Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates.
Soranus dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati beberapa faktor yang
mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal Yunani. Ia mengetahui
stroke 2400 tahun silam. Kala itu, belum ada istilah stroke. Hippocrates menyebutnya
dalam bahasa Yunani: apopleksi. Artinya, tertubruk oleh pengabaian. Sampai saat ini,
stroke masih merupakan salah satu penyakit saraf yang paling banyak menarik
perhatian.1,2
Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain
gangguan vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya dengan
Cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke.1
Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar kasus
dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin tua umur, resiko
terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak mengenal jenis kelamin. Tetapi,
stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki daripada perempuan. Lalu dari segi warna
kulit, orang berkulit berwarna berpeluang terkena stroke lebih besar daripada orang
berkulit putih.2
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang.3
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di
dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal
dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus
stroke di dunia.2
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di
negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak
500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa

1
stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan
pekerjaan.2
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker.
Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan
sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh total dari serangan
stroke dan kecacatan.2 Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh
(16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan
hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan penyakit
tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke
iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko
yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi
(contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting
untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan lapsus ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi stroke non hemoragic
2. Untuk mengetahui etiologi stroke non hemoragic
3. Untuk mengetahui pathogenesis stroke non hemoragic
4. Untuk mengetahui diagnosis stroke non hemoragic
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan stroke non hemoragic

1.3 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai penyakit di bidang Neurologis khususnya stroke non
hemoragic
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu Neurologis

BAB II

LAPORAN KASUS

2
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. NKLS
Umur : 45 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Berdagang
Suku : Bali
Agama : Hindu
No. CM : 041463
MRS : 15-12-2016
Tanggal pemeriksaan : 16-12-2016

II. Anamnesis
Keluhan utama : Lemas separuh badan, bagian kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli saraf RSUD Klungkung tanggal 15 Desember 2016
pukul 09.00 WITA dengan keluhan lemas separuh badan sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat pasien sedang beraktivitas. Lemas separuh
badan dirasakan pada badan sisi sebelah kanan. Pasien memiliki jadwal kontrol poli
saraf untuk sakit vertigo yang diderita, namun karena sejak 3 hari yang lalu pasien
mengeluh lemas pada separuh badan bagian kanan secara tiba-tiba, sehingga pasien
memutuskan untuk mempercepat jadwal kontrol ke poli saraf untuk memeriksakan
keluhannya tersebut, dari poli saraf kemudian pasien disarankan menjalani perawatan
lebih lanjut di RSUD Klungkung. Keluhan disertai pusing. Nyeri kepala disangkal,
demam, batuk, pilek, mual, muntah dan kejang juga disangkal pasien. Riw. Mulut pelo
(-), Riwayat tidak sadarkan diri (-), riwaya trauma (-).
Keluhan lemas separuh tubuh ini merupakan keluhan pertama kali yang
dirasakan pasien. Makan/ minum (+/+), BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 13 tahun yang lalu.
Pasien mengontrol penyakitnya saat ada keluhan saja. Selain itu, pasien juga memiliki
riwayat penyakit vertigo sejak 1 bulan yang lalu dan di opname di RSUD Klungkung
selama 7 hari, keluhan vertigo saat itu disertai mual dan muntah. Riwayat diabetes
militus, penyakit paru, dan penyakit jantung disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Dari keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa. Riwayat diabetes
militus (-), asma (-), penyakit jantung (-)
Riwayat Pengobatan :

3
Pasien sebelumnya hanya mengkonsumsi obat penurun tekanan darah
captopril.
Riwayat Sosial :
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang sekaligus berjualan
sembako di tempat tinggalnya, sehari hari pasien melakukan aktifitasnya sendiri,
secara mandiri, kebiasan merokok dan minum alkohol disangkal pasien.
Riwayat alergi :
Riwayat tidak memiliki alergi terhadap debu, cuaca, obat atau makanan.

