Anda di halaman 1dari 80

www.kemhan.go.

id

S E KILA S T EN TA N G B U K U PELAK SAN AAN PROGR AM


P UT IH P E RTAH AN AN PEMBAN G U N AN PEN GAMANAN
IND O N E S IA 2 0 1 5 DAN PEMB ERDAYAAN WIL AYAH
PERTAH AN AN KAWASAN
R E FO R MA SI B I ROK RAS I PERBATASAN N EGAR A DI
DI LINGKUN GA N K ALIMAN TAN (TAH U N KE DUA)
KEM E N TE RI AN P ERTAH AN AN
R E P U BLIK I N D ON ES I A

P E NGA RUS U TAM AAN GE N D ER


DALA M O P E RA S I P ERDAM AIAN
P BB
K EB IJAK AN PEN AN GANAN
PEN YAN DAN G D ISABIL ITAS
PERSON EL K EMH AN DA N TNI

STRATEGI PENGGUNAAN PENDEKATAN HUMAN


CAPITAL DALAM MENDUKUNG TRANSFORMASI
SUMBER DAYA MANUSIA BIDANG PERTAHANAN
MENGHADAPI TANTANGAN MASA DEPAN

Volume
VOLUME 62 / NO. 62 / No. 46
46 SEPTEMBER-OKTOBER 2016 INDONESIA 1
MENHAN RI BESERTA KELUARGA BESAR
KEMENTERIAN PERTAHANAN

mengucapkan :

DIRGAHAYU TNI KE-71

2 September-Oktober 2016
Serambi Redaksi
Salam hangat dari Tim Redaksi WIRA,

Pembaca yang budiman, semoga pembaca selalu dalam keadaan sehat


dan bahagia. Pada edisi September-Oktober 2016 ini Tim Redaksi WIRA telah
menyiapkan artikel-artikel tentang Kebijakan Pertahanan seperti Strategi
Penggunaan Pendekatan Human Capital dalam mendukung Transformasi SDM
bidang Pertahanan dan uraian sekilastentang Buku Putih Pertahanan Indonesia
2015. Kami tampilkan juga artikel tentang Pelaksanaan Program Pembangunan
Pengamanan dan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Kawasan Perbatasan
Negara di Kalimantan, Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Pertahanan
Republik Indonesia dan Kebijakan Penanganan bagi Penyandang Disabilitas
Personel Kemhan TNI, serta tulisan tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Operasi Perdamaian PBB. Artikel tadi diharapkan mampu menambah wawasan
para pembaca pada umumnya.

Para Pembaca WIRA yang kami banggakan,


Guna memperkaya isi majalah WIRA ini, kami senantiasa mengharapkan
partisipasi pembaca untuk mengirimkan tulisan, baik berupa artikel, opini,
informasi, tanggapan maupun kritik dan saran, silahkan menghubungi tim redaksi
kami melalui email redaksi.wira@kemhan.go.id. Majalah WIRA juga dapat diakses
dalam Jaringan Online di laman www.kemhan.go.id.
Akhir kata, semoga sajian tim redaksi ini dapat memperkaya informasi dan
memberikan manfaat bagi para pembaca, dan tak lupa tim redaksi mengucapkan
Dirgahayu Tentara Nasional Indonesia yang ke-71, Jayalah TNI.

Volume 62 / No. 46 3
Daftar Isi STRATEGI PENGGUNAAN PENDEKATAN
HUMAN CAPITAL DALAM MENDUKUNG
TRANSFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
BIDANG PERTAHANAN MENGHADAPI
TANTANGAN MASA DEPAN
DEWAN REDAKSI

Pelindung/Penasihat: 6
Menteri Pertahanan
Jenderal TNI (Purn.) Ryamizard Ryacudu

Sekjen Kemhan
Laksdya TNI Widodo, M.Sc

Pemimpin Umum:

Kapuskom Publik Kemhan


Pada sebuah sistem pertahanan semesta
Brigjen TNI Djundan Eko Bintoro, M.Si(Han)
keterlibatan seluruh warga negara, wilayah,
dan sumber daya nasional lainnya, dipersiapkan
Pemimpin Redaksi:
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan
secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut
Kabid Kermainfo Puskompublik
untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan
Kolonel Inf. Drs. Silvester Albert Tumbol,
wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari
M.A.
segala ancaman.
Redaksi:

Letkol Arm. Joko Riyanto, S.Sos, M.Si.


12
Pns Mutiara Silaen, S.Kom, M.AP.

Desain Grafis:

Lettu Sus Farah Merila S, S.Kom.

Pns Imam Rosyadi

Foto:
SEKILAS TENTANG BUKU PUTIH
Fotografer Puskom Publik Kemhan PERTAHANAN INDONESIA 2015
Percetakan & Sirkulasi:
Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan
merilis Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015
Pns Nadia Maretti, S.Kom, M.M.
yang merupakan pemuktahiran dari Buku Putih
Pertahanan 2014, dalam rangka penyesuaian
terhadap perkembangan lingkungan strategis
yang sangat dinamis dan kebijakan strategis
Diterbitkan oleh:
pemerintah di bidang pertahanan.
Puskom Publik Kemhan
Jl. Medan Merdeka Barat No.13-14, Jakarta

4 September-Oktober 2016
REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN
17 KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK
INDONESIA
Rencana Strategis reformasi birokrasi di
lingkungan Kemhan mengacu kepada pentingnya
konsolidasi unit-unit organisasi berkenaan
dengan penetapan prioritas, payung hukum, dan
restrukturisasi penataan tugas dan fungsi, serta
memperkuat unit kerja di masing-masing satuan
(unit) organisasi untuk mempercepat sasaran
reformasi birokrasi.

TAHUN KE DUA PELAKSANAAN PROGRAM


PEMBANGUNAN PENGAMANAN DAN
21 PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN
KAWASAN PERBATASAN NEGARA DI
KALIMANTAN
Pelaksanaan Program Pembangunan
Pengamanan dan Pemberdayaan Wilayah
Pertahanan Kawasan Perbatasan Negara di
Kalimantan telah berjalan pada tahun ke dua.
Sejak dimulai pada tahun anggaran 2015
hingga saat ini, berbagai program pembangunan
yang telah dilaksanakan oleh Kementerian
Pertahanan, TNI dan Angkatan sehingga telah
meningkatkan kemampuan pertahanan negara
di perbatasan Kalimantan.
KEBIJAKAN PENANGANAN
PENYANDANG DISABILITAS PERSONEL
28 KEMHAN DAN TNI

Penyandang Disabilitas merupakan bagian


dari masyarakat Indonesia yang mempunyai
kedudukan, hak, kewajiban, serta peran yang
sama dengan masyarakat Indonesia lainnya
dalam kehidupan dan penghidupannya.
Oleh karena itu, diperlukan adanya
kebijakan pemerintah yang memperhatikan
dan mewadahi tentang hak Penyandang
Disabilitas dalam kegiatan kehidupannya
dalam masyarakat.

PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM


35 OPERASI PERDAMAIAN PBB

Dewasa ini banyak perbedaan yang sangat


mencolok antara laki-laki dan perempuan dalam
memperoleh kesempatan untuk mendapatkan
pekerjaan. Perempuan dan laki-laki sama-
sama mendapatkan diskriminasi jika mereka
melakukan kegiatan di luar peran gender yang
ditentukan oleh masyarakat.

Volume 62 / No. 46 5
STRATEGI PENGGUNAAN PENDEKATAN HUMAN CAPITAL
DALAM MENDUKUNG TRANSFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
BIDANG PERTAHANAN MENGHADAPI TANTANGAN MASA DEPAN
Oleh:
Letjen TNI I Wayan Midhio, M.Phil
Rektor Universitas Pertahanan (UNHAN)

PENDAHULUAN memiliki daya tangkal tinggi. Implementasinya


disusun dalam suatu kerangka sistem
Melihat perkembangan lingkungan strategis pertahanan semesta yang melibatkan seluruh
yang dinamis di tahun 2016 ini, strategi warga negara berdasarkan peran dan fungsinya
penggunaan pendekatan human capital sesuai amanat Konstitusi (Buku Putih Pertahanan
(kapasitas sumber daya manusia berkompetensi) Indonesia, Kemhan RI, 2015).
dalam mendukung transformasi sumber
daya manusia bidang pertahanan diperlukan Berdasarkan data dari global power ditahun
untuk menghadapi tantangan masa depan. 2015, Indonesia memiliki 255,993,674
Perkembangan lingkungan strategis membawa penduduk. Dari jumlah itu terdapat
perubahan terhadap spektrum ancaman yang 130,000,000 penduduk berusia di atas 18
semakin kompleks. Sistem pertahanan negara tahun (usia kombatan). Dari jumlah penduduk
ke depan memerlukan keterpaduan antara yang berpotensial menjadi kombatan tersebut
sistem pertahanan militer dan nirmiliter melalui terdapat 107,540,000 yang secara fisik mampu
usaha membangun kekuatan dan kemampuan dimobilisasi baik sebagai kekuatan pokok
pertahanan negara yang kuat dan disegani serta pertahanan maupun kekuatan cadangan dan

6 September-Oktober 2016
pendukung. Selanjutnya terdapat 476,000 Pada tingkat Kebijakan merupakan
personel militer aktif (kekuatan utama peningkatan kemampuan Birokrasi pemerintah
sistem pertahanan) dan 400,000 penduduk (Kementerian Pertahanan dan Kementerian/
yang aktif secara langsung baik sebagai Instansi lain yang terkait) dalam merumuskan
komponen cadangan maupun pendukung. keputusan politik yang terkait dengan
Dari jumlah tersebut dapat dilihat bahwa pengelolaan Pertahanan Negara. Sedangkan
ketika terjadi keadaan darurat, Indonesia pada tingkat Operasional berupa pembangunan
dapat melipatgandakan kekuatan cadangannya kekuatan Komponen Pertahanan yaitu
menjadi 10 kali lipat dari yang ada sekarang Pembangunan kekuatan dan postur TNI sebagai
(www.globalfirepower.com, 2016). komponen utama pertahanan yang didukung
oleh komponen cadangan serta komponen
Pada sebuah sistem pertahanan semesta pendukung lainnya.
keterlibatan seluruh warga negara, wilayah,
dan sumber daya nasional lainnya dipersiapkan Tulisan ini akan mencoba menganalisis
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan sebuah pemikiran baru dalam manajemen
secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut sumber daya manusia bidang pertahanan melalui
untuk menegakkan kedaulatan negara, pendekatan human capital dalam mendukung
keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap transformasi sumber daya manusia bidang
bangsa dari segala ancaman. Keterlibatan pertahanan khususnya mengkaji bagaimana
seluruh warganegara tersebut diatur dalam penggunaan SDM komponen pertahanan dalam
suatu mekanisme dimana dalam menghadapi konteks parameter demokrasi yaitu tatakelola
ancaman militer, TNI sebagai komponen utama pemerintahan yang baik (good governance).
pertahanan yang didukung oleh Komcad dan Prinsip good governance di sektor pertahanan
Komduk (UU No. 3 Tahun 2002). Komcad dan menjadi sangat penting agar pemanfaatan
Komduk umumnya tidak dianggap sebagai sumber daya nasional sebagai subjek hukum
bagian dari suatu badan yang berdiri permanen. tidak menimbulkan penyimpangan, terutama
Keberadaannya memungkinkan suatu negara terkait pemanfaatannya yang sama sekali tidak
untuk mengurangi anggaran militer pada masa berhubungan dengan kepentingan pertahanan.
damai dan disiapkan untuk perang (Bhatara Selanjutnya akan ditarik sebuah kesimpulan
Ibnu Reza, 2009, p. 289). dan rekomendasi pilihan kebijakan untuk
mendorong transformasi SDM pertahanan
Dari perspektif sumber daya manusia (SDM) lebih lanjut.
dalam manajemen pertahanan, dapat dilihat
bahwa pengembangan human capital (kapasitas TRANSFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
sumber daya manusia yang berkompetensi) akan BIDANG PERTAHANAN
berpengaruh pada kerangka pengembangan
kekuatan pertahanan, dimana dibutuhkan a. Transformasi sistem pertahanan
adanya sebuah mekanisme baru pada tingkat
Kebijakan maupun tingkat Operasional berupa Transformasi SDM pertahanan tidak lepas
penataan Sumber daya manusia sebagai sebuah dari proses transformasi Sistem Pertahanan
asset (capital) yang mampu berkembang secara Semesta yang diawali dari proses Reformasi
dinamis berdasarkan lingkungan strategisnya. TNI yang telah berjalan sejak tahun 1998.
Paradigma baru ini menempatkan unsur Pada awalnya, dimulai dari proses Reformasi
manusia bukan lagi sebagai obyek namun TNI (ABRI) yang begitu kental nuansa politiknya
berperan sebagai subyek sumber daya bidang seperti penataan Dwi Fungsi ABRI, Bisnis TNI
pertahanan sehingga mampu berfungsi secara dan penataan hubungan sipil militer. Capaian-
lebih maksimal dalam proses manajemen capaian tahap awal ini berhasil secara signifikan
pertahanan (Ivancevich, John M., 2007, p. 43- telah berlanjut kearah hal hal yang lebih teknis
45). seperti pengurangan “kekaryaan” ABRI sebagai
pejabat eksekutif dan legislatif, peningkatan

Volume 62 / No. 46 7
program legislasi pertahanan (lahirnya UU nasional untuk mewujudkan komponen
3/2002 tentang Hanneg dan UU 34/2004 pertahanan serta kemampuan bela negara
tentang TNI), perluasan agenda keamanan warga negara, yang siap sewaktu waktu
(pemisahan Polri dan reformasi intelijen), mampu mengatasi ancaman baik ancaman
persoalan anggaran dan teknologi pertahanan militer maupun ancaman non militer, dengan
(UU No. 3 Tahun 2002). tetap mempertimbangkan kegunaannya untuk
kesejahteraan masyarakat.
Transformasi sistem pertahanan tersebut
hingga saat ini masih menyisakan beberapa b. Diskursus teoritik: Pengembangan
agenda seperti aspek-aspek kebijakan Teori Human Capital Untuk Kepentingan
personel, pendidikan dan pelatihan, ekonomi Pertahanan.
pertahanan, basis teknologi dan inovasi,
postur dan Olah Yudha (Orders of Battle) serta Stockley (2003) mendefinisikan pengertian
persoalan doktrinal, operasional. Padahal, human capital sebagai sumbangan manusia
dalam skema transformasi pertahanan ideal terhadap pengembangan dan pertumbuhan
yang dikembangkan berdasarkan pengalaman organisasi dan bisnis. Manusia merupakan aset
negara-negara lain, persoalan-persoalan penting yang memiliki sikap, keterampilan dan
tersebut adalah langkah-langkah penting yang kemampuan dalam meningkatkan kinerja dan
tidak bisa dilompati begitu saja (Alexandra R. produktifitas organisasi. Kapasitas sumber
Wulan, 2008). daya manusia berkompetensi merupakan
konsep dasar human capital, karena adanya
Hasil dari transformasi pertahanan saat ini pergeseran peranan sumber daya manusia,
adalah penyelenggaraan pertahanan negara dimana bukan sebatas sebagai faktor produksi
yang merupakan salah satu fungsi pemerintahan semata (obyek) dalam sebuah proses produksi
negara dan diselenggarakan dengan membina namun merupakan aset (subyek) yang memiliki
dan mendayagunakan segenap sumber daya banyak kelebihan yang apabila digunakan dan

8 September-Oktober 2016
disebarkan akan bermanfaat bagi kemajuan IMPLEMENTASI HUMAN CAPITAL DALAM
organisasi (Stocey, 2000). SUMBER DAYA MANUSIA PERTAHANAN

Human capital lebih memandang manusia a. Pendekatan Human Capital Pada Komponen
sebagai intangible asset (aset tidak nyata) karena Utama Pertahanan
manusia merupakan aset yang memiliki banyak
kelebihan yaitu kemampuan manusia apabila Dalam perspektif yang lebih khusus
digunakan dan disebarkan tidak akan berkurang pendekatan human capital pada komponen
melainkan bertambah baik bagi individu yang utama sistem pertahanan dapat dilihat dari aspek
bersangkutan maupun bagi organisasi. Peran adanya human capital capabilities (kapabilitas
human capital dalam penciptaan aset intelektual kemampuan prajurit) harus dimiliki oleh setiap
sangat strategis, sebagai kompetensi individual, personel dalam rangka mendukung tugas
sekaligus sebagai pengelola aset intelektual pokoknya sebagai sebuah kemampuan maksimal
organisasi. Sebagai mesin penggerak dari manusia dalam organisasi. Tidak sebatas
seluruh tatanan nilai yang lahir dalam potensi memiliki keterampilan saja namun keseluruhan
inovasi dan kekuatan dibalik modal intelektual talenta yang harus dimiliki seorang prajurit
dan inovasi organisasi atau perusahaan. Oleh (kecerdasan, motivasi, pendidikan, kemampuan
karenanya, peran human capital menjadi fisik, pengalaman bertempur, dll) yang mampu
faktor kunci meningkatkan kinerja organisasi memberikan sumbangan secara maksimal
(bisnis maupun non bisnis) yang menyediakan terhadap pengembangan dan pertumbuhan
kemampuan bersaing terhadap kompetitor organisasi TNI (Midhio, 2016).
untuk masa yang akan datang (Jurnal Sains
Manajemen Program Magister Sains Manajemen Langkah yang dilakukan adalah
UNPAR Volume I, Nomor 1, April 2013). mengedepankan upaya terwujudnya Sumber
Daya Manusia (SDM) yaitu Prajurit TNI yang
Kapabilitas dan kredibilitas yang dimiliki profesional dan berkualitas. Melalui proses kaji
sumber daya manusia dalam perspektif sistem ulang pembinaan personel dan pengembangan
pertahanan tidak lepas dari perkembangan pola pembinaan pendidikan dengan pola
model Revolution in Military Affairs (RMA) yang pembinaan latihan yang mensinergikan
dilakukan di organisasi militer di belahan kematraan (TNI AD, AL dan AU) sebagai satu
dunia lain dunia. Di Indonesia, pengembangan kesatuan Organisasi Komando Utama (Kotama)
organisasi bidang pertahanan bukan saja TNI.
technologized base dengan menempatkan
kemampuan alat utama sistem persenjataan Berikutnya adalah secara kelembagaan/
(alutsista) TNI semata dimana kekuatan maritim institusional, organisasi TNI harus mulai
dan kekuatan udara sebagai garda pertahanan dikaji tidak hanya dari segi “bentuk” atau
terdepan dan darat sebagai kekuatan akhir posturnya, tapi juga “cara pandang” (doktrin)
penyangga. dan “pengelolaan”/manajemen organisasi
secara keseluruhan. Terutama dari model untuk
Perwujudan organisasi komponen utama mengatasi ancaman keamanan dalam negeri
pertahanan (TNI) modern berbasis human maupun invasi langsung dari luar (politik,
capital, terdiri atas lima komponen yaitu ideologi, sosial, budaya, ekonomi) menuju model
individual capability (kapasitas prajurit), yang sesuai dengan perubahan lingkungan
motivasi prajurit, kepemimpinan sapta marga, strategis diantaranya tantangan-tantangan non
the organizational climate (iklim berorganisasi) tradisional seperti penanggulangan teroris dan
serta work group effectiveness (kesatuan yang penanggulangan bencana. Perubahan “olah
terlatih), keseluruhannya merupakan bagian Yudha” ini harus diikuti dengan perubahan
dari aset SDM/human capital yang dimiliki strategi dan doktrin operasional militer,
satuan-satuan Kotama TNI. penggunaan alutsista, pengelolaan aset militer

Volume 62 / No. 46 9
prajurit menjadi prajurit profesional untuk
mengembangkan landasan kompetensinya
di bidang Pertahanan. Tanpa perombakan
sistem diklat yang menjadi landasan norma
dan intelektual setiap personel militer ini,
perubahan-perubahan organisasional dan
politik akan menjadi sia-sia (Laksmana, 2008).

b. Pendekatan Human Capital Pada Komponen


Cadangan Dan Komponen Pendukung
pertahanan.

