Disusun Oleh :
YULI SOLIHATI
H2A010050
Pembimbing :
1
Agomelatine atau placebo sebagai terapi tambahan pada stabilisasi
mood di depresi I bipolar: percobaan dengan kntrol placebo double
blind secara random.
ABSTRAK
Latar belakang :
Terapi anti depresan tambahan sering digunakan untuk mengobati depresi
bipolar akut, tetapi baru beberapa penelitian yang menganalisa strategi ini.
Tujuan :
Untuk menganalisa eficiency dari agomelatine dibanding placebo sebagai
tambahan pada terapi lithium atau valproat pada depresi bipolar.
Metode :
Pasien yang sebelumnya menderita depresi dan mengkonsumsi lithium
atau valproat setidaknya 6 minggu yang diacak kemudian diberikan terapi
argomelatine (N=172) atau placebo (N=172) untuk 8 minggu pada terapi akut dan
44 minggu pada terapi yang berkelanjutan.
Hasil :
tidak ada perbedaan signifikan pada peningkatan atau penerima symptom
yang diteliti diantara kedua group baik pada percobaan 8 minggu atau 52 minggu
yang diukur eficiencynya secara primer dengan score skala depresi montgomery-
asberg depression dari awal hingga point akhir. Kejadian yang berlawanan
termasuk perubahan menjadi mania atau hipomanik rendah dan hampir sama pada
kedua grup.
Kesimpulan :
Argomelatine untuk terapi tambahan tidak lebih baik dari placebo sebagai terapi
tambahan pada depresi bipolar akut.
2
LATAR BELAKANG
Meskipun manik telah diketahui sebagai salah satu penyakit kelainan
bipolar I, episode depresi juga merupakan kelainan mayor yang membebani pada
kondisi ini. Pasien dengan kelainan bipolar I mengalami sindrom atau sub
sindrom gejala depresif 3x lebih sering daripada sindrom atau sub sindrom gejala
menik. Gejala depresif pada kelanian bipolar I berhubungan dengan fungsi yang
kurang dan kualitas hidup yang kurang dan meningkatkan resiko bunuh diri. Saat
ini, hanya 3 terapi (quetiapine, kombinasi olanzapine dan fluexiatine, lurasidone)
yang telah diakui oleh administrasi obat dan makanan amerika untuk terapi
depresi bipolar akut. Pada praktek klinik yang terjadi, proporsi signifikan pada
pasien yang tidak merespon atau tidak mentolerasni pada efek samping terapi ini.
Sedangkan, terapi lain yang aman dan efektif harus segera diperlukan. Anti
depresan kombinasi dengan obat stabilisasi mood atau antisikotik atipikal secara
luas digunakan untuk terapi depresi bipolar pada praktek klinik. Saat ini, eficiency
beberapa strategi yang berjalan masih kontroversial. 3 penelitian skala besar
double blind yang menganalisa eficiency dari penambahan anti depresan
dibandingkan penambahan placebo pada stabilisasi mood pada pengobatan
depresi bipolar. Fluoxetine ditambah olanzapine lebih efektif pada pemakaian
placebo sendiri dan placebo ditambah olanzapine pada peningkatan simptop
depresif pada bipolar. Paroxetine tidak leboh efektif daripada placebo ketika
ditambahkan lithium, tetapi terdapat catatan lebih baik pemakaian paroxcetin
dengan placebo pada analisis post hoc pada pasien dengan tingkat lithium erum
yang rendah. Pada penelitian STEP-BD, rata-rata kesembuhan yang lama tidak
ada perbedaan diantara paroxetin atau bupropion ditambah kelompok stabilisasi
mood dibandingkan dengan placebo ditambah kelompok stabilisasi mood.
Dikarenakan pada penelitian ini tidsak memakai placebo sebagai terapi tunggal,
hasil mungkin mengartikan bahwa kedua terapi sama-sama efektif atau tidak
efektif pada peningkatan simptom depresi. Jika ini dimasukkan pada penelitian
yang gagal, dapat digaris bawahi sebagai masalah dengan seleksi pasien untuk
penelitian dengan kontrol placebo pada kelainan mood, dimana ini sebagai
pengelompokkan dari populasi yang sensitif. Rata-rata respon placebo yang tinggi
3
dan pengeluaran subjek yang tinggi secara bermakna dapat menurukan sensitifitas
penelitian. Saat ini bukti pemakaian yang digunakan pada percobaan pada situs
non akademik mungkin dapat diterima lebih lanjut pada kualitas pengelompokkan
subjek.
Dari kesemuanya terdapat kekurangan pada penelitian yang
membandingkan tambahan antidepresan dibandingkan placebo untuk stabilisasi
mood atau antipsikotik atipikal sebagai strategi untuk menangani depresi bipolar.
Agomelatin mewakili farmakologi baru dari antidepresan sebagai satu-satunya
senyawa yang mempengaruhi kedua reseptor aronismelatonin (MT i dan MT 2)
dan penghambat reseptor 5 hydroxytryptamin 2c. Efisiensi akut dan lama dan
toleransi dari agomelatin telah ditunjukan scara jelas pada dosis 25-50mg pada
pasien dengan kelainan depresi berat dan dengan kalainan anxietas keseluiruhan.
Efisiensi dan keamanan agomelatin pada pasien dengan kelainan depresi berat dan
kelainan anxietas menyeluruh dibandingkan dengan antidepresan lain. Penelitian
terbuka sebagai pendahuluan menganalisa efisiensi dan keamanan dari agomelatin
25mg sebagai tambahan pada lithium atau valproat pada pasein dengan depresi
bipolar I, respon terapi tertinggi (81%) pada periode terapi > 6 minggu, bersamaan
dengan penerimaan yang baik. Objek utama pada penelitian terbaru yang
menganalisa lebih lanjut efisiensi anti depresan pada 8 minggu pemakaian terapi
dengan agomelatin 25-50mg sebagai tambahan pada stabilisasi mood (MS) litium
atau volproat (ago-MS) dibandingkan dengan penambahan placebo pada
stabilisasi mood (PBO-MS) pada pasien dengan kelainan bipolar I dengan episode
depresi berat. Objek sekunder yaitu (a).untuk menganalisa keamanan pada AGO-
MS dan (b). Untuk mendapatkan data awal pada eficiencui terapi pemelihaan
AGO-MS dan keamanan jangka panjang > 10 bulan pada periode terapi tambahan
double blind.
METODE
Penelitian ini dalan skala internasional, double blind, secara random
menggunakan dosis yang fleksibel pada agomelatin atau placebo dengan
kombinasi obat stabilisasi mood (lithium atau valvaproat), meliputi 67 center di
4
15 negara (Argentina, Australia, Austria, Brazil, Kanada, Denmark, Filandia,
Perancis, Jerman, India, Korea, Belanda, Polandia, Afrika Selatan, dan Spanyol)
dari juli 2006 - desember 2008. Penelitian ini sesuai dengan peraturan E6 praktik
klinik yang baik dari konverensi internasional pada harmonisasi dan deklarasi
helsinki, Filandia. Peneklitian ini diakui oleh komite etik lokal yang relevan.
Semua partisipasi menandatangani inform konsen untuk mengikuti penelitian ini.
Populasi penelitian
Laki-laki atau perempuan pasien rawat jalan yang dipilih pada penelitian
ini berumur 18 (setidaknya berumur 21 tahun diargentina) hingga 70 tahun dan
memiliki kelainan bipolar I pada episodik depresi berat berdasarkan kriteria DSM-
IV-TR, dikonfirmasi dengan interview neuropsikiatrik internasional mini. Episode
depresi mayor terakhir harus setidaknya > 4 minggu tapi tidak boleh lebih dari 12
ulan.pada kunjungan seleksi, mereka harus memenuhi kriteria : 17 hal skala
tingkatan hamilton untuk depresi (HRSD-17) dengan skor total > 18 dan skala
tingkat manik muda (YMRS) dengan total skor 8.
Pasien telah mengkonsumsi salah satu dari lithium atau asam valproic
minimal 6 minggu sebelum kunjungan seleksi dengan kadar lithium darah antara
0,5 dan 1,0 mEq/L atau asam valporoit antara 50 dan 100mg/ml, diuji pada antara
kunjungan seleksi dan inklusi. Tidak boleh ada terapi tambahan stabilisasi mood
pada inklusi, tetapi jika hasil srum > rata-rata terapi. Untuk menilai konsentrasi
obat stabilisasi mood apakah termasuk stabil/ tidak dengan rata-rata level serum
yang diukur antara minggu ke 6 dan 8, antara bulan ke 5 dan ke 6 dan antara bulan
ke 10 dan 12. Penggunaaan lorazepan diperbolehkan jika diperlukan antara
kunjungan minggu ke 0n dan minggu kedua.
Pasien wajib mengikuti pemeriksaan kesehatan fisik atau memiliki
penyakit medis yang stabil berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, EKG 12
lead dan tes laboratorium klinik (kimia dan darah). Pasien dikeluarkan jika
mereka memiliki nilai trans aminase > 3x dari ambang normal atas, kreatinin
darah > 150 mmol/L, fungsi tiroid abnormal dan atau gonadotropoin korionik beta
hiumen plasma positif.
5
Pasien yang ditemukan kriteria lain yang berdasarkan kelainan pada DSM-
IV-TR dieksklusi : kelainan obsesif kompulsif, ketergantungan atau
penyalahgunaan alkohol dan obat dalam 6 bulan terakhir pasien dibagi eksklusi
bila mereka terdapat resiko bunuh diri berdasarkan dari penilaian pada
penyelidikan atau memiliki 4 point yang sesuai dengan 3 dari HRSD 17. Pasien
juga dieksklusi jija mereka tidak merespon pada pemakaian dosis yang sesuai dari
2 terapi anti depresn sebelumnya yang berbeda sesuai dengan rekomendasi dosis
pada episode sebelumnya. Pasein dengan penyakit neurologik (demensia, kejang
dan stroke) atau kelaina organik yang berat atau tidak terkontrol (neoplastik,
kardiovaskuler, pulmo atau kelinan pencernaan, diabetes ripe 1 atau 2 yang tidak
strabil, hio atau hipertiroideisme , hioertensi yang tidak diterapi atau tidak
terkontriol) juga tidak dieksklusikan. Pasien juga dieksklusikan jika mereka
menerima terapi yang beriringan untuk : psikoterpapi formal, insomnia dan terapi
cahaya dalam 2 minggu terakhir, ECT atau stimulasi megnetik transcranial pada
episode sebelumnya. Untuk terapi psikotropik, periode penghilangan pada 5
eliminasi setengah hidup dari molekul diwajibkan sebelum inklusi.
6
dilanjutkan, tanpa memperhatikan kapan kejadiannya, digunakan periode
followup per 1 minggu tranpa terapi penelitian.
Sepanjang durasi penelitian, pasien mendapatkan 2 tablet secara oral per
hari 1 pada siang dan malam (sekitar jam 20.00) pasien mendapatkan antara lain
agomelatin 25mg (1 tablet 25mg ditambah 1 tablet placebo), agomelatin 50 mg (2
tablet 25mg) atau placebo (2 tablet placebo). Jadwal dosis, penampakan obat
penelitian dan rasa obat sama dari kriteria inklusi sampai akhir dari periode terapi
untuk semua pasien. Tablet dikemas dengan bungkus yang menggelembung
dengan label yang sama.
Pengukuran efficiency
Untuk melindungi dari inflasi angka dasar, HRSD 17 digunakan untuk
menetapkan pemilihan penelitian, dimana perubahan pada hasil total skala
tingkatan depresi montgomery asberg (MADRS) dari garis dasar ke nilai garis
akhir > periode terapi akut 8 minggu digunakan sebagai pengukuran utama.
MADRS dinilan pada setiap visit oleh investigator penelitian.
Pengukuran efficiency sekunder termasuk respon terhadap terapi
(digambarkan oleh penurunan garis pada skor total MADRS 50%) pada periode >
8 minggu dan 12 bulan, perubahan pada HRSD 25 (HRSD 17 ditambah 8 item
pada skala simptom vegetatif terbaik), skala impresi global klinik pada kelainan
bipolar yang dimodifikasi (CGI-BP-M), dan skala tingkat hamilton untuk anxietas
(HRSA), kuisioner evaluasi tidur leeds (LSEQ) dan kuisioner dan kepuasan dan
kesenangan kualitas hidup – formulir pendek (QLSEQ).
Pengukuran keamanan
Evaluasi, toleransi dan keamanan berdasarkan kejadian yang merugikan
emergency yang secara spontan dilaporkan oleh pasien saat setiap visit.
Investigator melaporkan adanya peningkatan mood yang signifikan berdasarkan
pemeriksaan klinis mereka pada kejadian yang merugikan. Lalu, setidaknya 1
minggu setelah onset dari gejala, investigator diminta untuk mendeskripsikan
kejadian berdasarkan kriteria DSM 4 untuk manik (hipomanikmatau manik) dan
7
untuk menegakkan diagnosa akhir. YMRS diukur oleh investigator pada visit
seleksi, inklusi dan setiap kali visit pada bulan ke 12.
Evaluasi, toleransi dan keamanan juga berdasarkan dari ketidak normalan EKG 12
lead, sample biologis dan pemeriksaan fisik. Vital sign (berat badan, HR, dan TD)
dieriksa saat inklusi, minggu ke 8 dan bulan ke 12 atau terminasi pada kasus
dengan penarikan kembali secara prematur.
Analisis statistik
Registrasi tata cara yang dianut, kesemuanya dianalisis dengan
menggunakan analisis lengkap (pengarahan pada dasar terapi) berdasarkan nilai
angka terakhir yang dicatat pada periode terapi akut 8 minggu. Analisis yang
tertinggi pada AGO-MS dibandingkan dengan PBO-MS dianalisa pada skor total
MADRS menggunakan 3 cara analisis pada kovarian dengan terapi dan tipe obat
stabilisasi mood dengan efek yang diperbaiki, efek yang sama dengan center,
dengan dasar skor total MADRS sebagai kovarian dan tanpa interaksi. Analisis
yang hampir sama dilakukan pada hasil lainnya dari skor total HRSD-17. Dengan
tambahan, analisis penyesuaian, berdasarkan two side student t-test untuk sample
mandiri yang dilakukan.
8
Perbedaan tingkatan respon (menentukan 50% atau lebih pengurangan
pada skor MADRS yang diperkirakan, mengambil dari jumlah nilai dasar terakhir
pada periode terapi akut 8 minggu) antara AGO-MS dan PBO-MS yang
dimasukkan dalam komputer menggunakan test chisquare. Untuk pembanding
lain, parameter yang sesuai dan statistik non parametrik digunakan. Keamanan
data dinilai dari grup terapi dari periode akut dan tambahan pada keamanan dari
pasien (setidaknya mendapatkan 1 dosis pada terapi).
HASIL
Karakteristik Klinis dan Demografi
Pada 405 pasien yanbg dipilih, 344 pasien (84,9%) yang secara acak
dipilih untuk menerima AGO-MS (172 pasien) atau PBO-MS (172 pasien)
(Gambar 1). Dimana tidak ada perbedaan signifikan pada karakteristik demografi
antara pasien yang mendapatkan AGO-MS atau PBO-MS (tabel 1). Rata-rata usia
pada pasien secara acak adalah 45,2 tahun (kurang lebih =12,6) dan 61,1 % adalah
perempuan.
Rata-rata durasi pada kelainan bipolar I pada partisipan penelitian adalah
16,7 tahun (kurang lebih = 11,2, rata-rata 14,6). Episode pertama lebih banyak
episode depresi (62,5 % dari pasien). Pasien penelitian yang mengalami kejadian
9
episode mania 2.6 (kurang lebih 2,7), 0,8 dengan episode campuran (kuranglebih
= 1,6) dan 4.9 episode depresif (kurang lebih = 4,9) selama 10 tahun terakhir.
Selama 12 bulan ini, rata-rata angka episode mood 1,7 (kurang lebih 0,9).
Sepanjang penelitian, tingkat obat stabilisasi mood dalam darah sesuai dengan
jarak yang diharapkan sesuai protokol (~0,7 mmol/L untuk lithium; antara 66 dan
79 g/mL untuk asam valproic).
Tidak ada perbedaaan yang relevan secara klinis antara grup yang
diperiksa dengan pemeriksaan fisik, EKG dan karakteristik dasar lain. Skor dasar
pada setiap pengukuran termasuk MADRS, HRSD, HRSA, YMRS, CGI-BP-M
depresi, mania atau skor keseluruhan dan QLESQ pada inklusi di sebutkan pada
tabel 2. Total terdapat 87 pasien dikeluarkan dari 157 (55,4%) secara acak pada
kelompok AGO-MS dan melanjutkan penelitian setelah minggu ke 2
mendapatkan dosis yang dinaikkan.
10
lengkap dari rata-rata juga tidak signifikan antara kedua grup (tabel 3). Presentase
responden (61,9% dibanding 55,0%, P=0,195 dan pengiriman (57,7% dibanding
52,6%, P= 0,345) pada skala MADRS pada penanganan data dasar terakhir
dimana secara angka lebih besar kelompok AGO-MS dibandingkan kelompok
PBO-MS, tetapi tidak ada tingkat konvensial perbandingan yang dihasilan pada
statistik secara signifikan.
11
Penarikan Kembali
Selama periode terapi akut 8 minggu, 86 pasien dipilih secara acak (25%)
ditarik kembali dari penelitian ini, 47 hasil dengan efisiency yang buruk (22
pasien pada kelompok AGO-MS ; 25 pasien pada kelompok PBO-MS) (gambar
1). Pada 247 pasien yang melanjutkan hingga periode tabahan double blind pada
penelitian ini (125 pasien pada kelompok AGO-MS dan 122 pada kelompok
PBO-MS), total 99 pasien yang dikeluarkan dari ke 2 grup: dengan alasan utama
yaitu efisiensi yang buruk (19 pasien pada kelompok AGO-MS ; 18 pasien pada
kelompok PBO-MS) (gambar 1)
12
dari semua anlisa kecuali ketika data dari semua centre >30% dikeluarkan. Jumlah
pasien sisa pada analisis fase ini sangat rendah.
13
Keamanan
Presentase pasein pada kelompok keamanan dilaporkan setidaknya pada 1
kasus merugikan emergency pada terapi lebih dari 8 minggu secara angka
kelompo AGO-MS lebih tinggi daripada kelompok PBO-MS (54,4% : 46,2%)
(rata-rata perbedaan : -8,14 (±5,37), 95% CI-18,68 sampai 2,39, p=0,131). Kelas
sistem organ yang terkena paling banyak pada kelompok AGO-MS adalah
penyakit gastrointestinal (16,4% dari pasien), kelainan nervus sistem (15,2%),
kelainan psikiatrik (12,3%) dan infeksi (8,2%), dan dimana hampir sama dengan
pelaporan kelompok PBO-MS (17,9%, 16,8%, 12,1%, 9,8%, secara prospektif.
Selama periode terapi 12 bulan, presentase pasien dengan setidaknya 1 kejadian
merugikan emergency tidak terdapat perbedaan relevan antara kelompok AGO-
MS dan PBO-MS (69,6% dibandingkan 64,7%). Kejadian merugikan emergency
yang paling sering adalah sakit kepala, nasofaringitis, depresi, somnolen (tabel 6).
Kejadian yang merugikan secara keseluruhan dilaporkan lebih sedikit pada
kelompok AGO-MS dibanding kelompok PBO-MS : hanya pada nasofaringitis
dan somnolen dilaporkan lebih banyak pada kelompok AGO-MS dibandingkan
kelompok PBO-MS (6,4% dibanding 4,0%: 5,8% dibanding 4,0%, secara
respektif).
14
Gajala manik atau hipomanik
Dari periode 8 minggu, presentase pasien yang mengalami gejala manik
atau hipomanik tidak berbeda antara grup terapi : 4,1% (7 pasien : 2 hipomanik, 2
mania, 2 peningkatan mood dan 1 episode campuran) pada kelompok AGO-MS
dan 3,5% (6 pasien : 3 hipomanik, 2 mania dan 1 perubahan mood) pada
kelompok PBO-MS. Gajala ini dianggap berhubungan dengan terapi AGO-MS
yang diterima pada semua pasien dan pada 4 dari 6 pasien yang menerima PBO-
MS. Rata-rata skor total YMRS stabil dari periode akut pada kedua grup terapi
(perubahan dari data dasar : -0,38 (SD=3,67) pada kelompok AGO-MS dan -0,51
(SD=3,77) pada kelompok PBO-MS). Pada periode tambahan, 13 pasien
tambahan (7,6%) pada kelompok AGO-MS dan 7 (4,1%) pada kelompok PBO-
MS mengalami gajala manik atau hipomanik. Mereka semua diterapi tetapi 1
pasien mendapatkan AGO-MS (1.hipomania), dan 3 dari 7 pasien mendapatkan
PBO-MS. Dari gejala ini hipomania emergency lebih sering pada grup AGO-
melatin (7/13) daripada placebo grup (2/7). Angka yang sama pada episode manik
(3) dilaporkan pada kedua grup. Rata-rata skor pada YMRS stabil pada periode
tambahan (AGO-MS:0,49 (SD=5,07): kelompok PBO-MS : 0,25 (SD=4,80)).
15
Kejadian keamanan lain
1 kematian ada pada kelompok PBO-MS setelah hari ke 35. Kematian ini,
dari hasil berasal dari infeksi traktus respiratori atas, yang diperkirakan tidak
berhubungan dengan terapi penelitian oleh investigator. Kedua kelompok terapi,
tidak terdapat kejadian merugikan serius yang emergency yang secara garis besar
berhubungan dengan kelainan psikiatrik (termasuk hipomanik atau manik) dan
tidak ada perbedaan antara pasien dengan AGO-MS (N=12,7.0%) dan PBO-MS
N=10, 5.8%. dari kejadian ini, kejadian bunuh diri berkurang pada kelompok
AGO-MS (2 pasien, 1.2%) dibandingkan pada kelompok PBO-MS (5pasien,
2.9%).
Selama 12 bulan periode terapi, tidak ada perubahan yang relevan secara
klinis atau perbedaan anatar kedua kelompok yang terdeteksi pada kejadian serius
(non-fatal) atau kejadian merugikan emergensi non-serius pada terapi penarikan
kembali. Dimana, 9 pasien, pada kelompok AGO-MS (5.3%) dan 8 pasien pada
PBO-MS (14.5%) ditarik kembali adanya kejadian merugikn yang serius
emergensi, dimana 28 pasien pada kelompok AGO-MS (16,4%) dan 25 pasien
pada PBO-MS (14.5%) tanpa tambahan dikarenakan kejadian merugikan non-
serius.
Selama penelitian, tidak ada perbedaan antar kelompok yang melebihi
waktu yang terdeteksi dari parameter biokimia atau hematolgi, atau pemeriksaan
16
fisik termasuk vital sign. Tidak ada abnormalitas EKG yang tercatat. 2 pasien
(n=1 pada AGO-MS, n=1 pada PBO-MS) memiliki peningkatan nilai enzim liver
lebih dari 3 kali limit atas pada rentang referensi. Kedua pasien secara komplit
sembuh.
DISKUSI
Pada penelitian dengan kontrol placebo double blind secara acak pada
pasien dengan kelainan bipolar I dengan riwayat episode depresi mayor yang
gagal menunjukkan adanya efek yang menguntungkan dari AGO-MS
dibandingkan PBO-MS sebagai hasil utama dari terapi yang intensif analisis
lengkap pada sempel. Perubahan skor MADRS diobservasi pada periode akut 8
minggu secara relatif besar (kira-kira -15.0) pada kedua grup terapi, dan menetap
sampai periode 10 bulan. Tingkat respon (terlihat 61%) dan remisi (terlihat 53%)
pada skala MADRS pada kedua grup terapi juga hampir sama pada periode akut.
Terdapat peningkatan yang hampir sama pada kedua grup diperhitungan efisiensi
sekunder pada analisis lengkap. Dari periode tambahan double blind, pada
kelompok AGO-MS, secara angka tetapi tidak signifikan memiliki presentase
lebih tinggi pada pasien yang memiliki kriteria respon (61,9% dibanding 55,0%)
dan remisi (57,7% dibandingkan 52,6%) dibandingkan dengan PBO-MS
17
memiliki kriteria respon pada kelompok PBO-MS. Ini juga lebih tinggi
dibandingkan rata-rata respon yang diobservasi pada penelitian sebelumnya
(39,4% in nemeroff et al, 31,7% in van der loss et al, 27,3% in sachs et al and
42% in loebel et al). Terdapat pengalaman persaingan pada peningkatan gejala
depresi pada pasien dengan depresi bipolar dengan praktek klinik yang
sebenarnya dimana rata-rata respon besar pada PBO-MS dipercobaan klinik yang
mengejutkan. Penemuan ini meningkatkan kemungkinan bahwa tingginya rata-
rata respon PBO-MS pada sudut terbaru mungkin dapat mengurangi kekuatan dari
penelitian untuk mendeteksi efek antidepresan pada agomelatin.
18
obat oleh penelitian (dimana terdapat 67 penelitian terbaru). Satu cara untuk
menganalisis sub grup sensitif dari analisis lengkap adalah dengan mengeluarkan
analisis sekunder dengan rata-rata respon yang tinggi. Merlo-pich et al
mengatakan bahwa strategi untuk membuktikan konsep dan kejadian bahwa
kemungkinan penurunan dari kesalahan penelitian sekitar 50% hingga sekitar
10%.
Yang mejadi objek pada percobaan klinik harus mencoba medikasi baru
pada populasi klinis yang representatif, dimana ditentukan bahwa rata-rata respon
placebo tidak terlalu tinggi atau rendah. Pemilihan pada populasi menjadi problem
yang mengalami peningkatan pada percobaan psikiater secara luas dan dimana ini
penting untuk menggunakan analisa sekunder untuk mengerti fenomena dari
tingginya respon placebo. Pada studi terbaru, terdapat angka substansial dari
center yang hanya memasukkan 1 pasein (N=8/67) dan yang lainnya rata-rata
respon 100% pada PBO-MS (N=25/67). Dimana untuk mengerti efek dari respon
placebo yang tinggi pada hasil penelitian ini, kami menambahkan analisa post hoc
yang menguji hanya pada center dimana dipilih secara acak 1 pasien pada setiap
kondisi dan menghilangkan semua pasien dari center yang memiliki rata-rata
respon placebo 100%, >90%, >80%....0%. eksklusi dari pasien (kedua PBO-MS
dan AGO-MS dari center yang memiliki respon placebo 100% sebagai hasil yang
secara signifikan lebih besar meningkat pada pasien AGO-MS (p=0,02). Hampir
sama, AGO-MS secara signifikan lebih berpengaruh dari PBO-MS ketika semua
pasien dikeluarkan dari center saat memiliki rata-rata respon placebo >100%,
>90%, >80%....0%. (tabel 4). Sebaliknya, ketika data dari center yang memiliki
rata-rata respon Agomelatin yang berbeda dikeluarkan, placebo tidak lebih baik
dari AGO melatin hingga semua center dengan respon >30% pada AGO melatin
dikeluarkan. Pada <30% data 10 center dari 67 center berbanding terbalik dengan
total pasien hanya 43. Karenanya, analisis ini tidak berarti.
19
kelainan depresi moyor dan kelainan anxietas keseluruhan. Tidak ada kejadian
yang tidak diperkirakan dilaporkan. Efek samping AGO-MS pada hepar hampir
sama dengan PBO-MS. Rata-rata efek merugikan emergency dari terapi yang
lama. Terjadinya manik pada pasien dengan kelainan bipolar dengan terapi
antidepresan, walaupun mereka telah mendapatkan terapi dengan obat stabilisasi
mood merupakan observasi klinis relatif yang lama dan menjadi kesulitan terbesar
dapat dicatat, AGO-MS tidak berhubungan dengan tingginya tingkat emergency
gejala mania atau hipomania dari metode penelitian.
Keterbatasan
Penelitian ini dilakukan pada 67 center di 15 negara, dimana mungkin
dipengaruhi oleh besarnya respon placebo yang diobservasi. Dimana respon
placebo yang tinggi tidak konsisten dengan praktek klinik pada pasien dengan
depresi bipolar dan ini memberikan pertanyaan tentang kualitas dari center dan
tipe pasien yang dimasukkan dalam penelitian ini. Eksklusi pasien dari center
dengan rata-rata respon placebo yang tinggi menghasilkan hasil yang menunjang
efisiensi Agomelatin. Bagaimanapun berdasarkan dari analisis post hoc, ini tidak
dapat dijadikan bukti yang kuat dari efisiency Agomelatin. Selanjutnya pada
analisis post hoc, kami mengeluarkan data hanya dari center yang memiliki
setidaknya 1 pasien placebo yang dipilih secara acak dan 1 pasien Agomelatin. 1
mungkin menjadi perdebatan sebagai angka minimum yang harus ada dan
mencampurkan data analisis yang sensitif dari berbagai penelitian mungkin akan
menunjukkan jawaban yang lebih kuat pada pertengahan ini. Walaupun penelitian
ini menggunakan desain tambahan mencerminkan bahwa terapi stabilisasi mood
tidak terkonfirmasi secara prospektif. Kemungkinan dapat dibayangkan bahwa
Agomelatin lebih efektif pada pasien depresi bipolar dimana dengan obat
stabilisasi mood monoterapi.
Implikasi
Peran dari antidepresan pada terapi akut depresi bipolar selanjutnya
menjadi kontroversial. Pada penelitian ini agomelatin tidak lebih baik dari placebo
20
pada peningkatan gelaja depresif berdasarkan dari perubahan ukuran efisiensi
utama pada depresi bipolar akut. Secara general, terdapat kekurangan pada data
percobaan yaitu keduanya menggunakan jangka pendek atau jangka panjang dari
antidepresan pada pasien dengan kelainan bipolar, sehingga diperlukan
pemahaman yang maksimal pada data yang ada. Analisis post hoc mengeluarkan
pasien dari center dengan kemungkinan respon placebo yang tinggi terhadap
agomelatin. Kami percaya prosedur ini sangat informatif, dibandingkan dengan
publikasi dari rata-rata respon pasien. Kesalahan pada kasus ini untuk
mendemonstrasikan keuntungan pada analisa lengkap dibawah pengujian dari
peningkatan kualitas pemilihan pasien untu meminimalkan respon plasebo.
Dikarenakan hal tersebut, satu cara untuk meningkatkan sensitivitas penelitian
yaitu dengan mengatur kriteria utama untuk mengeluarkan center dengan rata-rata
respon plaseno tinggi. Analisis sensitivitas mencampur data dari angka penelitian
depresi bipolar mungkin menghasilkan jawaban yang lebih baik tentang apa yang
hilang. Ditemukan bahwa rata-rata respon plasebo tidak melebihi 62% pada
penelitian depresi bipolar sebelumnya, dasar pengambilan lebih dari 70% atau
lebih mungkin tidak pantas jika penelitian ini menggunakan analisis sensitivitas.
Pemberian pengurangan pada terapi, mungkin menjadi hal penting untuk
pengembangan klinins dari terapi pada depresi bipolar.
21