Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.

2 Oktober 2016
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TEMPAT TIDUR PER


RUANGAN BERDASARKAN INDIKATOR DEPKES DAN BARBER
JOHNSON DI RUMAH SAKIT SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA
KABUPATEN TASIKMALAYA TRIWULAN 1 TAHUN 2016
Viki Rinjani1, Endang Triyanti2
1,2
Program Studi D III PIKES Poltekkes Tasikmalaya Tahun 2016,
vikirinjani@gmail.com, triyanti.endang@yahoo.co.id

Abstract
Inpatient Services is one of service held by the hospital. Singaparna Medika Citrautama Hospital Tasikmalaya
regency have 7 (seven) inpatient room there are Shofa, Marwah, Madinah, Arafah, Mina, Perinatology and
2015 and the addition of beds in every room in 2016 became the backdrop

TOI and BTO and illustrated through Barber Johnson graphs as an evaluation and planning. The purpose

in Singaparna Medika Citrautama Hospital Tasikmalaya Regency First Quarter in 2016. The research is
2016 are 637 forms. The
results showed that there is only one (1

75% - 85% (standard


Barber Johnson). Therefore, it is necessary to allocate a bed based on patient visits total.
Keywords:

Abstrak
Pelayanan Rawat Inap adalah salah satu pelayanan yang diselenggarakan oleh rumah sakit. Rumah Sakit
Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya memiliki 7 (tujuh) ruangan rawat inap yaitu ruangan

pada tahun 2015 dan penambahan tempat tidur disetiap ruangan pada tahun 2016, menjadi latar belakang

Barber Johnson sebagai bahan evaluasi dan

Depkes dan Barber Johnson di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Triwulan
1 Tahun 2016. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan populasi jumlah sensus harian rawat inap
triwulan 1 (satu) tahun 2016 berjumlah 637 formulir. Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya ada 1 (satu)

Barber Johnson). Oleh karena itu, perlu dilakukan realokasi


tempat tidur berdasarkan jumlah kunjungan pasien.
Kata kunci: Barber Johnson, Depkes

PENDAHULUAN pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.


Salah satu upaya kuratif dan rehabilitatif rumah
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 129/
sakit adalah dengan diselenggarakannya pelayanan
Menkes/SK/II/2008 Rumah Sakit adalah sarana
Rawat Inap.
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan meliputi pelayanan promotif, Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan kepada
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan pasien yang melakukan observasi, diagnosis,

38
Viki Rinjani dan Endang Triyanti.

terapi atau rehabilitasi yang perlu menginap METODE


dan menggunakan tempat tidur serta mendapat
Jenis penelitian ini adalah deskriptif menggunakan data
makanan dan pelayanan perawat terus menerus
primer dengan pendekatan retrospektif. Penelitian ini
(Rustiyanto, 2010). Pelayanan Rawat Inap akan dapat
dilaksanakan di bagian ruang rekam medis Rumah Sakit
Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya
yang bertujuan untuk memulihkan keadaan pasien
tanggal 09 Mei – 11 Juni 2016.
yang sedang sakit. Unit Rawat Inap (URI) memiliki
peran yang penting bagi rumah sakit, karena sebagian Variabel yang digunakan adalah variabel univariat
besar pendapatan yang diterima oleh rumah sakit yang menggambarkan penyajian data. Variabel dalam
adalah dari pelayanan rawat inap. penelitian ini adalah penggunaan Tempat Tidur (TT)
dan subvariabelnya adalah penggunaan Tempat Tidur
(TT) berdasarkan BOR, LOS, TOI dan BTO.
dibutuhkan unit rekam medis yang mampu menunjang
tercapainya tertib adminstrasi sebagaimana menurut Populasi penelitian adalah data rekam medis, berupa
Hatta (2013), Rekam Medis memiliki peran dan Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) triwulan 1 Tahun
fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai dasar 2016. Sampel yang digunakan adalah total sampling
pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien, yaitu Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) semua ruangan
bahan pembuktian dalam perkara hukum, bahan triwulan 1 Tahun 2016. Instrumen penelitian berupa
untuk keperluan penelitian dan pendidikan, dasar Pedoman Observasi.
pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan terakhir Cara analisa data yang digunakan adalah analisa univariat
sebagai bahan untuk membuat statistik kesehatan.
umumnya dalam analisis ini menghasilkan distribusi
hanya dengan data mentah atau data dari SHRI saja, dan persentase dari tiap variabel. Dalam penelitian ini
melainkan harus diolah terlebih dahulu ke dalam analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau
indikator-indikator rawat inap (BOR, LOS, TOI
dan BTO) yang berfungsi untuk memantau kegiatan Barber Johnson.
yang ada di unit rawat inap. Data dari indikator rawat
Barber Johnson yang
digunakan untuk memantau dan menilai tingkat HASIL
Gambaran Efisiensi Penggunaan Tempat Tidur
Barber Johnson digunakan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama
Kabupaten Tasikmalaya
sakit. Apabila titik Barber Johnson berada di luar
Sistem informasi yang menghasilkan indikator BOR,
Jadi titik Barber Johnson digunakan untuk mengetahui
Johnson dilakukan secara semi komputerisasi yaitu
dimulai dengan pencatatan Sensus Harian Rawat
Pada tahun 2016 dilakukan penambahan tempat tidur Inap (SHRI) di setiap ruangan oleh administrasi
menjadi 162 tempat tidur sampai bulan Februari karena ruangan (adru). Pengambilan formulir SHRI dilakukan
masih dalam tahap awal sehingga jumlah tempat tidur seminggu sekali yaitu setiap hari sabtu oleh petugas
sering berubah-ubah, maka dari itu perlu dilakukan rekam medis ke semua ruangan. Ada 7 ruangan
rawat inap diantaranya ruangan Arafah, Shofa, Mina,
untuk mengevaluasi efektivitas penambahan tersebut. Madinah, Marwah, Perinatologi dan ICU.
Barber
Johnson bisa tahunan, semester dan triwulan. Karena 1. Ruangan Shofa
program sudah berlangsung selama tiga bulan maka
Ruangan Shofa
peneliti mengambil periode triwulan. Berdasarkan latar
Indikator Hasil
belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
BOR 65,37 %
LOS ( BJ ) (Depkes)
Tempat Tidur Peruangan Berdasarkan Indikator Depkes 3,26 hari 3,01 hari
dan Barber Johnson di Rumah Sakit Singaparna Medika TOI 1,73 hari
Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Triwulan 1 Tahun BTO 18,66 kali

2016”. Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap


Ruangan Shofa

39
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.2 Oktober 2016
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

Barber Johnson berdasarkan data 3. Ruangan Madinah


dari tabel 1.1: Tabel 1.3

Madinah
Indikator Hasil
BOR 79,93 %
LOS ( BJ ) (Depkes)
4,62 hari 4,4 hari
TOI 1,16 hari
BTO 17,55 kali
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap
Ruangan Madinah

Barber Johnson berdasarkan data


dari tabel 1.3

Gambar 1.1
Barber Johnson Ruangan Shofa

2. Ruangan Marwah
Tabel 1.2

Marwah
Indikator Hasil
BOR 72,64 %
LOS ( BJ ) (Depkes)
2,59 hari 2,52 hari
TOI 1 hari
BTO 27,84 kali
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap
Ruangan Marwah.

Barber Johnson berdasarkan data Gambar 1.3


dari tabel 1.2 : Barber Johnson Ruangan Madinah

4. Ruangan Arafah
Tabel 1.4

Arafah
Indikator Hasil
BOR 63,13 %
LOS ( BJ ) (Depkes)
4,74 hari 4,64 hari
TOI 2,77 hari
BTO 12,44 kali
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap
Ruangan Arafah

Gambar 1.2
Barber Johnson Ruangan Marwah

40
Viki Rinjani dan Endang Triyanti.

Barber Johnson berdasarkan data 6. Ruangan Perinatologi


dari tabel 1.4: Tabel 1.6

Perinatologi
Indikator Hasil
BOR 70,13 %
LOS ( BJ ) (Depkes)
3,17 hari 3,18 hari
TOI 1,35 hari
BTO 20,15 kali

Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat


Inap Ruangan Mina

Barber Johnson berdasarkan data


dari tabel 1.6 :

Gambar 1.4
Barber Johnson Ruangan Arafah

5. Ruangan Mina
Tabel 1.5

Mina
Indikator Hasil
BOR 86,06 %
LOS ( BJ ) (Depkes)
3,81 hari 4,15 hari
TOI 0,62 hari
BTO 20,73 kali

Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap


Ruangan Mina Gambar 1.6
Barber Johnson Ruangan Perinatologi
Barber Johnson berdasarkan data
dari tabel 1.5 : 7. Ruangan ICU
Tabel 1.7

ICU
Indikator Hasil
BOR 53,79 %
LOS ( BJ ) (Depkes)
2,77 hari 2,67 hari
TOI 2,38 hari
BTO 17,63 kali

Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap


Ruangan ICU

Gambar 1.5
Barber Johnson Ruangan Mina

41
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.2 Oktober 2016
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

Barber Johnson berdasarkan data ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010).
dari tabel 1.7 : Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal
adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka
LOS masih rendah yaitu 3,01 hari dari standar
ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat
diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien
atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto,
2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu
18,66 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5
kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar
ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk
mencapainnya.
2. Ruangan Marwah
Berdasarkan gambar 4.2 diketahui titik
pertemuan empat parameter dari ruangan

titik Barber Johnson terletak di dalam daerah

Gambar 1.7
Barber Johnson Ruangan ICU apabila titik Barber Johnson masih berada di

2010).
PEMBAHASAN Penyebab tidak efisiennya penggunaan TT
di ruangan Marwah dikarenakan angka BOR
Berikut analisis yang dilakukan terhadap 7 ruangan
yang masih rendah yaitu 72,64% dari standar
rawat inap dengan menggunakan standar Barber
Johnson dan Depkes:
dengan “Y” ordinat, maka BOR makin tinggi.
1. Ruangan Shofa
Berdasarkan gambar 4.1 diketahui titik ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto,
pertemuan empat parameter dari ruangan 2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan
cara pengalokasian TT. Semakin rendah BOR
titik Barber Johnson terletak di dalam daerah berarti semakin sedikit TT yang digunakan
untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT
yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah
apabila titik Barber Johnson masih berada di pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan
kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah
sakit (Sudra, 2010).
2010). Penyebab lainnya adalah rendahnya angka LOS
yaitu 2,59 hari dari standar ideal 3 -12 hari.
ruangan Shofa dikarenakan indikator BOR Dari aspek medis, semakin rendah LOS maka
yang masih rendah yaitu 65,37% dari standar menunjukan kinerja kualitas medis yang kurang
baik karena pasien dirawat sebentar. Dari aspek
dengan “Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. ekonomis, semakin rendah LOS berarti semakin
rendah biaya yang nantinya harus dibayar
ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, oleh pasien (Sudra, 2010). Angka LOS sangat
2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan dipengaruhi oleh jenis penyakit yang diderita.
cara pengalokasian TT. Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal
Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka
TT yang digunakan untuk merawat pasien LOS masih rendah yaitu 2,52 hari dari standar
dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat
Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan
ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien

42
Viki Rinjani dan Endang Triyanti.

atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, kepada pasien atau kebijakan dibidang medis
2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu (Rustiyanto, 2010).
27,84 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 5. Ruangan Mina
kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar Berdasarkan gambar 4.1 diketahui titik
ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk pertemuan empat parameter dari ruangan
mencapainnya.
3. Ruangan Madinah titik Barber Johnson terletak di dalam daerah
Berdasarkan gambar 4.3 diketahui titik
pertemuan empat parameter dari ruangan
apabila titik Barber Johnson masih berada di
titik Barber Johnson terletak di dalam daerah

2010).
apabila titik Barber Johnson masih berada di
ruangan Mina dikarenakan indikator BOR yang
tinggi yaitu 86,06% dari standar ideal 75% -
2010).
Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal ordinat, maka BOR makin tinggi. Sebaliknya,
adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka
LOS masih rendah yaitu 4,4 hari dari standar maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010).
ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat Faktor yang menyebabkan tingginya BOR
diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan antara lain: kunjungan yang tinggi tidak
dalam memberikan pelayanan kepada pasien sebanding dengan tempat tidur yang tersedia.
atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, Angka BOR bisa diturunkan dengan cara
2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu pengalokasian TT. Semakin rendah BOR
17,55 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 berarti semakin sedikit TT yang digunakan
kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT
ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah
mencapainnya. pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan
4. Ruangan Arafah kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah
Berdasarkan gambar 4.4 diketahui titik sakit (Sudra, 2010).
pertemuan empat parameter dari ruangan Penyebab lainnya adalah rendahnya angka TOI
yaitu 0,62 hari dari standar ideal 1 – 3 hari.
titik Barber Johnson terletak di dalam daerah Semakin kecil angka TOI, berarti semakin
singkat saat TT menunggu pasien berikutnya.
Hal ini berarti TT bisa sangat produktif, apalagi
apabila titik Barber Johnson masih berada di jika TOI = 0 berarti TT tidak sempat kosong 1
haripun dan segera digunakan lagi oleh pasien
berikutnya. Hal ini bisa sangat menguntungkan
2010). secara ekonomi bagi pihak manajemen rumah
sakit tapi bisa merugikan pasien karena TT
ruangan Arafah dikarenakan indikator BOR tidak sempat disiapkan secara baik. Akibatnya,
yang masih rendah yaitu 63,13% dari standar kejadian infeksi nasokomial mungkin bisa
meningkat, beban kerja tim medis meningkat
dengan “Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. sehingga kepuasan dan keselamatan pasien
terancam (Sudra, 2010). Solusi yang bisa
ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, diambil yaitu dengan cara penambahan TT.
2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan Sedangkan menurut Depkes semua indikator
cara pengalokasian TT. Sedangkan menurut belum ideal baik BOR, LOS, TOI dan BTO,
Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS, dimana angka BOR tinggi yaitu 86,06 % dari
dimana angka LOS masih rendah yaitu 4,64 hari standar ideal 60 % – 85%. Lalu angka LOS
dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka masih rendah yaitu 4,15 hari dari standar
LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat
perencanaan dalam memberikan pelayanan diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan

43
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.2 Oktober 2016
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

dalam memberikan pelayanan kepada pasien


atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, apabila titik Barber Johnson masih berada di
2010). Lalu angka BTO masih rendah yaitu
0,62 hari dari standar 1 – 3 hari. Selanjutnya
angka BTO yang tinggi yaitu 20,73 kali/triwulan 2010).
dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini Penyebab tidak efisiennya penggunaan TT
diakibatkan karena standar ideal yang terlalu di ruangan ICU dikarenakan angka BOR
rendah sehingga sulit untuk mencapainnya. yang masih rendah yaitu 53,79% dari standar
6. Ruangan Perinatologi
Berdasarkan gambar 4.6 diketahui titik dengan “Y” ordinat, maka BOR makin tinggi.
pertemuan empat parameter dari ruangan
Perinatologi berada di luar daerah efisien. ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto,
Apabila titik Barber Johnson terletak di dalam 2010). Faktor yang menyebabkan rendahnya
daerah efisien berarti penggunaan TT pada BOR antara lain: sumber daya manusia, fasilitas,
periode yang bersangkutan sudah efisien. cara pembayaran, lokasi, angka kesakitan,
Sebaliknya, apabila titik Barber Johnson masih promosi dan pendanaan. Angka BOR bisa
ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT.
Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit
(Sudra, 2010). TT yang digunakan untuk merawat pasien
dibandingkan dengan TT yang telah disediakan.
ruangan Perinatologi dikarenakan indikator Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit
BOR yang masih rendah yaitu 70,13% dari ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan
ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010).
BOR dengan “Y” ordinat, maka BOR makin Penyebab lainnya adalah rendahnya angka LOS
tinggi. Sebaliknya, makin jauh grafik BOR yaitu 2,77 hari dari standar ideal 3 -12 hari.
dengan “Y” ordinat, maka BOR makin Dari aspek medis, semakin rendah LOS maka
rendah (Rustiyanto, 2010). Angka BOR bisa menunjukan kinerja kualitas medis yang kurang
ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. baik karena pasien dirawat sebentar. Dari aspek
Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit ekonomis, semakin rendah LOS berarti semakin
TT yang digunakan untuk merawat pasien rendah biaya yang nantinya harus dibayar oleh
dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. pasien (Sudra, 2010).
Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal
ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan adalah indikator BOR, LOS dan BTO, dimana
ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010). angka BOR masih rendah yaitu 53,79 % dari
Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal standar ideal 60 % – 85%. Lalu angka LOS
adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka masih rendah yaitu 3,01 hari dari standar
LOS masih rendah yaitu 3,18 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat
ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan
diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto,
atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu
2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 18,66 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5
20,15 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar
kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk
ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya.
mencapainnya. Secara statistik bila nilai BOR rendah berarti
7. Ruangan ICU semakin sedikit TT yang digunakan untuk
Berdasarkan gambar 4.7 diketahui titik merawat pasien dibandingkan dengan TT yang
pertemuan empat parameter dari ruangan telah disediakan. Dengan kata lain, jumlah
ICU berada di luar daerah efisien. Apabila pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan
titik Barber Johnson terletak di dalam daerah kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah
sakit (Sudra, 2010).

44
Viki Rinjani dan Endang Triyanti.

SIMPULAN Khadijah, Siti Mahmul. (2012). Determinan Faktor


yang Mempengaruhi Rendahnya Pemanfaatan
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian
Tempat Tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) di
yang difokuskan pada analisis tingkat efisiensi RSU Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
penggunaan tempat tidur dengan melihat dari empat Tapanuli; Skripsi. [diakses pada tanggal 8
parameter Barber Johnson (BOR, LOS, TOI dan Juni 2016].
BTO) dapat disimpulkan sebagai berikut:
Nasution, M.N (2009). Manajemen Mutu Terpadu.
1. BOR diatas angka ideal seperti yang terjadi di
Bogor – Jakarta: Ghalia Indonesia.
ruangan Mina disebabkan karena kunjungan
pasien rawat inap tidak sebanding dengan Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian
tempat tidur tersedia. Hal ini dapat diatasi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
dengan pengalokasian tempat tidur di ruangan
perawatan. BOR dibawah angka ideal seperti Permenkes RI No. 269 / MENKES / PER / III / 2008,
menurut indikator Depkes hanya ruangan ICU Rekam Medis, Jakarta.
saja, sedangkan menurut Barber Johnson ada
ruangan Shofa, Marwah, Arafah, Perinatologi ___________ No.340 / MENKES / PER / III / 2010,
Jakarta.
dan ICU, kemungkinan disebabkan karena
pengalokasian tempat tidur yang kurang tepat. ___________ No. 129 / MENKES / SK / II / 2008,
2. Pendeknya LOS seperti menurut indikator Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,
Barber Johnson terjadi di ruangan Marwah, Jakarta.
angka LOS sangat dipengaruhi oleh jenis
penyakit yang diderita oleh pasien. Sedangkan Rustiyanto, E. (2009). Etika Profesi Perekam Medis
menurut Depkes tidak ada satu ruangan pun & Informasi Kesehatan, Yogyakarta: Graha
yang mencapai standar ideal dikarenakan Ilmu
standar yang terlalu tinggi yaitu 6 – 9 hari.
3. TOI dibawah angka ideal seperti yang terjadi Rustiyanto, E. (2010). Statistik Rumah Sakit Untuk
di ruangan Mina kemungkinan disebabkan Pengambilan Keputusan, Yogyakarta: Graha
oleh jumlah kunjungan yang tinggi tidak Ilmu
sebanding dengan tempat tidur tersedia, disini Sudra, R. I. (2010). Statistik Rumah Sakit Dari Sensus
perlu dilakukan pengalokasian tempat tidur Pasien & Grafik Barber Johnson Hingga
yang tepat. Apabila ini tidak diatasi berakibat Statistik Kematian & Otopsi. Yogyakarta:
terhadap meningkatkan infeksi nasokomial. Graha Ilmu
4. BTO diatas angka ideal hanya terjadi apabila
menggunakan indikator Depkes yaitu terjadi Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif,
disemua ruangan kecuali di ruangan Arafah, ini Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,cv.
disebabkan karena standar ideal yang rendah
Undang-undang RI Nomor 44 pasal 24 tahun 2009
yaitu 10 – 12,5 kali/triwulan sehingga sulit
tentang Rumah Sakit.
untuk mencapainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Gemala. (2013). Pedoman Manajemen


Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan
Kesehatan, Jakarta: UI PRESS.

Kepmenkes RI No. 1204 / MENKES / SK / X /


2004, Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.

45

Anda mungkin juga menyukai