PENDAHULUAN
dari pada perkotaan yaitu sebesar 22,8%. Secara nasional, prevalensi anemia pada
anak balita sebesar 28,1% dan anak 5-12 tahun 29%. Hal ini menunjukkan angka
Dewi et al. (2012) anemia dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor
gizi khususnya anemia, tingkat pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, infeksi,
dan kebiasaan hidup. Faktor intrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia, antara
lain kehilangan darah secara kronis, seperti pada penyakit ulkus peptikum,
hemoroid, investasi parasit, asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak
adekuat, peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah, yang
berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan
menyusui.
Infeksi cacing masih merupakan masalah kesehayan di Indonesia. Infeksi
ini merupakan salah penyebab anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah
dasar. Prevalensi infeksi kecacingan di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun
Kabupaten Badung adalah daerah yang memiliki prevalensi STH pada anak yang
lebih tinggi bila dibandingkan daerah lain di Provinsi Bali, yaitu berkisar antara
58,3-96,8% (Kapti, 2004). Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Abiansemal
merupakan dataran tinggi basah dan beriklim lembab yang secara ekologis
(Malonda et al., 2011). Anemia defisiensi besi oleh karena berbagai faktor
kemampuan berpikir, atau gangguan mental lain yang berlangsung lama bahkan
menetap (Lubis et al., 2008). Pada anak-anak sekolah telah ditunjukkan adanya
Sediaoetama (2010) dalam Sampouw et al. (2013) pada kondisi anemia, daya
perubahan perilaku setelah terjadi anemia defisiensi besi (Sampouw et al., 2013).
Menurut Syah (2010) dalam Tuturoong et al. (2013) salah satu cara untuk
menilai perkembangan anak pada masa kanak - kanak pertengahan (6-12 tahun)
melalui hasil prestasi belajar. Hasil prestasi belajar didefinisikan sebagai hasil
yang telah dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan proses belajar mengajar
dalam waktu tertentu yang diwujudkan dalam bentuk angka maupun pernyataan.
3
di Indonesia masih tinggi dan tingginya kasus infeksi cacing tambang di wilayah
sekolah dasar. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
gambaran umum status anemia dan prestasi belajar anak usia sekolah dasar di SD
Negeri 4 Abiansemal.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran kejadian anemia dan prestasi belajar anak
1.4 Manfaat
1.4.1 Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan
serius.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
B6), Vitamin C, Vitamin E dan Vitamin B12 (kobalamin) dalam tubuh (Almatsier,
sekolah usia 6-12 tahun dianggap mengalami anemia bila kadar Hbnya <12,0
Sekolah Dasar
Beberapa faktor yang mempengaruhi status anemia anak usia
5
6
bahwa defisiensi besi juga dapat terjadi 2-4 kali pada wanita dan
dan sumber sampel darah (darah kapiler dibandingkan darah vena) dapat
pada metode Cyanmethemoglobin dan telah terbukti stabil dan bertahan lama
menilai konsentrasi hemoglobin dengan metode ini yaitu sumber dari sampel
dalam sampel kapiler yang lebih tinggi daripada yang diukur dalam sampel
alat Hemocue (Riskesdas, 2013) dan hemometer digital (easy touch) yang
merupakan alat untuk mengukur hemoglobin secara digital, lebih valid, cepat,
perdarahan menahun.
berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
2) Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
diakibatkan oleh bayi berat badan lahir rendah atau lahir kembar.
2) Anak berumur 1-2 tahun.
Penyebab ketersedian besi yang kurang pada umur 1-2 tahun
diantaranya karena (1) masukan (intake) besi yang kurang karena tidak
Meckeli.
3) Anak berumur 2-5 tahun.
Penyebab yang umum pada usia 2-5 tahun yaitu masukan besi kurang
Meckel.
4) Anak berumur 5 tahun – masa remaja.
Penyebab kekurangan besi diakibatkan kehilangan berlebihan karena
daerah tropis dan subtropis, terutama di Asia dan subsahara Afrika. Infeksi N.
mengganggu kecerdasan anak usia sekolah. Sampai saat ini infeksi cacing
2010).
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu
kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan perdarahan.
pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan
keluar melalui saluran cerna. Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada
usus sampai dengan timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar
antara 1-3 bulan. Untuk meyebabkan anemia diperlukan kurang lebih 500
cacing dewasa. Pada infeksi yang berat dapat terjadi kehilangan darah sampai
tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah
cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus.
ringan bahkan asimtomatik. Dalam 7-14 hari setelah infeksi terjadi ground
itch. Pada fase awal, yaitu fase migrasi larva, dapat terjadi nyeri tenggorokan,
biasanya ringan kecuali pada infeksi berat, yaitu bila terdapat lebih dari 200
cacing dewasa. Saat larva tertelan dapat terjadi gatal kerongkongan, suara
serak, mual, dan muntah. Pada fase selanjutnya, saat cacing dewasa
berkembang biak dalam saluran cerna, timbul rasa nyeri perut yang sering
dan masa hidup cacing ini mencapai 3-5 tahun (Sumanto, 2010).
Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan
oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya anemia
tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus
dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan daya
pada beberapa faktor, antara lain umur, lamanya penyakit dan keadaan gizi
yaitu infeksi ringan, sedang dan berat. Infeksi ringan ditandai dengan
mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain. Infeksi sedang
fisik dan mental kurang baik. Sedangkan pada infeksi berat dapat
laboratorik.
3) Anemia defisiensi besi: keadaan dimana cadangan besinya kosong dan
remaja putri, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan
rendah. Secara klasik defisiensi besi dikaitkan dengan anemia gizi besi. Defisiensi
besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumber daya manusia, yaitu terhadap
kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Secara klinis dapat dilihat dampak
anemia diantaranya (1) lelah, lesu, lemah, letih, loyo (5L); (2) bibir tampak pucat;
(3) nafas pendek; (4) lidah licin; (5) denyut jantung meningkat; (6) susah buang
air besar; (7) nafsu makan berkurang; (8) kadang-kadang pusing; (9) mudah
ini. Prinsip tata laksana anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab
feses. Jika masih terdapat telur maupun cacing dewasa, dilakukan terapi
Preparat besi dapat diberikan melalui oral atau parenteral. Garam ferro di
dalam tubuh diabsorbsi oleh usus sekitar tiga kali lebih baik dibandingkan
garam ferri. Preparat yang tersedia berupa ferro sulfat, ferro glukonat,
ada dalam garam ferro. Garam ferro sulfat mengandung besi elemental
20%, sementara ferro fumarat mengandung 33%, dan ferro glukonat 12%
waktu makan, namun preparat besi dapat menimbulkan efek samping pada
saluran cerna. Penyerapan akan lebih sempurna lagi bila diberikan bersama
asam askorbat atau asam suksinat. Pemberian besi dapat dilakukan pada
saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorbsi
obat sekitar 40%-50% (Gunadi et al., 2009). Dalam 4-30 hari setelah
kelebihan besi maka jangka waktu terapi tidak boleh lebih dari 5 bulan
kecukupan zat besi yang masuk melalui makanan. Besi di dalam makanan
dapat berbentuk Fe-heme dan non-heme. Besi non-heme yang antara lain
dalam bentuk senyawa ferri yang harus diubah dulu di dalam lambung
oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap untuk diserap di dalam usus.
16
makanan yaitu fruktosa, asam askorbat (vitamin C), asam klorida dan asam
heme yang antara lain terdapat di dalam ikan, hati, daging sapi, lebih
dengan Hb 6 g/dl atau kurang karena pada kadar Hb tersebut risiko untuk
Transfusi darah diindikasikan pula pada kasus ADB yang disertai infeksi
berat, dehidrasi berat atau akan menjalani operasi besar/ narkose. Pada
merupakan hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan
proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik perubahan tingkah laku,
keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang
siswa, semakin baik pula nilai hasil belajar yang diperoleh (Syah,
dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
2003).
4) Pekerjaan Orang Tua.
18
tua untuk menyediakan fasilitas belajar yang efektif dan efisien bagi
anak.
5) Faktor sarana prasarana dan tenaga pengajar di sekolah.
Sarana prasarana yang cukup serta tenaga pengajar yang
pelajaran yang telah dikuasai sesuai dengan bidang studi yang telah diikuti
oleh siswa. Prestasi dapat bersifat kualitatif (seperti baik sekali, baik, sedang,
kurang, kurang sekali, dan sebagainya) atau dapat berupa kuantitaif (berupa
angka-angka). Prestasi belajar siswa dibuktikan melalui nilai atau angka nilai
dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan
2010).
pertumbuhan. Periode anak usia sekolah ini disebut juga dengan istilah latency,
yakni periode dimana proses pertumbuhan berlanjut dari masa balita, namun
dengan efek pertumbuhan yang tidak sebesar pada periode sebelumnya. Pada fase
ini, tubuh dengan optimal menyimpan cadangan nutrisi yang diperlukan anak
pada fase pubertas nantinya. Anak usia sekolah merupakan fase dimana aktivitas
anak berlangsung sangat dinamis dan aktif sehingga membutuhkan asupan nutrisi
19
yang memadai dan rentan mengalami infeksi. Kecukupan konsumsi zat gizi yang
seimbang harus dipenuhi oleh anak usia sekolah dan zat gizi yang perlu
diperhatikan pada anak usia sekolah adalah energi, protein, Fe, vitamin A, vitamin
C dan Ca (Akhmadi, 2009 dalam Dewi et al., 2012). Infeksi cacing tambang yang
defisiensi besi yang merugikan proses tumbuh kembang anak dan berperan besar
zat gizi yang tinggi khususnya zat besi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Kekurangan zat besi akibat infeksi cacing tambang akan menyebabkan anak
dari pada anak sehat, prestasi belajarnya lebih rendah dibandingkan dengan anak
normal (Nakita, 2010 dalam Tuturoong, 2013). Kekurangan zat besi pada anak
(Lokollo dkk, 2010 dalam Tuturoong, 2013). Anemia defisiensi zat besi
orang tua, sarana dan prasarana sekolah juga memberikan dampak terhadap
prestasi belajar.
20
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
kebutuhan fisiologis tubuh. Anemia defisiensi besi terjadi bila asupan besi ke
hemoglobin menurun.
Infeksi A. duodenale dan N. americanus merupakan penyebab terpenting
merugikan proses tumbuh kembang anak dan berperan besar dalam mengganggu
anemia defisiensi akan menyebabkan penurunan prestasi belajar pada anak usia
sekolah. Studi longitudinal menunjukkan bahwa anemia yang terjadi pada masa
Perubahan tersebut diantaranya fungsi kognitif yang rendah, prestasi sekolah dan
mengandung protein, secara langsung dan tidak langsung dapat mengubah fungsi
otak. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kegagalan mentransfer besi ke
otak selama periode tertentu pada perkembangan awal otak (Batra et al., 2005).
Status anemia dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor gizi,
pengetahuan tentang gizi, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan
riwayat infeksi. Prestasi belajar dipegaruhi oleh berbagai macam faktor internal
21
22
dan eksternal. Infeksi cacing tambang secara langsung akan mempengaruhi status
Motivasi
= mempengaruhi
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian gambaran Gangguan konsentrasi
umu anemia dan prestasi
Sarana-prasaran
belajar anak usia sekolah dasar di SD Negeri 4 Abiansemal
sekolah
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
penelitian atau menguji kesahihan hipotesis yang berisi struktur dan strategi
penelitian agar proses penelitian dapat berjalan dengan sistematis, teratur dan
Badung.
b. Populasi Terjangkau
Pada penelitian ini yang menjadi populasi terjangkau adalah seluruh
24
25
30 hari terakhir.
2. Anak yang tidak bisa diambil sampel darahnya saat
defisiensi besi anak usia sekolah (P) = 29%. Ditentukan deviasi (d) = 10%
dan power penelitian 95% (Z1-α = 1,96). Perhitungan jumlah sampel minimal
ditambah 20% untuk mengantisipasi drop out dan karena variabel yang
masing-masing kelas IV, V, dan VI. Setiap nama subyek akan diurut sesuai
sampai ketiga kelas tersebut telah selesai diurut sesuai dengan daftar absensi.
dalam populasi terjangkau sebanyak 82 orang. Dari data yang telah diurut
sampel.
orang Indonesia:
- Kurus (IMT < 18,5)
- Normal (IMT 18,5-24,9)
- Berat Badan Lebih (IMT 25-27)
- Obesitas (IMT > 27)
3. Prestasi belajar anak diukur dan dinilai dalam bentuk angka.
diploma/perguruang tinggi).
- Menengah (jika pendidikan terakhir orang tua subyek adalah SMA
dan SMP).
28
lebih valid daripada hemometer sahli, lebih cepat, dan lebih simpel
30
mahal.
Data hasil prestasi belajar diperoleh dari rerata nilai raport seluruh
sebanyak 41 orang.
penelitian.
Keterangan
semester
consent.
chi square dan Pearson correlation. Pada CI 95%, jika P-value <
Kegiatan 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
Penyusunan
proposal
Pengujian proposal
Persiapan penelitian
Pengumpulan data
dan penelitian
Pengolahan dan
analisis data
33
Pembuatan laporan
penelitian
Revisi hasil
penelitian
Pengujian skripsi
Publikasi laporan
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kabupaten Badung. 2011. Laporan Akhir Pemetaan dan Identifikasi Pola
Ruang Permukiman di Kabupaten Badung. Pemerintah Kabupaten Badung.
Dewi M, Sutiari K, Wulandari L. 2012. Status Anemia Gizi Besi dan Konsumsi
Zat Gizi pada Anak Usia Sekolah di Lima Panti Asuhan di Kota Denpasar. Arc.
Com. Health • Juli 2012 ISSN: 9772302139009 Vol. 1 No. 1 : 35 – 42.
Gunadi D, Lubis B, Rosdiana N. 2009. Terapi dan Suplementasi Besi pada Anak.
Sari Pediatri, Vol. 11, No. 3, Oktober 2009.
Lande F. 2005. “Hubungan Status Anemia dengan Prestasi Belajar Siswa SMU di
Semarang yang berasal dari Papua”. Semarang. Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Lopez A, Osendarp S, Boonstra A et. al., 2011. Sharply higher rates of iron
deficiency in obese Mexican women and children are predicted by obesity-related
inflammation rather than by differences in dietary iron intake. Am J Clin Nutr
2011;93:975–83.
Lubis B, Saragih R, Gunadi D et. al., 2008. Perbedaan Respon Hematologi dan
Perkembangan Kognitif pada Anak Anemia Defisiensi Besi Usia Sekolah Dasar
yang Mendapat Terapi Besi Satu Kali dan Tiga kali Sehari. Sari Pediatri, Vol. 10,
No. 3, Oktober 2008.
Sumanto D. 2010. “Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah
(Studi kasus kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak)”. Semarang.
Universitas Diponegoro.