III. Pemeriksaan Fisik

Status Present
Berat : 63kg
Tinggi : 155 cm
Tekanan Darah: 130/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu axial : 37,0oC

Pemeriksaan fisik umum


Kepala : Normochepali
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, pupil isokor ukuran 3mm/3mm bentuk bulat,
reflek pupil +/+, Lagoophtalmus (-/-)
THT :
Telinga : Sekret -/-, hiperemis -/-
Hidung : Sekret (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Lidah : Atrofi papil (-)
Leher : Kelenjar tiroid normal, pembesaran KGB (-),
Thorax :
- Cor :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas ICS II MCL S

4
Batas kanan ICS II PSL D
Batas kiri ICS II MCL S
Auskultasi: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
- Pulmo :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi: Vesikuler +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), ascites (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Genitalia : Tidak dievaluasi
Ekstrimitas : Hangat di keempat ekstremitas, edema (-)
Kulit : Kesan normal

Pemeriksaan fisik neurologis


Kesan umum
Kesadaran : GCS : E4V5M6
Kecerdasan : Sesuai tingkat pendidikan
Kranium : Normosefali
Bentuk : Bulat
Fontanel : Tertutup
Simetris kiri-kanan: Simetris
Kedudukan : Normal
Palpasi : fraktur (-), cephal hematoma (-)
Auskultasi : Bruit (-)

Pemeriksaan Khusus
Rangsangan selaput otak :
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

5
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat
tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul
tahanan sebelum mencapai 70o)

Saraf otak
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+),
atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+)
b. Ptosis :- /-
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil
 langsung :+/+
 tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : +
 N-V2 (maksilaris) : +
 N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri

6
 Menutup mata : +/+
 Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
 Menyeringai` : kedua sisi seimbang
 Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus : Tidak ditemukan
 Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b. Kekuatan M. Trapezius : + /+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Ujung lidah saat istirahat : -
d. Ujung lidah saat dijulurkan: -
e. Fasikulasi :-
Pemeriksaan Motorik Anggota Gerak Atas
Kanan Kiri
Simetris : Simetris
Tenaga
m. deltoid :4 5

7
m. bisep :4 5
m. trisep :4 5
fleksi pergelangan tangan :4 5
ekstensi pergelangan tangan : 4 5
membuka jari-jari tangan :4 5
menutup jari-jari tangan :4 5
Tonus : Normal Normal
Trofik : normal normal

Pemeriksaan Motorik Anggota Gerak Bawah


Kanan Kiri
Simetris : Simetris
Tenaga
M. Quadrisep femoris :4 5
M. Gluteus Maximus :4 5
M. Gastroknemius :4 5
M.Tibialis :4 5
Tonus : Normal Normal
Trofik : normal normal

Sensorik Ekstermitas Atas


Rasa raba : Normal Normal
Rasa nyeri : Normal Normal
Rasa suhu : Normal
Proprioseptif : Normal
Stereognosis : Normal
Barogenesis : Normal
Diskriminasi 2 titik : Normal
Grafestesia : Normal
Sensorik Ekstremitas Bawah
Rasa raba : Normal
Rasa nyeri : Normal
Rasa suhu : Normal
Proprioseptif : Normal

8
Refleks Fisiologis Dan Patologis Anggota Gerak Atas
Kanan Kiri
Simetris : Simetris
Refleks Fisiologis
Biseps : +++ ++
Trisep : +++ ++
Brachioradialis : ++ ++
Refleks Patologis
Hoffmen Tromner :- -
Dinding Perut :-

Refleks Fisiologis Dan Patologis Anggota Gerak Bawah


Kanan Kiri
Simetris : Simetris
Refleks Fisiologis
Patella : +++ ++
Achilles : ++ ++
Plantar : ++ ++
Refleks Patologis
Balbinski :- -
Oppenheim :- -
Chaddock :- -
Gordon :- -
Schaeffer :- -
Gonda :- -
Mendel-Bechterew :- -
Rossolimo :- -
Refleks kremaster atau anal : tidak dikerjakan
Koordinasi
Tes telunjuk-telunjuk : tidak dikerjakan
Tes telunjuk-hidung : Tidak dikerjakan
Tes telunjuk-hidung-telunjuk: Tidak dikerjakan
Tes pronasi- supinasi : Tidak dikerjakan

9
Tes tepuk lutut : Tidak dikerjakan
Dismetri : Tidak dikerjakan

Tes tumit lutut ibu jari kaki : Tidak dikerjakan


Tes ibu jari kaki telunjuk : Tidak dikerjakan
Berjalan mengikuti garis lurus: Tidak dikerjakan
Berjalan memutar : Tidak dikerjakan
Berjalan maju mundur : Tidak dikerjakan
Gaya jalan : Tidak dikerjakan
Tes Romberg : Tidak dikerjakan