Penelitian tentang pengelolaan personel


menunjukkan kinerja seorang individu
akan ditentukan oleh empat faktor yaitu,
pengalaman, kompetensi teknis (hard skills),
kompetensi perilaku (soft skills) dan kepribadian
(Pendit, 1994). Metode ini banyak diterapkan
di dalam organisasi-organisasi sipil dan militer
di berbagai negara.

Konsep pengelolaan human capital


berbasis kompetensi adalah merupakan
pengintegrasian pengelolaan personel dengan
strategi organisasi secara keseluruhan. Hal ini
dapat dicapai melalui penyediaan sarana bagi
(termasuk keuangan), dan didorongnya integrasi organisasi untuk menilai dan mengembangkan
Tri-matra (darat, laut, udara) sebagai manifestasi kapasitas SDM yang dimiliki, dibandingkan
organisasi dan operasi militer modern. dengan kebutuhan untuk mencapai visi,
misi dan sasaran organisasi. Konsep ini
Setelah dua hal ini dicapai, baru masuk ke muncul dari kebutuhan untuk menyelaraskan
persoalan intelektual dan kultural organisasi kemampuan SDM bidang pertahanan dengan
militer terutama dari segi personel. Dalam hal tuntutan organisasi Kementerian Pertahanan
ini, perombakan sistem manajemen personel (Kemhan) di era informasi yang kompleks dan
serta pendidikan dan latihan (diklat) baik di serba cepat, mengingat konsep pengelolaan
tingkat tamtama, bintara, dan perwira menjadi SDM Pertahanan sebelumnya dianggap tidak
sebuah kebijakan yang tidak bisa ditawar. memadai dan tidak dapat menjawab tantangan
Misalnya pendirian Universitas Pertahanan, perubahan jaman (Brundrett, 2000, p. 353-369).
perubahan kurikulum di lembaga pendidikan
(lemdik) yang lebih menekankan demokrasi, Komcad adalah pasukan cadangan militer,
HAM, profesionalisme, dan penambahan mata terdiri dari warga sipil yang mendapat
pengajaran keilmuan militer (dan penurunan pendidikan militer dasar, dipersiapkan untuk
subyek sosio-politik), serta penambahan waktu mendukung militer sebagai komponen utama
studi luar negeri. pada masa darurat perang, yang berfungsi
memperbesar dan memperkuat TNI di matra
Perubahan cara berpikir ini juga perlu diikuti darat, laut dan udara. Bisa dikerahkan untuk
perubahan sistem karier (merit system), rotasi melakukan bela negara sebagai kombatan
(tour of area) dan penugasan (tour of duty). (tentara) dan dilindungi Undang-Undang. Di
Dua kebijakan ini kan menjadi landasan untuk masa damai, setelah mendapat pelatihan militer
lebih meningkatkan kemampuan human capital dasar atau selesai masa perang, Komcad kembali

10 September-Oktober 2016
SDB/sarpras tersebut harus dapat dikontrol
(akuntabel) dalam konteks parameter demokrasi
yaitu tatakelola pemerintahan yang baik (good
governance). Prinsip good governance di sektor
Pertahanan menjadi sangat penting agar
pemanfaatan sumber daya nasional sebagai
subjek hukum tidak mengakibatkan celah
penyimpangan, terutama terkait pemanfaatan
yang sama sekali tidak berhubungan dengan
kepentingan pertahanan (Tim Imparsial, 2008).

KESIMPULAN

Dalam konteks pembangunan


pertahanan negara secara keseluruhan
upaya pengembangan kapasitas SDM
komponen pertahanan menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pertahanan
negara. Tidak mungkin terjadi suatu proses
pengembangan sistem pertahanan tanpa upaya
pengembangan kapasitas bagi organisasi,
SDM, sistem dan kebijakan yang mengaturnya.
Melalui pendekatan human capital, kinerja
SDM komponen pertahanan dapat dianalisis
melalui empat pendekatan berdasarkan
pengalaman, kompetensi teknis (hard skills),
menjadi warga sipil biasa. Secara umum fungsi kompetensi perilaku (soft skills) dan kepribadian
komponen cadangan adalah fungsi mobilisasi menjadi suatu kajian yang melibatkan seluruh
dan fungsi demobilisasi, (https://makaarim. stakeholders.
wordpress.com 2016).
Melalui pendekatan human capital,
Beberapa negara juga mengembangkan peningkatkan kinerja organisasi pertahanan
Komcad melalui program Wajib militer (Wamil), baik di tingkat perancang kebijakan
yaitu pelibatan sipil dalam dinas kemiliteran pertahanan (Kementerian Pertahanan)
untuk jangka waktu tertentu, dimana Wamil maupun operasional (Mabes TNI) sangat
terlibat dalam kegiatan militer secara penuh dibutuhkan dengan mengadopsi metode
sebagaimana anggota militer aktif. Amerika pengelolaan personel berbasis kompetensi.
Serikat (AS) dan Inggris menggunakan istilah Sejalan dengan pendekatan human
reserve untuk menyebut seluruh Komcad capital strategi penggunaannya dalam
mereka, yang terbagi menjadi tentara reguler mendukung transformasi SDM Pertahanan
(regular forces) dan tentara cadangan (reserve perlu disejajarkan dengan prinsip good
forces, www.propatria.or.id 2016). governance di sektor pertahanan, sehingga
parameter akuntabilitasnya menjadi
Sumber utama Komcad adalah sumber daya terukur serta pemanfaatan sumber daya
manusia dan Komponen Pendukung Komduk nasional sebagai subjek hukum tidak
merupakan sumber daya nasional diantaranya menimbulkan penyimpangan, terutama
adalah sumber daya manusia, sumber daya terkait pemanfaatannya yang sama sekali
alam (SDA), sumber daya buatan (SDB) dan tidak berhubungan dengan kepentingan
sarana dan prasarana (sarpras) (UU Nomor 3 pertahanan.***
Tahun 2002). Maka pemanfaatan SDM/SDA/

Volume 62 / No. 46 11
SEKILAS TENTANG BUKU PUTIH
PERTAHANAN INDONESIA 2015
Oleh :
Kolonel Inf Kup Yanto Setiono, M.A
Kasubdit Doktrin Ditjakstra Ditjen Strahan

PENDAHULUAN Buku Putih Pertahanan Indonesia yang


merupakan amanat Undang-Undang Nomor
Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
merilis Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015 adalah dokumen strategis, yang merefleksikan
yang merupakan pemuktahiran dari Buku Putih gambaran umum tentang kebijakan pemerintah
Pertahanan 2014, dalam rangka penyesuaian di bidang pertahanan, strategi pertahanan
terhadap perkembangan lingkungan strategis nasional dan pengembangan postur pertahanan
yang sangat dinamis dan kebijakan strategis negara untuk disampaikan kepada publik
pemerintah di bidang pertahanan. Hal ini baik domestik maupun internasional. Pada
sangat wajar mengingat Buku Putih Pertahanan lingkup domestik, buku ini digunakan untuk
merupakan dokumen strategis, yang memuat menyampaikan kebijakan Pemerintah di bidang
pernyataan kebijakan pertahanan sebagai pertahanan negara sebagai bentuk transparansi,
pedoman bagi penyelenggaraan fungsi akuntabilitas dan pemahaman serta kesadaran
pertahanan negara yang diharapkan mampu tentang pertahanan negara. Pada lingkup
menjawab berbagai tantangan serta memenuhi internasional, digunakan sebagai salah satu
kebutuhan para pemangku kepentingan dan instrumen dalam menjalin kerja sama pertahanan
masyarakat luas untuk memahami kebijakan dengan negara lain guna membangun rasa saling
pertahanan negara. percaya, kesetaraan, dan menghormati.

12 September-Oktober 2016
ESENSI BUKU PUTIH PERTAHANAN proporsional akan membangun kemampuan
pertahanan negara yang berdaya tangkal
Dalam Buku Putih Pertahanan ini, perubahan sekaligus memberikan efek terhadap stabilitas
secara substansi dimaksudkan untuk nasional, maupun terhadap stabilitas keamanan
menyelaraskan kemampuan, strategi dan sumber di kawasan.
daya nasional guna menjamin terwujudnya
pertahanan negara yang mampu menjawab ANCAMAN
berbagai tantangan, serta memenuhi kebutuhan
para pemangku kepentingan dan masyarakat Sejalan dengan dinamika perkembangan
luas untuk memahami kebijakan pertahanan Geopolitik dan Geostrategis baik global,
negara. regional maupun nasional dewasa ini, tantangan
terhadap pertahanan negara berkembang
Buku Putih ini juga mencakup berbagai semakin kompleks. Tantangan tersebut telah
kebijakan dan prioritas pemerintah yang lebih berevolusi menjadi bentuk ancaman nyata dan
luas, membahas tentang bagaimana merumuskan belum nyata.
rencana strategis yang berkelanjutan bagi
pertahanan Indonesia untuk 10 tahun ke Seluruh ancaman yang nyata tersebut pada
depan yang didukung dengan anggaran yang eskalasi tertentu sangat berpotensi mengusik
proporsional. Pemerintah Indonesia telah sistem pertahanan suatu negara. Dan ketika
berkomitmen untuk meningkatkan kebutuhan ancaman sudah semakin meningkat, maka
anggaran pertahanan yang rasional dan dipastikan berpengaruh pada stabilitas keamanan
diproyeksikan meningkat secara bertahap nasional, regional hingga internasional. Inilah
dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan. realitas ancaman yang perlu menjadi perhatian
Kebutuhan anggaran pertahanan akan terus setiap negara dalam memelihara stabilitas
meningkat seiring dengan kualitas ancaman yang keamanan nasional dan sekaligus menjadikan
dihadapi termasuk kebutuhan pemeliharaan dan landasan pertimbangan dalam membangun visi
operasional Alutsista yang semakin meningkat. kerja sama pertahanan dan keamanan kawasan.
Pemenuhan anggaran pertahanan negara yang

Volume 62 / No. 46 13
mewujudkan suatu kemampuan personel TNI
yang tangguh dan handal.

Sejalan dengan rencana pembangunan


jangka panjang nasional, pengembangan
rencana strategis secara umum disusun dalam
tiga tahap. Tahap pertama telah dilaksanakan
dengan baik dan merupakan rangkaian menuju
pembangunan berikutnya. Memasuki tahap
ke dua, orientasi pembangunan dituangkan
dalam kebijakan pertahanan negara yang
komprehensif untuk digunakan sebagai
pedoman dalam penyelenggaraan. Tahap ke
PEMBANGUNAN POSTUR PERTAHANAN tiga, merupakan kelanjutan pembangunan tahap
dua yang diharapkan merupakan titik akhir
Sebagai bagian dari program pembangunan dari pembangunan kekuatan minimum yang
nasional, pembangunan postur pertahanan selanjutnya diarahkan menuju pembangunan
negara ini merupakan komponen integral postur ideal. Hal ini tetap berpedoman
dari pembangunan bidang lainnya. Hal ini kepada prioritas pengembangan meliputi
menunjukkan bahwa pembangunan postur profesionalisme prajurit, pengembangan
pertahanan negara harus sinergis dan kemampuan dan dukungan rakyat, serta
searah dengan pembangunan nasional, demi modernisasi Alutsista melalui dukungan industri
terwujudnya pencapaian visi, misi dan program pertahanan. Kebijakan tersebut mencerminkan
prioritas pemerintah dalam tatanan Rencana tujuan pertahanan negara yang mengacu pada
Pembangunan Nasional Jangka Panjang sampai strategi dan aspek pembangunan yang telah
dengan tahun 2025. ditentukan.

Pembangunan postur pertahanan militer BELA NEGARA


yang merupakan bagian dari pembangunan
postur pertahanan negara dilaksanakan secara Sejalan dengan kebijakan pembangunan
terintregrasi dan berkesinambungan melalui pertahanan negara, Pemerintah telah
pemenuhan Kekuatan Pokok Minimum TNI menetapkan kebijakan pembangunan karakter
sebagai Komponen Utama dan menyiapkan bangsa sebagai bagian dari revolusi mental
Komponen Pertahanan lainnya. Pembangunan melalui program bela negara. Program ini
kekuatan merupakan penjabaran dari kebijakan dimaksudkan untuk menyiapkan sumber daya
pemerintah di bidang pertahanan negara yang manusia, serta penguatan jati diri bangsa yang
tertuang dalam kebijakan umum pertahanan berkepribadian dan berkebudayaan dalam
negara. Hal ini diimplementasikan secara sistem pertahanan negara.
bertahap melalui empat strategi pengembangan,
yaitu rematerialisasi, revitalisasi, relokasi dan Keikutsertaan warga negara Indonesia dalam
pengadaan guna meningkatkan kemampuan upaya pembelaan negara merupakan hak dan
satuan tempur TNI baik matra Darat, Laut kewajiban konstitusional setiap warga negara
maupun Udara. yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku
yang dijiwai oleh kecintaan kepada negara
Pembangunan ini juga dilakukan dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa
dengan memperhitungkan 4 (empat) aspek dan negara. Pemenuhan hak dan kewajiban
pemenuhan pengembangan selain Alutsista tersebut ditujukan untuk membentuk kekuatan
dan pendukungnya, juga profesionalisme, pertahanan negara dalam rangka menjaga
kesejahteraan prajurit serta pengembangan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan
industri pertahanan yang diarahkan untuk keselamatan bangsa.

14 September-Oktober 2016
Program bela negara merupakan
program inisiatif Kementerian
Pertahanan yang merupakan
program nasional. Program ini baru
dimulai pada bulan Oktober tahun
2015 dan Kementerian Pertahanan
menargetkan 100 juta warga negara
untuk ikut program ini dalam 10
tahun ke depan. Sebagai langkah
awal, Pemerintah telah memulai
program ini dengan menyiapkan
4,500 warga negara dididik dan
dilatih dari 45 kabupaten/kota
seluruh Indonesia sebagai kader
bela negara yang memiliki tingkat
disiplin dan jiwa patriotisme yang tinggi. Nilai-nilai bela negara sangat penting untuk
ditanamkan kepada seluruh warga negara,
Program Bela Negara ini pada hakikatnya sebagai upaya memperkuat militansi sekaligus
dimaksudkan untuk mewujudkan warga negara untuk membangun daya tangkal bangsa dalam
yang memiliki kesadaran sikap dan perilaku yang menghadapi kompleksitas ancaman guna
menjunjung tinggi pentingnya aktualisasi nilai- mewujudkan Ketahanan Nasional yang tangguh.
nilai bela negara yaitu cinta tanah air, sadar
berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila INDUSTRI PERTAHANAN
sebagai ideologi negara, rela berkorban
untuk bangsa dan negara, serta mempunyai Bagi Indonesia pembangunan kekuatan
kemampuan awal bela negara. Melalui Bela militer melalui modernisasi Alutsista bukan saja
Negara diharapkan akan terbangun karakter pilihan tetapi menjadi suatu keharusan dalam
disiplin, optimisme, kerjasama dan kepemimpinan rangka mengoptimalkan pertahanan negara. Hal
guna turut menjamin kelangsungan hidup ini dilaksanakan guna menyesuaikan kebutuhan
bangsa dan negara. dan pengembangan kekuatan sejalan dengan
dinamika lingkungan strategis.

Peran TNI ke depan tidak


hanya sebagai pengawal
kedaulatan bangsa dan negara
tetapi juga dituntut untuk mampu
melaksanakan tugas-tugas
perdamaian dunia maupun tugas-
tugas kemanusiaan pada tingkat
regional dan global. Namun
demikian pemenuhan kebutuhan
Alutsista TNI yang modern dengan
teknologi mutakhir membutuhkan
anggaran yang tidak sedikit. Oleh
karena itu pemerintah mendorong
adanya pembangunan industri
pertahanan nasional agar mampu
memenuhi kebutuhan Alutsista
TNI.

Volume 62 / No. 46 15
Kebijakan pembangunan industri pertahanan memperkuat jati diri sebagai negara kepulauan
diarahkan untuk mewujudkan industri sekaligus negara maritim.
pertahanan yang kuat, mandiri dan berdaya
saing yang dapat mendukung pertahanan Indonesia berkomitmen tinggi dalam
dan keamanan negara, serta mendukung memperjuangkan perdamaian dunia yang abadi
pembangunan ekonomi nasional. Melalui berdasarkan persamaan hak dan kedudukan,
kebijakan pembangunan industri pertahanan, serta tidak saling mengintervensi terhadap
Pemerintah telah menentukan prioritas urusan dalam negeri masing-masing. Komitmen
penguasaan teknologi. Dengan penentuan tersebut didasarkan pada cara pandang bangsa
prioritas ini, diharapkan akan menjadi fokus Indonesia tentang perdamaian, dimana tidak
dalam pengelolaan sumber daya nasional. mungkin suatu bangsa dapat hidup tenteram
Beberapa program prioritas kemandirian industri dalam dunia yang kondisinya tidak stabil. Oleh
pertahanan yaitu: pembangunan Kapal Selam karena itu, memperbesar persamaan dan
dan Industri Propelan, serta pengembangan memperkecil perbedaan dalam penyelesaian
Roket, Rudal, Radar Nasional, Medium Tank, dan masalah perlu diutamakan termasuk mendorong
Pesawat Tempur. upaya perdamaian sesuai prinsip-prinsip dasar
Piagam PBB.
KERJA SAMA INTERNASIONAL
Indonesia juga berkomitmen untuk hidup
Dalam konteks hubungan internasional, berdampingan secara damai dan menghormati
Indonesia tetap mengedepankan politik bebas kedaulatan masing-masing negara. Indonesia
aktif yang berpedoman pada prinsip cinta damai berpandangan bahwa negara tetangga adalah
tetapi lebih cinta kemerdekaan dan kedaulatan. sahabat yang memiliki komitmen bersama
Indonesia juga secara aktif membangun kerja untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan.
sama internasional dengan tetap berpedoman Membangun kesamaan pandangan sangat
pada prinsip sebagai negara nonblok yang tidak diperlukan dalam hubungan internasional, baik
melakukan aliansi dengan negara manapun, dan bilateral maupun multilateral.***

16 September-Oktober 2016
REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN
KEMENTERIAN PERTAHANAN
REPUBLIK INDONESIA
Oleh :
Tim Inspektorat Jenderal Kementerian Pertahanan

Reformasi birokrasi adalah keniscayaan Ada beberapa faktor pendorong mengapa


sebagai kesinambungan tuntutan reformasi reformasi birokrasi penting dilakukan bagi
yang bergema di pertengahan tahun 1998. Pada negara Indonesia ketika itu. Pertama, adanya
hakikatnya reformasi tersebut menuntut adanya perubahan lingkungan stategis nasional yang
perubahan dan pembaharuan sistim di segala lini dipicu krisis ekonomi yang berdampak pada
tata kelola pemerintahan termasuk Kementerian perubahan sistem politik nasional. Kedua,
Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI). perubahan di lingkungan strategis global
Sejak tahun 2008, Kemhan telah menyikapinya yang berlaku universal dengan menguatnya
melalui reformasi birokrasi internal dengan tuntutan demokratisasi dan desentralisasi serta
menitikberatkan pada tiga aspek penataan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
yaitu kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dalam proses pembangunan dan praktik-praktik
(manajemen), dan sumber daya manusia (SDM). tata kelola pemerintahan.
Reformasi di lingkungan Kemhan adalah langkah
yang sangat strategis untuk menjadikan aparatur Ketiga, paradigma tata kelola pemerintahan
negara sebagai SDM yang profesional, berdaya yang baik (good governance) dalam konteks
dan berhasil guna dalam menunjang tugas-tugas otonomi, demokrasi, akuntabilitas publik,
pembangunan pertahanan yang diamanatkan transparansi dan penegakkan hukum (law
oleh negara. enforcement) sebagai ikon baru dalam

Volume 62 / No. 46 17
mewujudkan pemerintahan yang baik (good restrukturisasi penataan tugas dan fungsi, serta
government). memperkuat unit kerja di masing-masing satuan
(unit) organisasi untuk mempercepat sasaran
Kondisi inilah mendasari reformasi birokrasi reformasi birokrasi.
di lingkungan Kemhan yang sejatinya sebagai
upaya mewujudkan organisasi Kemhan yang Kesemuanya dirancang guna memenuhi
tangguh, profesional, efektif dan efisien, serta prinsip-pinsip tata kelola yang baik dan
dinamis dalam merespons dan mengantisipasi profesional. Sebab pada dasarnya reformasi
perkembangan baik masa kini maupun birokrasi adalah upaya memperbaiki dan
masa mendatang. Dengan catatan bahwa meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah.
perkembangan di masa datang dipastikan akan
lebih kompleks dan dinamis sehingga Kemhan Focused Group Discussion (FGD) yang
diharuskan melakukan upaya pembaharuan dan dilaksanakan oleh Kemhan pada tahun 2009
penyesuaian rencana strategisnya dengan tetap telah menghasilkan delapan area perubahan
memperhatikan kebutuhan unit-unit organisasi sebagai agenda reformasi birokrasi di lingkungan
dan ketersediaan sumber daya. Kemhan. Kedelapan area yang menjadi pokok-
pokok penting reformasi birokrasi Kemhan
DELAPAN AREA PERUBAHAN tersebut meliputi:

Rencana Strategis reformasi birokrasi di 1. Manajemen Perubahan;


lingkungan Kemhan mengacu kepada pentingnya
konsolidasi unit-unit organisasi berkenaan 2. Penataan Peraturan perundang-undangan
dengan penetapan prioritas, payung hukum, dan yang masih tumpang tindih;

18 September-Oktober 2016
3. Penguatan organisasi yang kurang efektif inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, dan
dan efisien; KKN yang menjangkiti lembaga-lembaga
birokrasi pemerintah. Salah satu penyebab
4. Penataan Tatalaksana yang belum optimal; jatuhnya Orde Baru adalah karena kuatnya
penyakit bureau-mania tersebut. Kesadaran akan
5. Penataan Sistem manajemen SDM; hal ini mendorong pemerintahan di era reformasi
melakukan langkah-langkah yang dianggap
6. Optimalisasi akuntabilitas kinerja; dapat merekonstruksi bangsa dari keterpurukan
agar kembali bangkit menggapai kemajuan.
7. Penguatan pengawasan intern (APIP); Formulasi rekonstruksi itu ditemukan pada
kata kunci reformasi birokrasi yaitu suatu usaha
8. Peningkatan kualitas pelayanan Publik. perubahan dalam suatu sistem yang tujuannya
menata struktur, tingkah laku, dan kebiasaan
Meskipun Kemhan merupakan organisasi lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak
yang memiliki keunikan dibandingkan dengan terbatas pada proses dan prosedur, tapi juga
Kementerian/Lembaga lain namun hampir mengaitkan turunan perubahan mendasar dari
semua organisasi pemerintahan di Indonesia, ketiga usaha tersebut.
Kementerian/Lembaga, “mengidap” kelemahan
yang sama dalam menghadapi dunia yang Dalam konteks reformasi birokrasi inilah
terus menerus berubah. Sementara tuntutan Kemhan telah menyusun Road Map reformasi
publik terhadap kinerja aparatur pemerintah birokrasi sebagai panduan pelaksanaan reformasi
meningkat dari waktu ke waktu. Jika organisasi- birokrasi di lingkungan Kemhan. Road Map itu
organisasi pemerintahan tidak menyegerakan antara lain memuat tentang renstra reformasi
diri untuk berubah tentu dinilai tidak kredibel birokrasi, SDM dan kemitraan, regulasi reformasi
dan berpengaruh buruk terhadap opini publik birokrasi, dan area perubahan di lingkungan
sehingga pemerintah harus berkomitmen Kemhan.
mempercepat laju reformasi birokrasi di semua
lingkungan organisasi yang ada. Road Map yang tertuang dalam Kep. Menhan
Nomor KEP/1273/M/XII/2015 itu dapat
Pekerjaan mereformasi birokrasi memang dimaknai sebagai kesungguhan Kemhan untuk
tidak mudah dan menghadapi tantangan kultural mereformasi diri secara berkelanjutan sesuai
karena sebelumnya pelaksanaan birokrasi di dengan tuntutan dan dinamika perubahan yang
Indonesia cukup lama menganut paradigma terjadi di lingkungan internal, strategis nasional,
“dilayani” (bukan melayani) dengan sistem regional maupun global.
patron-klien yang parah dan korup.
Untuk lebih memahaminya maka arah
Oleh karenanya diperlukan upaya dan kerja reformasi birokrasi di lingkungan Kemhan
keras yang berkelanjutan “sustainable” untuk mengacu kepada langkah-langkah internal
mengubah pola pikir yang sudah “mendarah sebagai berikut.
daging” di hampir semua birokrasi hasil
paradigma lama pemerintahan masa lalu. Upaya 1. Meluruskan orientasi. Yaitu birokrasi yang
ini perlu akselerasi dan tekad bersama agar harus mengarah kepada amanat rakyat,
Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara karena reformasi birokrasi harus bermuara
lain di dunia yang lebih dulu menyadari kaidah- kepada pelayanan rakyat.
kaidah pelayanan publik.
2. Memperkuat komitmen. Yaitu tekad untuk
BUREAU-MANIA DAN ROAD MAP terus berubah. Sebab tanpa disertai
tekad yang kuat dari SDM aparatur untuk
Reformasi birokrasi adalah memberantas berubah, maka reformasi birokrasi akan
penyakit bureau-mania seperti kecenderungan menghadapi kendala. Untuk memperkuat

Volume 62 / No. 46 19
tekad perubahan di kalangan aparatur hukum yang jelas bisa menjadi koridor
perlu ada stimulus seperti peningkatan dalam menjalankan perubahan-perubahan.
kesejahteraan, namun pada saat yang sama
tidak ada toleransi bagi yang melakukan 6. Peningkatan kualitas SDM. Yaitu bahwa
penyimpangan dan pelanggaran hukum. segala upaya reformasi birokrasi tidak
akan memberikan hasil yang optimal tanpa
3.
Membangun kultur baru. Yaitu disertai SDM yang handal dan profesional,
pembenahan kultur (budaya) dan etika oleh karena itu, untuk mendapatkan SDM
birokrasi dengan konsep transparansi, yang memadai diperlukan penataan dan
melayani secara terbuka, serta Standard sistem rekrutmen kepegawaian, sistem
Operating Procedure (SOP) yang jelas. penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan
peningkatan kesejahteraan.
4.
Rasionalisasi. Yaitu rasionalisasi struktur
kelembagaan dan personalia yang Semoga melalui artikel ini masyarakat
ramping dan lincah dalam menyelesaikan Indonesia dapat meyakini bahwa Kemhan telah
permasalahan dan menyesuaikan diri siap lepas landas menjadi organisasi yang dapat
dengan perubahan-perubahan yang diandalkan untuk mengelola pertahanan negara
terjadi dalam masyarakat, termasuk selaras dengan dinamika perubahan lingkungan
kemajuan merespon teknologi informasi baik nasional, regional maupun global. Namun
dan komunikasi. tidak kalah penting lagi bahwa setiap aparatur
Kementerian Pertahanan serta seluruh jajaran
5. Memperkuat payung hukum. Yaitu bahwa unit organisasinya siap menjalankan reformasi
upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi birokrasi sebagai ruang perubahan menjadi
dengan aturan hukum yang jelas. Aturan organisasi yang berintegritas.***

20 September-Oktober 2016
PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN
PENGAMANAN DAN PEMBERDAYAAN
WILAYAH PERTAHANAN KAWASAN
PERBATASAN NEGARA DI KALIMANTAN
(TAHUN KE DUA)
Oleh:
Kolonel Inf. Rakimin M. Djoeri, S.IP, M.M
Plt. Direktur Pengerahan Ditjen Strahan Kemhan

Pemerintah Kabinet Kerja telah daya saing ekonomi Indonesia secara global, dan
mencanangkan 9 agenda prioritas yang disebut untuk membantu daerah-daerah yang kapasitas
Nawa Cita, salah satunya adalah Nawa Cita berpemerintahan belum cukup memadai dalam
ke-3 menyebutkan “membangun Indonesia dari memberikan pelayanan publik.
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan”. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Kebijakan dengan meletakkan dasar-dasar bagi Ruang dan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang
dimulainya desentralisasi asimetris. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
desentralisasi asimetris ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa perbatasan negara
melindungi kepentingan nasional Indonesia di merupakan Kawasan Strategis Nasional untuk
kawasan-kawasan perbatasan, memperkuat fungsi pertahanan. Perpres Nomor 31 Tahun

Volume 62 / No. 46 21
2015 tentang rencana tata ruang kawasan fisik maupun non fisik. Program yang bersifat fisik
perbatasan negara di Kalimantan, bertujuan adalah program pembangunan dan pengadaan
untuk mewujudkan keutuhan wilayah negara sarana dan prasarana pengamanan perbatasan,
di perbatasan dengan menegakkan kedaulatan sedangkan yang bersifat non fisik adalah program
negara dan menjaga pertahanan dan keamanan pemberdayaan terhadap masyarakat perbatasan
negara, pertumbuhan ekonomi dan kawasan untuk meningkatkan kesejahteraannya dan
berfungsi lindung. Bertitik tolak dari agenda menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang
prioritas Pemerintah dan berpedoman kepada kewajiban masyarakat dalam upaya bela negara.
peraturan perundangan tersebut, maka perlu
implementasi di lapangan dalam bentuk
kegiatan nyata yang dapat secara langsung
dirasakan oleh masyarakat. Kegiatan nyata yang
dapat diimplementasikan adalah pembangunan
kawasan perbatasan negara baik dari aspek
keamanan untuk meningkatkan kemampuan
pertahanan negara maupun dari aspek
kesejahteraan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di perbatasan negara di Kalimantan.
Sumber: kaltaraindonesia.blogspot.com
Perpres Nomor 31 Tahun 2015
mengamanatkan penerapan sabuk pengamanan
perbatasan negara dengan strategi menetapkan POS PENGAMAN PERBATASAN
daerah prioritas pertahanan dan keamanan (POSPAMTAS).
negara di sepanjang perbatasan negara di
Kalimantan. Kementerian Pertahanan merupakan Gelar Pospamtas di sepanjang perbatasan
Kementerian yang sangat berperan dalam Kalimantan saat ini sebanyak 80 Pospamtas
pembangunan di daerah prioritas pertahanan (49 di sektor barat dan 31 di sektor timur).
telah membuat program prioritas, program (Berdasarkan laporan Kodam VI/Mlw dan Kodam
pembangunan di Perbatasan Kalimantan disebut XII/Tpr sampai dengan Triwulan III Tahun 2015).
“Pembangunan Pengamanan dan Pemberdayaan
Wilayah Pertahanan Kawasan Perbatasan Untuk mengoptimalkan pengawasan telah
Negara di Kalimantan”. Program pembangunan dilaksanakan pembangunan 23 pos baru dan
dilaksanakan oleh masing-masing Satuan Kerja melakukan renovasi terhadap 39 pos yang
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes sudah kurang layak dan dilengkapi Helipad
Angkatan. untuk Pos yang belum ada helipadnya, energi
listrik menggunakan solar cell dan penjernih air
Pelaksanaan Program Pembangunan untuk Pospamtas yang belum ada listrik atau air
Pengamanan dan Pemberdayaan Wilayah bersih. Kedepan penambahan Pospamtas akan
Pertahanan Kawasan Perbatasan Negara terus dilakukan hingga minimal mencapai 200
di Kalimantan telah berjalan pada tahun pos dan merelokasi kembali 32 pos yang diluar
ke dua. Sejak dimulai pada tahun anggaran 4 km masuk merapat ke garis batas. Jumlah
2015 hingga saat ini, berbagai program 200 pos akan ideal mengingat masing-masing
pembangunan yang telah dilaksanakan oleh pos rata-rata berjarak 10 km, sehingga akan
Kementerian Pertahanan, TNI dan Angkatan mampu melaksanakan tugas untuk memantau
telah meningkatkan kemampuan pertahanan perbatasan secara terus-menerus.
negara di perbatasan Kalimantan. Untuk
mengetahui sejauh mana pelaksanaan program JALUR INPEKSI DAN PATROLI PERBATASAN
pembangunan yang dilaksanakan oleh satuan (JIPP).
kerja jajaran Kemhan dan TNI maka perlu
diuraikan berbagai program baik yang bersifat Sebelum pelaksanaan program pembangunan

22 September-Oktober 2016
di perbatasan dimulai kondisi nyata jalur patroli JIPP telah dibangun di sepanjang perbatasan
yang sejajar dengan garis batas belum ada, bila sepanjang ± 2019 Km, JIPP dibangun dengan
ada itupun masih sangat terbatas. Keterbatasan konstruksi pasir batu (sirtu) lebar 3 meter
jalan penghubung antar Pospamtas yang ada mampu dilewati kendaraan roda empat ringan
akan berdampak sulitnya dilaksanakan patroli dengan bobot 750 kg. Jalur ini disamping untuk
di sepanjang perbatasan baik untuk tujuan kepentingan taktis dapat juga untuk kepentingan
mengontrol patok ataupun untuk mencegah administrasi.
tindakan illegal logging, penyelundupan narkoba,
human trafficking dan tindak kejahatan lainnya Pembangunan JIPP selain untuk kepentingan
di perbatasan. Berdasarkan Perpres Nomor pertahanan juga dapat dimanfaatkan untuk
31 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang meningkatkan aktifitas ekonomi masyarakat
Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan yang selama ini sangat tergantung dari lintas
mengamanatkan bahwa untuk menenerapkan tradisional. Keberadaan JIPP akan membantu
konsep sabuk pengaman perbatasan perlu pengawasan keluar masuk masyarakat ke negara
dibangun Jalur Inspeksi dan Patroli Perbatasan tetangga, karena tidak dapat dipungkiri bahwa
(JIPP). JIPP dimaksudkan sebagai sarana lintas batas tradisional ini masih digunakan oleh
inspeksi untuk memelihara patok batas oleh masyarakat dari kedua negara. Pembangunan
pihak yang berwenang dan digunakan untuk JIPP diharapkan akan membantu meningkatkan
melaksanakan patroli oleh Pospamtas guna pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah
mengontrol keberadaan patok batas dan untuk terpencil yang selama ini belum ada jalan atau
mencegah terjadinya tindak pelanggaran di menggunakan jalan setapak yang sulit dilalui
kawasan perbatasan negara. Untuk memenuhi kendaraan roda dua.
kebutuhan akan JIPP tersebut Kemhan telah dan
sedang melakukan pembangunan JIPP. Hingga JALAN ADMINISTRASI (JA).
tahun 2016 akan terbuka JIPP sepanjang ± 783
Km terdiri dari 4 segmen di Kab. Sambas, Kab. Sebagian besar dari Pospamtas telah terdapat
Bengkayang, Kab. Sanggau, Kab. Sintang dan jalan yang menghubungkan kampung atau desa
Kab. Nunukan. Pada tahun 2019 diharapkan terdekat dengan Pospamtas, namun demikian

Volume 62 / No. 46 23
Sumber: jakartagreater.com

masih banyak Pospamtas yang belum ada jalan memerlukan infrastruktur jalan tetapi juga
menuju kampung atau desa terdekat yang didukung dengan sarana angkutan yang memadai.
jaraknya bisa sampai belasan kilometer. Jalan ini Kondisi angkutan yang ada saat ini angkutan yang
diperlukan untuk kebutuhan administrasi seperti digunakan adalah Truk 2,5 ton di Komando Taktis
pendorongan logistik, evakuasi dan pelaksanaan (Kotis) dan Komando Utama (Kout). Kebutuhan
pembinaan teritorial sebagai sarana komunikasi minimal untuk kendaraan ringan roda 4 minimal
antara anggota Pospamtas dengan masyarakat setiap Pos Kotis Kompi membutuhkan 1 unit
setempat. Komunikasi ini perlu dilakukan oleh kendaraan ringan roda 4. Kebutuhan minimal
anggota TNI kepada masyarakat setempat untuk setiap Pospamtas adalah 2 unit, sehingga
melalui kegiatan anjangsana, bhakti kesehatan, pelaksanaan patroli dapat dilaksanakan dengan
bhakti TNI dalam kerangka tugas pembinaan minimal 4 orang. Pada lokasi tertentu seperti di
teritorial maupun tugas pemberdayaan wilayah beberapa Pospamtas wilayah Kalimantan Timur
pertahanan. Mengingat tugas Satgas Pospamtas dan Kalimantan Utara justru memerlukan sarana
tidak hanya pengamanan batas negara tetapi angkutan sungai berupa alat transportasi sungai
juga memiliki tugas teritorial. Untuk memenuhi seperti Kapal Motor Cepat (KMC), mengingat
kebutuhan jalan penghubung dari Pospamtas sarana perhubungan yang dapat digunakan
ke pemukiman masyarakat saat ini juga telah adalah sungai. Guna melengkapi kebutuhan alat
dibangun 4 ruas jalan yang disebut dengan Jalan transportasi Pospamtas untuk patroli maupun
Admnistrasi (JA). untuk mendukung kegiatan administrasi telah
diadakan motor trail dan KMC.
ALAT TRANSPORTASI (DARAT DAN
SUNGAI). ALAT KOMUNIKASI.

Pelaksanaan tugas Pospamtas tidak hanya Sarana komunikasi menjadi kebutuhan

24 September-Oktober 2016
yang mutlak dalam pelaksanaan tugas operasi Pengamanan Perbatasan. Untuk mendukung
pengamanan perbatasan. Untuk mendukung operasional PTTA juga telah dibangun beberapa
kelancaran komunikasi telah diadakan radio landasan PTTA di Kalimantan.
Handy talky (HT) untuk menambah Alkom
yang sudah ada dan Kemenkominfo sedang PEMBANGUNAN SARPRAS SATUAN TNI AD.
membangun base transciever station (BTS) di
sepanjang perbatasan. Pengembangan satuan TNI AD di kawasan
perbatasan kedepan merupakan kebutuhan
PEMANFAATAN PESAWAT TERBANG TANPA yang tidak dapat dihindarkan. Daerah prioritas
AWAK (PTTA). pertahanan ke depan harus mewadahi
pembangunan satuan TNI baik TNI AD,
Pemanfaatan Pesawat Terbang Tanpa Awak TNI AL maupun TNI AU. Pada pelaksanaan
(PTTA) sebagai sarana pendukung satuan pembangunan di perbatasan telah dibangun
pengamanan perbatasan guna pemantauan Sarpras Yonif 614/Rjp, renovasi Rumdis Kodim
wilayah perbatasan secara langsung (real time) 0910/Mlu dan Rumdis Kodim 0911/Nnk dan
dengan kemampuan jelajah tinggi dan cepat tahun ini sedang dibangun Pangkalan Yonif 645
diperlukan teknologi untuk pemantauan jarak di Kec Paloh Kab. Sambas.
dekat, sedang, dan jauh. Untuk memenuhi
kebutuhan pemantauan ini telah diadakan PTTA SARANA PRASARANA POSAL.
yang memiliki kemampuan jarak pendek dengan
kamera thermal yang mampu dioperasikan oleh Kawasan perbatasan Kalimantan berada
Pospamtas, PTTA jarak capai sedang dioperasikan diantara Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
oleh Kotis Satgas untuk kebutuhan pemantauan I dan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II,
perbatasan bila terjadi kasus yang harus segera dimana pada bagian barat berbatasan dengan
ditangani dan PTTA jarak jauh bersifat strategis Laut China Selatan dan Selat Karimata yang
langsung dioperasikan oleh Komando Operasi merupakan (ALKI) I dan pada bagian timur

Sumber: topografi.net

Volume 62 / No. 46 25
berbatasan dengan Selat Makassar
dan Laut Sulawesi (ALKI II). Kondisi
ini sangat rawan terhadap terjadinya
pelanggaran kedaulatan negara
baik oleh kegiatan pelayaran militer
maupun pelayaran sipil untuk
melakukan kegiatan illegal di wilayah
laut Indonesia. Dalam rangka
meningkatkan kemampuan TNI
AL di wilayah perbatasan laut dan
pulau-pulau kecil terluar di wilayah
Kalimantan sedang dibangun
Dermaga Posal Sei Pancang
sehingga dapat untuk bersandar
Kapal Perang TNI AL dan disamping
itu juga dilakukan pembangunan
serta renovasi terhadap Sarpras 5
Posal di Kaltara.

SARANA PRASARANA
PANGKALAN UDARA.

Wilayah Indonesia berada pada


posisi silang sehingga wilayah udara
nasional bernilai strategis dalam
konteks pertahanan keamanan
negara dan jaring perhubungan
transportasi udara global, wilayah

26 September-Oktober 2016
udara di perbatasan Kalimantan sangat rentan program kegiatan bagi masyarakat di Kecamatan
terhadap ancaman pelanggaran wilayah udara Terdepan berupa Bela Negara, Sosialisasi
nasional baik oleh penerbangan militer maupun Batas Darat dan Penyuluhan Hukum. Untuk
penerbangan sipil karena berbatasan langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
dengan negara tetangga. Saat ini Kementerian perbatasan juga dilaksanakan kegiatan Bhakti
Pertahanan sedang membangun sarana TNI dengan sasaran fasilitas umum masyarakat
prasarana untuk meningkatkan kemampuan dan kegiatan Bhakti Kesehatan kerjasama
Lanud Tarakan dengan membangun apron untuk Kemhan, Satkowil TNI dan Pemda.
pesawat tempur dan heli serta sarana prasarana
lainnya. Penyelenggaraan pertahanan negara di
perbatasan merupakan salah satu fungsi
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Kemhan dan TNI dalam rangka melaksanakan
PERBATASAN. tugas pokok menegakkan kedaulatan negara,
menjaga keutuhan wilayah NKRI dan melindungi
Peran masyarakat di perbatasan untuk segenap bangsa dari berbagai bentuk ancaman
ikut serta menjaga kedaulatan negara sangat yang datang dari luar maupun dalam negeri. ***
diharapkan seperti membantu menjaga batas
negara dan patok batas, melaporkan bila
mengetahui tindak kejahatan di perbatasan
dan menumbuhkan budaya wajib lapor perlu
dilakukan dengan harapan dapat mengoptimalkan
peran masyarakat dalam turut serta menjaga
perbatasan. Upaya menumbuhkan peran serta
masyarakat dalam menjaga kedaulatan negara
di perbatasan dilakukan dengan melaksanakan

Volume 62 / No. 46 27
KEBIJAKAN PENANGANAN
PENYANDANG DISABILITAS
PERSONEL KEMHAN DAN TNI
Oleh:
Erlin Sudarwati, SKM, MM
Kasubbag Datin Bag. TU Pusrehab Kemhan

PENYANDANG DISABILITAS HAM dan Kementerian Sosial memandang


bahwa istilah Penyandang Cacat dalam
Penyandang Disabilitas merupakan bagian perspektif bahasa Indonesia mempunyai
dari masyarakat Indonesia yang mempunyai makna yang berkonotasi negatif dan tidak
kedudukan, hak, kewajiban, serta peran yang sejalan dengan prinsip utama hak asasi
sama dengan masyarakat Indonesia lainnya manusia sekaligus bertentangan dengan nilai-
dalam kehidupan dan penghidupannya. nilai luhur bangsa yang menjunjung tinggi
Oleh karena itu, diperlukan adanya harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu,
kebijakan pemerintah yang memperhatikan disepakati bahwa istilah Penyandang cacat
dan mewadahi tentang hak Penyandang diganti dengan istilah Penyandang Disabilitas.
Disabilitas dalam kegiatan kehidupannya Hal ini juga telah didukung dengan terbitnya
dalam masyarakat. Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016
tentang Penyandang Disabilitas.
Istilah Penyandang Disabilitas, sebelumnya
dikenal dengan istilah Penyandang Cacat. Banyak orang belum tahu apa perbedaan
Namun dalam perkembangannya Komnas Cacat, Difabel, dan Disabilitas. Bahkan selama

28 September-Oktober 2016
ini masyarakat lebih terbiasa menggunakan dari kategori impairment ini adalah
istilah Penyandang Cacat. Sekilas ketiga kebutaan, tuli, kelumpuhan, amputasi
istilah memiliki makna yang sama, namun pada anggota tubuh, gangguan
akan diterima berbeda secara psikologis mental (keterbelakangan mental) atau
bagi para penyandangnya ketika berbaur penglihatan yang tidak normal.
dalam lingkungan sosial, dimana label yang
disematkan kepada mereka akan menciptakan b. Disability, yaitu ketidakmampuan dalam
diskriminasi dan ketidaksetaraan. Dalam Kamus melakukan aktivitas pada tataran
Besar Bahasa Indonesia, Cacat merujuk pada aktifitas manusia normal, sebagai akibat
barang atau benda mati, atau dalam kata lain dari kondisi impairment tadi. Akibat dari
Afkir. Istilah Penyandang Cacat mengandung kerusakan pada sebagian atau semua
nilai yang cenderung membentuk makna anggota tubuh tertentu, menyebabkan
negatif. Penyandang cacat dianggap sebagai seseorang menjadi tidak berdaya untuk
sekumpulan orang yang tidak berdaya, tidak melakukan aktifitas manusia normal,
berkemampuan dan menyandang masalah seperti mandi, makan, minum, naik
karena ‘tercela’ atau cacat. tangga atau ke toilet sendirian tanpa
harus dibantu orang lain.
Difabel merupakan akronim dari Different
Ability, atau Different Ability People, manusia c. Handicap, yaitu ketidakmampuan
dengan kemampuan yang berbeda. Istilah seseorang di dalam menjalankan peran
ini digunakan untuk menyebut individu yang sosial-ekonominya sebagai akibat dari
mengalami kelainan fisik. Sedangkan istilah kerusakan fisiologis dan psikologis
Disabilitas merupakan sebuah pendekatan baik karena sebab abnormalitas fungsi
demi mendapatkan istilah yang netral dan (impairment), atau karena disabilitas
tidak menyimpan potensi diskriminasi dan (disability) sebagaimana di atas.
stigmatisasi. Definisi yang diberikan oleh Disabilitas dalam kategori ke-tiga ini
International Classification of Functioning for lebih dipengaruhi faktor eksternal si
Disability and Health, yang kemudian disepakati individu Penyandang Disabilitas. Terisolir
oleh World Health Assembly dan digunakan oleh lingkungan sosialnya atau karena
oleh The World Health Organization (WHO), stigma budaya, dalam arti Penyandang
yaitu “Disability serves as an umbrella term for Disabilitas adalah orang yang harus
impairments, activity limitations or participation dibelaskasihani, atau bergantung
restrictions” (Disabilitas adalah “payung” bantuan orang lain yang normal.
terminologi untuk gangguan, keterbatasan
aktivitas atau pembatasan partisipasi). Adapun menurut Undang-Undang nomor
8 tahun 2016, yang dimaksud Penyandang
Sedangkan klasifikasi Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
Disabilitas menurut ketentuan Organisasi keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/
Kesehatan Dunia, The World Health atau sensorik dalam jangka waktu lama yang
Organization (WHO), ada tiga kategori dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
Penyandang Disabilitas yaitu: mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif
a. Impairment, yaitu orang yang tidak dengan warga n5egara lainnya berdasarkan
berdaya secara fisik sebagai konsekuensi kesamaan hak.
dari ketidaknormalan psikologik, psikis,
atau karena kelainan pada struktur organ Sedangkan Penyandang Disabilitas
tubuhnya. Tingkat kelemahan itu menjadi Personel Kemhan dan TNI adalah Prajurit
penghambat yang mengakibatkan tidak Tentara Nasional Indonesia termasuk Prajurit
berfungsinya anggota tubuh lainnya Siswa dan Pegawai Negeri Sipil Kemhan dan
seperti pada fungsi mental. Contoh TNI yang menderita cacat fisik atau mental

Volume 62 / No. 46 29
sebagai akibat menjalankan dinas maupun untuk mewujudkan kesamaan hak dan
bukan karena dinas, yang oleh karenanya dapat kesempatan bagi Penyandang Disabilitas
merupakan rintangan atau hambatan baginya menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri,
untuk melakukan kegiatan secara layak. dan tanpa diskriminasi.
Penyandang Disabilitas Personel Kemhan dan
TNI, merupakan Penyandang Disabilitas yang Demikian juga bagi Penyandang Disabilitas
terjadi dalam pelaksanaan tugas sebagai abdi personel Kemhan dan TNI, mereka sudah
negara, artinya disabilitas yang disandangnya pernah berkontribusi untuk negara dan bangsa.
bukan dari lahir namun setelah mereka sudah Maka perlu adanya pengakuan bahwa mereka
sempat memiliki postur tubuh yang ideal masih bisa berguna dan berpeluang untuk
sebagai seorang prajurit maupun sebagai berperan secara optimal dalam segala aspek
seorang Pegawai Negeri Sipil. Hal ini, tentu kehidupannya. Mereka masih mempunyai
berbeda secara psikologis dalam menerima potensi besar untuk tampil mengukir prestasi
kondisi maupun perilaku lingkungannya. gemilang dengan kondisi fisik yang ada melalui
berbagai prestasi.
KEBIJAKAN TENTANG PENYANDANG
DISABILITAS Para Penyandang Disabilitas secara
psikologis menjadi kurang percaya diri
Sebagai warga negara Indonesia, maka karena dari postur tubuh yang semula sehat
Penyandang Disabilitas secara konstitusional perkasa, karena risiko dalam menjalankan
mempunyai hak dan kedudukan yang sama tugasnya menyebabkan menjadi disabilitas,
di depan hukum. Oleh karena itu, perhatian fungsi fisiknya tidak seperti dulu lagi. Namun
pemerintah dengan adanya kebijakan atau sesungguhnya Penyandang Disabilitas
peraturan Perundang-Undangan tentang tidak ingin dikasihani, tetapi perlu diberikan
Penyandang Disabilitas merupakan sarana kesempatan dan difasilitasi agar kekurangan

30 September-Oktober 2016
yang ada masih dapat memberikan karya bagi Disabilitas dan adanya Peraturan Pemerintah
keluarga serta dapat disumbangkan untuk Nomor 102 Tahun 2015 tentang Asuransi
membangun nusa dan bangsa. Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
Upaya pemerintah dalam mengangkat Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan
kehidupan Penyandang Disabilitas sudah Kementerian Pertahanan dan Kepolisian
tertuang dalam berbagai peraturan Negara Republik Indonesia serta perlu juga
perundang-undangan yang ada. Seperti diselaraskan dengan terbitnya Peraturan
halnya yang belum lama ini diterbitkan yaitu Menteri Pertahanan nomor 11 Tahun 2016
Undang-Undang nomor 8 Tahun 2016 tentang tentang Tata Cara Pemberian Santunan dan
Penyandang Disabilitas sebagai pengganti Tunjangan Cacat Prajurit TNI.
dari Undang-Undang nomor 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat, yang sudah tidak Dengan banyaknya Peraturan Perundang-
sesuai lagi dengan paradigma kebutuhan Undangan yang berkaitan tentang
Penyandang Disabilitas. Penyandang Disabilitas tersebut, maka ada
beberapa perbedaan yang perlu dicermati.
Sedangkan untuk mewujudkan Pada Peraturan Pemerintah nomor 56 Tahun
kesejahteraan Penyandang Disabilitas 2007 pasal 2 dinyatakan bahwa prajurit
personel Kemhan dan TNI, sudah ada penyandang cacat diberikan santunan cacat
kebijakan yang mengaturnya yaitu adanya dan tunjangan cacat sebagai penghargaan
Peraturan Pemerintah nomor 56 Tahun pemerintah atas pengorbanannya. Penentuan
2007 tentang Santunan dan Tunjangan tingkat dan golongan kecacatan ditetapkan
Cacat Prajurit Tentara Nasional Indonesia. oleh Panglima TNI berdasarkan hasil
Namun kebijakan ini perlu ditinjau ulang pengujian Panitia Evaluasi Kecacatan Prajurit.
dengan memperhatikan adanya Undang- Sedangkan pada Peraturan Pemerintah nomor
Undang yang baru yaitu Undang-Undang 102 Tahun 2015 pasal 21 dinyatakan bahwa
nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang penentuan tingkat dan golongan kecacatan

Volume 62 / No. 46 31
ditetapkan oleh Menteri, Panglima atau Menteri Pertahanan nomor 11 Tahun 2016
Kapolri berdasarkan hasil pengujian panitia pasal 3 yang menyatakan bahwa prajurit
evaluasi kecacatan. Namun kriteria cacat penyandang cacat tingkat II yang masih
dan penghitungan santunan berbeda dengan mampu melaksanakan pekerjaan atau tugas
Peraturan Pemerintah nomor 56 Tahun 2007. kedinasan tidak diberhentikan dari dinas
Oleh karena itu perlu ditindaklanjuti dengan keprajuritan, prajurit penyandang cacat
regulasi atau Peraturan Menteri di bawahnya tingkat III yang berprestasi atau mempunyai
guna implementasi di lapangan. keterampilan yang dapat dimanfaatkan oleh
satuan dapat dipertimbangkan oleh Komandan
Dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun /Kasatker untuk tetap melaksanakan dinas
2016 tentang Penyandang Disabilitas, pasal keprajuritan. Oleh karena itu perlu adanya
11 menyatakan bahwa hak Penyandang koordinasi antara Mabes TNI, Kemhan, dan
Disabilitas antara lain tidak diberhentikan Asabri untuk membahas tentang kesepakatan
karena alasan disabilitas. Dengan demikian, dalam menyikapi peraturan yang ada tersebut.
maka perlu ditindaklanjuti dengan meninjau Hal ini sudah dibahas pada kesempatan Rapat
kembali Peraturan atau Kebijakan yang telah Koordinasi (Rakor) Penyandang Disabilitas di
terbit sebelumnya agar tidak terjadi polemik Pusrehab Kemhan pada tanggal 24 Mei 2016
di lapangan bagi Penyandang Disabilitas yang dihadiri oleh para unsur kesehatan dan
personel Kemhan dan TNI. Kebijakan personalia dari Kemhan dan TNI, serta instansi
tersebut antara lain adanya ST Panglima no: terkait.
ST/227/2016, tanggal 23 Februari 2016
tentang perintah agar prajurit penyandang REHABILITASI DAN AKSESIBILITAS
cacat TK III dan II harus diberhentikan dari PENYANDANG DISABILITAS
dinas keprajuritan. Hal ini juga tidak selaras
dengan kebijakan yang baru diterbitkan oleh Upaya pemerintah untuk mewujudkan
Kementerian Pertahanan yaitu Peraturan kemandirian dan kesejahteraan Penyandang

32 September-Oktober 2016
Disabilitas adalah dengan cara peningkatan dan TNI diselenggarakan oleh Kementerian
kesejahteraan Penyandang Disabilitas, yang Pertahanan yaitu Pusat Rehabilitasi
dilaksanakan melalui pemberian kesempatan, Kementerian Pertahanan (Pusrehab Kemhan)
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan yang memiliki tugas melaksanakan pelayanan
taraf kesejahteraan sosial. Hal ini sudah rehabilitasi medik, rehabilitasi vokasional,
diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor rehabilitasi sosial, dan perumahsakitan bagi
43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Penyandang Disabilitas personel Kemhan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas. dan TNI, dengan tujuan untuk mewujudkan
Penyandang Disabilitas personel Kemhan dan
Rehabilitasi yang merupakan salah satu TNI menjadi mandiri dan produktif.
upaya untuk mewujudkan kemandirian
Penyandang Disabilitas seperti dimaksudkan Kementerian Pertahanan khususnya
dalam Peraturan Pemerintah tersebut, Pusrehab Kemhan sebagai salah satu instansi
dilaksanakan pada fasilitas rehabilitasi yang yang memberikan pelayanan rehabilitasi bagi
diselenggarakan oleh pemerintah dan atau Penyandang Disabilitas personel Kemhan dan
masyarakat. Fasilitas rehabilitasi tersebut TNI, sudah selayaknya mengimplementasikan
berupa Pusat Rehabilitasi (Rehabilitation Undang-Undang nomor 8 Tahun 2016 tentang
Center) yang menyelenggarakan rehabilitasi Penyandang Disabilitas, yang salah satunya
secara terpadu dalam satu atap berupa dengan menyediakan sarana dan prasarana
rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, dan aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas.
sosial. Pada Pasal 18 menyatakan bahwa Hak
Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas
Pusat Rehabilitasi yang ditujukan bagi meliputi hak mendapatkan aksesibilitas
Penyandang Disabilitas personel Kemhan untuk memanfaatkan fasilitas publik dan

Volume 62 / No. 46 33
mendapatkan akomodasi yang layak sebagai Dalam peraturan tersebut dinyatakan
bentuk aksesibilitas bagi individu. bahwa setiap orang atau badan termasuk
instansi pemerintah dalam penyelenggaraan
Hal ini sudah ada dalam Peraturan pembangunan gedung dan lingkungan wajib
Pemerintah nomor 43 Tahun 1998 pasal memenuhi persyaratan teknis fasilitas dan
8 sampai dengan pasal 22 yang mengatur aksesibilitas. Terhadap aparat Pemerintah
tentang aksesibilitas, menyatakan bahwa yang bertugas dalam penentuan dan
setiap pengadaan sarana dan prasarana pengendalian bangunan gedung dan terhadap
umum yang diselenggarakan oleh pemerintah penyedia jasa konstruksi yang terlibat dalam
dan atau masyarakat, wajib menyediakan penyelenggaraan bangunan gedung, apabila
aksesibilitas. melakukan pelanggaran ketentuan akan
dikenakan sanksi dan atau pidana sesuai
Aksesibilitas adalah kemudahan yang peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
disediakan bagi semua orang termasuk
Penyandang Disabilitas dan lansia guna Selanjutnya, penyediaan fasilitas dan
mewujudkan kesamaan, kesempatan dalam aksesibilitas menurut peraturan tersebut
segala aspek kehidupan dan penghidupan. harus memiliki 4 asas, yaitu asas keselamatan,
Setiap Penyandang Disabilitas berhak asas kemudahan, asas kegunaan, dan asas
memperoleh aksesibilitas dalam rangka kemandirian.
kemandiriannya. Agar para Penyandang
Disabilitas mampu berperan dalam lingkungan KESIMPULAN
sosialnya, dan memiliki kemandirian dalam
mewujudkan kesejahteraan dirinya, maka Penyandang Disabilitas Personel Kemhan
dibutuhkan aksesibilitas terhadap prasarana dan TNI merupakan bagian dari masyarakat
dan sarana pelayanan umum, sehingga para Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak,
Penyandang Disabilitas mampu melakukan kewajiban, serta peran yang sama dengan
segala aktivitasnya seperti orang normal. masyarakat Indonesia lainnya dalam kehidupan
Penyediaan aksesibilitas tersebut dapat dan penghidupannya. Banyaknya Kebijakan/
berbentuk fisik dan non fisik. Peraturan Perundang-Undangan yang
berkaitan dengan Penyandang Disabilitas, ada
Penyediaan aksesibilitas yang berbentuk beberapa perbedaan yang perlu dicermati oleh
fisik dilaksanakan pada sarana dan prasarana instansi terkait. Pusrehab Kemhan mempunyai
umum meliputi aksesibilitas pada bangunan tugas melaksanakan pelayanan rehabilitasi
umum, aksesibilitas pada jalan umum, medik, rehabilitasi vokasional, rehabilitasi
aksesibilitas pada pertamanan dan pemakaman sosial, dan perumahsakitan bagi Penyandang
umum, serta aksesibilitas pada angkutan Disabilitas personel Kemhan dan TNI.
umum. Sedangkan penyediaan aksesibilitas Pusrehab Kemhan sebagai salah satu instansi
yang berbentuk non fisik, meliputi pelayanan yang memberikan pelayanan bagi Penyandang
informasi dan pelayanan khusus. Disabilitas personel Kemhan dan TNI, sudah
selayaknya mengimplementasikan UU no. 8
Ketentuan operasional tentang aksesibilitas Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,
ini dijabarkan di dalam Peraturan Menteri yang salah satunya dengan menyediakan
Pekerjaan Umum nomor: 30/PRT/M/2006 sarana dan prasarana aksesibilitas bagi
tanggal 1 Desember 2006, tentang Pedoman Penyandang Disabilitas.***
Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang
merupakan perubahan atas Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum no. 468 Tahun
1998, tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas
Pada Bangunan Umum dan Lingkungan.

34 September-Oktober 2016
PENGARUSUTAMAAN Gender DALAM
OPERASI PERDAMAIAN PBB
Oleh:
Letkol Caj (K) Nita Siahaan M.Sc
Analis Muda Subbid Bilateral Ditkersin Strahan Kemhan

Salah satu isu penting yang muncul internasional, negara, keagamaan, sosial
menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah (kemasyarakatan), budaya, ekonomi, sampai
persoalan gender. Isu tentang gender telah pada tingkat rumah tangga.
menjadi topik yang seringkali dibahas dalam
setiap analisis sosial serta menjadi pokok Berdasarkan definisi United Nations,
bahasan dalam wacana perdebatan yang gender berbeda dengan jenis kelamin. Gender
berkaitan dengan perubahan sosial. Berbagai mengacu pada atribut sosial dan kesempatan
tulisan baik di media massa maupun buku- yang dapat diakses dan dikontrol oleh laki-
buku, atau kegiatan-kegiatan seperti seminar, laki dan perempuan. Atribut sosial ini berbeda
diskusi, dan sebagainya banyak membahas dalam konteks dan waktu tertentu. Atribut
tentang protes dan gugatan yang terkait sosial ini yang membuat sex atau jenis kelamin
dengan ketidakadilan dan diskriminasi menentukan apa yang dapat diharapkan,
terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan diperbolehkan dan dihargai oleh perempuan
dan diskriminasi tersebut terjadi hampir di atau seorang laki-laki dalam konteks sosial dan
semua tingkatan dan sektor, mulai dari tingkat budaya tertentu. Di sebagian besar masyarakat

Volume 62 / No. 46 35
ada perbedaan dan ketidaksetaraan antara dan ketidaksetaraannya dalam kehidupan
perempuan dan laki-laki dalam tanggung jawab masyarakat. Misalnya, inisiatif mendukung
yang ditugaskan, kegiatan yang dilakukan, pemilu dapat memfasilitasi partisipasi
mengakses dan mengkontrol sumber daya, perempuan sebagai pemilih dan wakil politik.
pengambilan keputusan dan peluang-peluang Polisi sipil dalam operasi penjaga perdamaian
lainnya. dapat membantu dalam pelatihan, monitoring
atau restrukturisasi lembaga penegak
Dewasa ini banyak perbedaan yang sangat hukum lokal dan menekankan menangani
mencolok antara laki-laki dan perempuan kejahatan yang mempengaruhi perempuan,
dalam memperoleh kesempatan untuk termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual,
mendapatkan pekerjaan. Perempuan dan laki- kekerasan dalam rumah tangga dan kejahatan
laki sama-sama mendapatkan diskriminasi berbasis gender lainnya, seperti perdagangan
jika mereka melakukan kegiatan di luar peran perempuan dan anak perempuan. Perempuan
gender yang ditentukan oleh masyarakat; laki- profesional dapat melakukan perannya dalam
laki akan dianggap remeh jika mereka melamar misi penjaga perdamaian, terutama dalam
sebagai penjaga anak, sementara perempuan peran kepemimpinan, dapat bertindak sebagai
kemungkinan besar tidak akan diterima jika model bagi perempuan lokal, terutama
melamar pekerjaan yang secara tradisional dalam masyarakat dimana perempuan secara
merupakan “pekerjaan maskulin”, misalnya tradisional memainkan peran sekunder.
konstruksi, pertambangan, polisi, militer,
petugas keamanan. Dalam beberapa hal Dalam merancang kebijakan pada suatu
pekerjaan-pekerjaan tersebut bahkan secara kegiatan maka operasi penjaga perdamaian
legal dilarang untuk perempuan. Melihat harus difokuskan kepada kaum perempuan
kondisi yang memprihatinkan seperti ini maka dan laki-laki dalam masyarakat yang dilanda
masyarakat internasional telah berkomitmen perang serta merancang struktur sosial lokal
untuk mengatasi kesenjangan dan bekerja dan bertanggung jawab terhadap norma dan
untuk mencapai tujuan akhir dalam kesetaraan budaya. Peran gender agar disosialisasikan yang
gender. Tujuannya adalah untuk menjamin berkaitan dengan status perempuan atau laki-
hak-hak yang sama, tanggung jawab dan laki dalam konteks ekonomi, sosial, politik atau
kesempatan yang sama bagi perempuan dan budaya tertentu, yang merupakan salah satu
laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki, cara yang mendasar dalam masyarakat serta
dan pengarusutamaan gender merupakan alat budaya yang terstruktur. Sosialisasi tersebut
strategis untuk mencapai tujuan ini. Dewan bertujuan untuk mempengaruhi kegiatan
Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) mendefinisikan perempuan dan laki-laki, memberikan akses
pengarusutamaan gender sebagai “strategi dan mengontrol sumber daya dan bagaimana
untuk membuat kaum perempuan dan kaum mereka berpartisipasi dalam pengambilan
lelaki lebih perhatian terhadap masalah keputusan.
gender serta dapat melaksanakan, memonitor
dan mengevaluasi kebijakan dan program Operasi pemeliharaan perdamaian sangat
di semua bidang termasuk politik, ekonomi penting melihat dampak dari kebijakan dan
dan sosial sehingga perempuan dan laki-laki kegiatan terhadap perempuan dan laki-laki
sama-sama diuntungkan dan ketidakadilan dalam budaya lokal dan masyarakat. Misalnya,
tidak terus dilakukan. pelatihan kejuruan atau insentif lainnya untuk
mendorong pelucutan senjata, demobilisasi
PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM dan reintegrasi (DDR) dari mantan kombatan
OPERASI PENJAGA PERDAMAIAN perempuan mungkin tidak relevan jika mereka
tidak memperhitungkan keterampilan khusus
Kehadiran dunia internasional dalam dan tanggung jawab perempuan misalnya
operasi penjaga perdamaian berpotensi orangtua tunggal. Komponen penting dari
positif dalam mempengaruhi hubungan gender setiap operasi penjaga perdamaian yang sukses

36 September-Oktober 2016
Sumber: goodnewsfromindonesia.org

adalah diantaranya terselenggaranya pemilu memberikan kesempatan pendidikan yang


lokal yang bebas dan adil. Dalam pelaksanaan sama dengan perempuan dan laki-laki
pemilihan, penting pula untuk memahami meningkatkan kemampuan perempuan untuk
norma-norma dan adat-istiadat masyarakat merawat diri mereka sendiri dan keluarga
setempat sebelum pemilu dilaksanakan mereka dan memiliki dampak langsung dan
dan menentukan apakah perempuan akan positif pada kesehatan keluarga.
menghadapi hambatan tertentu dalam
melaksanakan hak mereka untuk bekerja di Perspektif gender memberikan kontribusi
kantor dan untuk memilih. Untuk mengatasi dalam menghasilkan kebijakan dan para
kendala tersebut merupakan prasyarat untuk pengambil keputusan harus mampu
melakukan pemilihan umum yang bebas dan untuk menilai potensi dan mempersempit
adil. kesenjangan gender. Misalnya, untuk misi
perdamaian sebaiknya mandat tersebut
Prinsip kesetaraan gender adalah pelajaran dapat memberikan bantuan teknis dalam
dasar kegiatan dan kebijakan PBB sehingga pembangunan institusi dan pengembangan
operasi pemeliharaan perdamaian dapat legislasi nasional. Hal ini sangat penting untuk
mencerminkan dan mempraktekkan prinsip ini memasukkan kesetaraan gender di semua
untuk memastikan bahwa operasi perdamaian lembaga nasional dan hukum dalam negeri,
terus berlanjut berdasarkan pada inklusivitas termasuk undang-undang tentang warisan,
dan tidak melanggengkan diskriminasi berbasis perkawinan properti, kekerasan dalam rumah
gender. Sementara kesetaraan gender adalah tangga, partisipasi politik, kerja dan jaminan
hal yang penting bagi hak asasi manusia yang sosial.
mempunyai tujuan dan terprogram. Selain itu
langkah-langkah untuk menuju kesetaraan Operasi penjaga perdamaian yang memiliki
gender juga berkontribusi terhadap tujuan mandat pemerintahan dapat mendukung
sosial, ekonomi dan politik lainnya. Misalnya, partisipasi publik untuk kaum perempuan

Volume 62 / No. 46 37
dan peran mereka dalam pengambilan konstitusional dan legislatif pembangunan
keputusan dengan memberikan insentif dan proses pemilihan.
kepada partai politik dimana insentif ini harus
mencakup jumlah minimal perempuan dalam RESOLUSI DEWAN KEAMANAN 1325 (2000)
daftar kandidat mereka untuk menduduki
jabatan politik, pelatihan dan kesempatan PBB menyadari bahwa keberadaan female
bagi kandidat perempuan yang potensial. peacekeepers sangat penting dalam misi
Mandat operasi penjaga perdamaian yang perdamaian, bukan hanya bertujuan untuk
akan menentukan sifat dan lingkup kegiatan meraih kesetaraan gender, namun lebih dari itu
tersebut dapat dilakukan. Ketika mandat itu bahwa tentara perempuan memiliki potensi
terbatas terhadap aktivitas militer tertentu, besar untuk menciptakan perdamaian. Oleh
seperti pada kasus misi pengamat militer, hal karenanya dibutuhkan suatu mekanisme
ini mungkin akan mempengaruhi lingkungan untuk memberi pondasi bagi dukungan
politik atau sosial. terhadap keikutsertaan perempuan dalam misi
perdamaian di seluruh dunia. Disinilah DK-
Ketika tugas yang diamanatkan PBB berperan dengan mengeluarkan Resolusi
termasuk pemantauan hak asasi manusia No. 1325 pada tahun 2000 (Security Council
atau mendirikan dan merestrukturisasi Resolution on Women, Peace and Security) yang
lembaga, tentu ada potensi besar untuk merupakan resolusi pertama yang dilahirkan
mengintegrasikan perspektif gender ke dalam DK-PBB yang membahas signifikansi peranan
kegiatan ini. Di Timor-Leste dan Kosovo, perempuan dalam menciptakan perdamaian.
operasi PBB bertindak sebagai administrasi
transisi sipil, yang memungkinkan untuk fokus Resolusi Dewan Keamanan 1325
terutama untuk kebutuhan dan keprihatinan memberikan mandat penting untuk
perempuan di semua bidang pemerintahan, mengarusutamakan perspektif gender dalam
termasuk sistem peradilan, kepolisian, operasi penjaga perdamaian. Resolusi ini

38 September-Oktober 2016
mengakui kontribusi perempuan dalam ini seringkali terjadi dan meningkat pula
pemeliharaan dan peningkatan keamanan. peran perempuan yang menjadi kepala rumah
Sementara itu ada pemahaman mengenai tangga. Mereka sangat rentan terhadap
kebutuhan khusus perempuan dan kepedulian bahaya penyiksaan dan perkosaan (dan risiko
terhadap perempuan dalam konflik kehamilan yang tidak diinginkan, HIV dan
bersenjata. Resolusi ini menegaskan kembali infeksi menular seksual lainnya). Selain itu
peran perempuan dalam pencegahan dan kondisi ekonomi dan keamanan pangan serta
resolusi konflik dalam peacebuilding, yang stigmatisasi sosial dan pelecehan seksual
menekankan betapa pentingnya partisipasi kerap terjadi di masyarakat.
yang setara dalam keterlibatan mereka untuk
mempertahankan dan mempromosikan Peran perempuan sangat signifikan dalam
perdamaian dan keamanan. Selain itu resolusi mengatasi situasi yang sedang terjadi dalam
ini berupaya untuk menyoroti kebutuhan dalam membantu pasukan perdamaian dalam
meningkatkan perannya dalam pengambilan menyelesaikan konflik dan menjembatani
keputusan mengenai pencegahan dan perbedaan antara pihak-pihak yang berkonflik.
penyelesaian konflik. Tentara perempuan dapat dengan mudah
berinteraksi dengan perempuan dewasa dan
Pengalaman saat bertugas di Kongo tahun anak-anak perempuan yang menjadi korban
2008, penulis menyaksikan telah terjadi luka-luka psikologis, yang diakibatkan oleh
konflik di mana penduduk sipil semakin konflik bersenjata. Perempuan dan anak anak
menjadi target utama dalam kekerasan, yang dilecehkan cenderung merasa nyaman
sehingga kerapkali kaum lelaki dan anak laki- untuk berinteraksi dengan pengamat militer
laki direkrut ke dalam faksi-faksi yang sedang perempuan daripada dengan laki-laki. Hal
bermusuhan, sementara kaum perempuan ini berguna dalam investigasi, advokasi dan
dan anak perempuan biasanya ditinggalkan pemberian keadilan kepada para pelakunya.
untuk merawat keluarganya. Keadaan seperti

Volume 62 / No. 46 39
Dalam hal ini peran petugas militer awal perencanaan dalam setiap pelaksanaan
perempuan sangat penting dan tetap menjadi misi penjaga perdamaian. Hal ini tentu penting
sebuah kebutuhan bagi suksesnya sebuah untuk memfasilitasi pertimbangan gender
misi. Apalagi Republik Demokrasi Kongo dapat dimasukan dalam struktur, sumber daya
sering dianggap sebagai sebuah misi yang dan anggaran dalam sebuah misi.
kompleks dengan tantangan ketegangan
sipil. Dalam menanggapi tingkat kekerasan Penggunaan anggaran harus dapat
di negara tersebut, dilakukan upaya mencari dipertanggungjawabkan dalam bentuk karya
akar penyebab konflik, dan bertemu dengan yang realistis. Berhasil atau tidak program
kepala-kepala suku untuk menurunkan gender dalam sebuah misi perdamaian
tingkat ketegangan. Pendekatan dengan tergantung kepada Kepala Misi. Pengalaman
menggunakan kepala suku lebih sederhana menunjukkan bahwa operasi perdamaian
dari model konvensional. telah berhasil dalam mempromosikan
kesetaraan gender dan mempromosikan hak-
Dapat dipahami bahwa operasi penjaga hak perempuan untuk memiliki dukungan
perdamaian PBB harus dapat memahami di tingkat tertinggi otoritas dalam misi.
efek, dapat membedakan konflik dan Kepala Misi bertanggung jawab untuk
dapat melindungi hak-hak perempuan mempromosikan, memfasilitasi serta
kemudian memastikan mereka terintegrasi memperhatikan perspektif gender di semua
terhadap tindakan untuk mempromosikan bidang kerja dan menuntut akuntabilitas
perdamaian, menerapkan kesepakatan kepada manajer dan personil di semua
perdamaian, menyelesaikan konflik dan tingkatan. Agar pelaksanaan misi ini efektif,
merekonstruksi masyarakat yang dilanda maka sejak awal harus ada komitmen yang jelas
perang. Jika operasi penjaga perdamaian dalam rangka mempromosikan kesetaraan
berhasil dalam memastikan perdamaian gender dalam seluruh misi. Komitmen ini
dan adanya rekonsiliasi dalam jangka panjang harus diterjemahkan ke dalam tindakan nyata
yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi dalam semua bidang misi dan harus menjadi
dan hak asasi manusia yang diakui secara tanggung jawab semua personel, terutama
internasional, maka perlu kegiatan dan manajer senior.
kebijakan mereka sangat penting dalam
menegakkan prinsip-prinsip kesetaraan gender Pentingnya perspektif gender dapat
dan non-diskriminasi. diperkuat dalam pertemuan tingkat tinggi
dengan partai-partai politik dan badan-
MEMPROMOSIKAN PENGARUSUTAMAAN badan konsultatif serta melalui kegiatan dan
GENDER DALAM PEACEKEEPING mendapatkan informasi tentang sebuah misi.
Misi penjaga perdamaian perlu memastikan
Kesuksesan sebuah misi perdamaian bahwa harus ditumbuhkan kesadaran yang
dapat diukur dari terselenggaranya pemilu cukup dan kapasitas untuk mengidentifikasi
lokal yang bebas dan adil. Keterlibatan para dan perspektif gender yang dikembangkan
personilnya mampu memberikan kenyamanan kepada semua personil, terutama manajer
kepada masyarakat setempat terutama senior. Adanya referensi yang kuat sebagai
yang berkaitan dengan masalah perbedaan pedoman, checklist, program pelatihan
gender. Bagaimana sebuah misi perdamaian dan standar operasi prosedur (SOP) dapat
dapat mempromosikan gender dalam membantu mengaplikasikan perspektif
peacekeeping? Untuk menjawab hal ini tentu gender ke dalam pekerjaan sehari-hari dalam
dapat mengacu kepada Departemen Operasi semua komponen serta dapat meningkatkan
Penjaga Perdamaian (DPKO) yang merupakan kesadaran dan membangun kapasitas untuk
bagian dari badan PBB yang bertanggung pengarusutamaan gender.***
jawab dan yang dapat memastikan bahwa
perspektif gender dimasukkan pada tahap

40 September-Oktober 2016
Volume 62 / No. 46 41
www.kemhan.go.id

OVE RV IE W OF T H E 2 0 1 5 T H E SECON D YEAR OF SECUR ITY


IND O N E S IA N D EF EN S E W H IT E D EVELOPMEN T AN D DE FE NSE
PAPE R T ERRITORIAL EMPOWE R ME NT
PROG RAMME AT STAT E BOR DE R
BU R E AUCRAT I C REFORM I N REG ION S IN K ALI MANTAN
MI N IS T RY OF D EF EN S E OF TH E
R E P U BLIC OF I N D ON ES I A

GEN D E R MA I N S T REA M I N G
IN UN IT E D N AT I ON S
P E ACE KE E PI N G OP ERAT I ON S

POLI CY MAN AG EMEN T ON PEOPL E


WIT H D ISAB ILITIE S IN
MIN IST RY OF D EF EN SE AND TNI

THE USE OF H UMAN CAPITAL APPROACH


STRATEGY IN SUPPORTING DEFENSE HUMAN
RESOURCES TRANSFORMATION TO FACE
FUTURE CHALLENGES

Volume
VOLUME 62 / NO. 62 / No. 46
46 SEPTEMBER-OCTOBER 2016 ENGLISH 1
THE MINISTER OF DEFENSE
AND THE STAFFS OF THE MINISTRY OF
DEFENSE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA

CONGRATULATES TNI FOR


IT’S 71 ANNIVERSARY
th

2 September-October 2016
Editorial
Warm regards from WIRA editorial team,
Dear reader, may you always be in good health and happiness. In September-
October 2016 edition, WIRA editorial team prepared the articles of Defense
Policy such as, the Strategic Use of Human Capital Approach in support of
Human Resources transformation of Defense and Overview of the Indonesian
Defense White Paper of 2015. We also display the article on the Implementation
of Security and Programme Development Empowerment Defense Region State
Border Regions in Kalimantan, Bureaucratic Reform in Ministry of Defense of the
Republic of Indonesia, Policy Management on People with Disabilities at Ministry
of Defense and TNI, as well as an update on Gender Mainstreaming in United
Nations Peacekeeping Operations. Those article are expected to broaden the
readers’ horison.
Dear WIRA Readers,
To enrich the content of WIRA Magazine, we’d always look forward to your
participation by sending articles, opinions, information, responses, or critics and
recommendation. Please contact us through email redaksi.wira@kemhan.go.id.
WIRA Magazine is also accessible online at www.kemhan.go.id.
Finally, we’d hope that our presentation will enrich information and be beneficial
for you. Last but not least, we’d like to congratulate the Indonesian Armed Forces
for its 71th anniversary. Long live the Indonesian Armed Forces.

Volume 62 / No. 46 3
Contents THE USE OF HUMAN CAPITAL APPROACH
STRATEGY IN SUPPORTING DEFENSE HUMAN
RESOURCES TRANSFORMATION TO FACE
FUTURE CHALLENGES
EDITORIAL BOARD

Advisors:

Minister of Defense 6
General (Ret.) Ryamizard Ryacudu

Secretary General of MoD


Vice Admiral Widodo, M.Sc

Editor in Chief:

Head of Public Communication Center


of MoD
Brig. Gen. Djundan Eko Bintoro, M.Si (Han) In a universal defense system in which all citizens,
regions, and national resources should be
Managing Editor: involved, government’s preliminary preparation
should be held in total, integrated, directed, and
Chief of Information Cooperation of Public continuously.
Communication Center
Col. Drs. Silvester Albert Tumbol, M.A.

Editors:
OVERVIEW OF THE 2015 INDONESIAN
Ltc. Joko Riyanto, S.Sos, M.Si. DEFENSE WHITE PAPER
Mutiara Silaen, S.Ikom, M.AP

Graphic Design: 12
1st Lt. Farah Merila S, S.Kom.

Imam Rosyadi

Photo:

Photografers of Public Communication Cen-


ter of MoD
The Government through the Ministry of
Circulation: Defense released the 2015 Indonesian Defense
White Paper which is the updating of the 2014
Nadia Maretti, S.Kom, M.M. Defense White Paper in order to keep up with
the development of very dynamics strategic
environment and the government’s policies in
Published by: the field of defense.
Public Communication Center of MoD,
Jl. Medan Merdeka Barat No. 13-14 Jakarta

4 September-October 2016
BUREAUCRATIC REFORM IN MINISTRY OF
17 DEFENSE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA

Bureaucratic reform strategic plan in Ministry


of Defense refers to the importance of
consolidating organizational units within it in
reference to prioritization, establishment of legal
protection, and restructuring structured tasks
and functions, as well as strengthening task
forces in each organization unit to accelerate
target bureaucratic reform.

THE SECOND YEAR OF SECURITY DEVEL-


21 OPMENT AND DEFENSE TERRITORIAL
EMPOWERMENT PROGRAMME AT STATE
BORDER REGIONS IN KALIMANTAN

Implementation of Security Development and


Defense Area Empowerment in Kalimantan
Border Region that began in fiscal year 2015
has run for two years. Ministry of Defense and
TNI have implemented various development
programs to increase national security capability
in Kalimantan border area.

POLICY MANAGEMENT ON PEOPLE WITH


28 DISABILITIES IN MINISTRY OF DEFENSE
AND TNI
People with disabilities are part of
Indonesian people who have the same status,
rights, obligations, and roles as other people
for life and livelihood. Government policies
that facilitate and taking care the rights of
people with disabilities to ensure their life
and livelihood in society are needed.

GENDER MAINSTREAMING IN UNITED


35 NATIONS PEACEKEEPING OPERATIONS

There are many striking differences in


opportunity to get a job for men and women.
Both men and women somehow receive some
degree of discrimination if they engage in
activities outside gender roles prescribed by
society.

Volume 62 / No. 46 5
THE USE OF HUMAN CAPITAL APPROACH STRATEGY IN
SUPPORTING DEFENSE HUMAN RESOURCES TRANSFORMATION
TO FACE FUTURE CHALLENGES
By:
Lt. Gen. I Wayan Midhio, M.Phil
Rector of Indonesia Defense University

INTRODUCTION environment development has changed


spectrum of threats that become increasingly
Based on dynamic strategic environment complex. Future national defense system
development in 2016, the use of human capital requires integration between military and non-
approach strategy (for competence human military defense systems. It is necessary to build
resource capacity) in supporting defense strong and resilient national capability with
human resources transformation to face future high deterrence capability. Its implementation
challenges becomes very crucial. Strategic is structured within a framework of universal

6 September-October 2016
defense system involving all citizens based emergency situation, Indonesia can double up
on their roles and functions as mandated by its power as much as 10 times from currently
Constitution (Indonesia Defense White Paper, available (www.globalfirepower.com, 2016).
Ministry of Defense, 2015)
In a universal defense system in which
Based on 2015 global power index, all citizens, regions, and national resources
Indonesia has a population of 255,993,674 should be involved, government’s preliminary
people. Within which, 130 million of them are preparation should be held in total, integrated,
over the age of 18 years (combat an age). From directed, and continuously. It should be
that potential population, 107,540,000 people measured to uphold country’s sovereignty,
are physically capable to be mobilized either territorial integrity, and safety of entire nation.
as main defense force, reserves, or supporting Involvement of all citizens should be arranged
force. Furthermore, 476, 000 people are active in a mechanism in which during facing military
military personnel (the main defense force) threats, the military forces should be the
and there are 400,000 people who are active main component backed up by Reserves and
directly as reserves or supporting component. Supporting Component (Act No. 3 of 2002).
From that number, we can see that during Reserves and Supporting Component are not
being considered as a part or a permanent body.
However, it should be present and at the same
time the state will be able to reduce its military
budget in peace time as well as preparing for
war at the same time (Bhatara Ibnu Reza, 2009,
p. 289).

From human resources perspective -


specifically defense management - the
development of human capital (highly
competent human resources) will affect
defense force development framework. A
new mechanism will be required in both policy
level and operational level in the form of
arrangement of human resources as an asset
(capital) that can be grown dynamically based
on strategic environment. This new paradigm
puts human element no longer as objects but
as subjects so they can function more optimally
in defense management process (Ivancevich,
John M., 2007, p. 43-45).

On policy level, the transformation will


increase government bureaucracy capability
(Ministry of Defense and related Ministry/
Institution) in formulating political decisions
related to National Defense management. At
operational level, development of Defense
Components or what commonly known as
Defense Strength and Posture of TNI as the
main component supported by Reserves and
other supporting components.

Volume 62 / No. 46 7
This paper will try to examine a new beginning, it is started from Reformation
thinking in human resource management of process with thick political nuances, such as
defense sector with human capital approach in dual function of armed forces, TNI Business
supporting transformation of human resources and civil-military relations structuring.
in defense field - particularly in examining the Achievements of this initial phase has been
use of defense human resources in democratic succeeded significantly to diminish technical
parameters namely good governance as well things such as TNI personnel’s position as
as future prospects and challenges. Good executive and legislative officials, additional
governance principle in defense sector is very defense legislation programs (Law No. 3 of
important especially in utilization of national 2002 on State Defense and Law No. 34 of
resources as legal subjects. It is important that 2004 on TNI), expansion of security agenda
it will not give rise to irregularities of which (separation of police force and TNI as well
unrelated to defense interest. This article will as intelligence reform), budgeting issues and
conclude and lead to recommendation policy defense technology (Law No. 3 of 2002).
options to encourage the transformation of
Human Resources in defense sector. Defense system transformation still leaves
some agenda such as personnel policy,
TRANSFORMATION OF HUMAN education and training, defense economic,
RESOURCES IN DEFENSE SECTOR technology and innovation bases, posture
from orders of battle, as well as matters of
a. Transformation of Defense System doctrines and operational conducts. In addition
to that, ideal defense transformation scheme
Defense sector cannot be separated from - as based on experiences of other countries
the process of transformation in its human - is important steps that cannot be skipped
resources. TNI Reform in reference to Total (Alexandra R. Wulan, 2008).
Defense System has started in 1998. In the

8 September-October 2016
The defense transformation results should be the world. In Indonesia, defense organization
implemented for national defense management development is not only based on technology
by fostering and utilizing all national resources base by placing main weaponry system in
to create defense components and defense which military maritime forces and air power
abilities. It should be ready at any time to as vanguard of defense backed up with ground
overcome both military threats and non-military power as the end buffer.
threats while keeping their benefits for welfare.
Organization embodiment of modern main
b. Theoretical Discourse: Development of defense components should be based on
Human Capital Theory for Defense. human capital that consists of five components,
namely individual capability (capacity of
Stockley (2003) defines human capital as the personnel), motivation, leadership with
human contribution to development and growth Saptamarga values, organizational climate, and
of organizations and businesses. Humans are workgroup effectiveness (trained units) that
important assets that have attitudes, skills become parts of human capital owned by main
and capabilities in improving organization military units.
performance and productivity. Competent
human resource capacity is the basic concept IMPLEMENTATION OF HUMAN CAPITAL IN
of human capital due to shift in the role of DEFENSE HUMAN RESOURCES
human resources that is not limited to factors
of production (objects) in a production process a. Human Capital Approach Towards Defense
but an asset (subject) that has many advantages Main Component
if used and disseminated to give benefits in the
organization progress (Stocey, 2000). In a more specific perspective of human
capital on main defense system components,
Human capital views humans as intangible defense system can be seen from the aspect
assets since man can be considered as of their human capital capabilities (capability
asset with lots of advantages since human of military personnel) in supporting their main
capabilities if they are used and disseminated task to the maximum within organization. It is
will not decrease yet increase for the sake of not only on military skills alone but overall skills
both individuals and organization. The role of (intelligence, motivation, education, physical
human capital in creating intellectual assets is ability, combat experience, etc.) that contribute
very strategic. It can be individual competence, maximally to development and growth of
as well as manager of organization’s intellectual military organization (Midhio, 2016).
assets. It can be driving engine of entire value
that comes from innovation potentials as The next steps in Human Resources (HR)
well as power behind intellectual capital and realization are to create professional and
innovation organization. Therefore, the role qualified Army personnel by review process
of human capital is the key factor to improve of personnel training and development of
organizational performance (business or non- educational materials that synergize Army,
business) that provides ability to compete Navy and Air Force dimensions as a single main
against competitors for foreseeable future command organization of TNI.
(Jurnal Sains Manajemen Programme Magister
Sains Manajemen UNPAR, Volume I, Number 1, For institutional matters, TNI should be
April 2013). reviewed not only on its posture but also on
its point of view (doctrine) and organization
Capability and credibility of human resources management as a whole, specifically on its
in defense system perspective cannot be model to address security threats from inside
separated from development Revolution in and outside of the state (political, ideological,
Military Affairs (RMA) model in many places of social, cultural, economic) towards ideal model

Volume 62 / No. 46 9
professionalism, and additional military science
as well as declining socio-political subjects, as
well as additional study time abroad.

Changing in way of thinking should also


be followed with changes in career or merit
system, rotation tour of area, and tour of
duty assignment. These two policies should
be a foundation to improve human capital
capabilities to become professional soldiers
and to develop a foundation of competencies
in defense field. Without training system
reformation, organizational changes and
politics will be in vain (Laksmana, 2008).

b. Human Capital Approach Towards Reserves


and Defense Supporting Components

Research on personnel management


shows personnel performance, and it will be
determined by four factors, namely, experience,
technical competencies (hard skills), behavioral
competencies (soft skills) and personality
(Pendit, 1994). This method is widely applied
in civil organizations and military in various
countries.

Human capital management of competency


that corresponds to the changing strategic basis is an integration of personnel management
environment including non-traditional threats with overall organizational strategy. This can be
such as terrorism prevention and disaster achieved by providing means of organizations
management. These adjustments should be to assess and to develop the capacity of human
followed by changing military strategy and resources, compared with needs to achieve
operational doctrine, the use of weaponry vision, mission and goals of the organization.
system, military asset management (including This concept has arisen from the need to
financial management), and it should be align human resource capabilities of defense
supported with integration of army, navy and sector with demand of Ministry of Defense
air force as manifestation of modern military organization in this complex and fast-paced
organization and operation. information age. It is based on the opinion that
the concept of human resource management
Those two issues should be accomplished, has not yet been able to meet the dynamic
and followed by intellectual and cultural issues changes (Brundrett, 2000, p. 353-369).
of military organization, especially in personnel
matters. In this regard, personnel management Military Reserves are made up of civilians
system reform as well as education and training who have received basic military training and
of enlisted men should be managed in a non- have been prepared to support the military
negotiable policy. For example, establishment as major component during war emergencies.
of Indonesia Defense University, curriculum It has the function to enlarge and strengthen
changes in educational institutions with TNI’s functions, can be deployed for national
emphasizes on democracy, human rights, defense as combatants, are protected by law,

10 September-October 2016
in defense sector is very important in order to
make utilization of national resources as legal
subject does not against or unrelated with
national defense interests (Tim Impartial, 2008).

CONCLUSION

In the context of national defense capacity


development, efforts towards building defense
human resources capacity are integral part
with national defense system. Defense system
development process cannot be run without
capacity building efforts on organization,
human resources, systems and governing
policies. With human capital approach, defense
human resources performance can be analyzed
through four approaches based on experience,
technical competencies (hard skills), behavioral
competencies (soft skills) and personality. It
should be a study that involves all stakeholders.

Human capital approach also enhances


organizational performance both at the
level of defense policy drafting (MoD) and
operational (TNI Headquarters). Adopting
human capital approach has become necessary
in supporting competency-based personnel
management methods in defense human
has received basic military training during resources transformation. However, it should
peacetime, and become ordinary civilians be aligned with good governance principles in
during peacetime. In general, reserves have defense sector for measurable accountability
mobilization and demobilization functions parameters. In this case, utilization of national
(https://makaarim.wordpress.com, 2016). resources as legal subject will not raise any
irregularities in unrelated defense interests.***
Some countries have also developed their
Reserves through Conscription Programme
– engaging civilians in military service for a
specified period of time. United States (US) and
Britain use Reserve term to refer to their entire
Reserves, a combination of regular forces and
reserve forces (www.propatria.or.id, 2016).

The main source of Reserves is human


resources supported by national resources
including human resources, natural resources,
man-made resources, and infrastructures (Law
No. 3 of 2002). The use of those resources
should be controlled (should be accountable)
in the context of democratic parameters or
good governance. Good governance principles

Volume 62 / No. 46 11
OVERVIEW OF THE 2015 INDONESIAN
DEFENSE WHITE PAPER
By:
Colonel Kup Yanto Setiono, M.A
Head of Sub Directorate of Doctrine at Directorate of Strategic Policy-Ministry of Defense

PRELIMINARY The Defense White Paper which is mandated


by Law No. 3 of 2002 on National Defense is a
The Government through the Ministry of strategic document, which reflects the general
Defense released the 2015 Indonesian Defense picture of the government’s policies in the field
White Paper which is the updating of the of defense, national defense strategy, and the
2014 Defense White Paper in order to keep development of the national defense posture. It
up with the development of very dynamics is disseminated to the public both domestically
strategic environment and the government’s and internationally. In the domestic sphere,
policies in the field of defense. It is very the paper is used to convey the Government’s
reasonable, considering the Defense White policies in the field of national defense as a form
Paper is a strategic document, which includes of transparency, accountability, understanding
a statement of defense policies as a guideline and awareness of national defense. Whereas
for the implementation of the national defense in the international sphere, it is used as an
functions that are expected to meet the instrument in establishing security cooperation
challenges and the needs of stakeholders and with other countries in order to build mutual
the public to comprehend the national defense trust, equality, and respect.
policies.

12 September-October 2016
THE ESSENCE OF THE WHITE PAPER SECURITY CHALLENGES

The substantially amendments of the In line with the today’s geopolitical and
preceding paper are intended to align the geostrategic dynamics, the security challenges
capabilities, strategies and national resources to the national interest are increasing and more
and to ensure the realization of national defense complex in nature. The challenges have evolved
which are able to answer the challenges, as well into the form of factual and non-factual threats.
as meet the needs of stakeholders and the public
to comprehend the national defense policies. The factual threats in a certain condition
are potential in disrupting the national defense
The White Paper includes a variety of broader system. When the threat is increasing, it is
government policies and priorities. It also likely to affect the stability of national, regional
outlines a sustainable defense strategic plan for and international security environment. The
the next decade supported by suitable defense emerging regional security challenges need
budget. The government pledged to boost the attention from regional countries in maintaining
country’s defense spending rationally and is stability of the national security. This is to be the
projected to increase gradually within the next platform of considerations to build a vision of
few years. The defense budget will continue to defense and security cooperation in the region.
increase along with the increasing quality of the
challenges, including the needs of maintenance DEVELOPMENT OF DEFENSE POSTURE
and operational of the main weapon system.
The realisation of the proportional state defense The development of the national defense
budget will build a strong national defense posture as part of the national development
capability which has a deterrent effect as well as programme is an integral component of the
the national and regional stability. national development. This suggests that the

Volume 62 / No. 46 13
Development Plan, the strategic
plan development is planned
into three phases. The first
phase (2010-2015) has been
completed successfully as
the course towards the next
Programme. The second phase
(2015-2019), the plan is
outlined in the comprehensive
national defense policies as a
guideline. Phase three (2019-
2024) is the continuation of
foregoing phase expected as an
end point of minimum essential
force Programme which further
development of the national defense posture directed towards the development of an ideal
must be synergistic and in line with the defense posture. This Phase is still guided by
national development, in order to actualize the the development priorities which includes
achievement of the government Vision, Mission professional soldiers, capacity building and
and Priority Programmes stated in the Long- people supports, as well as the weapon system
Term National Development Plan until 2025. modernization through the defense industry.
The policy reflects the national defense
Military defense posture development, which objective, which refers to the defense strategy
is part of the development of the national and determined aspects of the development
defense posture, is integrated and sustainably Programme.
implemented through the fulfilment of the
TNI Minimum Essential Force (MEF) posture STATE DEFENSE PROGRAMME
by 2024 as the main component. Besides,
the government prepares other defense The Government has set a national character
components in an integrated and sustainable development policy as part of a mental revolution
way. Defense strength development is the through the programme of state defense. The
elaboration of government policy in the field of programme is intended to prepare people, and
national defense as stipulated in the national strengthening national identity based on values
defense policy. It is gradually implemented and cultures in the national defense system.
through four development strategies, namely
rematerialization, revitalization, relocation and The participation of the people in the state
procurement in order to enhance the military defense is constitutional rights and obligation by
combat capability of the Army, the Navy and the implementing the attitudes and behaviour with
Air Force. the sense of patriotism and nationalistic spirit
to secure the long-term survival of the nation.
The policy focuses on the four aspects, which The people rights and obligations are aimed at
include main weapon system and its supporting establishing a national defense power in order
systems, as well as the professionalism; the to maintain the national sovereignty, territorial
soldiers’ welfare and the development of the integrity and safety of the nation.
defense industry that is designed to create
a formidable and reliable military personnel State Defense Programme is a Programme
capability. initiated by the Ministry of Defense which
subsequent becomes a national programme.
In line with the National Long Term The Programme, began in October 2015 and

14 September-October 2016
targeted to train up to 100 million
citizens participating in the next 10
years. The Government has started
the Programme by setting up 4,500
educated and trained citizens of
45 districts / cities throughout
Indonesia as a volunteer to defend
the nation that has a high level of
discipline and patriotism.

The Programme is essentially


intended to realize people
awareness with positive attitudes
and behaviour to uphold the
state defense values which are
nationalism, nation consciousness, loyal to DEFENSE INDUSTRY
Pancasila as the country’s ideology, willingness to
sacrifice for the nation, and the initial capability Modernizing weapon equipment of the
to defend the country. Through the state military is not just an option but a must in
defense programme, it is expected to develop order to increase national defense capability.
the positive characters of the people with This corresponds to the needs of the defense
discipline, optimism, teamwork and leadership power development along with the strategic
sense to ensure the survival of the nation. environment dynamics.

The values of the state defense are very The future TNI’s role is not only as a guardian
important to be imparted to the people in the of the country’s sovereignty but also is required
efforts to strengthen patriotism and nationalism to perform its duties to promote world peace
in order to build the nation’s deterrence to and humanitarian tasks at the regional and
face the complexity of the threats in order to global levels. However, meeting the needs of
actualize the of formidable National Defense. the enhanced technology of weapon equipment
requires a substantial budget. Therefore, the
government is committed
to developing its indigenous
strategic defense industrial
base.

The government planned to


revitalize the country’s strategic
industries to be a strong, self-
reliance, and competitive
defense industry to support the
national defense and security
posture, which will impact on the
national economy development
agenda. To this end, the
government adopted set of
policies to determine priority
programs in technological
mastery by focusing on the

Volume 62 / No. 46 15
empowerment on national resources base. Some rights, sovereign equality, and non-intervention
of the priority programs include: Submarine and in the international affairs. Indonesian defines
Industrial Development propellants, as well as peace as it is unreasonable for a country to live
the development of Rockets, Missiles, National peacefully within the world of no stable political
Radar, Medium Tank, and Jets. and security condition. Hence, strengthen
mutual understanding and reducing differences
INTERNATIONAL COOPERATION in problem solving needs to be prioritized.
Besides, encouraging peace efforts in accordance
In the context of international engagements, with fundamental principles of the UN Charter
Indonesia prioritizes on the free and active is fundamental.
foreign policy which is guided by the principle
of peace as the priority; however, independence Indonesia is committed to living together
and sovereignty is of uttermost essential. in peace and respecting other country’s
Indonesia is also actively build international sovereignty. Indonesia believes that neighboring
cooperation by referring to the principle as a countries are friends who share a commitment
nonaligned country which does not form an to maintain security and stability in the region.
alliance with any country, and strengthen its Building a common ground is an important
identity as the archipelagic and maritime nation. factor in bilateral and multilateral international
relations.***
The strong government’s commitment to
promote world peace is based on the equal

16 September-October 2016
BUREAUCRATIC REFORM IN MINISTRY OF
DEFENSE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA

By :
Team of Inspectorate General of Ministry of Defense

Bureaucratic reform is a necessity following There are a number of driving factors why
ongoing public demand in reform era since bureaucratic reform becomes important.
1998. Basically, the reform was asking for First, the changes in national strategic
changes and system renewal for refinement environment, such as economic crisis led to
in all level of governance system including in change in national political system. Second,
Ministry of Defense. Since 2008, the Ministry the changes in global strategic environment.
of Defense has conducted internal bureaucratic In dynamic global strategic environment, there
reform that focused on three aspects: are demands to strengthen democratization
institutional (organization), management, and and decentralization, as well as utilization of
human resources (HR). Reform within Ministry information and communication technology in
of Defense is essentially a strategic step in governance and development practice. Third,
building human resource professionals who changes in the paradigm of good government
have the power efficiency and effectiveness in management with good governance, autonomy,
supporting professional development tasks of democracy, public accountability, transparency
Ministry of Defense. and rule of law with good law enforcement.

Volume 62 / No. 46 17
Those conditions were the foundation of Ministry of Defense refers to the importance
bureaucratic reform in Ministry of Defense. of consolidating organizational units within it in
However, it is basically to realize Ministry of reference to prioritization, establishment of legal
Defense organizations that strong, professional, protection, and restructuring structured tasks
effective and efficient, and dynamic in responding and functions, as well as strengthening task
to and anticipating future developments. In forces in each organization unit to accelerate
reference to complex and dynamic future target bureaucratic reform. All of them are
growth, Ministry of Defense seeks to continually designed to meet principles of good governance
update a strategic plan by taking into account the and professional, since it is an effort to improve
needs of organizational units and the availability and enhance performance of government
of resources. bureaucracy.

EIGHT AREAS OF CHANGE Focused Group Discussion (FGD) that was


conducted by Ministry of Defense in 2009
Bureaucratic reform strategic plan in has formulated eight areas of change for

18 September-October 2016
bureaucracy reform agenda within Ministry of to change the defect mindset from previous
Defense. Those eight area include: paradigm. In this case, acceleration and strong
will are needed to make a fast pace acceleration
1. Management of Change; to catch up with other developed countries that
already have good public services awareness.
2. Organizing overlapping legislations;
BUREAU-MANIA AND ROAD MAP
3. Strengthening organization to be more
effective and efficient; Bureaucratic reform is to eradicate tendencies
of bureau-mania such as inefficiency, abuse
4. Optimizing good governance management; of authority, and corruption that spread out in
government institutions. We have seen that
5. Organizing human resources management the New Order was fallen due to bureau-mania
system; tendencies. This awareness then led reform era
government took steps in reconstructing and
6. Optimizing performance reawakening the nation. That reconstruction
accountability; formulation was found in the keyword:
bureaucratic reform. It is a fundamental change
7. Strengthening internal in a system. The purpose is to change old
control (APIP); structure, behavior, and habits. The scope of
bureaucratic reform is not limited to processes
8. Increasing public service and procedures, but also linked to changes in
quality. the level of structure, attitude and behavior.

Even though Ministry of In the context of bureaucratic reform,


Defense is a unique organization, Ministry of Defense has developed a Road Map
but similar with almost all as a guide to implementation of bureaucratic
government organizations reform in Ministry of Defense. The Road Map
in Indonesia, it also “suffers” contains bureaucratic reform strategic plan,
the same weakness in facing human resources and partnerships, regulatory
constantly changing world. Public reform, and changes in Ministry of Defense.
demands increasing performance
of government officials from time The Road Map is contained in Minister of
to time. If these governmental Defense Decree No. KEP/1273/M/XII/2015.
organizations do not hasten It can be interpreted as the seriousness of
themselves to change, then they Ministry of Defense to make reformation in
will not be credible in the eyes of such a sustainable manner in accordance to
public. This is what has prompted demands and dynamic changes in internal
government to commit the environment, as well as in national and global
acceleration of bureaucratic strategic environment.
reform in all of its government
organizations. The direction of bureaucratic reform in
Ministry of Defense refers to internal steps as
Bureaucratic reform efforts follows:
are not easy after decades of
“being served” (rather than 1. Aligning orientation - bureaucracy should
serving public) tradition and be led to the mandate of people; therefore
severe and corrupt patron-client it should be geared towards servicing
system. Therefore, we need a people.
strong will and sustainable efforts

Volume 62 / No. 46 19
2. Strengthening commitment - determination 6. Improvement of human resources quality –
to continue to change. Without human all bureaucratic reform efforts should lead
resource’s strong determination for to optimal results supported by reliable and
change, bureaucratic reform will encounter professional human resources, hence there
obstacles. To strengthen determination is a need for adequate human resources
towards changes among officials, there with good personnel recruitment system,
is a need of stimulus such as increase in payroll system, implementation of training,
wellbeing, but at the same time provides as well as improved welfare.
no tolerance for those who do unlawful
conducts. Hopefully, this article will lead Indonesian
people to believe that Ministry of Defense is
3. Building a new culture - improvement ready to take off into a reliable organization
of bureaucratic culture and ethics with that capable to manage country’s defense in
transparency, openness, and clear Standard tune with dynamics in national, regional, and
Operation Procedures. global environment. In addition to that, all
apparatus of Ministry of Defense, as well as
4. Rationalization – rationalization of all of its organizational units, are ready to run
institution and personnel structure to bureaucratic reform to give room for changes
make lean and agile institution that adept in order to realize an organization with full of
in problem solving and adaptable to integrity.***
changes in society, including advancement
of information and communication
technology.

5. Strengthening legal basis - bureaucratic


reform efforts need to be based on clear
rule of law. Clear rule of laws can be a
corridor in running changes.

20 September-October 2016
THE SECOND YEAR OF SECURITY
DEVELOPMENT AND DEFENSE TERRITORIAL
EMPOWERMENT PROGRAMME AT STATE
BORDER REGION IN KALIMANTAN
By:
Col. Inf. Rakimin M. Djoeri, S.IP, M.M
Acting Director of Mobilization
at Directorate General of Defense Strategy – Ministry of Defense

The Working Cabinet Government had Law No. 26 of 2007 on Spatial Planning and
launched nine priority agenda that commonly Government Regulation No. 26 of 2008 on
known as Nawa Cita. One of the agenda – the National Spatial Plan give mandates that state
third one in Nawa Cita – states that “building borders are National Strategic Area with defense
Indonesia from periphery area to strengthen functions. Presidential Decree No. 31 of 2015
local areas and villages within framework of on Spatial Planning of State Border Regions in
Unitary State.” It is a policy that lays groundwork Kalimantan was aimed to establish national
of asymmetric decentralization resumption. territorial integrity on border area by upholding
Asymmetric decentralization policy is intended national sovereignty, establishing national
to protect national interests in border areas, defense and security, supporting economic
to strengthen economic competitiveness in growth and protecting safeguarded area. Based
global level, and to help regions of insufficient on Government’s priority agenda as well as those
governing capacity providing public services. related rules and regulations, it is necessary to

Volume 62 / No. 46 21
do concrete activities
that can be public
perceived directly. The
real activities that can
be implemented is
development of border
area in security aspect
as well as enhancing
defense capabilities
by increasing welfare
and improving living
standards in border area
of Kalimantan.

Presidential Decree
No. 31 of 2015
give mandate on Sumber: kaltaraindonesia.blogspot.com
application of security
belt by setting up
defense and security priority areas along the BORDER SECURITY POSTS
border in Kalimantan. Ministry of Defense
as instrumental ministry in development of Currently, there are 80 border security posts
priority area had established some priority deployed in Kalimantan border - 49 in western
Programme in defense development sector and 31 in eastern sector (Based on
Programme in Kalimantan border area, i.e. reports from Kodam VI/Mlw and Kodam XII/Tpr
“Security Development and Defense Area up to third quarter 2015).
Empowerment in Kalimantan Border Region”.
Working Units within Ministry of Defense, TNI In order to optimize border monitoring,
Headquarter, and Forces Headquarter should construction of 23 new posts has been carried
implement that development Programme. out, as well as renovation towards 39 unviable
posts, additional helipad for those without one,
Implementation of Security Development solar cell electrical energy and water purifier for
and Defense Area Empowerment in Kalimantan those without access to electricity and clean
Border Region that began in fiscal year 2015 water respectively. Additional posts are expected
has run for two years. Ministry of Defense, TNI in the future. At least, it will be added to reach
and forces within it have implemented various a minimum number of 200 posts. In addition to
development programmes to increase national that, relocation of 32 posts will also be made
security capability in Kalimantan border area. especially to those of more that 4 km distance
In order to determine the extent to which from borderline. The total number of 200 posts
implementation of development programmes is perceived as ideal, given that average post
have been implemented by working units and should be within 10 km distance, hence they
TNI, detailed outline of various programmes - can be expected to carry out border monitoring
both physical and non-physical aspects should task continuously in better condition.
be examined. The physical aspect is development
of construction and provision of facilities and INSPECTION LANES AND BORDER
infrastructure for border security; while non- PATROLS
physical aspect is community empowerment
Programme for border community to increase Beside the mentioned posts, development
welfare and raising public awareness on public programs should also include patrol lane that
responsibilities in state defense. are parallel with borderline. For that purpose,

22 September-October 2016
the available lanes are still very limited. Limited of gravel stone with 3 meters wide and being
road links between Posts will affect patrol and able to be passed by four-wheel light vehicle of
increase patrolling difficulty along borderline 750 kg weight. Beside for tactical purpose, these
for monitoring the border markers, preventing roads should be for administration purposes.
illegal logging, drug smuggling, human trafficking
and other crimes. Based on Presidential Decree The development of Inspection Lanes and
No. 31 of 2015 on Spatial Planning of State Border Patrol can also be used to boost economic
Border Regions in Kalimantan, the mandate activity that currently highly dependent on the
for implementation of security belt should be traditional traffics. In addition to that, people
supported by Inspection Lanes and Border movement across countries can be able to
Patrol. Inspection Lanes and Border Patrol be monitored better. These infrastructure
are intended as means for border markers developments are expected to help boost
inspection and maintenance by the authorities economic growth in remote areas that use
and the patrols are preventive actions for any pathways or roads that barely passable by two-
transnational crime and disorders in border area. wheeled vehicles.
In order to meet the needs for Inspection Lanes
and Border Patrol, Ministry of Defense has ADMINISTRATION ROAD
carried out the lanes construction for ± 783 Km.
The lanes consist of four segments in Sambas There are roads that connect many Border
and Bengkayang districts, as well as Sanggau, posts with nearby villages or kampongs.
Sintang and Nunukan Regencies. In 2019, the However, there are still many posts with
lanes of ± 2019 Km along border should have no available roads to nearby for dozens
been built. These lanes at least should be made of kilometers. The roads are required for

Volume 62 / No. 46 23
Sumber: jakartagreater.com

administration purposes such as distribution to facilitate patrol for a minimum of 4 people. At


of logistics, evacuation and implementation certain locations in East and North Kalimantan,
of territorial development as well as river transportation such as Fast Motor Boat
communication means with local community. is necessary. In order to fulfill transportation
This kind of communication needs to be needs for patrol and administration purposes,
performed by members of the military to local there is an urgent need for motor trail and fast
community through visits, health services, and motorboats.
TNI’s services within framework of territorial
development or defense empowerment. Given COMMUNICATION MEANS
that beside security tasks the Border Post
Task Forces should also do territorial tasks, the Communication means are an absolute
connecting roads from Border Posts to people’s necessity in border security operations.
dwellings needs to be built. Currently, there are Communication means such as Handy Talky
four Administration Roads is being built. (HT) radios. In order to increase communication
ability, there are have been additional and
TRANSPORTATION MEANS (LAND AND Ministry of Communication and Information
RIVER) now builds some Base Transceiver Station (BTS)
along borderline.
Implementation of Border Post Task
Force tasks are also needs adequate means UNMANNED AIRCRAFT USE
of transportation. The current available
transportation means are 2.5-ton truck for Utilization of Unmanned Aircraft as
Tactical Command and Main Command. At supporting means for border security to monitor
least, each post should have a four-wheeled border area directly in real time with fast roaming
light vehicle, 2 units of two-wheeled vehicles, exploration capabilities for remote monitoring

24 September-October 2016
Aircraft, landing bases around
Strategic Command Task Force
should be built.

DEVELOPMENT OF ARMY
INFRASTRUCTURE UNITS

Future development
army units in border region
are necessary. However,
in the future, it is also
necessary to accommodate
the construction of military
unit of Army, Navy and Air
Force for border security. The
Sumber: topografi.net current implementation is the
development of Infrastructure
of near, medium and far distance. To meet those Unit Border Battalion 614/CPR, renovation of
monitoring needs, Unmanned Aircraft is needed Official Housings of Military District Command
to cover short distances by utilizing thermal 0910/MLU and Official Housings of Military
camera that is capable of being operated by District Command 0911/NNK, later on in the
Border Monitoring Posts. In addition to that, district 645 Battalion Base in Paloh district in
Unmanned Aircraft to cover medium distance Sambas Regency.
should be operated by Strategic Command
Task Forces, while for borders and immediately NAVY POST INFRASTRUCTURE
addressed operation should be handled directly
by Border Security Operations Command. In Border region of Kalimantan is located
order to support the operations Unmanned between Indonesian archipelagic sea lanes

Volume 62 / No. 46 25
(ALKI) I and Indonesian archipelagic sea lanes condition is extremely vulnerable. Violations of
(ALKI) II. It is bordered in the western part with national sovereignty both by military navigation
South China Sea and Karimata Strait (ALKI I) and and cruise shipping activities that might conduct
Makassar Strait and Celebes Sea (ALKI II). This illegal activities in Indonesian water can be

26 September-October 2016
happened. In order to improve ability of Navy in state border and boundary markers, reporting
sea border areas and small islands in Kalimantan’s criminal matters at border area, and fostering
border, Navy posts in Sei Pancang should be culture of compulsory reporting. Efforts to
built for warship docking purposes as well as foster community participation in maintaining
renovation towards infrastructure of Navy Post state sovereignty on border is done by carrying
5 in North Kalimantan. out activity Programme for District Leaders in
the form of State Defense, Socialization of Land
AIR BASE INFRASTRUCTURE Borders and Legal Education. To improve welfare
of people in border area, Bhakti TNI Activities
Indonesia is located at intersection of two are also carried out to improve public facilities
continents. Therefore, national strategic air base in coordination with Ministry of Defense, TNI’s
in the context of defense and security as well as Area Coordinator Unit and local governments.
nexus of global air transportation at the border
of Kalimantan is very crucial. It is for security National defense implementation in border
reason to resist airspace violation of military and area is one function of Ministry of Defense and
civil aviation, as well as other security issues. At Armed Forces in order to carry out basic tasks to
the moment, the Ministry of Defense is building uphold the country’s sovereignty, maintain the
infrastructures to improve air base in Tarakan to integrity, and protect all the people from various
build aprons for fighter aircraft and helicopters forms of threats coming from outside and within
as well as facilities and other infrastructure. the country. ***

ENPOWERMENT OF BORDER COMMUNITY

The role of community at border area to


participate as safeguard of state sovereignty
is very crucial. They can help maintaining

Volume 62 / No. 46 27
POLICY MANAGEMENT ON
PEOPLE WITH DISABILITIES IN
MINISTRY OF DEFENSE AND TNI
By:
Erlin Sudarwati, SKM, MM
Head of Subsection of Information and Data of Rehabilitation Center of Ministry of Defense

PEOPLE WITH DISABILITIES people with disabilities to ensure their life


and livelihood in society are needed.
People with disabilities are part of
Indonesian people who have the same status, “People with Disabilities” term was
rights, obligations, and roles as other people previously known as Disabled People. In its
for life and livelihood. Government policies development, Human Rights Commission
that facilitate and taking care the rights of and the Ministry of Social Affairs considers

28 September-October 2016
that Disabled People is not really a good Dictionary, the word “defect” refers to goods
term in Indonesian perspective since it has or inanimate objects, or in other words culled.
negative connotation and not in line with the Disabled Person also connotes to a negative
principles of human rights. It is also contrary meaning. Disabled People are considered as a
with noble values that uphold human dignity. group of people who are powerless, incapable
It was agreed then that the term should be of anything, and bearing disgraceful physical
replaced with People with Disabilities. It was problems.
supported with Law No. 8 of 2016 on People
with Disabilities. Actually, Disabled – in Indonesian: Difabel
– is referred to Different Ability or Different
Many people do not know the difference Ability People. This term refers to individuals
between Defect, Disabled, and Disability. with physical deformities. Disability is a
Generally, people are more familiar using new approach – it has neutrality and does
Disabled People. In a glace, those three not hold the potential discrimination and
terms might have some similarities, yet also stigmatization. The definition given by
very much different psychologically effects International Classification of Functioning
in social environment. Unintentionally, those for Disability and Health, that was agreed by
terms create unwanted labels that lead to World Health Assembly and is used by World
discrimination and inequality. In Indonesian Health Organization (WHO), “Disability serves
as an umbrella term for impairments, activity
limitations or participation restrictions”.

The classifications of people with disabilities


according to provision of World Health
Organization are under three categories,
namely:

a. Impairment is used for people who are


powerless physically as a consequence
of psychological, psychical, or other
abnormalities due to structure of their
organs. However it will not lead to
obstacles or other malfunction such
as mental function. Examples of this
category are blindness, deafness, and
paralysis, amputated of limbs, mental
disorders, or abnormal vision.

b. Disability is inability to perform activities


at normal human activity level, as a
result of impairment conditions. It refers
to a particular part or the whole body
and it cause a person become helpless
to do normal human activities, such as
bathing, eating, drinking, climbing stairs,
or to go the toilet by himself/herself
without help of others.

c.
Handicap is socio-economics inability
of a person due to damage to both

Volume 62 / No. 46 29
physiological and psychological or mental disability as a result and/or not
impairments, or due to disability as necessarily of their services, and having
described above. Disability in this third obstacles to perform activities.
category is influenced by external
factors. Isolated in social environment or People with Disability in Ministry of
because of cultural stigma, they should Defense and TNI are those who have disability
be taken care of and really depend on during their term of service. It means that
normal people. they have no disability from birth and once
they have ideal posture as a soldier and Civil
According to Law No. 8 of 2016, People Servant. It gives some distinct psychological
with Disability is any person who have physical, effect and it also affects the behavioral in
intellectual, mental, and/or sensory limitations their environment.
for a long period and having difficulties in
interaction with their surrounding as he/she POLICY ON PEOPLE WITH DISABILITIES
may experience obstacles and difficulties to
participate fully and effectively with other As Indonesian citizen, people with
fellow citizens that based on equality. disabilities have the same rights and equal
status before the law. Government’s attention
People with Disability in Ministry of on policy or legislation on people with
Defense and TNI Personnel is Indonesian disabilities is a means to achieve equal rights
National Armed Forces, including Student and opportunities for people with disabilities
Soldiers and Civilian in Ministry of Defense to get a prosperous, self-contained, and not
and Armed Forces who suffer from physical discriminated life.

30 September-October 2016
The same applies for people with disabilities In reference to the welfare of people
in Ministry of Defense and TNI. They have with disabilities, in this case for personnel
given their contribution to state and nation. of Ministry of Defense and TNI, there is a
There is a need for recognition that they still policy on it, namely Government Regulation
can be useful and can play an optimal role No. 56 Year 2007 on Compensation and
in all aspects of life. They still have great Benefits for TNI Personnel with Disabilities.
potential for achievement with whatever their However, this policy should be reviewed due
physical condition is. to the enactment of Law No. 8 of 2016 on
People with Disabilities and Government
People with disabilities are psychologically Regulation No. 102 of 2015 on Insurance
less confident due to changes in their postures of TNI Personnel, Police Personnel, and
and physical functions that might not like Civil Personnel in Ministry of Defense and
how they are used to be. However, in reality, Indonesian National Police. It also should be
people with disabilities do not want to be aligned with Minister of Defense Regulation
pitied, but they need to be given opportunities No. 11 Year 2016 on Procedures for Granting
and facilitated so that their shortcomings will Disabilities Compensations and Benefits for
not give hindrance in providing livelihood for TNI Personnel.
their family and also giving contribution to
the development. Looking through those Legislations on
People with Disabilities, there are some
Government efforts to uplift people with differences that should be taken into
disabilities’ lives have been stated in various account. In Government Regulation No. 56
laws and legislations. Recently, Law No. 8 of of 2007 Article 2, it is stated that soldiers
2016 on People with Disability in lieu of Law with disabilities should be awarded disability
No. 4 of 1997 on Disabled People that is no compensation and benefits as government’s
longer relevant to the needs of people with awards on their sacrifice. Level and type
disabilities. of disability stated by TNI Commander is

Volume 62 / No. 46 31
determined by Soldier Disability Evaluation with disabilities of level III and II should be
Committee test results. Government dismissed from the service. It is also inline
Regulation No. 102 of 2015 Article 21 stated with the new policy issued by Ministry of
that the Minister, TNI Commander, or Chief Defense - Minister of Defense Regulation
of Police should determine extent and type No. 11 of 2016 Article 3 - that a soldier with
of disability based on disability evaluation disabilities at second level that is still capable
committee test results. However, the criteria of carrying out official work or duties should
for disability and compensation calculation not be dismissed from the military service,
are different from Government Regulation No. and those with disabilities at level III who have
56 of 2007. Therefore, Minister Regulation good performance or have skills that can be
should be adjusted for its implementation. utilized by his/her unit may still be considered
by the commander/working unit head to
In Law No. 8 of 2016 on People with continue implementing his/her duties. Hence,
Disabilities Article 11, it is stated that the there is a need for coordination between the
rights of people with disabilities should not TNI Headquarters, Ministry of Defense, and
be dismissed for reasons of disability. Thus, it Asabri to discuss this issue and the ways to
should be followed by reviewing regulations or address existing regulations. This issue had
policies that have been published previously been discussed in Coordination Meeting on
in order to avoid polemics, specifically People with Disability in Rehabilitation Center
for people with disabilities in Ministry of of Ministry of Defense on 24 May 2016 that
Defense and TNI. Such policies, for example was attended by elements of health and
is ST Commander No: ST/227/2016, dated personnel of Ministry of Defense and TNI, as
23 February 2016 that ordering for soldiers well as other related institutions.

32 September-October 2016
REHABILITATION AND ACCESSIBILITY OF integrated rehabilitation under one roof and
PEOPLE WITH DISABILITIES consist of medical rehabilitation, education,
training, and social services.
Government’s efforts to realize
independence and well-being of people Rehabilitation Center is targeted for people
with disabilities is to increase their welfare with disabilities in Ministry of Defense and
that is implemented through provision of TNI organized by Ministry of Defense. It is
opportunities, rehabilitation, social assistance, conducted by Rehabilitation Center of Ministry
and social welfare standard maintenance. It of Defense (Pusrehab Kemhan). Its duty is
has already been stipulated in Government to carry out medical rehabilitation services,
Regulation No. 43 of 1998 on Efforts to vocational rehabilitation, social rehabilitation,
Increase Social Welfare of People with and hospitalization for people with disabilities
Disabilities. in Ministry of Defense and TNI. The aim is to
make people with disabilities in Ministry of
Rehabilitation is an effort to realize Defense and TNI become independent and
independence of people with disabilities as productive.
intended in the government regulation, and
it is carried out at a rehabilitation facility Ministry of Defense, specifically Pusrehab
organized by the government and/or general Kemhan as the institution that provide
public. Rehabilitation facility can be in the form rehabilitation services for people with
of Rehabilitation Center that organizing an disabilities in Ministry of Defense and TNI,

Volume 62 / No. 46 33
should implement Law No. 8 of 2016 on Those operational regulations state that
People with Disabilities, by providing facilities every person or entities, including government
and infrastructure for people with disabilities. agencies in the implementation of building
In Article 18, it is stated that People with construction and its environment should
Disabilities have rights to get accessibility meet requirements of technical facilities and
to utilize public facility and to get a decent accessibility. Those government officials in
accommodation that provide accessibility. charge in determining and controlling building
and/or construction service providers in
It has been already stipulated in in organizing building construction building who
Government Regulation No. 43 of 1998 violate the regulations will be penalized as in
Article 8 to Article 22 that regulates on accordance to civil and criminal laws following
accessibility, and also states that any provision the current applicable laws and regulations.
on public facilities and infrastructure provided
by government and/or general public should In addition to that, provision of facilities and
provide accessibility. accessibility under those rules and regulations
should have four principles, namely safety,
Accessibility basically is an ease provided simplicity, usability, and self-reliance.
for everyone, including people with
disabilities and elderly to realize equality, as CONCLUSION
well as opportunities in all aspects of life and
livelihoods. All people with disabilities are People with Disabilities in Ministry of
entitled to retain accessibility to support their Defense and TNI is also a part of Indonesian
independence. In order to make people with citizen who have the same status, rights,
disabilities able to participate in their social obligations, and roles as other people in term
environment, and have independence in their of life and livelihood. Many Policies, Rules
well-being, accessibility towards infrastructure and Legislations in reference to People with
and public service facilities should have the Disabilities should be taken into consideration
easiness to make people with disabilities are by relevant agencies. Pusrehab Kemhan
able to perform their activities as normal has the tasks to give medical rehabilitation,
people. The provision of accessibility may be vocational rehabilitation, social rehabilitation,
physical and non-physical. and hospitalization for people with disabilities
in Ministry of Defense and TNI. Therefore,
Provision of physical accessibility in Pusrehab Kemhan should implement Law
public facilities and infrastructure include No. 8 of 2016 on People with Disabilities
accessibility in public buildings, accessibility by providing accessibility facilities and
to public streets, parks and cemeteries, and infrastructure for people with disabilities.***
accessibility to public transport. The provision
of accessibility in the form of non-physical
includes information services and special
services.

Operational provisions on accessibility


are outlined in Minister of Public Works
Regulation No. 30/PRT/M/2006 dated 1
December 2006 on Technical Guidelines on
Amenities and Accessibility in Building and
Environment - an amendment to Minister of
Public Works Decree No. 468 of 1998 on
Technical Requirements on Accessibility in
General Building and Environment.

34 September-October 2016
GENDER MAINSTREAMING
IN UNITED NATIONS PEACEKEEPING
OPERATIONS
By
Letcol Caj (K) Nita Siahaan M.Sc
Junior analyst at Subdirectorate of Bilateral Directorate of International Cooperation, Ministry Of Defense

One important issue that emerged at the Based on United Nations’ definition,
end of 20th century is gender. Gender issues gender is not about sexual type. Gender refers
often become a discussion topic on social to social attributes and opportunities that
analysis as well as a discourse in debates can be accessed and controlled by men and
on social changes. Mass media, books, and women. These social attributes are different
activities such as seminars, discussions, and in particular context and time. However, these
other social activities serves many discussions social attributes relate to expectation of what
on protests and lawsuits related to injustice do(es) and don’t(s) of men and women in a
and discrimination against women. Injustice particular social and cultural context based on
and discrimination can be seen in nearly all social and cultural values. In most societies,
levels and sectors, at international, state, differences and inequalities between men
religious, social (community), cultural, and women are on their responsibilities, tasks
economic, and household level. assigned, activities undertaken, access to and

Volume 62 / No. 46 35
control towards resources, decision-makings can perform their role in peacekeeping
and other opportunities. missions, especially leadership role models
in which they can act as a model for local
There are many striking differences women, especially in a society where women
in opportunity to get a job for men and have traditionally given only secondary role.
women. Both men and women somehow
receive some degree of discrimination if In designing a policy for peacekeeping
they engage in activities outside gender operation activities, the focus should be
roles prescribed by society. For example, on men and women in war-torn societies
men will be underestimated if they apply as by considering local social structures and
child minders, while women most likely will responsibility for culture and norms. Gender
not be accepted when applying for what is roles that are related to status of men and
considered traditionally as “masculine jobs” women in the context of economic, social,
in construction, mining, police, military, or political or culture are also foundation on
security sectors. In some cases, specific jobs which society and culture are structured.
are even legally forbidden for women. Seeing Gender socialization should be aimed to
such conditions, the international community influence activities of men and women, to
has committed to address those gaps and work provide access to and control over resources
together to achieve ultimate goal of gender and to involve participation in decision-
equity. The aim is to guarantee the same making.
rights, responsibilities and opportunities for
men and women, girls and boys, and gender Peacekeeping operation is very important
mainstreaming is a strategic tool for achieving to see impact of policies and activities of men
this goal. Economic and Social Council and women in local culture and community.
(ECOSOC) defines gender mainstreaming as For example, vocational training or other
“a strategy to make men and women gives incentives to encourage disarmament,
more attention to gender issues and therefore demobilization and reintegration (DDR) of
able to implement, to monitor and to evaluate former combatants women may be irrelevant if
policies and programs in all areas, including they do not take into account specific skills and
political, economic and social that make men responsibilities of women as single parents.
and women equally benefited and to stop An important component of successful
injustice. peacekeeping operation is implementation
of which local elections were free and fair.
GENDER MAINSTREAMING IN In implementation of the election, it is also
PEACEKEEPING OPERATION important to understand norms and customs
of local people before the election was held
The international community’s presence and determine whether women will face
in peacekeeping operations has positive particular barriers in exercising their rights to
potentials to address gender relations and work in the office and to vote. Overcoming
inequality in society. For example, the these obstacles should be the prerequisite to
initiatives towards election can facilitate make elections free and fair.
women participation as voters and political
representatives. Civilian police in peacekeeping Gender equality principle is a basic lesson
operations can help in training, monitoring or in United Nations activities and policies. It is
restructuring local law enforcement agencies to ensure that peacekeeping operation should
and giving more stresses towards dealing reflect and practice this principle to ensure
with crimes affecting women, including rape, that peacekeeping operations are inclusive
sexual harassment, domestic violence and and not gender-based discriminating. Gender
other gender-based crimes, such as women equality is essential for human rights purposes
and children trafficking. Professional women and programmes. Beside that, gender equality

36 September-October 2016
Sumber: goodnewsfromindonesia.org

also contributes to social, economic, and political parties. In this case, the incentives
political objectives. For example, providing should include a minimal number of women
equal educational opportunities to men and in their list of candidates to occupy political
women will increase ability of women to office, as well as training and opportunities
take care for themselves and their families, for potential female candidates. The mandate
henceforth give direct and positive impact to of peacekeeping operation will determine
the health of family. nature and scope of implementation of these
activities. If the mandate was limited to a
Gender perspective contributes in policy specific military activity, for example in the
and decision-making that able to assess case of a military observer mission, it might
potentials and narrowing the gap. For affect political or social environment.
example, peace mission should have mandates
to provide technical assistance in institution When the tasks mandated include
building and development of national human rights monitoring or establishing
legislation. It is very important to include and restructuring institutions, there is great
gender equality in all national institutions and potential for integrating gender perspectives
domestic law, including laws on inheritance, into these activities. In Timor-Leste and
marital property, domestic violence, political Kosovo, UN operations act as a civilian
participation, employment and social security. transitional administration. It allows the
operation to focus primarily on needs and
Peacekeeping operations that have a concerns of women in all areas of government
governing mandate will able to support public sector, including judicial system, police,
participation for women and their role in constitutional and legislative development as
decision-making by providing incentives to well as in selection process.

Volume 62 / No. 46 37
SECURITY COUNCIL RESOLUTION 1325 promote peace and security. Beside that,
(2000) this resolution seeks to highlight the need
to increase their role in decision-making on
UN has realized that the presence of conflict prevention and resolution.
female peacekeepers is vital in peace
missions, not only to achieve gender equality, Based on personal experience while serving
but beyond that - female soldiers has great in Congo in 2008, I witnessed that in conflict
potential to create peace. Therefore, we situation, civilians were the main targets of
need a mechanism to provide a foundation violence. Men and boys were recruited into
of support for women’s participation in peace hostile factions, while women and girls were
missions around the world. This is why UNSC left behind to take care of their family. As that
issued Resolution No. 1325 in 2000 (Security condition was common, women then became
Council Resolution on Women, Peace and the head of the family. However, they are
Security) - the first resolution of UNSC that very vulnerable to abuse and rape (then
examines significance roles of women in unwanted pregnancy, HIV, and other sexually
peace building. transmitted infections). In addition to that,
economic conditions and food security added
Security Council Resolution 1325 provides up social stigmatization and sexual abuse.
an important mandate to gender mainstream
in peacekeeping operations. This resolution The role of women is very significant in
recognizes the contribution of women in addressing conflict situation as well as helping
maintaining and improving security. In the peacekeepers in conflict resolution and
meantime, there is an understanding of bridging the differences between parties in
special needs of women as well as concerns conflict. Women army can easily interact with
of women in armed conflict. This resolution women and girls who have become victims
reaffirmed the role of women in prevention with psychological wounds caused by armed
and conflict resolution in peace building. conflict. Abused women and children tend to
It is emphasizing the importance of equal feel more comfortable to interact with female
participation in involvement to maintain and military observers rather than with men. It

38 September-October 2016
is useful during investigation, advocacy and free and fair local elections. The personnel’s
provision of justice to the perpetrators. involvements should be able to give comfort
to local people, especially in issues related to
In this case, the role of female military gender differences. How can a peace mission
personnel is essential and remains a necessity able to promote gender in peacekeeping?
for the success of a mission. Moreover, the It can be referred to the Department of
mission in Democratic Republic of Congo is Peacekeeping Operations (DPKO) - a part of
often perceived as a complex mission full UN agency that responsible and able to ensure
of civil tension challenges. In response to that gender perspectives are included in the
the level of violence in the country, efforts early stages of planning in any peacekeeping
were made to find the root causes of conflict mission execution. It is important to facilitate
and then meet the chieftains to lower level gender considerations to be incorporated
of tension. This approach is simpler than into structures, resources and budgets of a
conventional models. mission.

It is understood that United Nations The use of budget should be accounted


peacekeeping operations should be able to for in the form of realistic work. The success
understand the effect, can distinguish the or failure of peacekeeping mission depends
conflict, and able to protect women’s rights on the Head of Mission. Experience shows
and ensuring that they are integrated towards that peace operations have been successful
measures to promote peace, implement in promoting gender equality and promote
peace agreements, resolve conflict and women’s rights, and it have to be supported
reconstructing war-torn societies. If successful from the highest level of authority of the
peacekeeping operation in ensuring peace mission. Head of Mission is responsible for
and reconciliation in the long term is based promoting, facilitating and giving attention
on internationally recognized principles of to gender perspectives in all working areas
democracy and human rights, it is necessary and demanding accountability to managers
that activities and related policies should and personnel at all levels. For an effective
be able to uphold the principles of gender mission, a clear commitment to promote
equality and non-discrimination. gender equality in all missions should be
stated. This commitment must be translated
PROMOTING GENDER MAINSTREAMING into concrete actions in all areas of mission
IN PEACEKEEPING and should become responsibility of all
personnel, especially senior managers.
The success of a peacekeeping mission
can be measured from implementation of The importance of gender perspective can
be strengthened in high-level meetings with
political parties and consultative bodies as
well as through activities to get information
of a mission. Peacekeeping mission need
to ensure that awareness and capacity
building to identify and to develop gender
perspective are on all personnel, especially
senior managers. Strong reference as guide,
checklist, training programmes and standard
operating procedures (SOPs) can help to
apply gender perspective into daily work of
all components and can raise awareness and
build capacity for gender mainstreaming.***

Volume 62 / No. 46 39

Anda mungkin juga menyukai