Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Prolapsus uteri merupakan suatu keadaan dimana turunnya uterus melalui hiatus
genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia (sarung) dan
otot dasar panggul yang menyokong uterus. Sehingga dinding vagina depan jadi tipis dan
disertai penonjolan kedalam lumen vagina. Sistokel yang besar akan menarik utero vesical
junction dan ujung ureter kebawah dan keluar vagina, sehingga kadang-kadang dapat
menyebabkan penyumbatan dan kerusakan ureter. Normalnya uterus tertahan pada
tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang membentuk dasar panggul. Faktor penyebab lain
yang sering adalah melahirkan dan menopause, persalinan lama dan sulit, meneran sebelum
pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan
pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh
karena itu prolapsus uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat (Winkjosastro, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan
kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita 2 yang mempunyai
anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua anak. Prolapsus uteri
lebih berpengaruh pada perempuan di negaranegara berkembang yang perkawinan dan
kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan saat fertilitasnya masih tinggi. Peneliti WHO
menemukan bahwa laporan kasus prolapsus uteri jumlahnya jauh lebih rendah daripada
kasuskasus yang dapat dideteksi dalam pemeriksaan medik (Koblinsky M, 2001).
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti dilaporkan di
klinik d’Gynecologie et Obstetrique Geneva insidensinya 5,7%, dan pada periode yang
sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,7%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya
tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika dan Indonesia kurang. Frekuensi prolapsus
uteri di Indonesia hanya 1,5% dan lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan,
wanita tua dan wanita dengan pekerja berat. Dari 5.372 kasus ginekologik di Rumah Sakit
Dr. Pirngadi di Medan diperoleh 63 kasus prolapsus uteri terbanyak pada grande multipara
dalam masa menopause dan pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69% berumur diatas
40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nullipara
(Winkjosastro, 2010).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada
dalam orifisium vagina (prolaps derajat 1), serviks berada di luar orifisium (prolaps derajat
2), atau seluruh uterus berada di luar orifisium (Wiknjosastro 2010).
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat biasa, oleh karena kelemahan otot
atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau turunnya uterus melalui dasar
panggul atau hiatus genitalis akan jadi longgar dan organ pelvis akan turun ke dalamnya
(Winkjosastro 2008).
Prinsip terjadinya prolapsus uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvis yang
disebabkan oleh proses melahirkan, akibat regangan dan robekan fasia endopelvik,
muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial pudenda juga terlibat
dalam proses persalinan. Sehingga wanita multipara sangat rentan terhadap faktor resiko
terjadinya prolaps uteri (Lazarou 2010).
B. ETIOLOGI
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik, terutama ligamentum
transversal dapat dilihat pada nulipara dimana terjadi elongatio colli disertai prolapsus uteri.
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama yang
sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala dua,
penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot panggul yang tidak baik. Pada
menopause, hormon estrogen telah berkurang (Hipoestrogen) sehingga otot dasar panggul
menjadi atrofi dan melemah (Prawirohardjo 2009). Walaupun insiden prolaps uteri tinggi,
hanya sedikit yang diketahui dasar patofisiologi yang mendasarinya. Umur, pekerjaan, berat
badan, paritas, jenis persalinan, persalinan pervaginam menggunakan alat vakum atau
forceps, berat badan anak yang terbesar yang dilahirkan, riwayat penyakit medis, status
menopause dan pemakaian terapi sulih hormon merupakan faktor resiko yang sering
dikaitkan dengan kejadian prolaps uteri (Prawirohardjo 2009). Prolaps uteri sering terjadi
pada wanita multipara tetapi seringkali tidak dilaporkan. Penyebab salah satunya yaitu
partus pervaginam. Kehamilan, persalinan dan kelahiran pervaginam dapat menyebabkan
berbagai derajat kerusakan pada struktur penunjang panggul termasuk ligamentum, fasia,
otot dan suplai sarafnya. Lebih banyak kerusakan disebabkan oleh persalinan lama, kepala
bayi atau bahu yang besar dan ketika tindakan dengan forsep yang sulit diperlukan untuk
melahirkan bayi (Norwitz 2006). Penyebab prolaps uteri adalah multifaktoral, secara umum
antara lain: frekuensi partus yang tinggi, partus dengan penyulit, asites atau tumor-tumor
daerah pelvis, usia tua, defisiensi hormonal (hipoestrogen) akibat menopause, batuk kronis,
obesitas, aktivitas angkat berat, konstipasi kronis dan disfungsi neuromuskuler. Serta ibu
yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendor. Hal lain yang
menyebabkan prolaps pada sejumlah kecil wanita nulipara adalah gagalnya jaringan
penunjang berkembang dengan baik (Prawirohardjo 2009).
C. PATOFISIOLOGI
Prolaps uteri terbagi dalam berbagai tingkat dari yang paling ringan sampai prolaps
uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam yang susah dan
terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik dan otot-
otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intra abdominal yang
meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus-tonus
otot melemah seperti pada penderita dalam menopause. Serviks uteri terletak di luar vagina
akan tergesek oleh pakaian wanita tersebut dan lambat laun menimbulkan ulkus yang
dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya
terjadi trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan
penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada
mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang
lancar atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Kekendoran
fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab-sebab lain dapat
menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang vagina
menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum
douglas. Dinding vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini
dapat berisi usus atau omentum. Semua akan terlihat nyata ketika menopause
(Prawirohardjo 2009).
PATHWAY

Sumber : Wiknjosastro, 2010


D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.Kadangkala penderita
yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-
keluhan yang hampir selalu dijumpai:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna.
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula – mula pada siang hari, kemudian lebih berat
juga pada malam hari
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk, mengejan. Kadang-
kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar sekali.
4. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan dan bekerja.
Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada
portio uteri.
b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta
luka pada portio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di
vagina.
E. KOMPLIKASI
1. Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri
2. Dekubitus
3. Hipertropi serviks uteri dan elongasioa koli
4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia
5. Infeksi saluran kencing
6. Infertilitas
7. Gangguan partus
8. Hemoroid
9. Inkarserasi usus
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboraturium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi, obstruksi
saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus tanpa
komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih. Kultur
getah serviks diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge purulen.
Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan. Jika terdapat
gejala atau tanda obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum
dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.
2. Radio diagnostic
a. Urin residu pasca berkemih
Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan mengukur volume
berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih yang penuh, kemudian diikuti
dengan pengukuran volume residu urin pasca berkemih dengan kateterisasi atau
ultrasonografi.
b. Skrining infeksi saluran kemih.
c. Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi
- Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif mudah
dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan informasi real time
- Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis. Namun belum
ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar panggul pada kasus
POP
- MRI dapat digunakan untuk menentukan derajat prolaps
3. Pemeriksaan penunjang lain
a. Pemeriksaan fisik
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu:
1) Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi denganposisi litotomi.
2) Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.
3) Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
- Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
- Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus yang bukan
kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.
- Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsus uteri dan penting untuk mengetahui
derajat prolapsus uteri dengan inspeksi terlebih dahulu sebelum dimasukkan
inspekulum.
b. Manuver Valsava
- Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan melakukan
pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan Manuver Valsava
- Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior vagina,
serviks, apeks, cul de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum perlu
dievaluasi secara sistematis dan terpisah.
- Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengejan pada posisi berdiri
di atas meja periksa.
- Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolapsus.
c. Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan otot
levator ani.
d. Pemeriksaan rektovaginal
- Untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolapsus uteri.
G. PENATALAKSANAN
Faktor-faktor yang harus diperhatikan: keadaan umum pasien, umur, masih bersuami
atau tidak, tingkat prolapsus, beratnya keluhan, keinginan punya anak lagi dan ingin
mempertahankan haid. Penanganan dibagi atas :
1. Pencegahan
Faktor-faktor yang mempermudah prolapsus uteri dan dengan anjuran:
a. Istirahat yang cukup, hindari kerja yang berat dan melelahkan gizi cukup
b. Pimpin yang benar waktu persalinan, seperti : Tidak mengedan sebelum waktunya,
Kala II jangan terlalu lama, Kandung kemih kosongkan), episiotomi agar dijahit
dengan baik, Episiolomi jika ada indikasi, Bantu kala II dengan FE atau VE
2. Medik
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini
dilakukan pada prolapsus uteri ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin
mendapatkan anak lagi, ata penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak
mengizinkan untuk dioperasi.
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang terjadi pada
pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot
dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan
selama beberapa bulan.
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik,
elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam vagina.
c. Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus ditempatnya selama dipakai. Oleh karena itu jika pessarium
diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat
tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian
dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalia adalah pessarium
cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunkan
pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (steam) dengan ujung
atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan ujung bawah 4 tali.
Mangkok ditempatkan dibawah serviks dengan tali-tali dihubungkan dengan sabuk
pinggang untuk memberi sokongan kepada pessarium.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi
secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina
diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium
dibersihkan dan disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali. Kontraindikasi
terhadap pemasangan pessarium adalah adanya radang pelvis akut atau sub akut,
dan karsinoma.
3. Farmakologi
a. Ceftriaxone 1gr/12 jam (IV)
b. Ketorolac 30 mg/8jam (IV)
c. Infus RL 20 Tpm (IV)
4. Keperawatan
a. Pengobatan Tanpa Operasi
1) Tidak memuaskan dan hanya bersifat sementara pada prolapsus uteri ringan,
ingin punya anak lagi, menolak untuk dioperasi, Keadaan umum pasien tak
mengizinkan untuk dioperasi
2) Caranya : Latihan otot dasar panggul, Stimulasi otot dasar panggul dengan alat
listrik, Pemasangan pesarium, Hanya bersifat paliatif, Pesarium dari cincin
plastik.
3) Prinsipnya : alat ini mengadakan tekanan pada dinding atas vagina sehingga
uterus tak dapat turun melewati vagina bagian bawah. Biasanya dipakai pada
keadaan: Prolapsus uteri dengan kehamilan, Prolapsus uteri dalam masa nifas,
Prolapsus uteri dengan dekubitus/ulkus, Prolapsus uteri yang tak mungkin
dioperasi: keadaan umum yang jelek
b. Pengobatan dengan Operasi
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina.Maka,jika
dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri,prolapsus vagina perlu ditangani
juga.ada kemungkinan terjadi prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan,
padahal tidak ada prolapsus uteri,atau prolapsus uteri yang tidak ada belum perlu
dioperasi.Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina adalah adanya
keluhan.
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari
beberapa factor,seperi umur penderita, keinginanya untuk mendapat anak atau
untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus dan adanya keluhan. Beberapa
pembedahan yang dilakukan antara lain :
1) Operasi Manchester/Manchester-Fothergill
2) Histeraktomi vaginal
3) Kolpoklelsis (operasi Neugebauer-La fort)
4) Operasi-operasi lainnya :Ventrofiksasi/hlsteropeksi, Interposisi
Jika Prolaps uteri terjadi pada wanita muda yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya cara yang terbaik adalah dengan :
1) Pemasangan pesarium
2) Ventrofiksasi (bila tak berhasil dengan pemasangan pesarium)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
1. Biodata

Nama : Nama klien dan suami ditanyakan untuk mengenal dan memanggil
penderita dan agar tidak keliru dengan penderita lain (Bobak, 2005)
Umur :Tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam
manopause (Winkjosastro, 2010)
Agama :Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh terhadap
kebiasaan kesehatan klien. Dengan mengetahui kebiasaan klien, maka
akan memudahkan bidan melakukan pendekatan didalam
melaksanakan asuhan kebidanan. Agama ini ditanyakn berhubungan
dengan perawatan penderita. (Bobak, 2005)
Pendidikan : Dikaji untuk menyesuaikan dalam memberi pengetahuan sesuai
dengan tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan mempengaruhi
sikap dan perilaku kesehatan seseorang. (Bobak, 2005)
Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan social ekonomi
penderita agar nasehat yang diberikan sesuai. (Bobak, 2005)
Alamat : Dikaji untuk maksud mempermudah hubungan bila dalam keadaan
mendesak. Dengan diketahui alamat tersebut, bidan mengetahui
tempat tinggal pasien dan linkungannya. (Bobak, 2005)

2. Keluhan Utama
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna,
rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang. (Winjosastro, 2010)
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu menderita penyakit kencing manis (gejala:
sering minum, sering makan, sering kencing), tekanan darah tinggi, menular seksual
seperti HIV-AIDS (BB turun drastis, diare lebih dari 1 bulan, nafsu makan berkurang,
tidak enak badan ), GO (pengeluaran cairan dari alat kelamin berwarna hijau, berbau),
syifilis (ada borok sebesar uang logam jika ditekan mengeluarkan cairan), sering
berganti-ganti pasangan, endometritis (keluar cairan dari alat kelamin berwarna
kuning kehijauan) (Winjosastro, 2010).
4. Riwayat Kesehatan yang lalu
Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu menderita penyakit kencing manis (gejala:
sering minum, sering makan, sering kencing), tekanan darah tinggi ( menular seksual
seperti HIV-AIDS (BB turun drastis, diare lebih dari 1 bulan, nafsu makan berkurang,
tidak enak badan), GO (pengeluaran cairan dari alat kelamin berwarna hijau, berbau),
syifilis (ada borok sebesar uang logam jika ditekan mengeluarkan cairan), sering
berganti-ganti pasangan, endometritis (keluar cairan dari alat kelamin berwarna
kuning kehijauan). (Andrijono, 2007)
5. Riwayat kebidanan
1) Haid
Awal menstruasi (menarche) pada usia 11 tahun atau lebih muda. Siklus haid tidak
teratur, nyeri haid luar biasa, nyeri panggul setelah haid atau senggama
(Wiknjosastro, 2010).
2) Riwayat kehamilan
3) Faktor resiko yang menyebabkan prolaps uteri jumlah kelahiran spontan yang
banyak, berat badan berlebih, riwayat operasi pada area tersebut, batuk dalam
jangka waktu lama saat hamil.
6. Riwayat persalinan
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit
merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk prolaps yang sudah ada.
Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap. Bila prolapsus
uteri dijumpai pada nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa
kelemahan jaringan penunjang uterus (Wiknjosastro, 2008). Pada menopouse, hormon
estrogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan
melemah (Wiknjosastro, 2010).
7. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Eliminasi
1) Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
- Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian lebih
berat pada malam hari
- Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
- Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang
besar sekali
2) Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi
- Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel
- Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel vagina
b. Aktivitas dan istirahat
Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita saat berjalan dan
beraktivitas. Gesekan portio uteri oleh celana dapat menimbulkan lecet hingga
dekubitus pada porsio.
c. Pola Nutrisi
Kekenduran atau kelemahan otot ini juga dapat dipengaruhi oleh pola makan dan
kesehatan yang agak rendah dibandingkan dengan mereka yang sehat dan
makanannya seimbang dan tercukupi dari segi semua zat seperti protein dan
vitamin. (Hanifa, 2010)

2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum : Baik, sedang, lemah
- Kesadaran : Composmentis, Apatis, Samnolen
- Tekanan Darah : > 130/90 mmHg
b. Pemeriksaan Fisik
1) Muka
Tampak pucat pertanda adanya anemia, keluar keringat dingin bila terjadi syok.
Bila perdarahan konjungtiva tampak anemis. Pada klien yang disertai rasa nyeri
klien tampak meringis.
2) Mulut
Mukosa bibir dan mulut tampak pucat, bau kelon pada mulut jika terjadi shock
hipovolemik hebat.
3) Dada dan payudara
Gerakan nafas cepat karena adanya usaha untuk memenuhi kebutuhan O2 akibat
kadar O2 dalam darah yang tinggi, keadaan jantung tidak abnormal.
4) Abdomen
Adanya benjolan pada perut bagian bawah
Teraba adanya massa pada perut bagian bawah konsisten keras/kenyal, tidak
teratur, gerakan, tidak sakit, tetapi kadang-kadang ditemui nyeri.
Pada pemeriksaan bimanual akan teraba benjolan pada perut, bagian bawah,
terletak di garis tengah maupun agak kesamping dan sering kali teraba benjolan-
benjolan dan kadang-kadang terasa sakit (Wiknjosastro, 2010).
Pada pemeriksaan Sondage didapatkan cavum uteri besar dan rata.
5) Genetalia
Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada kasus yang
sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vagina dan berada di luar
vagina.
6) Anus
Akan timbul haemoroid, luka dan varices pecah karena keadaan obstipasi akibat
penekanan mioma pada rectum.
7) Ekstremitas
Oedem pada tungkai bawah oleh karena adanya tekanan pada vena cava inferior.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Pre operasi
- Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin (kesulitan eliminasi)
- Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
2. Intra operasi
- Resiko Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi
- Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat adanya luka
operasi atau intervensi pembedahan
3. Post operasi
- Nyeri berhubungan dengan luka operasi
- Resiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah
pembedahan.
- Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: Agen NOC : NIC :
injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), Pain Level, pain control, ▪ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
kerusakan jaringan comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan kualitas dan faktor presipitasi
DS: selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, ▪ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal DO: dengan kriteria hasil: ▪ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Posisi untuk menahan nyeri ● Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu menggunakan ▪ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
sulit atau gerakan kacau, menyeringai) nyeri, mencari bantuan) ▪ Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Terfokus pada diri sendiri ● Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan ▪ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, menggunakan manajemen nyeri intervensi
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi ● Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, ▪ Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
dengan orang dan lingkungan) frekuensi dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- jalan, ● Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri ▪ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
menemui orang lain dan/atau aktivitas, berkurang ▪ Tingkatkan istirahat
aktivitas berulang-ulang) ● Tanda vital dalam rentang normal ▪ Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
- Respon autonom (seperti diaphoresis, ● Tidak mengalami gangguan tidur nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi ketidaknyamanan dari prosedur
dan dilatasi pupil) ▪ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
- Perubahan autonomic dalam tonus otot analgesik pertama kali
(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan dengan Faktor NOC : NIC :
keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
status kesehatan, ancaman kematian, perubahan - Koping ● Gunakan pendekatan yang menenangkan
konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi Setelah dilakukan asuhan selama ● Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
……………klien kecemasan teratasi dgn ● Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
DO/DS: kriteria hasil: selama prosedur
- Insomnia - Klien mampu mengidentifikasi dan ● Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
- Kontak mata kurang mengungkapkan gejala cemas mengurangi takut
- Kurang istirahat - Mengidentifikasi, mengungkapkan dan ● Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
- Berfokus pada diri sendiri menunjukkan tehnik untuk mengontol tindakan prognosis