Nyeri tekan saraf : Tidak ada

Fungsi luhur
1. Atensi : Dalam Batas Normal
2. Konsentrasi : Dalam Batas Normal
3. Disorientasi : Dalam Batas Normal
4. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. Bahasa : normal
6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan baik

Keadaan kolumna vertebralis


Kelainan lokal/nyeri : Tidak ada
Scoliosis : Negatif
Lordosis : Negatif
Kifosis : Negatif

Vegetatif
Kandung Kencing : Normal
Rektum : Normal
Genitalia : Normal
Gerakan involunter : Tidak ada

10
Pemeriksaan Lain
Reflek Glabola : tidak ada

Reflek Palmomental : tidak ada

IV. Resume

Pasien perempuan usia 45 tahun datang ke poli saraf RSUD Klungkung tanggal 15
November 2016 pukul 09.00 WITA dengan keluhan lemas separuh badan sejak 3 hari yang
lalu. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat pasien sedang beraktivitas. Lemas separuh badan
dirasakan pada badan sisi sebelah kanan. Pasien mmiliki jadwal kontrol untuk sakit
vertigonya namun karena muncul keluhan lemas pada separuh badan sehinnga pasien
memutuskan untuk mempercepat jadwal kontrolnya untuk mengobati keluhannya tsb.
Keluhan demam, batuk, pilek, mual, muntah, nyeri kepala kejang, riw. Trauma, riw. Tak
sadarkan diri, dan riw. Mulut pelo disangkal pasien.
Keluhan lemas separuh badan ini merupakan keluhan pertama kali yang diderita pasien,.
Makan/ minum seperti biasa, BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat penyakit dahulu pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 13
tahun yang lalu, I bulan yang lalu pasien MRS dengan keluhan vertigo disertai mual muntah
dan dirawat selama 7 hari. Riwayat diabetes militus, penyakit paru, dan penyakit jantung
disangkal pasien. Pasien sebelumnya hanya minum obat captopril.
Dari keluarga tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien, diabetes militus, asma dan
penyakit jantung juga tidak ada. Aktifias sehari-hari pasien hanya berdagang sembako di
rumahnya, pasien tidak merokok maupun minum alcohol.
Hasil Pemeriksaan fisik kondisi umum didapatkan kesadaran compos mentis dengan GCS
E4V5M6. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan kekuatan motorik sisi kanan 4 dan kiri 5
normal serta pada pemeriksaan sensorik raba maupun nyeri ditemukan penurunan rangsangan
pada tangan kanan walaupun masih dalam batas normal. Pemeriksaan reflek fisiologis
didapatkan peningkatan reflek pada sisi kanan yaitu pada reflek fisiologis biceps, triceps, dan
patella. Pemeriksaan patologis negative.. Pemeriksaan fungsi luhur dan vegetatif dalam batas
normal.

V. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap :

11
Leukosit : 9,26/uL (H)
Eritrosit : 5,27juta/uL
Hemoglobin : 14,1 g/dL
Hematokrit : 43,5%
MCV : 82,5 fL
MCH : 26,8pg
MCHC : 32,4 g/dL
Trombosit : 383.000/uL

Kimia Klinik :
GDS : 121 mg/dL Total protein : 7,3 g/dL
Ureum : 20 mg/dL Albumin : 4,3 g/dL (L)
Kreatinin : 0,97 mg/dL Globulin : 3,0 mg/dL
Kolesterol total : 275 mg/dL SGOT : 25 u/L
Trigliserid : 174 mg/dL SGPT : 31 u/L
Bilirubin total : 0,78 mg/dL
Bilirubin direk : 0,20 mg/dL
Bilirubin indirek : 0,6 mg/dL

VI. Diagnosis Kerja


Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra
Diagnosis topik : kapsula interna.
Diagnosis etiologi : Stroke Non Hemoragik
Diagnosis banding : Stroke Hemoragic

VII.Usulan Diagnosis
Darah lengkap Fungsi hati CT SCAN
Kimia klinik Rontgen (Thorax PA) MRI
GDS EKG Angiography
VIII. Terapi
- AIRWAY BREATHING CIRCULATION DRUGS
- RL 16 tpm
- Antikoagulan : Aspilet 2x1
- Neuroprotektor citicholin 3x250 mg IV
- Kausatif Ace inhibitor Captopril 2x25 m

IX. FOLLOW UP
Tgl. S O A P
16 - Lemas ekstremitas TD 130/90 mmHg SNH hari RL 16 tpm

12
Des - kanan berkurang N 80x/menit ke 2
2016 RR 20x/menit Neuroprotektor
Suhu 37,0 C citicholin 3x250 mg IV

GCS E4V5M6 KausatifAce inhibitor


Stat. General : DBN Captopril 2x25 mg
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-) Antiplatelet aspilet 2x1
Refleks fisiologis
+3/+2
Refleks patologis
(- / -)
Motorik

4 5

4 5

Sensorik N/ N
BAB (+), BAK (+)
Ma/min (+)
N.kranialis:
DBN

13
17- Lemas ekstremitas TD 140/90 mmHg SNH hari RL 16 tpm
Nov- kanan berkurang, N 76x/menit ke 3
2016 keluhan (-) RR 20x/menit Neuroprotektor
Suhu 36,8 C citicholin 3x250 mg IV

GCS E4V5M6 KausatifAce inhibitor


Stat. General : DBN Captopril 2x25 mg
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-) Antiplatelet aspilet 2x1
Refleks fisiologis
+3/+2
Refleks patologis
(- / -)
Motorik :
4 5
4 5

Sensorik N/ N
BAB (+), BAK (+)
Ma/min (+)
N.kranialis:
DBN

18- Lemah extremitas TD 160/100 mmHg


SNH hari RL 16 tpm
Des kanan berkurang, N 84x/menit
ke 4
-2016 keluhan (-) RR 20x/menit
Neuroprotektor
Suhu 37,1 C
citicholin 3x250 mg IV

GCS E4V5M6
KausatifAce inhibitor
Stat. General : DBN
Captopril 2x25 mg
Kaku kuduk (-)

14
Meningeal (-) Antiplatelet aspilet 2x1
Refleks fisiologis
+3/+2
Refleks patologis
(- / -)
Motorik

4 5

4 5

Sensorik N/ N
BAB (+), BAK (+)
Ma/min (+)
N.kranialis:
DBN

19- Lemas ekstremitas TD 130/80 mmHg SNH hari RL 16 tpm


ke 5
Des kanan berkurang, N 82x/menit
-2016 keluhan (-) RR 18x/menit Neuroprotektor
Suhu 37,0 C citicholin 3x250 mg IV

GCS E4V5M6 KausatifAce inhibitor


Stat. General : DBN Captopril 2x25 mg
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-) Antiplatelet aspilet 2x1
Refleks fisiologis
BPL setelah hari ke 5
+3/+2
Refleks patologis
(- / -)
Motorik

4 5

4 5

15
Sensorik N/ N
BAB (+), BAK (+)
Ma/min (+)
N.kranialis:
DBN

20- Des Lemas ekstremitas TD 130/80 mmHg SNH hari BPL


ke 6
-2016 kanan berkurang, N 86x/menit
keluhan (-) RR 20x/menit
Suhu 36,8 C

GCS E4V5M6
Stat. General : DBN
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
+3/+2
Refleks patologis
(- / -)
Motorik

4 5

4 5

Sensorik N/ N
BAB (+), BAK (+)
Ma/min (+)
N.kranialis:
DBN

X. Prognosis
 Ad vitam : Ad bonam

16
 Ad fungsionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

17
A. Anatomi

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis
interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan
diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis
karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk
nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri
serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan
dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen
magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada
batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi
lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini
bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.
Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1

Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem


kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni
lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri
komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri
serebri media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri
serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita,
masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna.
Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah
ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri
tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan
otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior

18
dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan
menuju ke jantung.1

B. Fisiologi

19
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor
yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke
sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor
darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk
membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor
jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak
(arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan
darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi
pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya
seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam
(pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun,
PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan
darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga
memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1

STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK

20
A. Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau
kematian.1

B. Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2

1. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3

a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:


 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel;
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada
katup mitralis;
 Fibralisi atrium;
 Infark kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus
sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi

21
valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti
infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial
miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di
antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.2
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia
sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri
serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi
aorta thorasik, arteritis).2

C. Faktor Resiko

Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter


untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke non
hemoragik, yakni: 2,3

1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)


2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas
darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami
stroke non hemoragik.2

D. Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1

22
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana
sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini,
kesadaran tidak terganggu

Berdasarkan subtipe penyebab :4


a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom
stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama.
Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah
satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau
arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-
pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut
lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik

23
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
E. Patofisiologi

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah
aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri
kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi
di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut
sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami
kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.

Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis
laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul
dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.
Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu
dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron
di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan
menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat
akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels).
Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi

24
neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga
akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau
NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel
akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.

Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa,


fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral ↓

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia,


defek medan penglihatan, afasia

F. Gambaran Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut
penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat
hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat dinilai
dengan menggunakan skala koma Glasgow.9

25
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan motorik (hemiparese), sensorik
(anestesia, hiperestesia, parastesia, gerakan yang canggung serta simpang siur,
gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur
(bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan
koordinasi (sindrom serebelar) :8
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang
akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya.
Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu
corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam
suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak
dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak bisa gerak cepat yang arahnya
berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan
menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua
kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan
yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-
goyang.

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan


lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan
Okulomotorius akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga luar; mengecap pada dua pertiga
sekresi kelenjar lakrimalis, anterior lidah; mulut
submandibula dan kering; hilangnya

26
sublingual; ekspresi wajah lakrimasi; paralisis otot
wajah
VIII: Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging
Vestibulokoklearis terus menerus); vertigo;
nitagmus
IX: Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya
Glosofaringeus pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat palatum; sekresi posterior lidah; anestesi
kelenjar parotis pada farings; mulut kering
sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan
pada farings, laring dan menelan) suara parau;
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
Spinal leher dan bahu otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
Tabel 2.2. Gangguan nervus kranial9

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana penderita stroke
non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan
terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga
terjadi Hemiparese dupleks, penderita stroke non hemoragik yang mengalami
hemiparese dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh
sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.10
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak mungkin
berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang tercantum dan disebut
sindrom neurovaskular :6
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat
insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi
arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau
arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan
mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi
afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.

2. Arteri serebri media (tersering).


a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral

27
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi
yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.

G. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan
non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan
tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria,
ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-
gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.
Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).

Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.

28

Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,
dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko
stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan
tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus
dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s
palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.2,5
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:6

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain


Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer
(lengan lebih berat dari dominan), Hemi-neglect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. agnosia, defisit visuospasial,
apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer

29
bawah) dominan), afasia afektif
(hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan (hemisfer dominan), visual dan
sensoris atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer
lengan) hemiestesia non-dominan), perubahan
kontralateral (umumnya perilaku dan personalitas,
ringan) inkontinensia urin dan alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang
berganti dengan pola bagian sentral, prosopagnosia,
gerak chorea pada tangan, aleksia
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

1. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula

30
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.3
2. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).3

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-
white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga
dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.3
3. MR angiografi (MRA)

31
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3

4. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu,
modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan
foto thoraks.3

H. Penatalaksanaan

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1

1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu
dipelihara fungsi optimal:1
 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak.
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan, apabila

32
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmhg atau tekanan darah diastolic
(TD) >120 mmhg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombonolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmhg
dan TD<110 mmhg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga
TDS <180 mmhg dan TTD <105 mmhg salama 24 jam setelah pemberian
rtPA. Antihipertensi yang diberikan adalah labetalol, nitropusid,
nikardipin, atau diltiazem intravena.10
 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan
pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan


secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.7

2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan

33
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80
mg/hari sampai 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic
acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.8
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping
tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8 dosis
clopidogrel 75 mg/hari. 10
b) Anti-oedema otak

34
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektor
Terapi neuroprotektor diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7 obat neuroprotektor
saat ini belum menunjukkan hasil yang efektif. Akan tetapi citicholin sampai
saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Dosis awal 2x1000
mg intravena selama 3 hari dilanjutkan 2x1000 mg PO selama 3 minggu.10
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.1
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke seperti:

