – 4.95

22 Kalimantan Selatan 3.91 3.06 – 4.99

23 Kalimantan Timur 3.59 2.80 – 4.60

24 Sulawesi Utara 5.76 4.36 – 7.60

25 Sulawesi Tengah 4.5 3.56 – 5.68

26 Sulawesi Selatan 4.78 4.12 – 5.54

27 Sulawesi Tenggara 2.6 1.99 – 3.41

28 Gorontalo 3.21 2.21 – 4.67


No Provinsi Prevalensi 95% CI

29 Sulawesi Barat 2.45 1.46 – 4.10

30 Maluku 1.54 0.83 – 2.86

31 Maluku Utara 1.95 0.91 – 4.20

32 Papua Barat 2.75 1.44 – 5.26

33 Papua 3.23 2.17 – 4.79

Indonesia 5.03 4.82 – 5.24

Sumber: (Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang mempengaruhinya di Indonesia, Ratih
Oemiati, Ekowati Rahajeng, Antonius Yudi Kristianto, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2011).

Sedangkan prevalensi tumor menurut jenisnya sebagai berikut.

Tabel 2. Prevalensi Tumor Menurut Jenis atau Lokasi Tumor

No Jenis Kanker OR 95% CI

1 Mata, otak, dan SSP 4.6 3.8 – 5.5

2 Bibir, rongga mulut, tenggorokan 5.1 4.3 – 6.0

3 Kelenjar gondok dan kelenjar endokrin 12.5 11.3 – 13.9

4 Saluran pernafasan (paru) 0.6 0.4 – 0.9

5 Payudara 15.6 14.2 – 17.1

6 Saluran cerna (usus, hati) 5.6 4.8 – 6.5

7 Ovarium, servix uteri 19.3 17.8 – 20.9


No Jenis Kanker OR 95% CI

8 Prostat 3.7 3.0 – 4.5

9 Kulit 14.9 13.5 – 16.5

10 Jaringan lunak 11.8 10.6 – 13.1

11 Tulang dan tulang rawan 4.6 3.9 – 5.6

12 Darah 0.9 0.6 – 1.4

Total 0.6 0.5 – 0.7

Sumber: (Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang mempengaruhinya di Indonesia, Ratih
Oemiati, Ekowati Rahajeng, Antonius Yudi Kristianto, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2011).

Beban epidemiologis penyakit kanker yang semakin tinggi merupakan beban tambahan bagi
Indonesia yang pada saat ini masih memerangi penyakit-penyakit menular. Penanggulangan
kanker mencakup kelima aspek yang tertera dalam model pengendalian kanker yang
komprehensif, yaitu surveilans, pencegahan primer, deteksi dini atau skrining, pengobatan dan
pelayanan paliatif. Oleh karenanya diperlukan pelayanan yang komprehensif di tingkat
pelayanan primer di puskesmas, pelayanan sekunder di rumah sakit serta rumah sakit rujukan,
serta sistem rujukan yang efektif.

Pelayanan diagnosis, pengobatan, dan pelayanan paliatif untuk kanker bertumpu pada pelayanan
yang disediakan oleh rumah sakit. Di Indonesia, pelayanan pemerintah untuk pasien kanker
diberikan oleh satu rumah sakit pemerintah khusus kanker (yaitu Rumah Sakit Kanker Dharmais)
dan rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas pelayanan untuk pasien kanker (terutama
rumah sakit tipe A dan B), dengan dukungan dari sektor swasta dan LSM seperti misalnya
Yayasan Kanker Indonesia. Rumah sakit tipe C juga menyediakan fasilitas pelayanan kanker
dengan ruang lingkup layanan dan kecanggihan-kelengkapan pelayanan yang terbatas.

Beban pasien kanker yang ditangani di Indonesia belum dapat dilaporkan secara akurat
mengingat sistem registrasi pasien kanker (Cancer Registry) yang belum mempunyai cakupan
yang luas. Berbagai keterbatasan layanan untuk penyakit kanker tersebut akan diminimalkan
dengan pendirian ICC (International Cancer Center) Sardjito dengan tujuan agar dapat
meningkatkan kualitas layanan terhadap penyakit kanker.