- Iritabilitas cemas ● Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Takut - Vital sign dalam batas normal Postur ● Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Nyeri perut tubuh, ekspresi wajah, Bahasa tubuh relaksasi
- Penurunan TD dan denyut nadi dan tingkat aktivitas menunjukkan ● Dengarkan dengan penuh perhatian
- Diare, mual, kelelahan berkurangnya kecemasan ● Identifikasi tingkat kecemasan
- Gangguan tidur ● Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Gemetar kecemasan
- Anoreksia, mulut kering ● Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR ketakutan, persepsi
- Kesulitan bernafas ● Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Resiko Kerusakan Integritas Kulit Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .... x Pengecekan Kulit
Faktor Resiko .... jam diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas □ Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
Eksternal : kulit dengan kriteria hasil : adanya kemerahan, kehangatan ekstrem,
□ Cedera kimiawi kulit (mis luka bakar, kapsaisin, NOC : edema atau drainase
metilen klorida, agens mustard) Integritas Jaringan : Kulit dan Membran □ Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi,
□ Ekskresi Mukosa tekstur, edema, dan ulserasi pada extremitas
□ Faktor mekanik (mis daya gesek, tekanan, imobilitas □ Suhu kulit tidak terganggu □ Periksa kondisi luka oprasi dengan tepat
fisik) □ Sensasi tidak terganggu □ Gunakan alat pengkajian untuk
□ Hipertermia □ Elastisitas tidak terganggu mengidentifikasi pasien yang berisiko
□ Hipotermia □ Hidrasi tidak terganggu mengalami kerusakan kulit
□ Kelembapan □ Tidak berkeringat □ Monitor warna dan suhu kulit
□ Lembap □ Tekstur tidak terganggu □ Monitor kulit dan selapu lemdir terhadap area
□ Sekresi □ Ketebalan tidak terganggu perubahan warna, memar dan pecah
□ Terapi radiasi □ Perfusi jaringan tidak terganggu □ Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
□ Usia ekstrem □ Pertumbuhan rambut pada kulit tidak terganggu □ Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang
Internal : □ Integritas kulit tidak terganggu berlebihan dan kelembaban
□ Agens farmaseutikal □ Pigmentasi abnormal tidak ada □ Monitor sumber tekanan dan gesekan
□ Faktor psikogenik □ Lesi pada kulit tidak ada □ Monitor infeksi, terutama di dareah edema
□ Gangguan metabolisme □ Lesi mukosa membran tidak ada □ Periksa pakian yang selalu ketat
□ Gangguan pigmentasi □ Jaringan parut tidak ada □ Dokumentasikan perubahan membran
□ Gangguan sensasi (akibat cedera medula spinalis, □ Kanker kulit tidak ada mukosa
diabetes militus, dll) □ Pengelupasan kulit tidak ada □ Lakukan langkah-langkah untuk mencegah
□ Gangguan sirkulasi □ Penebalan kulit tidak ada kerusakan lebih lanjut
□ Gangguan turgor kulit □ Eritema tidak ada □ Ajarkan anggota keluarga atau pemberi
□ Imunodefisiensi □ Wajah tidak pucat asuhan mengenai tanda-tanda kerudakan kulit
□ Nutrisi tidak adekuat □ Nekrosis tidak ada dengan tepat
□ Perubahan hormonal □ Pengerasan kulit tidak ada
□ Tekanan pada tonjolan tulang □ Abrasi kornea tidak ada
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
Immune Status ● Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko : Knowledge : Infection control Risk ● Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif control ● Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan Setelah dilakukan tindakan keperawatan keperawatan
lingkungan selama…… pasien tidak mengalami infeksi ● Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi dengan kriteria hasil: ● Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk
- Peningkatan paparan lingkungan patogen Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi umum
- Imonusupresi Menunjukkan kemampuan untuk ● Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder mencegah timbulnya infeksi Jumlah kandung kencing
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan leukosit dalam batas normal ● Tingkatkan intake nutrisi
respon inflamasi) Menunjukkan perilaku hidup ● Berikan terapi antibiotik:.................................
- Penyakit kronik sehat ● Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Imunosupresi Status imun, gastrointestinal, ● Pertahankan teknik isolasi k/p
- Malnutrisi genitourinaria dalam batas normal ● Inspeksi kulitdan membran mukosa
- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan terhadap kemerahan, panas, drainase
kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik) ● Monitor adanya luka
● Dorong masukan cairan
● Dorong istirahat
● Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
● Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