Pengobatan hipertensi

Mengobati diabetes mellitus

Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

Berolahraga teratur 1

I. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema
serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.13
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik terjadi meskipun agak jarang
(10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah ntracran
independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain
untuk mengurangi tekanan ntracranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat,
meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut
belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark
mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit,
tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan

35
penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma
yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke
iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami
serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari
stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain
yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

J. Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain
dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Mengendalikan
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya.
Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.9
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti
hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat
hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia
dengan diet rendah lemak dan obat anti dislipidemia, berhenti merokok, hindari
kegemukan dan kurang gerak.

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien perempuan usia 45 tahun datang ke poli saraf RSUD Klungkung tanggal
15 November 2016 pukul 09.00 WITA dengan keluhan lemas separuh badan sejak 3
hari yang lalu. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat pasien sedang beraktivitas.
Lemas separuh badan dirasakan pada badan sisi sebelah kanan. Pasien mmiliki jadwal
kontrol untuk sakit vertigonya namun karena muncul keluhan lemas pada separuh
badan sehinnga pasien memutuskan untuk mempercepat jadwal kontrolnya untuk

36
mengobati keluhannya tsb. Keluhan demam, batuk, pilek, mual, muntah, nyeri kepala
kejang, riw. Trauma, riw. Tak sadarkan diri, dan riw. Mulut pelo disangkal pasien.
Keluhan lemas separuh badan ini merupakan keluhan pertama kali yang diderita
pasien,. Makan/ minum seperti biasa, BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat penyakit dahulu pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol
sejak 13 tahun yang lalu, I bulan yang lalu pasien MRS dengan keluhan vertigo disertai
mual muntah dan dirawat selama 7 hari. Riwayat diabetes militus, penyakit paru, dan
penyakit jantung disangkal pasien. Pasien sebelumnya hanya minum obat captopril.
Dari keluarga tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien, diabetes militus,
asma dan penyakit jantung juga tidak ada. Aktifias sehari-hari pasien hanya berdagang
sembako di rumahnya, pasien tidak merokok maupun minum alcohol.
Hasil Pemeriksaan fisik kondisi umum didapatkan kesadaran compos mentis
dengan GCS E4V5M6. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan kekuatan motorik sisi
kanan 4 dan kiri 5 normal serta pada pemeriksaan sensorik raba maupun nyeri
ditemukan penurunan rangsangan pada tangan kanan walaupun masih dalam batas
normal. Pemeriksaan reflek fisiologis didapatkan peningkatan reflek pada sisi kanan
yaitu pada reflek fisiologis biceps, triceps, dan patella. Pemeriksaan patologis negative..
Pemeriksaan fungsi luhur dan vegetatif dalam batas normal.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa dari anamnesis keluhan pasien
mengarah ke stroke non hemoragik. Namun, untuk penegakan diagnosisnya harus
dilakukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan labolatorium, CT-scan dan MRI juga perlu dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosa yang lain. Dengan adanya hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
yang sudah dilakukan, maka pasien ini dapat ditegakan diagnosis stroke non
hemoragik. Penatalaksanaan awal adalah mengatasi jalan nafas, memantau tekanan
darah, gula darah, balans cairan, pemberian terapi Tissue plaminogen activator
(recombinant t-PA), antikoagulan, antiplatelet (antiaggregasi trombosit), anti-oedema
otak, neuroprotektor.

37
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal
maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam
atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan
vaskuler

38
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang

Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke


iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko
yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi
(contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting
untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.

Walaupun ada keterbatasan dalam kasus ini khususnya dalam pemeriksaaan


penujanh, namun secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada
pasien ini sudah tepat dan sesuai dengan teori.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.

39
4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. 2010.
hal 270, 287, 290-93.
5. Adams D, Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery. A
Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc., 1991:13-24.
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-
73.
9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita selekta
kedokteran fkui jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000. hal. 17-18.
10. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta E. Stroke. Dalam: kapita selekta Kedokteran
essentials medicine. Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius.2014. hal.978.

40

Anda mungkin juga menyukai