Pengembangan pelayanan berstandar internasional sangat penting mengingat fakta secara umum
bahwa jumlah warga negara Indonesia yang berobat ke luar negeri semakin meningkat dari tahun
ke tahun. General Manager National Healthcare Group International Business Development
Unit (NHG IBDU) mengungkapkan bahwa wisatawan medis yang berobat ke Singapura
mencapai 200.000 orang per tahun, dan 50% nya adalah warga negara Indonesia. Artinya ada
sekitar 100.000 warga Indonesia berobat ke Singapura tiap tahun, atau sekitar 273 pasien setiap
harinya. Sedangkan Chooi Yee Choong, direktur regional, ASEAN (Islands) International
Operations mengungkapkan pernyataan yang serupa, “Setiap tahun sekitar 300.000 pasien asing
berobat ke Singapura. Indonesia termasuk 3 besar jaringan rumah sakit milik pemerintah
Singapura, diantaranya RS Alexandra, RS National University, dan RS Tan Tock Seng. Secara
keseluruhan, pasien dari luar Singapura yang dirawat di RS Tan Tock Seng pada tahun 2005
sebanyak 49.000 orang. Dari jumlah tersebut, 44% atau sekitar 11.000 orang dari Indonesia, 50%
diantaranya berasal dari Jakarta.”

Data lainnya menyebutkan jumlah pasien Indonesia yang berobat ke RS Larn Wah Ee Malaysia
mencapai 12.000 per tahun atau sekitar 32 pasien per hari. Di RS Adventist Malaysia jumlah
pasien Indonesia yang terjaring mencapai 14.000 per tahun atau sekitar 38 pasien per hari. Warga
Sumatera Utara dan sekitarnya yang berobat ke Penang, Malaysia mencapai 1,000 orang setiap
bulannya.

Selain Singapura, tujuan berobat pasien asal Indonesia adalah Malaysia dan Ghuang Zou di Cina.
Kepergian mereka ke negara lain tersebut tentu saja dengan membawa dana besar. Data tahun
2006 menyebutkan bahwa jumlah devisa negara yang tersedot ke rumah sakit di luar negeri
mencapai USD 600 juta per tahun. Bila saja dana tersebut tidak “lari” ke luar negeri, dapat
dipastikan dana tersebut dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan tenaga pelayanan
kesehatan dalam negeri. Masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan di luar negeri oleh
karena tidak puas dengan pelayanan kesehatan di Indonesia.

http://manajemenrumahsakit.net/2014/01/prevalensi-kanker-di-indonesia-dan-dunia/

Penderita Kanker Payudara Menurun, Kanker Rahim Melonjak

Kanker payudara dan kanker leher rahim (serviks) masih mencatat kasus kanker terbesar di Indonesia.
Jumlah kanker payudara masih paling besar hanya saja trennya mulai menurun. Sedangkan jumlah
kanker serviks terus mengalami peningkatan.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Depkes, Prof. Dr. Tjandra Yoga
Aditama mengatakan dibanding� tahun 2006, kanker payudara sedikit menurun sebelumnya 8.327
kasus (19,64%) menjadi 8.227 kasus (16.85%). Tetapi kanker leher rahim naik dari sebelumnya 4.696
kasus (11,07%) menjadi 5.786 kasus (11,78%).

Menurutnya, kanker yang paling banyak kasusnya adalah kanker payudara dan kanker leher rahim.
Berdasar SIRS 2007 kanker payudara sebanyak 8.227 kasus (16.85%) dan kanker payudara 5.786 kasus
(11.78%). Menurut estimasi Globocan IARC (2002) insidens kanker payudara adalah 26 per 100.000
perempuan dan kanker leher rahim 16 per 100.000 perempuan.

Dr Tjandra Yoga mengatakan sejak dibentuk Direktorat PPTM (termasuk di dalamnya Subdit Kanker)
tahun 2006, pengendalian kanker dilaksanakan secara terpadu. Pengendalian kanker dilaksanakan
melalui 4 kegiatan pokok yaitu pencegahan factor risiko, deteksi dini, surveilans epidemilogi, dan
penyebaran informasi (KIE).

Saat ini program pengendalian kanker diutamakan pada kanker tertinggi yaitu kanker leher rahim dan
payudara dengan pembentukan pilot proyek deteksi dini di 6 provinsi (6 kabupaten) dan
pengembangannya sampai saat ini tengah berjalan di 11 kabupaten/kota, menggunakan metode
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan Clinical Breast Examination (CBE).

Daerah tersebut adalah Jawa Tengah: Kab Kebumen, Kab Pekalongan, Kab Wonosbo. Jawa Timur: Kab
Gresik, Kab Trenggalek, Kota Malang, Kota Kediri. Jawa Barat: Kab Karawang, DIY: Kab Gunung Kidul.
Sulsel: Kab Gowa. Sumut: Kab Deli Serdang.

Di lain pihak, LSM juga melakukan kegiatan yang sama di 7 lokasi yang berbeda yaitu Tasikmalaya
(Jabar), Bali, DKI Jakarta, Banjarmasin (Kalsel), Manado (Sulut), Medan (Sumut), dan Jawa Timur.

"Kanker masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat masih
mempersepsikan kanker sebagai penyakit mematikan, tidak dapat disembuhkan, dan tidak dapat
dicegah serta memerlukan biaya yang tinggi untuk pengobatannya. Di sisi lain, informasi tentang kanker
dan pencegahannya masih minim," kata Dr Tjandra Yoga dalam keterangan persnya memperingati hari
kanker sedunia, Kamis (4/2/2010).

Menurut Riskesdas 2008, tumor atau kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 di Indonesia
dengan presentasi 5,7%. Prevalensi tumor atau kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk.

Dr Tjandra Yoga juga mengatakan, masih banyak persoalan dan hambatan yang dihadapi seperti
kurangnya informasi tentang kanker kepada masyarakat, adanya persepsi masyarakat tentang kanker
yang tidak benar seperti kanker tidak dapat disembuhkan, penyakit yang memalukan, dan percaya
terhadap klenik dalam pengobatan kanker. Di samping itu, kurangnya kesadaran masyarakat dalam
mencegah kanker sedini mungkin. Di sisi program, kanker belum menjadi prioritas terutama di daerah.

Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

1. Pencegahan primer dilakukan dengan promosi, edukasi pola hidup sehat dan mencegah faktor risiko
kanker serta pengkajian dan pengembangan vaksin tertentu.

2. Pencegahan sekunder dengan deteksi dini (skrining) dan pengobatan segera.

3. Pencegahan tersier dengan pengobatan komprehensif dan perawatan paliatif.

"Depkes akan terus berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker di
Indonesia melalui program-program yang terukur," kata Dr Tjandra Yoga.

Program deteksi dini kanker leher rahim dan payudara mempunyai target 80% perempuan usia 30-50
tahun untuk di skrining sehingga diharapkan terhindar dari kedua kanker tersebut. Pada tahun 2014
Depkes menargetkan 25% kabupaten/kota di Indonesia akan melaksanakan deteksi dini kanker leher
rahim dengan IVA dan kanker payudara dengan CBE.

http://www.fk.unair.ac.id/news/kilasan/penderita-kanker-payudara-menurun-kanker-rahim-
melonjak.html

Bahaya Kanker Serviks Bagi Wanita


Menurut perkiraan Departemen Kesehatan saat ini ada sekitar 200 ribu kasus setiap tahunnya.Penderita kanker
mulut rahim di Indonesia ternyata jumlahnya sangat banyak. Menurutperkiraan Departemen
Kesehatan saat ini ada sekitar 100 kasusper 100 ribu penduduk atau200 ribu kasus setiap tahunnya. Selain itu, lebih
dari 70 persen kasus yang datang ke rumahsakitditemukan dalam keadaan stadium lanjut.Menurut Dr.
Bambang Dwipoyono SpOG dari divisi Kanker Ginekologik RS Kanker DharmaisJakarta, faktor
resiko epidemiologik penyumbang terjadinya dan berkembangnya kanker serviksadalah infeksi virus
papiloma manusia atau Human Virus Papilloma (HVP). Akibat yangditimbulkan penyakit ini
diantaranya berupa penurunan harapan hidup, lamanya penderitaan,dan tingginya biaya pengobatan.
“Karena itu upaya prevensi harus mulai dilakukan,” tegasBambang.Dia menyebutkan, berdasarkan data
RS Kanker Dharmais, pasien yang menderita kanker serviks pada stadium lanjut pada tahun 1993-1997 sebanyak
710 kasus baru. Sebesar 65persen pasien datang pada stadium lanjut (IIB-IV). Angka ketahanan hidup dalam dua
tahunstadium lanjut tersebut berkisar 53,2 persen dan untuk stadium awal hampir 90
persen.Bambang juga menambahkan, penelitian yang dilakukan Bank Dunia mendukung pendapatbahwa
program penapisan kanker serviks tak hanya menyelamatkan jiwa tapi juga biaya yangdikeluarkan jadi murah.
Sebagai perbandingan, program penapisan untuk satu orang untuksetiap lima tahun menghabiskan US$100 dan
wanita tersebut masih dapat bekerja karenaterhindar dari kanker serviks. Tapi di sisi lain, biaya
pengobatan kanker US$2600 dan wanitatersebut tak dapat bekerja lagi.Penelitian yang dilakukan oleh
Wartiman dkk tahun 1999 mendapatkan 75,56% penderita di 16rumah sakit di Jawa Barat menunjukkan
tingginya kejadian kanker serviks meningkatan duakali lipat pada perempuan yang mulai berhubungan seksual
sebelum usia 16 tahun dankejadian kanker serviks meningkat pada perempuan yang berganti-ganti
pasangan.Akibat yang ditimbulkan penyakit kanker mulut rahim diantaranya berupa penurunan harapanhidup,
lamanya penderitaan, dan tingginya biaya pengobatan. Berdasar data DepartemenKesehatan, di Indonesia terdapat
90-100 kasus kanker leher rahim per 100.000 penduduk.Setiap tahun terjadi 200.000 kasus kanker
serviks (Ca Serviks). Memang tidak semua kanker berakibat kematian, namun setidaknya kanker ini
menurunkan kualitas hidup manusia,khususnya perempuan.Jika menilik perjalanan penyakit itu, menurut
Bambang, hampir 90 persen kasus berasal dariepitel permukaan (epitel skuamosa). Didapatkan suatu keadaan
yang disebut pembakal kanker atau prakanker. Keadaan tersebut dimulai dari yang bersifat ringan sampai menjadi
karsinomain situ yang semuanya dapat didiagnosa dengan skrining atau penapisan. Dalam
prosesperkembangannya, dapat terjadi perubahan atau perpindahan daru satu tingkat ke tingkat yanglain. “Dari
yang ringan ke yang lebih berat atau sebaliknya,” papar Bambang.Terjadinya perubahan tersebut diperlukan
keadaan yang “cocok”, sehingga untuk menjadikanker diperlukan waktu 10-20 tahun. Namun jika sudah menjadi
kanker stadium awal, penyakitini dapat menyebar ke daerah di sekitar mulut rahim.Kondisi prakanker sampai
karsinoma in situ (stadium 0) sering tak menunjukkan gejala karenaproses penyakitnya berada di dalam lapisan
epitel dan belum menimbulkan perubahan yangnyata dari mulut rahim. Pada akhirnya gejala yang ditimbulkan
adalah keputihan, perdarahanpaska sanggama dan pengeluaran cairan encer dari vagina. Lalu jika sudah menjadi
invasif
http://www.scribd.com/doc/78299717/CA-SERVIK#scribd

Kanker serviks atau kanker leher/mulut rahim merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak
dialami kaum wanita. Di Indonesia, diperkirakan ada satu wanita meninggal setiap jamnya akibat
terkena kanker serviks. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah penderita
kanker serviks di Indonesia adalah yang terbesar di dunia.

“Setiap tahun, terdeteksi lebih dari 15 ribu kanker serviks di Indonesia dengan sekitar 8.000 kasus di
antaranya berakhir dengan kematian,” ujar Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Premier
Jatinegara Dr Indrawati Dardiri Sp OG di Jakarta, kemarin.

http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&catid=23&nid=797

Jumlah penderita kanker di Indonesia sangat tinggi. Hal ini terlihat dari berbagai data kanker
yang dipublikasikan baik oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga kanker.

Bahkan menurut WHO pada tahun 2030 akan terjadi lonjakan penderita kanker di Indonesia
sampai tujuh kali lipat. Jumlah penderita kanker yang meninggal juga kian memprihatinkan.
Untuk penderita kanker serviks , jumlahnya juga sangat tinggi. Setiap tahun tidak kurang dari
15.000 kasus kanker serviks terjadi di Indonesia. Itu membuat kanker serviks disebut sebagai
penyakit pembunuh wanita nomor 1 di Indonesia.

Label itu tidak berlebihan karena tiap hari di Indonesia dari 40 wanita yang terdiagnosa
menderita kanker serviks, 20 wanita diantaranya meninggal karena kanker serviks.

Tingginya kasus kanker serviks di Indonesia membuat WHO menempatkan Indonesia sebagai
negara dengan jumlah penderita kanker serviks terbanyak di dunia.

Sementara kanker payudara , merupakan penyakit dengan kasus terbanyak kedua setelah kanker
serviks. Penderita kanker payudara di Indonesia pada tahun 2004 (sebagaimana dikutip dari
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008) sebanyak 5.207 kasus.

Setahun kemudian pada 2005, jumlah penderita kanker payudara meningkat menjadi 7.850
kasus. Tahun 2006, penderita kanker payudara meningkat menjadi 8.328 kasus dan pada tahun
2007 jumlah tersebut tidak jauh berbeda meski sedikit mengalami penurunan yakni 8.277 kasus.

Yang perlu diketahui data penderita kanker payudara tersebut merupakan pasien yang keluar
rawat inap dengan diagnosis kanker. Jadi penderita kanker payudara sebenarnya sangat mungkin
jauh lebih besar lagi.

Kanker hati juga menjadi jenis kanker dengan penderita yang banyak. Penderita kanker hati
umumnya laki-laki. Penyakit kanker hati ini merupakan jenis penyakit kanker dengan jumlah
penderita nomor lima terbanyak di dunia dan menjadi penyebab kematian nomor tiga.

Besarnya jumlah penderita kanker di suatu negara biasanya berhubungan dengan jumlah
penderita hepatitis. Sebab penderita hepatitis umumnya berpotensi mengarah pada kanker hati.

Sementara pada anak, leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak menyerang.
Leukemia atau kanker darah menduduki peringkat tertinggi kasus kanker pada anak karena
masih lemahnya penanganan kanker pada anak.

Tidak heran untuk kasus penderita kanker darah pada anak yang ditemukan, umumnya sudah
memasuki stadium lanjut. Terlambatnya penanganan terhadap penderita kanker darah bisa
berakibat fatal dan dapat menyebabkan kematian. Umumnya penderita kanker darah ditemukan
pada anak berusia di bawah 15 tahun.

Untuk daerah dengan penderita kanker terbanyak di Indonesia adalah di Yogyakarta. Di daeerah
tersebut, tingkat prevalensi tumor mencapai 9,6 per 1000 orang. Angka tersebut jauh lebih tinggi
dari nilai rata-rata prevalensi nasional yang sebesar 4,3 per 1.000 orang.

Sementara jika dibandingkan dengan penyakit-penyakit non-kanker yang mengakibatkan


kematian, kanker menempati posisi ke-tujuh. Data menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
tersebut menempatkan stroke, TBC, hipertensi, cedera, perinatal dan diabetes melitus di atas
jumlah kematian akibat kanker.
Besarnya jumlah penderita kanker di Indonesia ini sebenarnya bisa dikurangi jika membiasakan
hidup sehat. Seperti dengan rajin berolahrga, makan buah dan sayuran, menghindari makanan
berpengawet dan menjauhi alkohol serta rokok.

Namun, jika sudah terlanjur menderita kanker, tak ada hal lain yang bisa dilakukan selain
melakukan pengobatan. Pengobatan kanker selain lewat medis, juga bisa dilakukan secara
alternatif. Pengobatan alternatif bagi penderita kanker bisa dilakukan dengan minum obat herbal
antikanker yang berkhasiat menumpas habis sel kanker sampai ke akar-akarnya seperti Sarang
Semut yang kini dikenal sebagai herbal antikanker dengan reaksi tercepat.

Hanya 1-2 bulan penggunaan, efek positif sudah dapat dirasakan oleh penderita kanker.
Penderita kanker tidak perlu cemas akan efek samping yang ditimbulkan karena sejauh ini tidak
ada efek samping negatif yang dilaporkan oleh para penggunanya. Penderita kanker dapat
sembuh tanpa perlu menjalani berbagai macam pengobatan yang rumit dan menyakitkan.

https://www.deherba.com/statistik-penderita-kanker-di-indonesia.html

Tahun tahun terakhir ini kanker leher rahim menduduki peringkat pertama kanker pada wanita
sekitar 18,5%. Penderita kanker leher rahim di Indonesia sekitar 33% dari seluruh penderita
kanker. Setiap tahunnya di seluruh dunia lebih dari 500 ribu kasus baru kanker leher rahim
diketahui, 80% terjadi di negara berkembang. Angka kejadian kanker leher rahim di Indonesia
sekitar 100 kasus per 100.000 penduduk.
Pemeriksaan pap smear adalah alat deteksi dini kanker leher rahim. Di beberapa maju pap smear
mampu menekan laju angka kesakitan dan kematian karena kanker leher rahim. Namun di negara
negara berkembang termasuk Indonesia hal tersebut belum dapat terwujud karena beberapa
kendala. Selain itu kesadaran wanita Indonesia untuk mencegah dan mendeteksi dini masih
sangat rendah. Saat ini telah tersedia pencegahan berupa imunisasi HPV (Human Papiloma
Virus) karena dari penelitian diketahui penyebab terbanyak kanker leher rahim.

Penyebab Kanker Leher Rahim


Sekitar 90-99% penyebab kanker leher rahim adalah Human Papilloma virus (HPV). Penularan
virus ini terkait erat dengan hubungan seksual yang tidak sehat. Ada beberapa infeksi virus HPV
yang reda dengan sendirinya dan sebagian berkembang menjadi kanker leher rahim, sehingga
dapat mengancam kesehatan anatomi wanita ini. Salah satu masalah yang timbul akibat infeksi
HPV adalah sering kali tidak muncul gejala atau tanda yang tampak oleh mata. Hampir separuh
wanita yang terinfeksi HPV tidak memperlihatkan gejala yang jelas dan wanita yang terinfeksi
HPV tersebut tidak menyadari bahwa dirinya dapat menularkan virus ke orang sehat lainnya.
Ada tiga golongan tipe HPV sebagai penyebab kanker leher rahim, yaitu : HPV resiko rendah
(tipe 6 dan 11), HPV resiko sedang (tipe 33, 35, 40, 43, 51, 56 dan 58),dan HPV resiko
tinggi(tipe 16, 18, dan 31).

Gejala Kanker Leher Rahim


Pada stadium awal kanker leher rahim tidak memperlihatkan gejala sehingga sulit untuk
diketahui. Apabila kanker leher rahim sudah dalam stadium lanjut dapat memperlihatkan gejala
gejala sebagai berikut :
1. Keputihan yang tidak sembuh sembuh, yang makin lama akan berbau busuk oleh karena
infeksi dan pembusukan jaringan.
2. Perdarahan yang terjadi saat senggama (post coital bleeding), perdarahan yang dialami makin
lama makin sering bahkan juga di luar senggama.
3. Rasa nyeri selama bersenggama.
4. Nyeri di sekitar daerah panggul akibat penyebaran sel sel kanker ke serabut saraf.
5. Kesulitan atau nyeri pada saat berkemih.
6. Pada stadium terminal akan timbul gejala akibat penyebaran sel kanker ke organ dalam, misal
menyebar ke ginjal akan muncul gejala gejala sakit ginjal begitu juga kalau sudah menyebar ke
paru paru akan menyebabkan gejala gejala sakit paru paru.

Faktor Resiko
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker leher rahim, yaitu :

1. Hubungan seksual atau pernikahan di usia dini


Ini merupakan resiko utama semakin muda seseorang melakukan hubungan seksual semakin
tinggi resiko terkena kanker leher rahim. Menurut penelitian wanita yang melakukan hubungan
seksual di usia 17 tahun mempunyai resiko 3 kali terkena kanker leher rahim bila dibandingkan
dengan wanita yang melakukan hubungan sekual pada usia 20 tahun.

2. Bergonti ganti pasangan seksual


Perilaku seksual dengan gonti ganti pasangan akan meningkatkan kemungkinan penularan HPV.
Resiko terkena kanker leher rahim menjadi 10 kali pada wanita dengan pasangan seksual 6 atau
lebih.

3. Merokok
Wanita perokok mempunyai resiko terkena kanker leher rahim 2 kali lipat dibandingkan dengan
wanita bukan perokok. Penelitian menunjukan lendir leher rahim pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat zat lain yang terkandung dalam rokok. Zat zat tersebut akan
menurunkan daya tahan leher rahim disamping merupakan ko-karsinogenik infeksi virus.