Resiko kekurangan volume cairan NOC NIC


 Fluid balance Fluid management
Definisi : Berisiko mengalami dehidrasi vaskular,  Hydration - Timbang popok/pembalut jika diperlukan
selular, atau intraselular.  Nutritional Status: Food and Fluid Intake - Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa,
Faktor Risiko : Kriteria Hasil : nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
- Kehilangan volume cairan aktif • Mempertahankan urine output sesuai - Monitor vital sign
- Kurang pengetahuan dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT - Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
- Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs normal kalori harian
cairan • Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam - Kolaborasikan pemberian cairan IV
- Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan batas normal - Monitor status nutrisi
- Penyimpangan yang mempengaruhi asupan • Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, Elastisitas - Berikan cairan IV pada suhu ruangan
cairan turgor kulit baik, membran mukosa - Dorong masukan oral
- Kehilangan bertebihan melalui rute normal (mis, lembab, tidak ada rasa haus yang - Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
diare) berlebihan - Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Usia lanjut - Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
- Berat badan ekstrem - Kolaborasi dengan dokter
- Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan - Atur kemungkinan tranfusi
(mis, status hipermetabolik) - Persiapan untuk tranfusi
- Kegagalan fungsi regulator Hypovolemia Managemen
- Kehilangan cairan melalul rute abnormal (mis, - Monitor status cairan termasuk intake dan ourput cairan
slang menetap) - Pelihara IV line
- Agens farmasutikal (mis., diuretik) - Monitor tingkat Hb dan hematokrit
- Monitor tanda vital
- Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
- Monitor berat badan
- Dorong pasien untuk menambah intake oral
- Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
- Monitor adanya tanda gagal ginjal
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: NOC : NIC : Pressure Management
Eksternal : Tissue Integrity : Skin and Mucous ▪ Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
- Hipertermia atau hipotermia Membranes longgar
- Substansi kimia Wound Healing : primer dan sekunder ▪ Hindari kerutan pada tempat tidur
- Kelembaban Setelah dilakukan tindakan keperawatan ▪ Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat selama….. kerusakan integritas kulit pasien ▪ Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
menimbulkan luka, tekanan, restraint) teratasi dengan kriteria hasil: sekali
- Immobilitas fisik - Integritas kulit yang baik bisa ▪ Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Radiasi dipertahankan (sensasi, elastisitas, ▪ Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
- Usia yang ekstrim temperatur, hidrasi, pigmentasi) tertekan
- Kelembaban kulit - Tidak ada luka/lesi pada kulit Perfusi ▪ Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Obat-obatan Internal : jaringan baik Menunjukkan pemahaman ▪ Monitor status nutrisi pasien
- Perubahan status metabolik dalam proses perbaikan kulit dan ▪ Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Tonjolan tulang mencegah terjadinya sedera berulang ▪ Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
- Defisit imunologi - Mampu melindungi kulit dan tekanan
- Berhubungan dengan dengan perkembangan mempertahankan kelembaban kulit dan ▪ Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
- Perubahan sensasi perawatan alami Menunjukkan terjadinya karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan
- Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) proses penyembuhan luka nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Perubahan status cairan ▪ Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Perubahan pigmentasi ▪ Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Perubahan sirkulasi ▪ Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan turgor (elastisitas kulit) ▪ Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
DO: ▪ Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit (epidermis)
DAFTAR PUSTAKA

Andrijono. (2007). Kanker Serviks, Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan Gynecolog.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2005) . Buku Ajar Keperawatan Maternitas /Maternity Nursing.
Alih Bahasa Maria A. Wijayanti. Peter I. Anugerah, edisi 4. Jakarta : EGC.

Hanifa, W. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Koblinsky M, et all. 2001. Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press

Lazarou G. 2010. Pelvic Organ Prolapse. http://emedicine.medscape.com/article/276259-


overview

Norwitz E, Schorge J. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi II. Penerbit Erlangga,
Jakarta.

Prawirohardjo sarwono. (2009). Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi
1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai