PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Prolapsus uteri merupakan suatu keadaan dimana turunnya uterus melalui hiatus
genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia (sarung) dan
otot dasar panggul yang menyokong uterus. Sehingga dinding vagina depan jadi tipis dan
disertai penonjolan kedalam lumen vagina. Sistokel yang besar akan menarik utero vesical
junction dan ujung ureter kebawah dan keluar vagina, sehingga kadang-kadang dapat
menyebabkan penyumbatan dan kerusakan ureter. Normalnya uterus tertahan pada
tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang membentuk dasar panggul. Faktor penyebab lain
yang sering adalah melahirkan dan menopause, persalinan lama dan sulit, meneran sebelum
pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan
pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh
karena itu prolapsus uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat (Winkjosastro, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan
kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita 2 yang mempunyai
anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua anak. Prolapsus uteri
lebih berpengaruh pada perempuan di negaranegara berkembang yang perkawinan dan
kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan saat fertilitasnya masih tinggi. Peneliti WHO
menemukan bahwa laporan kasus prolapsus uteri jumlahnya jauh lebih rendah daripada
kasuskasus yang dapat dideteksi dalam pemeriksaan medik (Koblinsky M, 2001).
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti dilaporkan di
klinik d’Gynecologie et Obstetrique Geneva insidensinya 5,7%, dan pada periode yang
sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,7%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya
tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika dan Indonesia kurang. Frekuensi prolapsus
uteri di Indonesia hanya 1,5% dan lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan,
wanita tua dan wanita dengan pekerja berat. Dari 5.372 kasus ginekologik di Rumah Sakit
Dr. Pirngadi di Medan diperoleh 63 kasus prolapsus uteri terbanyak pada grande multipara
dalam masa menopause dan pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69% berumur diatas
40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nullipara
(Winkjosastro, 2010).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada
dalam orifisium vagina (prolaps derajat 1), serviks berada di luar orifisium (prolaps derajat
2), atau seluruh uterus berada di luar orifisium (Wiknjosastro 2010).
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat biasa, oleh karena kelemahan otot
atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau turunnya uterus melalui dasar
panggul atau hiatus genitalis akan jadi longgar dan organ pelvis akan turun ke dalamnya
(Winkjosastro 2008).
Prinsip terjadinya prolapsus uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvis yang
disebabkan oleh proses melahirkan, akibat regangan dan robekan fasia endopelvik,
muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial pudenda juga terlibat
dalam proses persalinan. Sehingga wanita multipara sangat rentan terhadap faktor resiko
terjadinya prolaps uteri (Lazarou 2010).
B. ETIOLOGI
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik, terutama ligamentum
transversal dapat dilihat pada nulipara dimana terjadi elongatio colli disertai prolapsus uteri.
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama yang
sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala dua,
penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot panggul yang tidak baik. Pada
menopause, hormon estrogen telah berkurang (Hipoestrogen) sehingga otot dasar panggul
menjadi atrofi dan melemah (Prawirohardjo 2009). Walaupun insiden prolaps uteri tinggi,
hanya sedikit yang diketahui dasar patofisiologi yang mendasarinya. Umur, pekerjaan, berat
badan, paritas, jenis persalinan, persalinan pervaginam menggunakan alat vakum atau
forceps, berat badan anak yang terbesar yang dilahirkan, riwayat penyakit medis, status
menopause dan pemakaian terapi sulih hormon merupakan faktor resiko yang sering
dikaitkan dengan kejadian prolaps uteri (Prawirohardjo 2009). Prolaps uteri sering terjadi
pada wanita multipara tetapi seringkali tidak dilaporkan. Penyebab salah satunya yaitu
partus pervaginam. Kehamilan, persalinan dan kelahiran pervaginam dapat menyebabkan
berbagai derajat kerusakan pada struktur penunjang panggul termasuk ligamentum, fasia,
otot dan suplai sarafnya. Lebih banyak kerusakan disebabkan oleh persalinan lama, kepala
bayi atau bahu yang besar dan ketika tindakan dengan forsep yang sulit diperlukan untuk
melahirkan bayi (Norwitz 2006). Penyebab prolaps uteri adalah multifaktoral, secara umum
antara lain: frekuensi partus yang tinggi, partus dengan penyulit, asites atau tumor-tumor
daerah pelvis, usia tua, defisiensi hormonal (hipoestrogen) akibat menopause, batuk kronis,
obesitas, aktivitas angkat berat, konstipasi kronis dan disfungsi neuromuskuler. Serta ibu
yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendor. Hal lain yang
menyebabkan prolaps pada sejumlah kecil wanita nulipara adalah gagalnya jaringan
penunjang berkembang dengan baik (Prawirohardjo 2009).
