Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah salah satu bentuk organisasi pelayanan

kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif

mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi seluruh

lapisan masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya ini, rumah sakit sering

kali mengalami berbagai permasalahan menyangkut ketidakpuasan

masyarakat terhadap mutu pelayanan rumah sakit yang dianggap kurang

memadai atau kurang memuaskan. Salah satu aspek penting yang kurang

mendapat perhatian sehingga dapat berdampak pada penurunan mutu

pelayanan rumah sakit adalahkualitas pelayanan keperawatan (Depkes RI,

1994). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aditama (2003) keberhasilan

rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara

paripurna atau bermutu serta aman dipengaruhi oleh banyak faktor

diantaranya manajemen rumah sakit, manajemen keuangan, prasarana

dan sarana serta sumber daya manusia salah satunya tenaga

perawat,karena selain jumlahnya yang dominan (40%-50% dari seluruh

tenaga yang ada), mereka memberikan pelayanan 24 jam sehari selama

tujuh hari dalam seminggu serta mempunyai kontak dengan pasien. Untuk

itu sebagai jantung rumah sakit, perawat memerlukan suatu sistem yang

1
2

terpadu dalam menjalankan praktik keperawatan. Hal ini sejalan dengan

teori Dorothea Orem(1971) yang dikenal sebagai teori self-care deficit atau

disebut juga dengan teori keperawatan umum (General Theory Of

Nursing), yang mencakup tiga konsep mendasar dalam keperawatan yaitu

kebutuhan perawatandiri (self-care), defisit perawatan diri (self-care deficit)

dan sistem keperawatan (nursing system). (Kozier, dkk. 2011). Sistem

keperawatan terdiri dari struktur, proses, dan nilai-nilai profesional akan

mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan yang

dapat menopang pemberiaan asuhan keperawatan tersebut. Pedoman

sistem tersebut dikenal dengan Sistem Metode Asuhan Keperawatan

Profesional (MAKP). Menurut Mc Laughin, Thomas, dan Barterm (1995)

dalam Nursalam (2015) ada beberapa metode sistem pemberian asuhan

keperawatan kepada pasien. mengidentifikasi delapan model pemberian

asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit

adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan

primer. Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan kesehatan

perlu mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan.

Penerapan MAKP ini dipengaruhi oleh sistem pelayanan yang diterapkan,

kebijakan rumah sakit, persepsi perawat tentang MAKP, persepsi profesi

lain tentang MAKP dan kepuasan pasien. Kebijakan yang ada di suatu

rumah sakit yang akan menerapkan MAKP disesuaikan dengan 1) Visi

misi institusi; 2) Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan


3

keperawatan; 3) Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya; 4)

Terpenuhinya kepuasan kerja pasien, keluarga, dan masyarakat; 5)

Kepuasan kerja dan kinerja perawat; 6) Terlaksananya komunikasi yang

adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya. MAKP menekankan

pada kualitas kinerja tenaga keperawatan yang berfokus pada nilai

profesionalisme antara lain melalui penetapan dan fungsi setiap jenjang

tenaga keperawatan, sistem pengambilan keputusan, sistem penugasan

dan sistem penghargaan yang memadai. (Nursalam, 2015). Berdasarkan

teori yang dikemukakan Keliat (2010) penerapan MAKP secara tepat dapat

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan kinerja perawat. Menurut

Gobson, James, L., Ifancevich, John M., dan Donelly JR, James., 1997

dalam Nursalam, 2013Kinerja perawat merupakan tolok ukur dari kualitas

pelayanan suatu rumah sakit. Kinerja dipengaruhi oleh variabel individu,

variabel psikologis dan variabel organisasi. Variabel individu meliputi

kemampuan dan ketrampilan, variabel psikologis terdiri dari persepsi,

sikap, kepribadian dan motivasi. Variabel organisasi diantaranya adalah

sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan dapat terlihat dari

pembagian kerja tenaga kesehatan. Pembagian kerja pada perawat akan

tampak pada sistem penerapan pemberian asuhan keperawatan.


4

Rumah Sakit Tentara Tk. IV Wirasakti Kupang merupakan rumah sakit

yang baru pertama kali terakreditasi pada bulan Juli 2016 dan salah satu

rumah sakit yang sudah menerapkan MAKP sejak bulan April 2016,

namun belum berjalan secara optimal. Pada penerapan MAKP di RST

Tk.IV Wirasakti Kupang belum ada pembagian yang jelas mengenai ketua

tim, staf perawat dan job description yang harus dilakukan. Perawat

melakukan tugas berdasarkan pembagian yang dilakukan oleh perawat

pelaksana yang dianggap paling senior. Pada pelaksanaan MAKP

berdasarkan observasi peneliti ketika mengikuti praktik sistem

keperawatan di salah satu ruangan di RST Tk. IV Wirasakti Kupang,

perawat melakukan asuhan keperawatan berdasarkan rutinitas misalnya

perawat yang mengerjakan injeksi, perawatan luka, mendokumentasikan

askep dan sebagainya. Pertimbangan pemilihan MAKP untuk diterapkan di

rumah sakit ini adalah ketersediaaan sumber daya keperawatan dengan

pendidikan S1 keperawatan yang masih terbatas dan tidak semua perawat

pernah mengikuti pelatihan tentang MAKP.

Keliat (2010) mengemukakan bahwa penerapan MAKP secara tepat

akan berdampak pada peningkatan angka pemanfaatan tempat tidur

rumah sakit atau Bed Occupancy Rate (BOR) dan indikator mutu ruangan

serta penurunan angka rata-rata lama hari seorang pasien dirawat atau

disebut juga dengan Average Length Of Stay (AVLOS) dan angka rata-rata
5

jumlah hari tempat tidur tidak ditempati dari saat diisi hingga saat terisi

berikutnya atau Turn Over Interval (TOI) yang merupakan indikator mutu

pelayanan rumah sakit yang baik dan berdampak pada kinerja perawat.

Berdasarkan data yang diperoleh pada saat pra penelitian BOR rumah

sakit pada bulan Juli yaitu sebesar 36,35%; bulan Agustus 52,61%;

Sedangkan pada bulan September yaitu 43,47%. Dari data tersebut BOR

RST Tk. IV Wirasakti Kupang masih jauh dari nilai standar yang

seharusnya. BOR suatu rumah sakit dikatakan baik jika memenuhi standar

nasional BOR rumah sakit 70-80% sedangkan standar nasional 80-90%.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk membawa

permasalahan ini kedalam sebuah penelitian ilmiah dengan judul

“Hubungan Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

Terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RST Tk.IV Wirasakti

Kupang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang

diambil untuk penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan Penerapan

Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) terhadap kinerja

perawat di ruang rawat inap RST Tk.IV Wirasakti Kupang?


6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan Penerapan Metode Asuhan Keperawatan

Profesional (MAKP) terhadap kinerja perawat di RST Tk.IV

Wirasakti Kupang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi Metode Asuhan Keperawatan Profesional

(MAKP) yang diterapkan di Ruang Rawat Inap RST Tk.IV

Wirasakti Kupang.

1.3.2.2 Menganalis penerapan Metode Asuhan Keperawatan

Profesional (MAKP) pada aspek pelaksanaan job

description, pelaksanaan penerimaan pasien baru,

pelaksanaan timbang terima dan pelaksanaan discharged

planning di Ruang Rawat Inap RST Tk.IV Wirasakti Kupang.

1.3.2.3 Mengidentifikasi kinerja perawat di di Ruang Rawat Inap

RST Tk.IV Wirasakti Kupang.

1.3.2.4 Menganalisis hubungan Penerapan Metode Asuhan

Keperawatan Profesional (MAKP) terhadap kinerja perawat

di Ruang Rawat Inap RST Tk.IV Wirasakti Kupang.


7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan

kontribusi bagi pengembangan teori manajemen keperawatan

terkait dengan penerapan suatu Model Asuhan Keperawatan

Profesional (MAKP) di rumah sakit dalam upaya peningkatan kinerja

perawat.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Ruang Rawat Inap RST Tk. IV Wirasakti Kupang

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

rumah sakit khususnya RST Tk. IV Wirasakti Kupang dalam

mengevaluasi penerapan model asuhan keperawatan

profesional (MAKP) sehingga pada pelaksanaanya dapat

berjalan secara optimal sesuai dengan standart yang telah

ditetapkan. Penerapan model asuhan keperawatan

profesional yang optimal diharapkan mampu memberikan

motivasi kepada perawat dalam bekerja sehingga

meningkatkan kinerja dan hasil akhirnya adalah kepuasan

pasien selaku konsumen pelayanan keperawatan akan

dapat tercapai.
8

1.4.2.2 Bagi Institusi

Sebagai bahan referensi dan menambah kepustakaan

terkait bidang manajemen keperawatan khususnya Metode

Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP).

1.4.2.3 Bagi Peneliti

Sebagai bahan pembelajaran dan penambah wawasan

serta pengetahuan peneliti mengenai bidang manajerial

keperawatan dalam hal penerapan Metode Asuhan

Keperawatan Profesional.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang hubungan penerapan sistem Metode Asuhan

Keperawatan Profesional (MAKP) terhadap kinerja perawat, sepanjang

yang peneliti amati belum pernah dilakukan oleh orang lain. Beberapa

penelitian serupa yang pernah dilakukan, diantaranya:

1) Nur Hidayah (2014), penelitian dengan judul “Manajemen Model

Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim dalam Peningkatan

Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit”. Pelayanan kesehatan menjadi

fokus tuntutan masyarakat pada umumnya, baik pemerintah maupun

swasta. Oleh karena itu, mutu pelayanan kesehatan menjadi alasan

pertama bagi pasien dan keluarga dalam memilih rumah sakit. Salah

satu upaya dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan yakni


9

dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan dengan

memberikan rasa tanggung jawab yang lebih tinggi pada perawat

sehingga terjadi peningkatan kinerja kerja dan kepuasan pasien.

Pelayanan keperawatan ini diaplikasikan melalui penerapan model

asuhan keperawatan profesional atau MAKP karena kepuasan pasien

ditentukan salah satunya dengan pelayanan keperawatan yang

optimal. Manajemen Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan

pasien di Rumah Sakit. Hasil analisis menunjukkan bahwa Model

Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) berbanding lurus dengan

peningkatan mutu pelayanan kesehatan serta kepuasan pasien di

Rumah Sakit. Hasil penelitian ini Model Asuhan Keperawatan

Profesional (MAKP) berbanding lurus dengan peningkatan mutu

pelayanan kesehatan serta kepuasan pasien di Rumah Sakit. Dalam

pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim kegiatan

yang mutlak dan harus dilakukan serta diterapkan dengan baik di

Rumah Sakit yakni supervisi, timbang terima, sentralisasi obat dan

dokumentasi keperawatan yang baik. Semakin baik pelaksanaan ke

empat kegiatan tersebut maka akan semakin baik pula pelaksanaan

MAKP Tim dan tentunya akan meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan serta memberikan kepuasan pada pasien dalam pelayanan

keperawatan di Rumah Sakit.


10

2) Suratmi (2012) dalam SURYA, penelitian dengan judul “ Pengaruh

Pelatihan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim

terhadap penerapan MAKP Tim di RSUD Dr. Soegiri Lamongan”.

Kinerja perawat merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah

RS. Kepercayaan pasien sangat dipengaruhi oleh kualitas kerja dari

perawat. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kualitas kinerja dari perawat adalah dengan adanya penerapan Metode

Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). Di RSUD dr. Soegiri

Lamongan sudah ada penerapan MAKP Tim namun pada

pelaksanaannya belum berjalan optimal sehingga diperlukan suatu

upaya untuk meningkatkan pelaksanaan MAKP Tim. Tujuan penelitian

ini adalah untuk menganalisis penerapan MAKP Tim dan kinerja

perawat di ruang Bougenvile, Teratai, dan Dahlia RSUD dr. Soegiri

Lamongan. Desain penelitian ini adalah quasy eksperimental. Populasi

dan sampel adalah perawat ruang Bougenvile, Teratai, dan Dahlia

RSUD dr. Soegiri Lamongan dengan teknik total sampling. Besar

sampel sabnyak 47 perawat. Penelitian dilakukan dengan melakukan

observasi penerapan MAKP tim dan penilaian kinerja perawat.

Intervensi yang dilakukan adalah pelaksanaan pelatihan kepada kepala

ruang dan ketua tim ruang Bougenvile, Teratai, dan Dahlia RSUD dr.

Soegiri Lamongan. Hasil uji chi square menunjukan adanya perubahan

signifikan pada kinerja perawatdengan tingkat p 0,041 < 0,5 sehingga


11

H1 diterima, ada pengaruh penerapan MAKP Tim terhadap kinerja

perawat di RSUD dr. Soegiri Lamongan.

Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh Yulita Lobo (2016)

dengan judul penelitian “Hubungan Penerapan Sistem Metode Asuhan

Keperawatan Profesional (MAKP) terhadap Kinerja perawat di RST Tk. IV

Wirasakti Kupang”, peneliti ingin membuktikan kebenaran teori Doretha

Orem (1971) yang dikenal sebagai teori self-care deficit atau disebut juga

dengan teori keperawatan umum (General Theory Of Nursing) yaitu bahwa

salah satu faktor yang mendukung keberhasilan tindakan keperawatan

adalah sistem keperawatan itu sendiri dan teori Keliat (2010) yang

mengatakan bahwa penerapan MAKP secara tepat dapat mengingkatkan

mutu pelayanan rumah sakit dengan indikator peningkatan Bed

Occupancy Rate (BOR), Average Length Of Stay (AVLOS), dan Turn Over

Interval (TOI) serta dapat meningkatkan kinerja perawat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai 1) Konsep Model Asuhan Keperawatan

Profesional dan 2) Konsep Kinerja

2.1 Konsep Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

2.1.1 Definisi MAKP

Metode asuhan keperawatan profesional (MAKP) adalah suatu

sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang

memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan

keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut

diberikan (Sitorus, 2006).

Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan

empat unsur yakni standar, proses keperawatan, pendidikan

keperawatan dan sistem MAKP (Nursalam, 2007)

Hoffart dan Woods (1996) dalam Yulis (2010) mendefinisikan

Metode Asuhan Keperawatan Profesional sebagai sebuah sistem

yang meliputi struktur, proses dan nilai professional yang

memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan

keperawatan dan mengatur lingkungan untuk menunjang asuhan

keperawatan. Sebagai suatu model berarti sebuah ruang rawat

12
13

dapat menjadi contoh dalam praktik keperawatan professional di

Rumah Sakit.

2.1.2 Tujuan Pengembangan Metode Asuhan Keperawatan

Profesional

1. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui penataan

sistem pemberian asuhan keperawatan.

2. Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar

melaksanakan keperawatan profesional.

3. Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk

mengembangkan penelitian keperawatan.

4. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.

5. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan

pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan

6. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan

keperawatan.

7. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan

keputusan.

8. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan

keperawatan bagi setiap tim keperawatan


14

2.1.3 Dasar Pertimbangan Pemilihan Metode Asuhan Keperawatan

Profesional

Nursalam (2015: 169) menyatakan terdapat enam unsur utama

dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan

keperawatan yaitu :

1. Sesuai dengan visi dan misi institusi.

2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan

keperawatan.

3. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.

4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.

5. Kepuasan dan kinerja perawat

6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan

tim kesehatan lainnya.

2.1.4 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

2.1.4.1 MAKP Tim

Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota

yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan

keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat

ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas

tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam suatu

kelompok kecil yang saling membantu.

Konsep metode Tim:


15

1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu

menggunakan berbagai teknik kepemimpinan;

2. Pentingnya komunikasi efektif agar kontinuitas

rencana keperawatan terjamin;

3. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua

tim;

4. Peran kepala ruangan penting dalam model tim,

model tim akan berhasil jika didukung oleh kepala

ruangan.

2.1.4.2 MAKP Primer

2.1.4.3 MAKP Kasus

2.1.4.4 MAKP Tim-Primer

2.1.5 Aplikasi Metode Asuhan Keperawatan Profesional Tim

Aplikasi metode asuhan keperawatan profesional tim meliputi

beberapa pelaksanaan prosedur yaitu pelaksanaan penerimaan

pasien baru, timbang terima dan discharge planning (perencanaan

pulang).

2.2 Konsep Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja


16

Definisi kinerja menurut Irawan (2003) dalam nursalam (2015),

adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi atau indikator suatu

pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Kinerja atau

prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau

kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi

organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu

organisasi (Moeheriono, 2009). Menurut Oxford Dictionary kinerja

(performance) merupakan suatu tindakan proses atau cara

bertindak atau melakukan fungsi organisasi sedangkan menurut

Robbins kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan

kesempatan.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, maka

pengertian atau definisi kinerja atau performance dapat

disimpulkan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara

kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan

tugas tanggung jawab masing – masing, dalam upaya mencapai

tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar


17

hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Moeheriono,

2009)

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja (performance measurement) mempunyai

pengertian suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan

terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya

manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi

atas efisiensi serta efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan

organisasi (Moeheriono, 2009).

Menurut Nursalam (2015) Penentuan kinerja sangat diperlukan

agar suatu lembaga atau individu dapat mengetahui apakah

mereka telah berhasil dalam mencapai tujuan.

Penilaian kinerja adalah proses formal yang dilakukan untuk

mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja

(performance appraisal) seotang personel dan memberikan umpan

balik untuk kesesuaian tingkat kinerja (Ilyas, 2002)

Beberapa aspek yang mendasar dan paling pokok dari

pengukuran kinerja, yaitu sebagai berikut ;

1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi, dengan

menetapkan secara umum apa yang diinginkan oleh

organisasi sesuai dengan tujuan, visi dan misinya.


18

2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang

mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sedangkan

indikator kinerja mengacu pada pengukuran kinerja secara

langsung yang berbentuk keberhasilan utama (critical success

factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator)

3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi,

menganalisis hasil pengukuran kinerja yang dapat

diimplementasikan dengan membandingkan tingkat capaian

tujuan dan sasaran organisasi.

4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan

pengambilan keputusan yang berkualitas, memberikan

gambaran atau hasil kepada organisasi seberapa besar tingkat

keberhasilan tersebut dan mengevaluasi langkah apa yang

diambil organisasi selanjutnya.

Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor antara lain:

1. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik

perilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan

2. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang

personel dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah

ditetapkan untuk personel tersebut.

3. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel

mengatasi kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan


19

untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada

pada dirinya.

2.2.3 Tujuan Penilain Kinerja

Menurut Ilyas (2002) penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua

tujuan utama yaitu :

1. Penilaian kemampuan personel

Merupakan tujuan mendasar dalam rangka penilaian personel secara

individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian

efektivitas manajemen sumber daya manusia

2. Pengembangan personel

Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan dalam upaya

pengembangan personel seperti : promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan

penyesuaian kompensasi

Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan antara lain :

1) Mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan pembinaan

2) Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi

3) Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan

4) Bahan perencanaan manajemen program SDM masa datang

5) Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel.

2.2.4 Persyaratan Penilaian Kinerja


20

Dalam syarat – syarat penilaian kinerja ada beberapa aspek yang

harus diperhatikan oleh penilai karena persyaratan tersebut sangat

menentukan hasil penilaian kinerja selanjutnya. Adapun persyaratan yang

harus diperhatikan adalah sebagai berikut (Ilyas, 2002):

1. Input (Potensi)

Agar penilaian kinerja tidak membias dan tercapai sasaran sesuai

dengan yang dikehendaki organisasi, maka perlu ditetapkan, disepakati

dan diketahui aspek-aspek yang akan dinilai atau dievaluasi. Ruang

lingkup penilaian juga harus jelas meliputi siapa yang akan dinilai, apa

yang harus dinilai, mengapa penilaian kinerja harus dilakukan, kapan

waktu pelaksanaan penilaian dilakukan, dimanakah penilaian dilakukan

dan bagaimana penilaian tersebut dilakukan.

2. Proses

Pada fase pelaksanaan ini, proses komunikasi dan konsultasi antara

individu dan kelompok harus dilakukan sesering mungkin supaya dapat

menjaminn seluruh aspek dari sistem penilain kinerja secara

menyeluruh dari pokok-pokok yang berhubungan dengan praktik.

Proses tersebut dapat dilakukan dengan memberikan briefing dan

pelatihan agar memberikan dampak yang baik dan lebih efektif daripada

wawancara biasa saja.

3. Output
21

Perlu ada kejelasan hasil penilaian dari atasan seperti manfaat, dampak

dan resiko serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian. Selain itu,

perlu diketahui pula apakah hasil penilaian tersebut berhasil

meningkatkan kualitas kerja, motivasi kerja, etos kerja dan kepuasan

kerja karyawan yang akhirnya nanti akan direfleksikan pada

peningkatan kinerja perusahaan.

2.2.5 Indikator Kinerja

Pada umumnya, ukuran indikator kinerja dapat dikelompokkan ke

dalam enam kategori berikut ini :

1. Efektif

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan dalam

mencapai sesuatu yang diinginkan. Indikator mengenai efektifitas ini

menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang

sudah benar (are we doing the right things?)

2. Efisien

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output

dengan menggunakan biaya serendah mungkin. Indikator mengenai

efektivitas menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan

sesuatu dengan benar (are we doing things right?)

3. Kualitas

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk atau jasa

yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen


22

4. Ketepatan Waktu

Indikator ini mengukur apakah pekerjaan telah diselesaikan secara benar

dan tepat waktu. Untuk itu, perlu ditentukan kriteria yang dapat mengukur

berapa lama waktu yang seharusnya diperlukan untuk menghasilkan suatu

produk. Kriteria ini biasanya didasarkan pada harapan konsumen.

5. Produktivitas

Indikator ini mengukur tingkat produktifitas suatu organisasi. Dalam bentuk

ilmiah, indikator ini mengukur nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu

proses dibandingkan dengan nilai yang dikonsumsi untuk biaya modal dan

tenaga kerja.

6. Keselamatan

Indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara keseluruhan serta

lingkungan kerja para pegawainya ditinjau dari aspek keselamatan.

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Perilaku yang berhubungan dengan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu faktor individu dan faktor lingkungan.

1. Faktor individu

1) Pendidikan

Yang dimaksud pendidikan disini adalah pendidikan formal di sekolah-

sekolah ataupun kursus.Didalam bekerja seringkali faktor pendidikan

merupakan syarat paling pokok untuk fungsi-fungsi tertentu sehingga

dapat tercapainya kesuksesan dalam bekerja. Dengan demikian pada


23

pekerjaan tertentu, pendidikan akademis sudah tercukupi, akan tetapi

pada pekerjaan lainnya menurut jenjang pendidikan yang lebih tinggi,

sehingga jenjang pendidikan seseorang harus sesuai dengan jabatan

yang dipegang. Pendidikan adalah proses penyampaian informasi kepada

seseorang untuk mendapatkan perubahan perilaku (Notoatmojo, 2002).

2) Pengalaman / masa kerja

Melalui pengalaman kerja, pekerjaan mengembangkan sikap

mengenai tinjauan prestasi, kemampuan memimpin, rancangan kerja dan

aviliasi kelompok kerja. Penalaman terdahulu menyebabkan beberapa

sikap individu terhadap kinerja, loyalitas dan komitmen terhadap

pekerjaannya.

3) Sikap

Sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang

selalu dipersiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang

memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang,

obyek dan keadaan.Setiap individu mempunyai sikap terhadap sejumlah

topik mengenai serikat pekerja, latihan, tujuan, karier dan hubungan

teman. Teori lain tentang sikap menyatakan bahwa seorang yang

mempunyai sikap terstruktur merupakan gabungan dari komponen efektif,

kognitif dan perilaku yang saling berhubungan, bila terjadi perubahn pada

satu komponen maka akan terjadi perubahan yang cepat pada komponen
24

yang lainnya. Jadi afeksi, kognisi dan perilaku menentukan sikap dan

sebaliknya sikap dapat membentuk afeksi, kognisi dan perilaku individu.

4) Kemampuan dan keterampilan

Kemampuan adalah sifat biologis yang bias dipelajari dan

memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang baik, yang bersifat

fisik maupun mental. Secara psikologis, kemampuan (ability) seseorang

terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realitas (knowledge

dan skill), artinya bahwa seseorang yang memiliki IQ diatas rata-rata

dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam

mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai

kinerja yang diharapkan (Mangkunegara. A.A, 2001).

5) Persepsi

Persepsi adalah seseorang dalam memahami lingkungannya yang

melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam

suatu pengalaman psikologis. Dengan kata lain, persepsi berperan dalam

penerimaan rangsangan, mengaturnya dan menerjemahkan atau

menginterprestasikan rangsangan yang teratur untuk mempengaruhi

perilaku dan membentuk sikap. Oleh karena persepsi berperan dalam

cara memperoleh pengetahuan khusus tentang objek atau kejadian pada

saat tertentu maka persepsi terjadi ketika rangsangan mengaktifkan

indera. Karena melibatkan pengetahuan, ini termasuk interprestasi obyek,

simbol-simbol.Dan orang-orang dengan pengalaman yang relevan.


25

6) Usia, Jenis kelamin dan Keragaman Ras

Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada

pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai

yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan

pekerjaan sedang pegawai yang lebih muda biasanya memiliki harapan

yang lebih ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila harapannya

dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat

menyebabkan mereka tidak puas (Mangkunegara, 2001).

Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin pria dan

wanita adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya ingat,

kemampuan penalaran, kreatifitas dan kecerdasan. Namun demikian

masih ada yang memperdebatkan antara pria dan wanita mengenai

prestasi dalam pekerjaan, absensi dan tingkat pergantian. Wanita

mempunyai tingkat absensi lebih tinggi dari pada pria di sebabkan karena

adanya peran sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga (mengasuh

anak, orang tua dan pasangan).

7) Keragaman

Keragaman adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan

mutu manusia seperti ras, etnis yang berbeda dari kelompok sendiri dan

kelompok diluar dari tempat mereka berbeda, yang mempunyai

kemampuan yang berbeda-beda dalam bekerja.

8) Pembelajaran dan kepribadian individu


26

Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, sifat kepribadian seseorang

sangat berhubungan dengan kesuksesan dalam bekerja.Kepribadian

adalah karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan

sifat umum dan perbedaan dari perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh

keturunan, budaya, dan faktor sosial.

Menurut Super dan Crites pengukuran kepribadian didalam bimbingan

jabatan karyawan berguna bagi maksud maksud sebagai berikut : bagi

mereka yang mempunyai kepribadian tidak baik, mungkin akan

mengalami kesukaran penyesuaian diri didalam training maupun dalam

situasi kerja, bagi mereka yang mempunyai sifat kepribadian yang

mengganggu penyesuaian diri dengan kondisi dan posisi kerja bias

dilakukan upaya yaitu : penempatan posisi kerja sesuai kepribadiannya

(M. As’ad, 2001).

2. Faktor lingkungan

1) Kepemimpinan

Kepemimpinan dapat terjadi diluar konteks organisasi dan didefinisikan

sebagai proses menggerakkan satu atau beberapa kelompok dalam

beberapa arahan tanpa melalui tekanan (Marquis,Bassie, 2010).

2) Deskripsi jabatan

Menurut Sutrisno Hadi dalam bukunya berjudul Psikologi Industri,

diskripsi dapat bermacam-macam bentuknya tergantung pada tujuan

pembuatanya.Setiap deskripsi jabatan ada tiga hal yang harus


27

dicantumkan yaitu ringkasan jabatan, syarat-syarat kerja, luas lingkup

tugas.

3) Struktur organisasi

Struktur organisasi adalah pola formal aktifitas dan hubungan antar

berbagai sub unit organisasi. Dua aspek yang termasuk dalam struktur

organisasi adalah desain pekerjaan, desain organisasi. Desain

pekerjaan dihubungkan dengan proses dimana manager

menspesifikkan isi, metode dan hubungan pekerjaan untuk memenuhi

kepentingan organisasi dan individu serta harus bias menjelaskan isi

dan tugas serta posisi pimpinan unit serta hubungan posisi masing-

masing anggota timnya. Sedangkan desain organisasi berkaitan

dengan struktur organisasi secara menyeluruh dan berencana

merubah filosofi dan orientasi tim yang dapat meningkatkan kinerja

anggota timnya (Gibson, 1996 dikutib Agustinus GA, 2008).

4) Norma aturan

Norma aturan umumnya merupakan standar yang disepakati individu

dan perilaku kelompok yang dikembangkan sebagai akibat interaksi

anggota setiap saat. Norma prestasi berkaitam erat dengan evaluasi

prestasi kerja yang memuaskan (Gibson,1996 dikutib Agustinus GA

2008).

2.2.7 Konsep Aplikasi Kinerja Perawat


28

Menurut Swanburg (2000), penilaian kinerja adalah alat yang paling

dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya

manusia dan produktifitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara

efektif dalam mengerjakan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa

keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat

menggunakan proses appraisal kinerja untuk mengatur arah kerja dalam

memilih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan pada

personal perawat yang kompeten.

Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna

mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja

perawat. Melalui evaluasi regular dari setiap pelaksanaan kerja pegawai,

manajer dapat mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu

kepuasan perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka,

memberitahukan perawat yang bekerja tidak memuaskan bahwa

pelaksanaan kerja mereka kurang serta menganjurkan perbaikannya,

mengidentifikasi pegawai yang layak menerima promosi atau kenaikan gaji,

mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus, memperbaiki

komunikasi antara atasan dan bawahannya serta menentukan pelatihan

dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus.

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien

digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik


29

keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu pekaryaan

seorang perawat yang dianggap baik, tepat, dan benar yang dirumuskan

sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan serta merupakan tolak

ukur dalam penilaian penampilan kerja seorang perawat. Standar penilaian

praktik keperawatan merupakan standar penilaian kinerja perawat dalam

memberikan asuhan perawat (Nursalam, 2007).

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di rumah

sakit telah di susun standar praktik keperawatan telah disahkan oleh Menkes.

RI dalam SK No.660/Menkes/SK/IX/1987 yang kemudian diperbaharui dan

disahkan berdasarkan SK Dirjen Yanmed. Depkes RI No. YM.00.03.2.6.7637,

tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996, Dewan Pimpinan

Pusat PPNI menyusun standar praktik keperawatan yang mengacu dalam

tahapan proses keperawatan, yang meliputi Pengkajian, Diagnosis

keperawatan, Perencanaan, Implementasi, Evaluasi dan Dokumentasi.

Standar pelayanan dan standar asuhan keperawatan tersebut

berfungsi sebagai alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan

apakah pelayanan/asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit

sudah mengikuti dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan

dalam standar tersebut. Bila pelayanannya sudah mengikuti dan sesuai

dengan persyaratan-persyaratan maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan

paling sedikit sudah dapat dipertanggungjawabkan termasuk mutunya. Bila


30

mutu pelayanan dapat dipertanggungjawabkan maka dapat dikatakan bahwa

mutu pelayanannya juga harus dianggap baik.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan standar asuhan

keperawatan perlu dilakukan penilaian secara objektif dengan menggunakan

metode dan instrumen penilaian yang baku. Instrumen evaluasi penerapan

standar asuhan keperawatan terdiri dari 1) pedoman studi dokumentasi

asuhan keperawatan yang selanjutnya disebut sebagai instrumen A, 2)

Angket yang ditujukan kepada pasien dan keluarga untuk memperoleh

gambaran tentang persepsi pasien terhadap mutu asuhan keperawatan yang

selanjutnya disebut instrumen B, 3) Pedoman observasi pelaksanaan

tindakan keperawatan yang selanjutnya disebut instrumen C. Ketiga jenis

instrumen ini satu sama lain saling terkait. Instrumen penilaian ini dapat

digunakan di semua rumah sakit, yaitu di RS Khusus dan RSU klas A, B dan

C baik RS pemerinatah maupun swasta.

Instrumen A digunakan untuk mengumpulkan data agar dapat menilai

kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh

perawat. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan

pendokumentasian yang ditemukan dalam rekam medis pasien dengan

pendokumentasian yang ditentukan dalam standar asuhan keperawatan.

Aspek yang dinilai dalam instrumen ini adalah Pengkajian Keperawatab,

Diagnosa keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Tindakan

Keperawatan, Evaluasi Keperawatan dan Catatan Asuhan Keperawatan


31

1. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Asuhan keperawatan memerlukan data yang lengkap dan dikumpulkan

secara terus menerus, tentang keadaan untuk menentukan kebutuhan

asuhan keperawatan. Data kesehatan harus bermanfaat bagi semua anggota

tim kesehatan.

Komponen Pengkajian Keperawatan meliputi:

1) Pengumpulan Data

Kriteria:

(1) Menggunakan format yang baku

(2) Sistimatis

(3) Diisi sesuai item yang tersedia

(4) Aktual (baru)

(5) Absah (valid)

2) Pengelompokan Data

Kriteria:

(1) Data biologis

(2) Data psikologis

(3) Data sosial

(4) Data spiritual

3) Perumusan Masalah

Kriteria :
32

(1) Kesenjangan antara status kesehatan dan norma dan pola fungsi

kehidupan.

(2) Perumusan masalah ditinjau oleh data yang telah dikumpulkan.

2. Standar II : Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data, status kesehatan

pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien.

Kriteria :

1) Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan

pemenuhan kebutuhan pasien dibuat sesuai dengan wewenang perawat.

2) Komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan gejala (PES) atau

terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

3) Bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi.

Bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien, kemungkinan besar

akan terjadi.

4) Dapat ditanggulangi oleh perawat.

3. Standar III : Perencanaan keperawatan

Perencanaan Keperawatan disusun berdasarkan diagnosa

keperawatan. Komponen perencanaan meliputi :

1) Prioritas masalah

Kriteria :
33

(1) Masalah-masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas

utama.

(2) Masalah-masalah yang mengancam kesehatan seseorang adalah

prioritas kedua.

(3) Masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan prioritas

ketiga.

2) Tujuan asuhan keperawatan

Kriteria :

(1) Spesifik

(2) Bisa diukur

(3) Realistik

(4) Bisa dicapai

(5) Ada batas waktu

3) Rencana Tindakan

(1) Disusun berdasarkan asuhan keperawatan

(2) Melibatkan pasien dan keluarga

(3) Mempertimbangkan latar belakang budaya pasin/keluarga

(4) Menentukan alternative tindakan

(5) Mempertindakan kebijakan dan peraturan yang berlaku, lingkungan,

sumber daya fasilitas yang ada

(6) Menjamin rasa aman dan nyaman

(7) Kalimat instruksi, ringkas, tegas dan bahasanya mudah dimengerti


34

4. Standar IV : Tindakan keperawatan

Tindakan keperawatan adalah pelaksanakan rencana tindakan yang

ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara

maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan, memeliharaan,

serta pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan

keluarganya. Kriteria :

1) Dilaksanakan sesuai rencana keperawatan

2) Menyangkut keadaan bio, psiko-sosio, dan spiritual pasien

3) Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan

pasien/keluarganya

4) Sesuai dengan waktu yang ditentukan dan menggunakan SDM yang ada

5) Menetapkan sistim aseptik dan antiseptik

6) Menerapkan aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan

pasien

7) Melaksanakan kebaikan tindakan sesuai dengan respon pasien

8) Merujuk dengan segera bila ada masalah yang telah mengancam

keselamatan pasien

9) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan

10) Merapikan pasien, alat, setelah melakukan tindakan

11) Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis

yang telah ditentukan.

5. Standar V : Evaluasi Keperawatan


35

Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan

berencana untuk menilai perkembangan pasien.

Kriteria :

1) Setiap tindakan keperawatan, dilakukan evaluasi

2) Evaluasi hasil menggunakan yang ada pada rumusan tujuan

3) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan

4) Evalusi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya

5) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar

6. Standar VI : Catatan Asuhan Keperawatan

Catatan asuhan keperawatan dicatat secara individu

Kriteria :

1) Dilakukan pasien selama menginap dan rawat jalan

2) Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan

3) Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan

4) Penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang

baku

5) Sesuai dengan proses pelaksanaan keperawatan

6) Pencatatanya harus mencantumkan inisial/paraf/nama perawat yang

melaksanakan tindakan dan waktunya.

Pengisian instrumen dilakukan oleh perawat dengan kriteria sebagai

berikut :

1. Perawat terpilih dari ruangan tempat dilakukan evaluasi


36

2. Perawat yang telah menguasai/memahami proses keperawatan

3. Telah mengikuti pelatihan penerapan standr asuhan keperawatan di RS

Rekam medik pasien yang dinilai harus memenuhi kriteria sebagai

berikut:

1. Rekam medis pasien yang telah pulang dan telah dirawat minimal 3 (tiga)

hari di ruangan yang bersangkutan

2. Data dikumpulkan sebelum berkas rekam medis pasien dikembalikan

pada bagian Medical Record RS.

3. Khusus untuk kamar Operasi dan IGD, penilaian dilakukan setelah pasien

dipindahkan ke ruang lain/pulang.

4. Rekam medis pasien yang memenuhi kriteria selama periode evaluasi

berjumlah 20 unit untuk setiap ruangan.

Bentuk instrumen A terdiri dari :

1. Kolom 1 : No urut yang dinilai

2. Kolom 2 : Aspek yang dinilai

3. Kolom 3 : No. Kode rekam medik yang dinilai

4. Kolom 4 : Keterangan

Adapun cara pengisian instrumen A adalah sebagai berikut :

1. Perawat penilai mengisi kolom no 3 dan 4

2. Kolom 3 terdiri dari 10 sub kolom yang diisi dengan kode berkas pasien

(1,2, 3 ...dst) sesuai dengan urutan waktu pulang, pada periode evaluasi
37

Tiap sub kolom hanya digunakan untuk mengisi hasil penilaian rekam

medik

Contoh : sub kolom 01 digunakan untuk mengisi hasil penilaian rekam

medik dengan kode berkas 01.

Rekam medik yang telah digunakan untuk penilaian harus diberi tanda

dengan kode berkas agar tidak dinilai ulang

3. Pada tiap sub kolom diisi dengan tanda “V” bila aspek yang dinilai

ditemukan dan tanda “O” bila aspek yang dinilai tidak ditemukan pada

rekam medik pasien yang bersangkutan

4. Kolom keterangan diisi bila penilai menganggap perlu mencantumkan

penjelasan atau bila ada keraguan penilaian

5. Sub total diisi sesuai dengan hasil penjumlahan jawaban nilai “V” yang

ditemukan pada masing-masing kolom.

6. Total diisi dengan hasil penjumlahan sub total, 01 + 02 + 03...dst

7. Tiap variabel dihitung prosentasinya dengan cara...

Total
Prosentase : x 100 %
Jumlah berkas x jumlah aspek yang dinilai

Pada akhir penilaian dibuat rekapitulasinya baik di ruangan yang

dilakukan evaluasi maupun ditingkat rumah sakit. Rekapitulasi ini merupakan

laporan hasil pelaksanaan evaluasi


38

Tabel 2.1 Intrumen Studi Dokumentasi Penerapan Standar Asuhan

Keperawatan

NO Aspek yang dinilai Kode Berkas KET


Rekam Medik
Pasien

A Pengkajian
1 Mencatat data yang dikaji sesuai dengan
pedoman pengakajian
2 Data dikelompokkan
3 Data dikaji sejak pasien masuk dan
setiap ada perubahan
4 Masalah dirumuskan berdasarkan
kesenjangan antara status kesehatan
dengan norma dan pola fungsi kehidupan
B Diagnosa
5 Diagnosa keperawatan berdasarkan
masalah yang telah dirumuskan
6 Diagnosa keperawatan mencerminkan
PE/PES
7 Merumuskan diagnosa keperawatan
aktual/potensial
C Perencanaan
8 Berdasarkan diagnosa keperawatan
9 Disusun menurut urutan prioritas
10 Rumusan tujuan mengandung komponen
pasien/subjek, perubahan, perilaku,
kondisi pasien dan atau kriteria
11 Rencana tindakan mengacu pada tujuan
dengan kalimat perintah/terinci dan jelas
serta melibatkan pasien/keluarga
12 Rencana tindakan menggambarkan
keterlibatan pasien/keluarga
39

13 Rencana tindakan menggambarkan


kerjasama dengan tim kesehatan lain
D Tindakan
14 Tindakan dilaksanakan mengacu pada
rencana keperawatan
15 Perawat mengobservasi respon pasien
terhadap tindakan keperawatan
16 Revisi tindakan berdasarkan hasil
evaluasi
17 Semua tindakan yang telah dilaksanakan
dicatat ringkas dan jelas
E Evaluasi
18 Evaluasi mengacu pada tujuan
19 Perawat mengevaluasi perkembangan
pasien
20 Hasil evaluasi dicatat selanjutnya
F Catatan Asuhan Keperawatan
21 Menulis pada format yang baku
22 Pencatatan dilakukan sesuai tindakan
yang dilaksanakan
23 Pencatatan ditulis dengan jelas, ringkas,
istilah yang baku dan benar
24 Setiap selesai melakukan
tindakan/kegiatan perawat
mencantumkan paraf nama jelas dan
tanggal, jam dilakukannya tindakan
25 Berkas catatan keperawatan disimpan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
JUMLAH
PROSENTASE

2.4 Kerangka Konseptual

Beban Kerja: Kondisi Kerja:

1. Beban kerja kuantitatif. 1. Lingkungan fisik kerja.


2. Beban kerja kualitatif. 2. Kondisi psikologis.
3. Kondisi sementara
40

1.Stress Kerja

2.Kepuasan kerja Kerja

3.Motivasi Kerja

Pelayanan Keperawatan
Profesional

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Berhubungan

Kerangka KonseptualHubungan Penerapan Metode Asuhan


Gambar 2.1
Keperawatan Profesional (MAKP) Terhadap Kinerja Perawat di
Ruang Rawat Inap RST Tk.IV Wirasakti Kupang
41

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pernyatahan penelitian.Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang

hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab

suatu pertanyaan dalam penelitian (Nursalam, 2015).

Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:

H1 : Ada hubungan penerapan Metode Asuhan Keperawatan

Profesional (MAKP) terhadap kinerja perawat.

H0 : Tidak ada hubungan penerapan Metode Asuhan Keperawatan

Profesional (MAKP) terhadapkinerja perawat.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Desain penelitian adalah struktur penelitian, sebagai pengikat

semua unsur dalam satu proyek penelitian untuk mencapai tujuan

bersama (Trochim, 2006 dalam Lapau, 2012). Desain peneitian adalah

rancangan penelitian yang terdiri atas beberapa komponen yang

menyatu satu sama lain untuk memperoleh data dan/ atau fakta dalam

rangka menjawab pertanyaan atau masalah penelitian. Rancangan

penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,

memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat

memengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2013). Jenis penelitian ini

adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan

penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional untuk

mengetahui hubungan beban kerja dan kondisi kerja terhadap motivasi

perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof. Dr. W. Z.

Johannes Kupang.

3.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah-langkah dalam

kegiatan penelitian yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data

yang diteliti untuk mencapai tujuan penelitian (Setiadi, 2007 dalam

Yulianti, 2014)

Kerangka kerja dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut:

38
Populasi target

Perawat ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang yang berjumlah 32 orang.

Populasi terjangkau

(Perawat ruang IGD RSUD Prof. Dr. W.Z.Johannes yang sesuai dengan kriteria
inklusi)

Kriteria inklusi:

1. Perawat IGD yang aktif bekerja minimal 1 tahun.


2. Tidak sedang cuti hamil/ melahirkan/ tahunan.
3. Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent.
4. Pendidikan minimal DIII Keperawatan.

Teknik sampling jenuh

Sampel = 32 responden

Informed consent

Pengumpulan data

Kuesioner (Penerapan sistem MAKP) Kuesioner (Motivasi Kerja)

Editing Editing

Coding Coding

Scoring Scoring

Tabulating Tabulating

Uji Korelasi Pearson

Hasil

Gambar 3.1 Kerangka Kerja


Penelitian
3.3 Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku karakteristik yang memberikan nilai

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain). Dalam riset, variabel

dikarakteristikan sebagai derajat, jumlah dan perbedaan. Variabel juga

merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefenisikan

sebagai suatu fasilitas untuk mengukur dan atau manipulasi suatu

penelitian (Nursalam, 2008 dalam Yulianti, 2014). Variabel dalam

penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi

atau nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah beban kerja dan kondisi

kerja perawat di ruang Instalasi Gawata Darurat (IGD) RSUD Prof.

Dr. W. Z. Johannes Kupang.

2. Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah tingkat motivasi perawat di

ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof. Dr. W. Z.

Johannes Kupang.

3.4 Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan

bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel.

Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah


yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional (Setiadi,

2007).

Tabel 3.1Defenisi Operasional

Skor
No. Variabel Defenisi Parameter Alat Ukur Skala

1. Independen: Jumlah Jenis Beban kerja: Kuesioner Ordinal 4=tidak


Beban kerja tanggungan 1. Beban kerja menjadi
kerja yang kuantitatif: beban kerja
harus a. Melaksanakan 3=beban
diselesaikan observasi kerja ringan
dalam rentang pasien secara 2=beban
waktu yang ketat selama kerja
sudah jam kerja. sedang
ditentukan. b.Banyaknya 1=beban
pekerjaan kerja berat
dan
beragamnya
pekerjaan Kriteria
yang harus Presentase
dikerjakan. Hasil :
c.Kontak
langsung Tidak
perawat menjadi
pasien secara beban
terus menerus kerja:
selama jam 82% - 100%
kerja.
d.Rasio perawat Beban kerja
dan pasien. ringan:

2. Beban kerja 63% - 81%


kualitatif:
Beban kerja
a.Pengetahuan
sedang:
dan
44% - 62%
keterampilan
yang dimiliki Beban kerja
perawat dalam berat:
mengimbangi
tingkat 25% - 43%
kesulitan
pekerjaan.
b.Tanggung
jawab yang

tinggi terhadap
asuhan
keperawatan
pasien kritis.
c.Harapan
pimpinan
terhadap
pelayanan.
d.Tuntutan
keluarga
terhadap
keselamatan
pasien.
Kondisi kerja Keadaan pada 1. Lingkungan fisik Kuesioner Ordinal 4=menyena
tempat kerja kerja: ngkan
yang a.Pencahayaan 3=kurang
memengaruhi b.Suhu menyenang
setiap proses c.Suara kan
dalam bekerja. d.Polusi (zat-zat 2=tidak
kimia) menyenang
2. Kondisi kan
psikologis: 1=sangat
a.Komunikasi tidak
antar perawat. menyenang
b.Tata tertib dan kan
aturan di
ruangan Kriteria
c.Keterlibatan presentase
keluarga hasil :
pasien.
Menyenang
kan:

82% - 100%

Kurang
menyenang
kan :
63% - 81%

Tidak
menyenang
kan:

44% - 62%

Sangat
Tidak
Menyenang
kan:

25% - 43%

2. Dependen: Karakteristik 1. Motivassi afiliasi Kuesioner Ordinal 5=sangat


Motivasi psikologis 2. Motivasi reward setuju
kerja perawat dimana 3. Motivasi 4=setuju
adanya punishment 3=ragu-
dorongan dari ragu
dalam diri 2=tidak
perawat untuk setuju
memberikan 1=sangat
pelayanan tidak setuju
keperawatan
yang Kriteria
profesional. presentasi
hasil :
Baik:
74%-100%

Sedang:47
% - 73%

Kurang:
20% - 46%

3.5 Populasi, Sampel dan Sampling

3.5.1 Populasi

Populasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang

memenuh kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013).

Pembagia populasi menurut Sastroasmoro & Ismail (1995)

dalam Nursalam (2013) meliputi:

a. Populasi target

Populasi target adalah populasi yang memenuhi

kriteria sampling dan menjadi sasaran akhir penelitian.

Populasi target menurut Polit dan Hungler bersifat umum

dan biasanya pada penelitian klinis dibatasi oleh

karakteristik demografis (meliputi jenis kelamin atau usia)

(Nursalam, 2013). Populasi target dalam penelitian ini


adalah perawat ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD)

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

b. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi

kriteria penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh

peneliti dari kelompoknya (Nursalam, 2013). Populasi

terjangkau dalam penelitian ini yaitu perawat ruang

Instalasi Gawat Darurat yang memenuhi kriteria inklusi

yang sudah ditetapkan. Kriteria inklusi yang digunakan

dalam penelitian ini, yakni:

1. Perawat IGD yang aktif bekerja minimal 1 tahun.

2. Tidak sedang cuti hamil/ melahirkan/ tahunan.

3. Bersedia menjadi responden dan menandatangani

informed consent.

4. Pendidikan minimal DIII Keperawatan.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2007

dalam Yulianti, 2014). Pada penelitian ini, sampel yang

dipakai sebagai responden adalah perawat di ruang Instalasi

Gawat Darurat (IGD) yang berjumlah 32 orang.

3.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data


3.6.1 Pengumpulan Data

3.6.1.1 Proses Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini proses pengumpulan data

diperoleh setelah mendapat izin dari tempat

dilakukannya penelitian yakni RSUD Prof. Dr. W. Z.

Johannes Kupang. Sebagai langkah awal penelitian,

peneliti menyeleksi responden sesuai dengan kriteria

inklusi yang telah ditetapkan. Setelah responden

didapatkan selanjutnya peneliti meminta persetujuan

dari responden dengan memberikan surat persetujuan

menjadi responden (informed consent) yang

ditandatangani oleh responden. Setelah responden

setuju, selanjutnya peneliti membagikan kuesioner

kepada responden yang terdiri dari tiga item yakni

beban kerja, kondisi kerja, serta motivasi dengan

terlebih dahulu menjelaskan mengenai cara

pengisiannya. Pengumpulan data dilakukan selama

tujuh hari dengan menyesuaikan jadwal dinas dari

perawat di Ruang IGD. Terdapat empat tim di ruang

IGD, kuesioner dijelaskan dan diberikan pada saat akhir

jam dinas kemudian kuesioner langsung diisi diruang

IGD. Setelah diisikemudian kuesioner dikumpulkan

kembali untuk dilakukan pengolahan data sesuai urutan


pengolahan data, setelah itu dilakukan analisa dan

penyajian data hasil penelitian.

3.6.1.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner. Kuesioner adalah self report

information form yang disusun untuk mendapatkan

informasi yang diharapkan dari responden sesuai

dengan pertanyaan (Nursalam, 2013).

Kuesioner terdiri dari sederetan pertanyaan

yang diajukan kepada responden. Kuesioner digunakan

untuk mengidentifikasi semua variabel dalam penelitian

ini, yakni beban kerja, kondisi kerja, dan motivasi

dengan skala ordinal dengan 4-5 tipe pilihan. Kuesioner

terdiri dari tiga bagian, yakni mengenai beban kerja

terdapat 13 item pertanyaan, mengenai kondisi kerja

terdapat 16 item pertanyaan dan mengenai motivasi

terdapat 10 item pertanyaan.

Tipe jawaban dalam penelitian ini disebut

dengan fixed alternative, dimana alternatif jawabannya

telah ditetapkan oleh peneliti, dan responden

diharapkan untuk memberikan respon jawaban dari

pilihan yang tersedia (Setiadi, 2007).

3.6.1.3 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini diadakan dari tanggal 13 sampai

dengan 18 bulan Junitahun 2016, di ruang Instalasi

Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes

Kupang.

3.6.2 Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk

tujan pokok penelitian yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian yang mengungkap fenomena (Nursalam, 2013).

Dalam data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh,

diantaranya:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali

kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Peneliti

melakukan koreksi terhadap kelengkapan data dengan

meneliti kembali kelengkapan pengisian dan kejelasan

jawaban.

2. Coding

Mengklasifikasi jawaban-jawaban dari para responden

ke dalam kategori dengan cara memberi tanda atau kode

berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

3. Scoring

Menentukan skor atau nilai untuk tiap-tiap item

pertanyaan dan menentukan nilai terendah dan tertinggi.

Adapun penilaian dalam penelitian ini:


a. Beban kerja:

1. Tidak menjadi beban kerja =4

2. Beban kerja ringan =3

3. Beban kerja sedang =2

4. Beban kerja berat =1

Pengolahan data beban kerja dilakukan

dengan menggunakan presentase skor sebagai

berikut.

Tidak menjadi beban kerja : 82% - 100%


Beban kerja ringan : 63% - 81%
Beban kerja sedang : 44% - 62%
Beban kerja berat : 25% - 43%
b. Kondisi kerja:

1. Menyenangkan =4

2. Kurang menyenangkan =3

3. Tidak menyenangkan =2

4. Sangat tidak menyenangkan = 1

Pengolahan data kondisi kerja dilakukan

dengan menggunakan presentase skor sebagai

berikut.

Menyenangkan : 82% - 100%


Kurang menyenangkan : 63% - 81%
Tidak menyenangkan : 44% - 62%
Sangat Tidak Menyenangkan : 25% - 43%
c. Motivasi

1. Sangat setuju =5

2. Setuju =4

3. Ragu-ragu =3

4. Tidak setuju =2

5. Sangat tidak setuju =1

Pengolahan data tingkat motivasi perawat

dilakukan dengan menggunakan presentase skor

sebagai berikut.

Baik : 74% - 100%


Cukup : 47% - 73%
Kurang : 20% - 46%
4. Tabulating

Mentabulasi hasil data yang diperoleh sesuai item-

item pertanyaan.

5. Uji Statistik

Data dianalisa dengan menggunakan uji korelasi

pearson untuk menentukankorelasiserta menguji hipotesa

diantara dua variabel atau lebih, karena data dinilai secara

ordinal.Uji analisis regresi logistic digunakan untuk mencari

manakah variabel independen yang memiliki hubungan murni

dengan variabel dependen. Interpretasi data dapat dilihat dari

nilai p dimana dikatakan signifikan apabila nilai p< 0,05,


dengan tingkat kemaknaan 95%. Perangkat lunak yang

digunakan dalam uji statistik ini adalah SPSS versi 17.

3.7 Etika Penelitian

3.7.1 Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed Consent tersebut diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembaran informasi

penelitian yang berisi tujuan penelitian serta teknis pengisian

kuesioner. Tujuan Informed Consent adalah agar subjek

mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui

dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak

bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden

(Setiadi, 2007).

3.7.2 Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti

tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar

pengumpulan data yang diisi oleh subyek. Lembar tersebut

hanya akan diberikan kode tertentu (Setiadi, 2007).

3.7.3 Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek

dijamin kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu yang

akan disajikan atau dilaporkan pada hasil riset (Setiadi, 2007).


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bruggink, J.J.H. Refleksi tentang Hukum, alih bahasa: Arief Sidharta, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1996.

Cheng H. Karolyne, et.al., Black’s Law Dictionary (Ninth Edition), Thomson


Reuters, USA, 2009.

Hadjon, M. Philipus, et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Ke-


X, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2008.

Hadjon, M. Philipus, et.al., Hukum Administrasi dan Good Governance, Universitas


Trisakti, Jakarta, 2010.
Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.

HS Salim H. dan Nurbani Septiana Erlies, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Disertasi dan Tesis (Buku Kedua), Rajawali Pers, Jakarta, 2014.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Edisi Revisi Cetakan Ke-9, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2014.
--------------------. Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Revisi Cetakan Ke-6, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2014.

Simamora, Yohanes Sogar, Hukum Kontrak: Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah di Indonesia, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Kantor Hukum “WINS
& Partners”, Surabaya, 2014.

Purwosusilo, H, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Prenadamedia Group,


Jakarta, 2014.

Tim Penyusun Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Baru Cetakan
Keenam, PT Media Pustaka Phoenix, Jakarta, 2012.

52
Jurnal

HR Ridwan, Diskresi dan Tanggung Jawab Pejabat dalam Penyelenggaraan


Pemerintahan di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, Surabaya, 2013.

Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata, Terjemahan R. Subekti dan R.


Tjitrosudibio, Cetakan ke-40, Pradnya Paramita, 2009.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. LN RI Tahun
2003 Nomor 47. TLN RI Nomor 4286.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. LN RI Tahun 1999 Nomor 75,
TLN RI Nomor 3851.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. LN RI Tahun 2002 Nomor 137, TLN RI Nomor 4250.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. LN
RI Tahun 2012 Nomor 153, TLN RI Nomor 5332.
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Instansi Pemerintahan, LN RI Tahun 2000 15, TLN RI Nomor
3931.
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, LN RI Tahun 2003 Nomor 120, TLN RI Nomor 4330.
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, LN RI Tahun 2004 Nomor 77.
Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah RI Tahun 2005 Nomor 36.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2006 tentang Perubahan Kelima atas Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat Atas
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Peraturan Presiden 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Nomor
18 tahun 2014 Tentang Daftar Hitam dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.

Model Law
UNCITRAL Model Law on Procurement of Goods. Construction and Services with
Guide to Enactment, United Nations, New York, 1995.

Putusan
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1182 K/Pdt/2012, dalam perkara antara
Pemerintah Kota Surabaya, Cq. Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Cq. Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pendidikan Kota Surabaya melawan PT.
Internet Pratama Indonesia.
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 831/Pdt.G/2010/PN.Sby. dalam perkara
antara PT. Internet Pratama Indonesia melawan Pemerintah Kota Surabaya, Cq.
Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Cq. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas
Pendidikan Kota Surabaya.

Website
http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/57bc76ec5a4de8ff32646e6f5066ed87

Anda mungkin juga menyukai