4. Defisiensi Zat Gizi


Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan
resiko terjadinya displasia ringan dan sedang. Pada wanita dengan konsumsi rendah beta karoten
dan retinol (vitamkin A) juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker leher rahim.

5. Trauma Kronis Pada Leher Rahim


Trauma kronis pada leher rahim dspat disebabkan persalinan, infeksi, dan iritasi menahun.

Deteksi Dini Kanker Leher Rahim


Adalah tindakan untuk menemukan sel sel kanker sedini mungkin. Dengan deteksi dini maka
harapan hidup pada wanita yang menderita kanker leher rahim akan meningkat dan resiko
kematian dapat dihindari. Ada beberapa metode deteksi dini kanker leher rahim yaitu dengan
cara Pap Smear dan Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA).
Pap smear adalah pemeriksaan sitologi dengan sensitivitas yang cukup baik dan murah. Dengan
pap smear perubahan pada sel sel leher rahim yang mengarah pada keganasan dapat terdeteksi.
Sudah 50 tahun metode deteksi dini dengan papsmear sudah digunakan sebagai sarana untuk
diagnostik kanker leher rahim. Teknik pap smear dilakukan dengan cara pengaambilan selaput
lendir epitel leher rahim dengan spatula atau sikat halus. Kemudian lendir epitel leher rahim
dioleskan pada kaca benda, kemudian dilihat dengan mikroskop apakah terdapat sel sel yang
ganas atau tidak. Pap smear dilakukan setiap tahun sekali, apabila hasil tes 2-3 kali pemeriksaan
negatif maka pap smear dilakukan dengan interval 3-5 tahun.
Pada daerah dengan fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada dapat dilakukan deteksi dini dengan
metode Inspeksi Visual Asam asetat (IVA). IVA adalah salah satu tes untuk mengidentifikasi lesi
pre-kanker. Caranya adalah dengan mengusapkan pada leher rahim asam asetat 3-5% dengan
aplikator kapas lesi pre-kanker, lalu hasilnya diamati dengan mata telanjang selama 20-30 detik.
Lesi pre-kanker positif apabila terlihat secara temporer berwarna lebih putih dari sekitarnya.

Pencegahan
Pencegahan selalu lebih baik dari pada mengobati, tindakan pencegahan kanker leher rahim
dilakukan dengan cara imunisasi menggunakan vaksin HPV. Pasien wanita yang mendapat
vaksinasi HPV tidak saja mendapat manfaat dari proteksi terhadap kanker leher rahim namun
mereka juga mendapat manfaat dengan penurunan jumlah tes Papaniculou abnormal. Perlu
diingat wanita yang mendapatkan vaksin HPV tetap harus menjalankan test Papaniculou karena
vaksin tidak melindungi pencegahan komplit terhadap kanker leher rahim. Badan regulasi
Australia, TGA (Therapeutic Goods Administration) telah merekomendasikan Cervarix yang
dapat diberikan pada wanita berusia 10-45 tahun, sehingga merupakan vaksin pertama untuk
pencegahan kanker leher rahim. Sementara di Indonesia saat ini masih dalam tahap penelitian
untuk mengetahui jenis virus HPV dan profil daya tahan wanita indonesia. Setelah diketahui
jenis virus HPV yang cocok barulah pembutan massal vaksin dilaksanakan. Bahan dasar
pembuatan vaksin bukan virus HPV utuh namun bagian selubung (Capsid) virus HPV yang
digunakan. Vaksin cukup dengan bagian selubungnya yang bisa memancing tubuh membentuk
sistem kekebalan terhadap virus HPV.
Imunisasi HPV akan diberikan pada wanita usia 12-14 tahun melalui suntikan selama tiga kali
berturut turut tiap dua bulan sekali dan dilakukan pengulangan sekali setelah sepuluh tahun
kemudian. Kemudahan dalam pemberian vaksin dan tingginya angka keberhasilan menjadi
keunggulan pencegahan dengan imunisasi.

Sumber : Jurnal Kedokteran Indonesia "Medika"


http://praktekku.blogspot.com/2009/05/kanker-leher-rahim-kanker-serviks.html

Anda mungkin juga menyukai