C. PATOFISIOLOGI
Prolaps uteri terbagi dalam berbagai tingkat dari yang paling ringan sampai prolaps
uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam yang susah dan
terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik dan otot-
otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intra abdominal yang
meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus-tonus
otot melemah seperti pada penderita dalam menopause. Serviks uteri terletak di luar vagina
akan tergesek oleh pakaian wanita tersebut dan lambat laun menimbulkan ulkus yang
dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya
terjadi trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan
penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada
mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang
lancar atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Kekendoran
fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab-sebab lain dapat
menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang vagina
menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum
douglas. Dinding vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini
dapat berisi usus atau omentum. Semua akan terlihat nyata ketika menopause
(Prawirohardjo 2009).
PATHWAY
A. PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
1. Biodata
Nama : Nama klien dan suami ditanyakan untuk mengenal dan memanggil
penderita dan agar tidak keliru dengan penderita lain (Bobak, 2005)
Umur :Tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam
manopause (Winkjosastro, 2010)
Agama :Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh terhadap
kebiasaan kesehatan klien. Dengan mengetahui kebiasaan klien, maka
akan memudahkan bidan melakukan pendekatan didalam
melaksanakan asuhan kebidanan. Agama ini ditanyakn berhubungan
dengan perawatan penderita. (Bobak, 2005)
Pendidikan : Dikaji untuk menyesuaikan dalam memberi pengetahuan sesuai
dengan tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan mempengaruhi
sikap dan perilaku kesehatan seseorang. (Bobak, 2005)
Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan social ekonomi
penderita agar nasehat yang diberikan sesuai. (Bobak, 2005)
Alamat : Dikaji untuk maksud mempermudah hubungan bila dalam keadaan
mendesak. Dengan diketahui alamat tersebut, bidan mengetahui
tempat tinggal pasien dan linkungannya. (Bobak, 2005)
2. Keluhan Utama
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna,
rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang. (Winjosastro, 2010)
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu menderita penyakit kencing manis (gejala:
sering minum, sering makan, sering kencing), tekanan darah tinggi, menular seksual
seperti HIV-AIDS (BB turun drastis, diare lebih dari 1 bulan, nafsu makan berkurang,
tidak enak badan ), GO (pengeluaran cairan dari alat kelamin berwarna hijau, berbau),
syifilis (ada borok sebesar uang logam jika ditekan mengeluarkan cairan), sering
berganti-ganti pasangan, endometritis (keluar cairan dari alat kelamin berwarna
kuning kehijauan) (Winjosastro, 2010).
4. Riwayat Kesehatan yang lalu
Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu menderita penyakit kencing manis (gejala:
sering minum, sering makan, sering kencing), tekanan darah tinggi ( menular seksual
seperti HIV-AIDS (BB turun drastis, diare lebih dari 1 bulan, nafsu makan berkurang,
tidak enak badan), GO (pengeluaran cairan dari alat kelamin berwarna hijau, berbau),
syifilis (ada borok sebesar uang logam jika ditekan mengeluarkan cairan), sering
berganti-ganti pasangan, endometritis (keluar cairan dari alat kelamin berwarna
kuning kehijauan). (Andrijono, 2007)
5. Riwayat kebidanan
1) Haid
Awal menstruasi (menarche) pada usia 11 tahun atau lebih muda. Siklus haid tidak
teratur, nyeri haid luar biasa, nyeri panggul setelah haid atau senggama
(Wiknjosastro, 2010).
2) Riwayat kehamilan
3) Faktor resiko yang menyebabkan prolaps uteri jumlah kelahiran spontan yang
banyak, berat badan berlebih, riwayat operasi pada area tersebut, batuk dalam
jangka waktu lama saat hamil.
6. Riwayat persalinan
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit
merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk prolaps yang sudah ada.
Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap. Bila prolapsus
uteri dijumpai pada nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa
kelemahan jaringan penunjang uterus (Wiknjosastro, 2008). Pada menopouse, hormon
estrogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan
melemah (Wiknjosastro, 2010).
7. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Eliminasi
1) Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
- Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian lebih
berat pada malam hari
- Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
- Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang
besar sekali
2) Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi
- Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel
- Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel vagina
b. Aktivitas dan istirahat
Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita saat berjalan dan
beraktivitas. Gesekan portio uteri oleh celana dapat menimbulkan lecet hingga
dekubitus pada porsio.
c. Pola Nutrisi
Kekenduran atau kelemahan otot ini juga dapat dipengaruhi oleh pola makan dan
kesehatan yang agak rendah dibandingkan dengan mereka yang sehat dan
makanannya seimbang dan tercukupi dari segi semua zat seperti protein dan
vitamin. (Hanifa, 2010)
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum : Baik, sedang, lemah
- Kesadaran : Composmentis, Apatis, Samnolen
- Tekanan Darah : > 130/90 mmHg
b. Pemeriksaan Fisik
1) Muka
Tampak pucat pertanda adanya anemia, keluar keringat dingin bila terjadi syok.
Bila perdarahan konjungtiva tampak anemis. Pada klien yang disertai rasa nyeri
klien tampak meringis.
2) Mulut
Mukosa bibir dan mulut tampak pucat, bau kelon pada mulut jika terjadi shock
hipovolemik hebat.
3) Dada dan payudara
Gerakan nafas cepat karena adanya usaha untuk memenuhi kebutuhan O2 akibat
kadar O2 dalam darah yang tinggi, keadaan jantung tidak abnormal.
4) Abdomen
Adanya benjolan pada perut bagian bawah
Teraba adanya massa pada perut bagian bawah konsisten keras/kenyal, tidak
teratur, gerakan, tidak sakit, tetapi kadang-kadang ditemui nyeri.
Pada pemeriksaan bimanual akan teraba benjolan pada perut, bagian bawah,
terletak di garis tengah maupun agak kesamping dan sering kali teraba benjolan-
benjolan dan kadang-kadang terasa sakit (Wiknjosastro, 2010).
Pada pemeriksaan Sondage didapatkan cavum uteri besar dan rata.
5) Genetalia
Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada kasus yang
sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vagina dan berada di luar
vagina.
6) Anus
Akan timbul haemoroid, luka dan varices pecah karena keadaan obstipasi akibat
penekanan mioma pada rectum.
7) Ekstremitas
Oedem pada tungkai bawah oleh karena adanya tekanan pada vena cava inferior.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Pre operasi
- Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin (kesulitan eliminasi)
- Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
2. Intra operasi
- Resiko Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi
- Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat adanya luka
operasi atau intervensi pembedahan
3. Post operasi
- Nyeri berhubungan dengan luka operasi
- Resiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah
pembedahan.
- Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: Agen NOC : NIC :
injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), Pain Level, pain control, ▪ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
kerusakan jaringan comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan kualitas dan faktor presipitasi
DS: selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, ▪ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal DO: dengan kriteria hasil: ▪ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Posisi untuk menahan nyeri ● Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu menggunakan ▪ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
sulit atau gerakan kacau, menyeringai) nyeri, mencari bantuan) ▪ Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Terfokus pada diri sendiri ● Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan ▪ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, menggunakan manajemen nyeri intervensi
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi ● Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, ▪ Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
dengan orang dan lingkungan) frekuensi dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- jalan, ● Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri ▪ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
menemui orang lain dan/atau aktivitas, berkurang ▪ Tingkatkan istirahat
aktivitas berulang-ulang) ● Tanda vital dalam rentang normal ▪ Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
- Respon autonom (seperti diaphoresis, ● Tidak mengalami gangguan tidur nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi ketidaknyamanan dari prosedur
dan dilatasi pupil) ▪ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
- Perubahan autonomic dalam tonus otot analgesik pertama kali
(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan dengan Faktor NOC : NIC :
keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
status kesehatan, ancaman kematian, perubahan - Koping ● Gunakan pendekatan yang menenangkan
konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi Setelah dilakukan asuhan selama ● Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
……………klien kecemasan teratasi dgn ● Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
DO/DS: kriteria hasil: selama prosedur
- Insomnia - Klien mampu mengidentifikasi dan ● Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
- Kontak mata kurang mengungkapkan gejala cemas mengurangi takut
- Kurang istirahat - Mengidentifikasi, mengungkapkan dan ● Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
- Berfokus pada diri sendiri menunjukkan tehnik untuk mengontol tindakan prognosis
- Iritabilitas cemas ● Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Takut - Vital sign dalam batas normal Postur ● Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Nyeri perut tubuh, ekspresi wajah, Bahasa tubuh relaksasi
- Penurunan TD dan denyut nadi dan tingkat aktivitas menunjukkan ● Dengarkan dengan penuh perhatian
- Diare, mual, kelelahan berkurangnya kecemasan ● Identifikasi tingkat kecemasan
- Gangguan tidur ● Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Gemetar kecemasan
- Anoreksia, mulut kering ● Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR ketakutan, persepsi
- Kesulitan bernafas ● Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Resiko Kerusakan Integritas Kulit Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .... x Pengecekan Kulit
Faktor Resiko .... jam diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas □ Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
Eksternal : kulit dengan kriteria hasil : adanya kemerahan, kehangatan ekstrem,
□ Cedera kimiawi kulit (mis luka bakar, kapsaisin, NOC : edema atau drainase
metilen klorida, agens mustard) Integritas Jaringan : Kulit dan Membran □ Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi,
□ Ekskresi Mukosa tekstur, edema, dan ulserasi pada extremitas
□ Faktor mekanik (mis daya gesek, tekanan, imobilitas □ Suhu kulit tidak terganggu □ Periksa kondisi luka oprasi dengan tepat
fisik) □ Sensasi tidak terganggu □ Gunakan alat pengkajian untuk
□ Hipertermia □ Elastisitas tidak terganggu mengidentifikasi pasien yang berisiko
□ Hipotermia □ Hidrasi tidak terganggu mengalami kerusakan kulit
□ Kelembapan □ Tidak berkeringat □ Monitor warna dan suhu kulit
□ Lembap □ Tekstur tidak terganggu □ Monitor kulit dan selapu lemdir terhadap area
□ Sekresi □ Ketebalan tidak terganggu perubahan warna, memar dan pecah
□ Terapi radiasi □ Perfusi jaringan tidak terganggu □ Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
□ Usia ekstrem □ Pertumbuhan rambut pada kulit tidak terganggu □ Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang
Internal : □ Integritas kulit tidak terganggu berlebihan dan kelembaban
□ Agens farmaseutikal □ Pigmentasi abnormal tidak ada □ Monitor sumber tekanan dan gesekan
□ Faktor psikogenik □ Lesi pada kulit tidak ada □ Monitor infeksi, terutama di dareah edema
□ Gangguan metabolisme □ Lesi mukosa membran tidak ada □ Periksa pakian yang selalu ketat
□ Gangguan pigmentasi □ Jaringan parut tidak ada □ Dokumentasikan perubahan membran
□ Gangguan sensasi (akibat cedera medula spinalis, □ Kanker kulit tidak ada mukosa
diabetes militus, dll) □ Pengelupasan kulit tidak ada □ Lakukan langkah-langkah untuk mencegah
□ Gangguan sirkulasi □ Penebalan kulit tidak ada kerusakan lebih lanjut
□ Gangguan turgor kulit □ Eritema tidak ada □ Ajarkan anggota keluarga atau pemberi
□ Imunodefisiensi □ Wajah tidak pucat asuhan mengenai tanda-tanda kerudakan kulit
□ Nutrisi tidak adekuat □ Nekrosis tidak ada dengan tepat
□ Perubahan hormonal □ Pengerasan kulit tidak ada
□ Tekanan pada tonjolan tulang □ Abrasi kornea tidak ada
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
Immune Status ● Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko : Knowledge : Infection control Risk ● Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif control ● Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan Setelah dilakukan tindakan keperawatan keperawatan
lingkungan selama…… pasien tidak mengalami infeksi ● Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi dengan kriteria hasil: ● Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk
- Peningkatan paparan lingkungan patogen Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi umum
- Imonusupresi Menunjukkan kemampuan untuk ● Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder mencegah timbulnya infeksi Jumlah kandung kencing
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan leukosit dalam batas normal ● Tingkatkan intake nutrisi
respon inflamasi) Menunjukkan perilaku hidup ● Berikan terapi antibiotik:.................................
- Penyakit kronik sehat ● Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Imunosupresi Status imun, gastrointestinal, ● Pertahankan teknik isolasi k/p
- Malnutrisi genitourinaria dalam batas normal ● Inspeksi kulitdan membran mukosa
- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan terhadap kemerahan, panas, drainase
kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik) ● Monitor adanya luka
● Dorong masukan cairan
● Dorong istirahat
● Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
● Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Andrijono. (2007). Kanker Serviks, Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan Gynecolog.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2005) . Buku Ajar Keperawatan Maternitas /Maternity Nursing.
Alih Bahasa Maria A. Wijayanti. Peter I. Anugerah, edisi 4. Jakarta : EGC.
Hanifa, W. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Koblinsky M, et all. 2001. Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press
Norwitz E, Schorge J. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi II. Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi
1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka.